Oleh :
Anita Febrian Permata Sari
S521608004
Menyetujui,
Pembimbing Kasus
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
C. Tujuan ................................................................................................... 2
A. Assesment Gizi.................................................................................... 12
A. Kesimpulan .......................................................................................... 29
B. Saran ................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 31
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GRAFIK
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
mempengaruhi status kesehatan serta biaya perawatan. Satu dari tiga orang
pasien masuk rumah sakit dengan status malnutrisi, jika tidak diobati pasien
akan mengalami penurunan status gizi yang lebih lanjut selama masa
perawatan. Pasien rumah sakit dengan status gizi yang baik pada saat masuk
asupan makanan < 80% dan 34,4% mengalami malnutrisi (Tappenden et al.,
klinis. Pada pasien dengan malnutrisi proses penyembuhan luka terjadi lebih
Health and Children, 2009; Barker, Gout and Crowe, 2011; Tappenden et al.,
1
Pemenuhan kebutuhan gizi dan pencegahan kejadian malnutrisi
pasien rumah sakit memiliki efek yang positif terhadap hasil klinis dan biaya
pemberian intervensi gizi oleh tim asuhan gizi rumah sakit. Intervensi gizi yang
dilakukan di rumah sakit terdiri dari empat kategori yaitu pemberian makanan
atau pemenuhan zat gizi, edukasi gizi, konseling gizi dan koordinasi asuhan
gizi. Intervensi gizi merupakan salah satu komponen terapi gizi rumah sakit
dan evaluasi (Charney, 2007; Irish Departement of Health and Children, 2009;
Barker, Gout and Crowe, 2011; Tappenden et al., 2013; Kasim, Dhian Ayudhia
B. Batasan Masalah
proses terapi gizi pada salah satu pasien di Ruang Rawat Inap Melati 1 RSUD
Dr Moewardi Surakarta.
C. Tujuan
Berdasarkan batasan masalah di atas maka laporan kasus ini bertujuan untuk:
2
BAB II
HASIL PENGAMATAN
3
Bilirubin direk 0 - 0,3 mg/dl 17,61
Bilirubin Indirek 0 – 0,7 mg/dl 6,97
Data laboratorium menunjukkan pasien mengalami anemia, gangguan fungsi hati dan kandung empedu,
hipoalbumin, hiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia.
Klinik/Fisik
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 90x /menit
Respirasi 20 x/menit
Suhu 360C
Mata dan bagian perut Berwarna Kuning
Asites
Pasien Sulit untuk bangun dari tempat tidur.
Pasien mengalami ganguan makan karena terasa penuh dan perut terasa sesak
Data fisik klinis menunjukkan pasien mengalami asites dan ikterik yang dapat disebabkan oleh gangguan pada
hati atau kantung empedu. Asites menyebabkan perut pasien terasa sesak sehingga nafsu makan menurun.
Pasien mengalami ganguan makan disebabkan ganguan pada gigi karena selama di rumah sakit pasien jarang
menggosok gigi. Pasien sulit bangun dari tempat tidur karena merasa lemah yang dapat disebabkan karena
rendahnya hemoglobin dan malnutrisi.
Dietary History
Energi (kcal) Protein (g) Lemak (g) KH (g) Na (mg) Cairan (ml)
Asupan Oral 582 12,9 11,4 71,8 184,4 500
Vipalbumin 0,85
Kapsul 400
Garam
Infus Nacl 5310 1440
Kebutuhan 1700 69,6 37,78 270,4 2700 1800
Capaian% 34,23 19,7 30,17 26,5 196,7% 107%
Riwayat Gizi
Alergi Makanan: Tidak Ada Alergi
- Telur : Ya/ Tidak - Ikan :
Ya/Tidak
- Susu sapi dan produk olahan ikan : Ya/Tidak - Kacang Kedelai/tanah: Ya/Tidak
Pola Makan:
Pasien memiliki kebiasaan makan 3 kali / hari dengan porsi makan sedikit.
Makanan pokok yang sering dikonsumsi adalah nasi3 kali/ hari. Konsumsi nasi 4 sdm sekali makan.
