PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Terjadinya transisi epidemiologi yang pararel dengan transisi demografi dan transisi
teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari
penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PMT) meliputi penyakit degeneratif dan man
made disease yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas. Peralihan
dari kehidupan tradisional kepada kehidupan modern melalui urbanisasi telah membawa
sejumlah ancaman kesehatan yang serius pada banyak populasi yang meliputi orang-orang
India, penduduk dikepulauan Pasifik, penduduk pribumi Amerika, dan Aborigin Australia.
Urbanisasi disertai dengan meningkatnya obesitas, berkurangnya aktivitas fisik, dan faktorfaktor risiko lainnya yang berkaitan dengan terjadnya DM. Data epidemiologi terakhir
menunjukkan bahwa peralihan dari gaya hidup tradisional kegaya hidup modern, dalam
negara yang sama ataukah ke negara lain yang lebih maju akan menghasilkan efek
merugikan yang sama dari lingkungan. Migrasi dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan
dalam Negara yang sa,a berkaitan dengan peningkatan yang besar pada angka prevalensi
DM tipe 2 di antara orang-orang India.
Epidemi DM type 2 diseluruh dunia kemungkinan terjadi dalam kuartal pertama
abad ke-21. Estimasi prevalensi DM pada populasi dewasa di seluruh dunia akan
mengalami kenaikan sebesar 35 %,yaitu dari angka prevalensi 4.0% pada tahun 1995
menjadi 5.4% pada tahun 2025. Laporan WHO menyatakan bahwa jumlah orang dewasa
yang menderita DM didunia akan menigkat dari 135 juta pada tahun 1995 menjadi 300 juta
pada tahun 2025. Peningkatan terbesar jumlah ini akan terjadi di Negara-negara
berkembang terutama Asia. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolic dengan
etiologi multifaktorial. Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan memengaruhi
metabolism karbohidrat, protein serta lemak. Patofisiologi DM berpusat pada gangguan
sekresi insulin dan atau gangguan insulin. Penyakit kronis yang memerlukan modifikasi
gaya hidup dan pengobatan selama seumur hidup. Meskipun tidak mudah dilaksanakan
oleh para pasien DM, keberadaan bentuk-bentuk terapi DM yang baru dengan penurunan
1
komplikasi telah memberikan harapan bahwa mereka dapat menjalani kehidupan yang
normal dan sehat.
Penyakit diabetes mellitus dan komplikasinya yaitu hipertensi merupakan dua
keadaan yang umumnya saling berkaitan. Keberadaan kedua keadaan tersebut secara
bersama-sama akan memperbesar risiko kardiovaskuler, komplikasi renal dan retina pada
DM. Dua buah penelitian landmark,yaitu the Diabetes Control and the United Kingdom
Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada DM tipe 2, secara konklusif memperlihatkan
bahwa pengendalian kadar glukosa darah dan tekanan darah yang ketat akan mengurangi
komplikasi vascular secara signifikan pada DM.
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini
terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta diantaranya meninggal
setiap tahunnya. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan
dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal serta kebutaan.
Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat, hasil Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3 % penduduk menderita
hipertensi dan meningkat menjadi 27,5 % pada tahun 2004. Berdasarkan pengukuran
tekanan darah, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 32,2 % sedangkan prevalensi
hipertensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan atau riwayat minum obat hanya
7,8 % atau hanya 24,2 % dari kasus hipertensi di masyarakat. Sebanyak 75,8 % kasus
hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan.
Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan
morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Faktor risiko hipertensi di Indonesia
adalah umur, jenis kelamin, pendidikan rendah, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,
kurang aktifitas fisik, obesitas, makanan yang mengandung lemak jenuh dan minuman
kafein 1 kali per hari.
1.2
Tujuan
1.2.1 Mengidentifikasi penyebab masalah yang terdapat pada kasus
1.2.2 Menganalisis keterkaitan antar penyakit
1.2.3 Memecahkan masalah menggunakan metode yang sistematis sesuai asuhan gizi
yang terstandar
1.3
Waktu
Tanggal pengamatan 15-17 Juni 2014
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.2
energi, zat makanan itu harus masuk terlebih dahulu ke dalam sel
supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar
melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses
ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme insulin memegang
peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa dalam sel,
untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi. Insulin adalah
suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.