Lauk hewani yang sering dikonsumsi adalh telur ayam. Pasien mengonsumsi telur 1 btr telur ayam/ hari
dengn cara digoreng.
Pasien tidak pernah mengonsumsi lauk nabati.
Pasien jarang mengonsumsi sayur.
Pasien tidak pernah mengonsumsi buah
Konsumsi air minum pasien sehari 5 – 6 gelas belimbing
4
Dari riwayat makanan pasien dapat disimpulkan bahwa pasien kekurangan asupan makanan terutama sumber
protein, vitamin dan mineral
Riwayat Personal
RPD :
-
RPK :
-
RPS :
Pasien datang dengan keluhan sesak selama 1 minggu, perut membucit, cepat merasa kenyang saat makan.
Pasien terkadang muntah setelah makan, nafsu makan pasien menurun. Mata pasien berwarana kuning,
BAK 3 – 4 x/hari berwarna kuning.
SOSEK :
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pasien tinggal berdua dengan suami. Pekerjaan sehari – hari dikerjakan oleh suami
Terapi Medis
Jenis obat Fungsi Interaksi Obat Dengan Makanan
Nacl 0,9% Memperbaiki kadar natrium dalam
darah
Leforate
5
Tabel 2. Diagnosa Gizi
6
Tabel 4. Intervensi Diet
Tujuan Diet
1. Meningkatkan asupan makan pasien
2. Meningkatkan status gizi pasien
3. Meningkatkan kadar Hb, albumin, Natrium, Kalium dan Kalsium dalam darah
4. Mengatasi malabsorbsi lemak
Perhitungan Kebutuhan
Energi Zat Gizi Makro Zat Gizi Mikro
7
Tabel 5. Rencana Konseling Pasien
8
Tabel 6. Rencana Monitoring Evaluasi
9
Tabel 7. Monitoring dan Evaluasi
10
Monitoring & Evaluasi Target 3/11/2017 4/11/2017 Rencana Tindak lanjut
BD 1.10.1 Hemoglobin Kadar Hemoglobin dalam Memantau kadar Hb pasien
batas normal (12 – 15,6 g/dl)
BD 1.11.1 Albumin Albumin dalam batas normal 2,6 g/dl Modifikasi bentuk lauk
(3,2 – 4,6 g/dl) menjadi cincang
Memberikan motivasi
kepada pasien
Memantau kadar albumin
P.D 1.1. Penampilan Keadaan umum baik Hasil USG menunjukkan Memantau keadaan pasien
Keseluruhan adanya penyempitan ductus
coomon hepatic yang
sirkuler dan dilatasi ke
ductus bilier diatasnya
mengarah ke
cholangiocarcinoma type II.
P.D 1.9 Tanda – tanda vital Tanda – tanda vital dalam Tekanan darah : 100/60 Tekanan darah : 100/60 Memantau tanda – tanda
(Nadi, respirasi, Tekanan batas normal mmHg mmHg vital pasien
darah) Nadi : 79 x/ menit Nadi : 90 x/ menit
Respirasi : 20x/menit Respirasi : 20x/menit
P.D 1.4 otot ( Lingkar lengan LILA Pasien 23,5 cm 11 cm Pemantauan LILA setiap 3
atas) hari.
11
BAB III
PEMBAHASAN
A. Assesment Gizi
Assesment gizi adalah metode sistematik yang digunakan oleh gizi untuk
masalah gizi. Ahli gizi mengumpulkan lima kategori data selama proses assesment
yaitu antropometri, biokimia, fisik klinis, riwayat asupan makanan dan data personal
menetapkan diagnosa gizi (Charney, 2007, 2010; Tignanelli and Bukowiec, 2017).
1. Antropometri
Pasien memiliki indeks massa tubuh sebesar 16,02 Kg/m2 sehingga dapat
2. Biokimia
Data biokimia dapat digunakan oleh seorang ahli gizi untuk menentukan
status gizi pasien dan melihat fungsi organ tubuh. Penentuan status gizi secara
reaktif protein, transferin, gula darah, natrium, kalium, klorida, BUN dan Kreatinin.
Fungsi organ tubuh dapat dinilai dengan menggunakan beberapa data misalnya
hematokrit, asam folat dan B12 (Charney, 2010; Tignanelli and Bukowiec, 2017).
oksigen dari paru – paru ke dalam sel dan mengangkut karbondioksida dari sel ke
12
rendah menunjukkan adanya anemia. Anemia dapat disebabkan oleh kerusakan
sel, perdarahan dan kurangnya asupan vitamin (asam folat, B12) dan mineral
(besi) yang berperan dalam proses produksi sel darah merah (Wilson, 2008;
Kadar albumin adalah salah satu periksaan yang dapat menilai status gizi
makanan terutama protein. Kadar natrium, kalium dan kalsium darah yang rendah
pada pasien dapat disebabkan karena tidak seimbangnya antara asupan dan
gangguan fungsi hati. Kadar SGOT dan SGPT yang tinggi menunjukkan adanya
gangguan fungsi hati. Kadar Bilirubin total yang tinggi menunjukkan adanya
jaundice. Kadar bilirubin direk yang tinggi menunjukkan adanya hepatic jaundice
ataupun batu empedu. Kadar bilirubin indirek yang tinggi menunjukkan tingginya
Keadaan pasien secara umum lemah. Tanda – tanda vital pasien seperti
nadi, respirasi dan tekanan darah berada dalam keadaan normal. Pemeriksaan
fisik menunjukkan mata dan kulit di bagian perut berwarna kuning, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami ikterik. Ikterus gejala penyakit hati dan
kadar bilirubin kurang dari 43 umol / L (2,5mg / dL). Pada kolestasis berat warna
tinja akan menjadi lebih terang dan terdapat steatorrhea. Penyakit kuning tanpa
13
hemolitik dan kelainan genetik pada konjugasi bilirubin (Ghany and Hoofnagle,
2001).
dan hipoproteinemia. Pada pasien ini asites dapat disebabkan karena gangguan
fungsi hati yang di tandai dengan SGOOT dan SGPT yang tinggi atau
hipoproteinemia yang ditandai dengan albumin darah yang rendah (Ghany and
Pasien merasa lemah dan tidak mampu bangun dari tempat tidur hal ini
dapat disebabkan karena anemia dan malnutrisi pada pasien (Mason, 2006;
tidak menggosok gigi saat di rumah sakit sehingga dapat menganggu asupan
makan selama dirumah sakit (Kazemi et al., 2011). Asites pada pasien
memenuhi kebutuhan energi sebesar 34% protein sebesar 19% lemak sebesar
30% dan karbohidrat sebesar 26% sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien
memiliki asupan makanan yang defisit. Intake makanan yang kurang dapat
disebabkan karena adanya gangguan mengunyah dan perut terasa sesak yang
dialami oleh pasien (Mason, 2006; National Institutes of Health, 2011; Eghtesad,
Poustchi and Malekzadeh, 2013; Siswanto and et al, 2014). Pada orang sehat
intake energi sebesar 50% dari kebutuhan dalam tiga bulan akan menurunkan
berat badan sebanyak 15%, setelah enam bulan terjadi penurunan sebesar 20%
14
pasien dengan intake energi sebesar 50% akan terjadi penurunan berat badan
makanan dan penyakit memiliki efek yang lebih besar dan cepat pada berat badan
dan fungsi tubuh. Penyakit dapat menaikkan kadar hormon katabolik (epineprin,
glukagon dan kortisol) yang dapat memecah subtrat tubuh sehingga berefek pad
fungsi imun, pembekuan darah dan penyembuhan luka. Intake makanan yang
adekuat pada kondisi ini diperlukan untuk menimalisir risiko malnutrisi pada
porsi kecil. Pasien memiliki kebiasaan makan yang rendah protein karena pasien
hanya mengonsumsi lauk hewani 1 porsi perhari dan tidak mengonsumsi lauk
nabati. Pasien jarang mengonsumsi sayur dan tidak pernah mengonsumsi buah.