Perjalanan penyakit diabetes mellitus diawali dengan terjadinya
resistensi insulin yang dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Resistensi
insulin adalah suatu kondisi dimana terdapat penurunan respon sel-sel target
pada jaringan (sel hepar, sel otot, sel adiposa terhadap insulin ( American
Diabetes Association, 2013). Keadaan resistensi insulin tidak serta-merta
menyebabkan diabetes mellitus. Untuk berkembang menjadi diabetes
mellitus, resistensi insulin harus disertai dengan penurunan jumlah atau
fungsi sel beta pankreas. Sel beta pankreas yang normal akan terus
mengkompensasi keadaan resistensi insulin dengan memproduksi lebih
banyak insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia. Lambat laun, bila sel beta
pankreas menjadi abnormal, hiperinsulinemia tidak lagi adekuat untuk
mengkompensasi resistensi insulin dan mulai mempengaruhi glukosa darah
puasa atau glukosa darah postprandial hingga terjadi diabetes mellitus tipe II
(Jun H et al).
Penyebab resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II dipengatuhi
oleh faktor-faktor seperti obesitas, diet tinggi lemak, dan rendah karbohidrat,
kurang aktivitas, dan faktor keturunan. Pada diabetes mellitus tipe II jumlah
sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal, jumlah sel alfa meningkat.
Adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut
amilin. Baik pada diabetes mellitus tipe II kadar glukosa darah jelas
meningkat bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa akan
keluar melalui urin (Suyono, 2004).
ADA (2011), mengidentifikasi dua kondisi yang dikelompokkan sebagai kategori
risiko diabetes yang disebut dengan pre diabetes mellitus, apabila hasil
5
pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes mellitus, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok sebagai berikut.
1.
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) : apabila kadar gula darah 2 jam setelah
makan 140 hingga < 200 mg/dl, atau kondisi dimana glukosa darah berada
2.
2.1.3
2.2
Hipertensi
Hipertensi dan diabetes mellitus sering kali terjadi bersamaan. Keduanya
sebagian besar didasari oleh resistensi insulin, inflamasi, stres oksidatif, dan
obesitas. Faktor genetik dan lingkungan dan faktor yang didapat (seperti obesitas)
akan menyebabkan terjadinya resistensi insulin, inflamasi, meningkatnya stres
oksidatif, dan sistem saraf simpatis. Resistensi insulin akan menyebabkan
terjadinya hiperglikemia, dislipidemia, dan hiperinsulinemia yang mengarah pada
disfungsi vaskuler. Meningkatnya sistem saraf simpatis, retensi natrium akibat
hiperinsulinemia, serta disfungsi vaskuler dan peningkatan RAA (renin
angiotensin aldosterone) karena stres oksidatif akan menyebabkan peningkatan
tekanan darah.
Hipertensi akan meningkatkan kerja jantung, dan seiring waktu, hal ini
dapat menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Fungsi jantung sebagai pompa
terhadap peninggian tekanan darah di atrium kiri diperbesar ke bilik jantung dan
jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menit (output jantung) menjadi
turun, dimana tanpa pengobatan, gejala-gejala kegagalan jantung ingestive dapat
berkembang. Hipertensi yang paling umum adalah faktor resiko untuk penyakit
jantung dan stroke. Ischemic dapat menyebabkan penyakit jantung (penurunan
suplai darah ke otot jantung pada kejadian anginapektoris dan serangan jantung)
dari peningkatan pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang
lemah.Hipertensi juga memberikan kontribusi untuk bahan dari dinding pembuluh
darah yang pada gilirannya dapat memperburuk atheroscherotis. Hal ini juga
akan meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke.Tata laksana hipertensi
pada penderita diabetes mellitus tipe II adalah >130/80 mmHg (Cheung BM,
2012).
2.2.1.1 Hipertensi Heart Disease
2.2.1.1.1 Definisi Hipertensi Heart Disease
Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan
untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left
ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner,
dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan kerana peningkatan
tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung (Hillman RS
and Ault KA, 1995).
Hipertensi heart disease merujuk ke kondisi yang berkembang
sebagai akibat dari hipertensi, dimana sepuluh persen dari individuindividu dengan hipertensi kronis yang telah mengalami pembesaran
ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy) dengan tujuh kali lipat dari
sifat mudah kena sakit dan resiko kematian akibat kegagalan jantung
kongestif, gangguan ritmik hati (ventrikel arrhythmias) dan serangan
jantung (Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., and Moss, P.A.H., 2005).
7
menggunakan
mekanisme
kompensasi
untuk
normal
masih
dapat
dipertahankan.