Asupan natrium, kalium dan kalasium pasien dari makanan masih kurang,
akan tetapi pasien mendapatkan kapsul garam dan infus NaCl 0,9% 20 rpm
sehingga intake natrium pasien berlebih. Intake natrium yang berlebih belum
furosemide yang meningkatkan pengeluaran air dan natrium (Kemenkes RI, 2013;
MIMS, 2017).
cepat merasa kenyang saat makan. Pasien terkadang muntah setelah makan,
nafsu makan pasien menurun. Mata pasien berwarana kuning, BAK 3 – 4 x/hari
15
Ikterik. Pasien tidak pernah sakit diabetes mellitus, hipertensi ataupun
untuk meningkatkan kadar kalsium dalam darah, kapsul garam digunakan untuk
Pasien sejak bulan Februari 2017 tidak bekerja lagi dan hanya tinggal
dirumah bersama suami. Pekerjaan rumah dilakukan oleh suami karena pasien
merasa lemah. Ekonomi keluarga pasien ditanggung oleh anak – anak pasien.
B. Diagnosa Gizi
Berdasarkan data – data yang dikumpulkan oleh ahli gizi pada saat assesment
maka dibuatlah diagnosa gizi. Diagnosa gizi bertujuan untuk mengidentifikasi masalah,
memberikan label yang akan menjadi panduan dalam pemberian intervensi gizi.
diagnosis yang potensial berdasarkan petunjuk awal. Ahli gizi kemudian mencari
informasi yang lebih banyak untuk menghapus diagnosis potensial. Strategi scheme-
digunakan pada suatu penyakit atau kondisi yang meiliki tanda dan gejala yang sangat
spesifik, mudah dikenali, dan tidak mudah dilupakan. Diganosa gizi dideskrispsikan
16
Berdasarkan data yang dikumpulkan pada proses assesment yang meliputi
data antropometri, biokimia, fisik/klinis, asupan makanan dan data personal pasien
maka ditentukan lima diagnosa gizi (Charney, 2010; Kemenkes RI, 2014) yaitu :
recall yang kurang dari kebutuhan, riwayat asupan makan dirumah, IMT 16,02
2. NI 5.7.1 Asupan Protein tidak adekuat BD perut terasa sesak, penurunan nafsu
makan, gangguan mengunyah DD hasil recall 24 jam kurang dari kebutuhan dan
3. NI 5.10.1 Asupan Mineral yang tidak adekuat (Kalsium, Natrium, Kalium) BD Pasien
tidak mengonsumsi sayuran dan buah DD dengan kadar Natrium 126 mmol/L,
4. NC.2.1 Gangguan Utilisasi Zat Gizi (Lemak) BD Gangguan pada kantung empedu
5. NC 2.2 Perubahan Nilai Laboratorium terkait zat gizi (protein, vitamin dan mineral)
BD Asupan Protein, vitamin dan mineral yang kurang DD Kadar Hb 9,4 g/dl dan
C. Intervensi Gizi
Intervensi gizi adalah tindakan terencana dan terarah oleh ahli gizi yang
17
1. Intervensi Diet
rumus basal metabolic rate Haris Benedict untuk wanita yang dikalikan dengan
faktor aktifitas dan faktor stres. Penggunakan rumus Harris Benedict karena pada
rumus tersebut mempertimbangkan berat badan, tinggi badan dan usia pasien.
protein. Kebutuhan protein pada pasien malnutrisi sebesar 1,2 gr/KgBB (Raynaud
Simon, 2007). Pada pasien dengan gangguan fungsi hati pemberian branched
chain asam amino (BCAA) yaitu leusin, isoleusin dan valin (Marchesini et al.,
2005; Tajiri and Shimizu, 2013; Tamanna and Mahmood, 2014; Park et al., 2017).
dan protease yang dihasilkan oleh pankreas. Pada usus halus enzim peptidease
melakukan pencernaan yang lebih lanjut. Sebagian besar Asam amino di bawa
ke hati. BCAA langsung diangkut ke aliran darah melalui hati, atau langsung
masuk ke dalam aliran darah setelah diserap di usus. Sebagian besar asam amino
terdegradasi di hati kecuali BCAA. Hati mengoksidasi BCAA dari bentuk konversi
mereka yang disebut asam okso-keto . BCAA sebagaian besar dioksidasi oleh
keto kemudian bisa digunakan otot untuk bahan bakar pada Siklus Krebs atau
18
menurunkan produksi ROS yang sehingga memperpanjang usia tikus jantan.