Tiga
faktor
yang
2.3.2
11
menyerap zat besi. Kemudian zat besi yang diserap dibawa melalui membran
mukosa serta serosa ke dalam darah dan dari sini, protein pembawa (transferin)
yang ada di dalam plasma mengangkutnya ke dalam sel atau ke sumsum tulang
bagi keperluan eritropoisis. Transferin membawa zat besi ke dalam jaringan
melalui reseptor membrane sel yang spesifik pada transferin. Reseptor sel tersebut
mengikat kompleks transferin dan zat besi pada permukaan sel serta membawanya
ke dalam sel untuk melepaskan zat besi.
Di dalam sum-sum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit
(retikulosit) yang selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk heme dan
persenyawaan globulin dengan heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit
berumur 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya dihancurkan di
dalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi
biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin,
sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti di atas
atau akan tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoiesis.
Bioavailabilitas besi dipengaruhi oleh komposisi zat gizi dalam makanan. Asam
askorbat, daging, ikan dan unggas akan meningkatkan penyerapan besi non heme.
Jenis makanan yang mengandung asam tanat (terdapat dalam teh dan kopi),
kalsium, fitat, beras, kuning telur, polifenol, oksalat, fosfat, dan obat-obatan
(antacid, tetrasiklin dan kolestiramin) akan mengurangi penyerapan zat besi.
Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam
lambung dan enzim proteosa. Kemudian besi heme mengalami oksidasi menjadi
hemin yang akan masuk ke dalam sel mukosa usus secara utuh, kemudian akan
dipecah oleh enzim hemeoksigenase menjadi ion ferri bebas dan porfirin. Di
dalam tubuh cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang bersifat
mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk
kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit
dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel Kupfer hati dan
makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk
mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. Apabila pemasukan besi dari
12
makanan tidak mencukupi, maka terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi untuk
mempertahankan kadar hemoglobin. Hemoglobin adalah protein yang kaya akan
zat besi. Ia memiliki afinitas (daya
oksigen
itu
gabung)
terhadap
oksigen
dan
dengan
merupakan
gabungan
dari
heme
dan
globin. Heme
gugus prostetik yang terdiri dari atom besi, sedang globin adalah
protein yang dipecah menjadi asam amino. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel
darah merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa
oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh. Setiap orang harus memiliki
sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima juta
sel darah merah per millimeter darah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan
jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indek kapasitas pembawa
oksigen pada darah.
Kekurangan Hemoglobin menyebabkan terjadinya anemia, yang ditandai
dengan gejala kelelahan, sesak napas, pucat dan pusing. Kelebihan Hemoglobin
akan menyebabkan terjadinya kekentalan darah jika kadarnya sekitar 18-19 gr/ml.
yang dapat mengakibatkan stroke. Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh
tersedianya oksigen pada tempat tinggal, misalnya Hb meningkat pada orang yang
tinggal di tempat yang tinggi dari permukaan laut. Selain itu, Hemoglobin juga
dipengaruhi oleh posisi pasien (berdiri, berbaring), variasi diurnal (tertinggi pagi
hari) (detikhealth, 2011).
pada wanita)
Mioglobin pada otot skeletal dan jantung (130 gram besi)
Sumber gabungan zat besi yang labil (80-90 mg zat besi)
Zat besi dalam jaringan yang terdiri atas heme dan flavor protein (6-8 mg besi)
Transportasi pada pembentukan zat besi (3 mg besi)
Asupan besi yang tidak memadai akan menyebabkan hal-hal seperti berikut.
1.
2.
3.
4.
14
2.3.3
1.
Disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya
cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein
besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non
heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui
2.
3.
2.4
Chronic Disease)
Terapi Nutrisi
2.4.1 Diet Diabetes Mellitus 1700 kkal
Diet diabetes mellitus 1700 kkal diberikan untuk penyandang diabetes dengan
berat badan normal.
a.
Tujuan Diet
Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan
menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin, dengan obat penurun glukosa
b.
15
c.
d.
Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal.
Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin,
seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama serta masalah
e.
1.
Syarat Diet
Energi cukup, yaitu 25-30 kkal/kgBB bila BB normal ditambah untuk aktivitas
2.
3.
tunggal.
4. Kebutuhan karbohidrat sisa kebutuhan energi total.
5. Gula murni digunakan hanya sebagai bumbu.
6. Penggunaan gula alternatif terbatas.
7. Asupan serat dianjurkan 25 gram/hari dengan mengutamakan serat larut air pada
sayur dan buah.
8. Diperbolehkan konsumsi natrium 3000mg/hari untuk tekanan darah normal.
9. Cukup vitamin dan mineral.
(Penuntun Diet Edisi Baru, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietesien Indonesia).
16
2.4.2
17
Pada pasien trauma akibat kecelakaan lalu lintas atau karena sebab
lainnya, kita sering menjumpai keadaan syok hipovolemik alias suatu kondisi
dimana terjadi kehilangan cairan darah dengan cepat dalam jumlah yang cukup
banyak sehingga komponen darah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke
organ-organ tidak lagi adekuat, menyebabkan gangguan perfusi pada jaringan dan
berkontribusi terhadap metabolisme anaerob dan akumulasi asam laktat. Cairan
infus intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal, dalam wadah plastik atau
gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh karena
volumenya yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena
untuk menghindari toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri.
Cairan infus intravena biasanya mengandung zat-zat seperti asam amino,
dekstrosa, elektrolit dan vitamin. Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan
adalah larutan yang isotonis untuk meminimalisasi trauma pada pembuluh darah,
namun
cairan
hipotonis
maupun
hipertonis
dapat
digunakan.
Untuk
19
2.5
Terapi Obat
2.5.1
Lasix
Lasix adalah obat diuretic. Diuretic merupakan obat yang digunakan untuk
mengurangi cairan didalam tubuh dan membuangnya melalui saluran kemih.
Bahan aktif dari Lasix adalah Furosemid. Furosemid bekerja di ginjal dengan
menghambat penyerapan garam dan elektrolit sehingga air terikat dengan garam
tersebut dan tidak bisa diserap oleh ginjal. Akibatnya air akan dibuang melalui
mekanisme buang air kecil.
Furosemid
atau
Lasix
digunakan
pada
pasien
yang
20
2.5.2
Ranitidin
Ranitidin adalah obat yang diindikasikan untuk sakit maag. Pada penderita
sakit maag, terjadi peningkatan asam lambung dan luka pada lambung. Hal
tersebut yang sering kali menyebabkan rasa nyeri ulu hati, rasa terbakan di dada,
perut terasa penuh, mual, banyak bersendawa ataupun buang gas.
Di dalam lambung, ranitidin akan menurunkan produksi asam lambung tersebut
dengan cara memblok langsung sel penghasil asam lambung. Ranitidin sebaiknya
diminum sebelum makan sehingga saat makan, keluhan mual penderita telah
berkurang. Ranitidin dianggap lebih potensial dibandingkan antasida (obat maag
yang sering ditemui dijual bebas di apotek ataupun warung). Bila sakit maag
cukup berat atau gejala tidak membaik dengan antacida, biasanya ranitidin akan
diresepkan.
Selain untuk sakit maag, ranitidin juga dapat digunakan untuk pengobatan
radang saluranan pencernaan bagian atas (kerongkongan), dan luka lambung.
Ranitidin termasuk kedalam obat maag yang aman. Efek samping yang
ditimbulkan sangat jarang ditemukan. Adapun efek samping tersebut adalah sakit
kepala, sulit buang air besar, diare, mual, nyeri perut, gatal-gatal pada kulit.
Ranitidin tersedia dalam sediaan sirup, tablet, maupun cairan suntikan.
Ranitidin juga tersedia sebagai obat generik maupun obat paten. Ranitidin dalam
bentuk tablet tersedia dalam ukuran dosis 75 mg, 150 mg, dan 30 mg. Ranitidin
dalam bentuk sirup tersedia dalam ukuran dosis 15 mg/ml. Sedangkan ranitidin
dalam bentuk cairan untuk disuntikan tersedia dalam ukuran dosis 1 mg/ml dan 25
mg/ml. Cairan suntikan tersebut dapat disuntikan langsung ke dalam pembuluh
darah atau ke dalam otot. Dosis ranitidin untuk orang dewasa ialah 150 mg dua
kali sehari atau 300 mg sekali sehari.
2.5.3 Captopril
Captopril adalah obat tekanan darah tinggi atau hipertensi. Obat ini
merupakan obat pilihan pertama penderita hipertensi tanpa komplikasi. Captopril
termasuk dalam
21
22
BAB III
NUTRITION CARE PROCESS (NCP)
3.1
Identitas Diri
Nama
: Ny. L
Tanggal lahir
: 23 Maret 1952
Umur
: 62 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Tanggal Masuk
: 14 Juni 2014
3.2
Diagnosa Penyakit
Diit
Bentuk Makanan
: Makanan Lunak
Assesmen (A)
3.2.1
23
Jenis Obat/Tindakan
Infus RL 12 tpm
Fungsi
Untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh dan
memudahkan
dalam
pemberian
terapi
obat-obat
Ratinidin 2x1
Captopril 3x25
obat-obat
an
untuk
membantu
pasien
3.2.2
= 30,8 cm).