glikosilase 1 di hati, enzim yang terlibat dalam perbaikan kerusakan DNA oksidatif,
induksi perbaikan DNA antioksidan dalam tikus cedera hati (Marchesini et al.,
Kebutuhan BCAA pada orang sehat sekitar 40% dari kebutuhan asam
amino esensial dan 20% dari kebutuhan asam amino total. Kebutuhan leusin
protein, protein susu, daging sapi, ayam, ikan, protein kedelai, telur, gandum utuh,
beras merah, biji labu, kacang mente, lentil dan jagung (Sowers, 2009).
mengonsumsi diet rendah lemak dan kolesterol untuk mengurangi rasa sakit
pembentukan batu empedu. Intake lemak jenuh yang tinggi berhubungan dengan
19
peningkatan risiko pembentukan batu empedu, sebaliknya suplementasi minyak
ikan yang banyak mengandung PUFA dapat menurunkan kolesterol pada empedu
sebesar 25%. Pada pasien ini diberikan ini diberikan diet rendah lemak karena
adanya gangguan pada kantung empedu. Pemberian lemak jenuh pada pasien
dibatasi dan diutamakan penggunaan lemak PUFA (Gaby, 2009; British Liver
kantung empedu dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam empedu. Diet tinggi
hemoglobin. Anemia pada lansia dapat disebabkan oleh berbagai macam hal
zat besi, asam folat dan vitamin B12. Diet yang diberikan selain mengandung
tinggi protein juga harus mengandung cukup zat besi, asam folat dan vitamin B12.
Kebutuhan zat besi sebesar 150 – 300 mg, asam folat 1000 mcg dan B12 1000 –
2000 mcg (Douglas L Smith, 2000; Alleyne, McDonald and Miller, 2009).
20
Pembatasan natrium pada pasien asites dengan gangguan hati sekitar
dapat diberikan dalam dua bentuk yaitu parenteral dan oral. Pada jalur oral
mempengaruhi rasa makanan. (Yeates, Singer and Morton, 2004; Kingley, 2005;
ginjal yang berlebihan dan gangguan pada fungsi ginjal. Penurunan 1 mmol/L
total berat tubuh. Pada pasien diberikan kalium sebesar 4700 mg melalui oral
hipokalsemia karena 50% kalsium di dalam darah terikat dengan protein. Pada
pasien dapat diberikan kalsium secara oral sebesar 1200 mg dan 200 – 300 mg
pemberian cairan dibatasi 1 – 1,5 liter perhari. Kebutuhan cairan pasien sekitar 30
ml/KgBB sehingga dalam sehari kebutuhan cairan sekitar 1200 ml (Kingley, 2005;
gangguan pada gigi. Pada pasien dengan gangguan mengunyah dapat diberikan
21
makanan lunak dengan lauk cincang (soft diet). Definisi dari soft diet adalah diet
pengunyahan oleh gigi. Diet ini menghidari buah dan sayuran mentah, roti dan
snack yang garing,sayuran dan lauk heani dalam potongan yang besar (Service,
1998; NHS Foundation Trust, 2015; Rishikof, 2017; UW Health, 2017). Pasien
merasakan perut terasa sesak sehingga merasa cepat kenyang. Pasien diberikan
2. Intervensi Edukasi
dari konseling gizi adalah perubahan perilaku pasien yang berkaitan dengan gizi.
emosional membuat sulit pasien lansia untuk berubah. Orang tua membutuhkan
membantu dalam perubahan perilaku. Ahli gizi harus memahami teori perubahan
perilaku dalam memberikan konseling kepada pasien. Salah satu teori perubahan
22
perilaku yang dapat digunakan adalah health belief model yang mengutamakan
dapat digunakan untuk mencapai tujuan konseling antara lain cognitive behavior
tertentu yang terkait dengan diagnosis gizi. Indikator hasil harus dipilih yang secara
akurat mencerminkan hasil layanan yang diberikan dan berarti pasien dan tenaga
kesehatan yang terlibat dalam pelayanan gizi. Sebagian besar ahli gizi menggunakan
ukuran biokimia sebagai indikator kecukupan pemberian makan. Ahli gizi harus
mengevaluasi ukuran hasil yang diusulkan dengan hati-hati. (Charney, 2007, 2010;
23
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan mengkaji kembali data – data
antropometri, biokimia, fisik & klinis serta asupan makanan pasien setelah dilakukan
intervensi. Data – data yang dikumpulkan dibandingkan dengan target intervensi dan
1. Antropometri
Lingkar lengan atas (LILA) dapat digunakan untuk mengukur status gizi
pada orang lanjut usia. Penurunan LILA sebesar 10% pada pasien penyakit kritis
menunjukkan penurunan berat badan dan IMT sekitar 10%. LILA pasien pada
tangal 4/11/2017 sebesar 11 cm. LILA < 23,5 menunjukkan IMT < 20 Kg/m2,
Bapen, 2011; Leandro-Merhi, Nicastro and Braga De Aquino, 2013; Tang et al.,
memantau perubahan berat badan pasien. Ahli gizi dapat melakukan koordinasi
dengan anggota tim asuhan gizi yang lain untuk mengatasi malnutrisi pada pasien.
(Hymers, 2009; Barker, Gout and Crowe, 2011; Tappenden et al., 2013).
2. Biokimia
kalium dan kalsium. Kadar albumin dalam darah tidak mengalami perubahan hal
ini dapat disebabkan karena asupan protein yang masih dibawah 50%. Asupan
sehingga disarankan untuk memberikan lauk dalam bentuk cincang yang tidak
24
menghabiskan lauk hewani (Service, 1998; Wilson, 2008; Fischbach, FT &
kapsul garam dan peningkatan konsumsi buah. Kadar natrium, kalium dan
sehingga jika kadar protein dalam darah meningkat dapat meningkatkan kadar
kalsium darah (Krenitsky, 2003; Kingley, 2005; Wilson, 2008; Fischbach, FT &
Dunning III, 2009; Fessler T., 2011; Lalama and Saloum, 2016; Mahan and
Raymond, 2016).
protein dalam tubuh yang digunakan untuk pembentukan hemoglobin, selain itu
sumber makanan hewani kaya akan vitamin B12 yang diperlukan dalam proses
pematangan sel darah merah dan zat besi yang merupakan salah satu komponen
Dunning III, 2009; Gropper and Smith, 2013; Mahan and Raymond, 2016).
25
Monitoring Data Biokimia
Hemoglobin
Kalsium
Kalium
Natrium
Albumin
03/11/2017 01/11/2017
Pemeriksaan tanda – tanda vital berupa tekanan darah, denyut nadi dan
batas normal. Pasien masih merasa lemah karena asupan makanan pasien belum
sehingga pasien diberikan edukasi untuk menggosok gigi. Ahli gizi dapat
memberikan modifikasi bentuk lauk dan sayur menjadi bentuk cincang agar lebih
mudah dikunyah. Ahli gizi juga dapat berkoordinasi dengan perawat untuk
diberikan edukasi untuk memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
26
mencegah penurunan kondisi yang dapat mempengaruhi asupan makanan
pencapaian asupan energi terpenuhi dan ditingkatkan menjadi 80%. Intake protein
dan lemak meningkat tetapi belum mencapai 50%. Rendah intake protein dan
lemak disebabkan karena pasien kurang mengonsumsi lauk hewani dan nabati.
Ahli gizi disarankan memberikan modifikasi bentuk dan tekstur lauk hewani dan
nabati untuk meningkatkan asupan lauk hewani dan nabati. Pasien dan keluarga
diberikan motivasi dan edukasi agar memberikan makanan dalam porsi kecil
natrium meningkat karena pasien mengonsumsi jus buah jambu dan sari kacang
hijau. Peningkatan kalium, asam folat dan zat besi pada tanggal 3/11/2017 dapat
disebabkan karena pasien mengonsumsi sayur bayam dan jus buah. Asupan
kalsium pasien masih sangat rendah karena pasien tidak mengonsumsi makanan
sumber kalsium seperti susu dan produk olahannya. Pasien dan keluarga
27
diberikan edukasi dan motivasi agar pasien mengonsumsi sayur dan buah yang
28
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
hipoalbumin, gangguang fungsi hati dan kantung empedu, asites, kekurangan intake
Hasil recall yang kurang dari kebutuhan, riwayat asupan makan dirumah, IMT
b. NI 5.7.1 Asupan Protein tidak adekuat BD perut terasa sesak, penurunan nafsu
makan, gangguan mengunyah DD hasil recall 24 jam kurang dari kebutuhan dan
Pasien tidak mengonsumsi sayuran dan buah DD dengan kadar Natrium 126
e. NC 2.2 Perubahan Nilai Laboratorium terkait zat gizi (protein, vitamin dan
mineral) BD Asupan Protein, vitamin dan mineral yang kurang DD Kadar Hb 9,4
3. Pasien diberikan diet rendah lemak 1700 Kkal, bentuk makanan lunak. Pasien
diberikan edukasi tentang diet yang diberikan, motivasi untuk meningkatkan asupan
4. Asupan makanan, natrium, kalium dan kalsium pasien meningkat selama proses
29
B. Saran
3. Tim asuhan gizi dapat bekerjasama dan berkoordinasi untuk mengatasi malnutrisi
pada pasien.
30
DAFTAR PUSTAKA
Alleyne, M., McDonald, H. and Miller, J. L. (2009) ‘Individualized treatment for iron deficiency
Anuurad, E., Shiwaku, K., Nogi, A., Kitajima, K., Enkhmaa, B., Shimono, K. and Yamane, Y.
(2003) ‘The New BMI Criteria for Asians by the Regional Office for the Western Pacific
335–343.
Bapen (2011) ‘Malnutrition Universal Screening Tool’, Malnutrition Advisory Group, pp. 1–6.
Identification and Impact on Patients and the Healthcare System’, Int J Environ. Res.
California WIC Program (2002) ‘Nutrition Education Approaches and Methods’. California.
Charney, P. (2007) ‘The Nutrition Care Process and the Nutrition Support Dietitian’, Support
Charney, P. (2010) Nutrition Care Process. McLean: Nutrition Dimension. Available at:
31
http://www.eatrightpro.org/resources/practice/nutrition-care-process.
Comitte of Experts on Nutrition, F. S. and C. P. (2003) Food and Nutritional Care in Hospitals :
Douglas L Smith (2000) ‘Anemia in the Elderly’, American Family Physician. American
Eghtesad, S., Poustchi, H. and Malekzadeh, R. (2013) ‘Malnutrition in Liver Cirrhosis: The
Influence of Protein and Sodium’, Middle East Journal of Digestive Diseases, 5(2), pp.
65–75.
Fessler T. (2011) ‘Fluid and Electrolytes in Adult Parenteral Nutrition’, Today’s Dietitian.
Fischbach, FT & Dunning III, M. (2009) A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests. 8th edn.
Ghany, M. and Hoofnagle, J. (2001) Harrison’s Principle of Internal Medicine. 15th edn. Edited
Gropper, S. S. and Smith, J. L. (2013) Advanced Nutrition and Human Metabolism. Sixth Edit.
Guadalupe, G.-T. (2011) Ascites. 12th edn, Sherlock’s Diseases of the Liver and Billiary
Hymers, R. (2009) ‘The use of Mid Upper Arm Circumference in the Nutritional assessment of
32
Irish Departement of Health and Children (2009) Food and nutritional care in hospitals
Kasim, Dhian Ayudhia Harikedua, Vera T Paruntu, O. L. (2016) ‘Asupan Makanan , Status
Gizi Dan Lama Hari Rawat Inap Pada Pasien Penyakit Dalam Di Rumah Sakit Advent
Kazemi, S., Savabi, G., Khazaei, S., Savabi, O., Esmaillzadeh, A., Keshteli, A. H. and Adibi,
P. (2011) ‘Association between food intake and oral health in elderly: SEPAHAN
systematic review no. 8.’, Dental research journal. Wolters Kluwer -- Medknow
Kemenkes RI (2014) Proses Asuhan Gizi Terstandar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kingley, J. (2005) ‘Fluid and Electrolyte Management in Parenteral Nutrition’, Support Line,
Krenitsky, J. (2003) ‘Nutrition for Patients with Hepatic Failure’, Practical Gastroenterology,
Lalama, M. A. and Saloum, Y. (2016) ‘Nutrition, fluid, and electrolytes in chronic liver disease’,
Madden, A. M., Trivedi, D., Smeeton, N. C. and Culkin, A. (2017) ‘Modified dietary fat intake
2017(3).
33
Mahan, L. K. and Raymond, J. L. (2016) Food & The Nutrition Care Process. 14th edn.
Canada: Elsevier.
Marchesini, G., Marzocchi, R., Noia, M. and Bianchi, G. (2005) ‘Branched-Chain Amino Acid
Supplementation in Patients with Liver Diseases’, Journal of Nutrition, 135, pp. 1596–
1601.
Melo, A., De Salles, R., Vieira, F. and Ferreira, M. (2014) ‘Methods for estimating body weight
http://www.mims.com/indonesia/SsoMembership/LogOn?ReturnUrl=https://www.mim
National Institutes of Health (2011) ‘Your Guide to Anemia’, National Instituetes of Health
NHS Foundation Trust (2015) ‘Guidelines for Special Diets in Hospitals and Residential’.
Park, J. G., Tak, W. Y., Park, S. Y., Kweon, Y. O., Jang, S. Y., Lee, Y. R., Bae, S. H., Jang, J.
Y., Kim, D. Y., Lee, J. S., Suk, K. T., Kim, I. H., Lee, H. J., Chung, W. J., Jang, B. K.,
Suh, J. I., Heo, J. and Lee, W. K. (2017) ‘Effects of branched-chain amino acids
Raynaud Simon, A. (2007) Nutritional support strategy for protein-energy malnutrition in the
elderly. France.
34
http://www.winchesterhospital.org/health-library/article?id=199431 (Accessed: 5
December 2017).
Schall, N. and Becker, M. (no date) Nutrition Education. Jerman: Gesellschaft fur Technische
Zusammenarbeit.
Service, P. A. and L. (1998) ‘Soft diet’. London: King’s College Hospital, pp. 1–3.
Siswanto and et al (2014) Diet total study: Survey of individual food consumption Indonesia
Sowers, S. (2009) ‘A Primer On Branched Chain Amino Acids’. Knoxville: Huntington College
Syamsiatun, N. H., Hadi, H. and Juffrie, M. (2016) ‘Hubungan antara Status Gizi Awal dengan
Status Pulang dan Lama Rawat Inap Pasien Dewasa di Rumah Sakit’, Jurnal Gizi
Klinik Indonesia (The Indonesian Journal of Clinical Nutrition), 1(1), pp. 27–33.
Tajiri, K. and Shimizu, Y. (2013) ‘Branched-chain amino acids in liver diseases’, 19(43), pp.
7620–7629.
Tang, A. M., Dong, K., Deitchler, M., Chung, M., Maalouf-Manasseh, Z., Tumilowicz, A. and
pp. 1–37.
Tappenden, K. A., Quatrara, B., Parkhurst, M. L., Malone, A. M., Fanjiang, G. and Ziegler, T.
35
Nutrition and Dietetics. Academy of Nutrition and Dietetics, American Society for
Parenteral and Enteral Nutrition, and Academy of Medical-Surgical Nurses, 113(9), pp.
1219–1237.
the Latest Evidence’, Journal of Clinical Nutrition & Dietetics, 3(3), pp. 1–13.
Tjay, T. H. and Rahardja, K. (2007) Obat - Obat Penting. 6th edn. Jakarta: Gramedia.
Tseng, M., Everhart, J. E. and Sandler, R. S. (1999) ‘Dietary intake and gallbladder disease :
UW Health (2017) ‘Mechanical Soft Diet’. Wisconsin: University of Wisconsin Hospitala and
Clinics Authority.
Weisell, R. C. (2002) ‘Body mass index as an indicator of obesity.’, Asia Pacific J Clin Nutr, 11
Wilson, D. D. (2008) McGraw-Hill’s Manual of Laboratory & Diagnostic Tests. United States of
Yeates, K. E., Singer, M. and Morton, A. R. (2004) ‘Salt and water: A simple approach to
36