Lingkar lengan aktual
Lingkar lengan berdasarkan umur
100 %
29 cm x 100% = 94,2 % ( > 85% X
= baik)
30,8 cm
24
2. Berdasarkan pengukuran tinggi lutut, perhitungan tinggi badan, berat badan pasien,
dan indeks massa tubuh pasien adalah sebagai berikut.
Jenis kelamin
: Perempuan
a. Perkiraan Tinggi Badan
TB
= 89,68 + (1.53 x tingi lutut (cm)) - (0.17 x umur (tahun))
TB
= 89.68 + (1.53 x 46,5cm) - (0.17 x 62 tahun)
TB
= 89,68 + (71.15) - (10.54)
TB
= 38,14 + (113,46)
TB
= 150.29 cm
b. Perkiraan Berat Badan
Ketentuan : 45,5 kg untuk 152 cm pertama.
Berdasarkan tinggi badan pasien,
Berat badan aktual pasien adalah :
152 - 150.29 = 1.71
1.71 x 1.13 = 1.93
45.5 1.93 = 43.57 kg
Jadi, Berat badan aktual pasien adalah 43.57 Kg
Berat badan ideal
= (TB-100)
= 150.29 - 100
= 50.29 kg
= BBI 10%
= 45.29 55.29 kg
(18,5-22,9 kg/m2).
Kesimpulan : Dari data perhitungan, pasien memiliki status gizi yang normal
tetapi dengan resiko penurunan berat badan yang tidak
direncakan karena berat badan nya termasuk kategori kurang.
Berat badan aktual pasien yang kurang disebabkan oleh
penyakit sedang diderita dan keluhan-keluhan yang dirasakan
sehingga menyebabkan pasien kurang asupan untuk memenuhi
kebutuhan gizi didalam tubuhnya.
3.2.3
Tanggal
Pemeriksaan
25
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Keterangan
11-Jun-14
Hemoglobin
Leukosit
11,4
8200
12-14 g/dl
5000-100000
g/dl
/Ul
Rendah
Normal
Trombosit
Hematokrit
Gula Darah
Puasa
330000
36,2
150000-450000
40-48
/ul
%
Normal
Rendah
161
70-200
mg/dl
Normal
30
0,8
20-40
0,5-1,5
mg/dl
mg/dl
Normal
Normal
Ureum
Kreatinin
SGOT
15
<31
U/L
Normal
SGPT
14
<32
U/L
Normal
Pengkajian :
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah metal protein pengangkut oksigen yang
mengandungbesialamselmerahdalamdarah.Hemoglobindidalamdarah
membawaoksigendariparuparukeseluruhjaringantubuhdanmembawa
kembalikarbondioksidadariseluruhselkeparuparuuntukdikeluarkandari
tubuh(Sunita,2001).
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus.
Besi dalam makanan terbanyak ditemukan dalam bentuk senyawa besi non
heme berupa kompleks senyawa besi inorganik (ferri/Fe3+) yang oleh
pengaruh asam lambung, vitamin C, dan asam amino mengalami reduksi
menjadi bentuk ferro (Fe2+). Bentuk ferro ini kemudian diabsorpsi oleh sel
mukosa usus dan didalam sel usus bentuk ferro diubah menjadi besi ferritin
dan berikatan dengan globulin menjadi transferin.
Transferin berfungsi untuk mengangkut besi dan selanjutnya
didistribusikan ke dalam jaringan hati, limpa dan sumsum tulang serta
jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh (Bakta and Dunn).
Di dalam sum-sum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit
(retikulosit) yang selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk heme
dan persenyawaan globulin dengan heme membentuk hemoglobin.
Cadangan besi akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis
besi dalam tubuh. Apabila pemasukan besi dari makanan tidak mencukupi,
maka terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi untuk mempertahankan kadar
26
hemoglobin. Sehingga apabila kurangnya asupan zat besi (Fe) terjadi terusmenerus, maka kadar hemoglobin di dalam darah akan menurun.
Hematokrit (Ht)
Hematokrit (Ht) adalah persentase seluruh volume eritrosit yang
2.
volume
cairan
dan
peningkatan
eritrosit.
((http://id.wikipedia.org/wiki/Darah).)
3.2.4
1.
2.
3.
Tekanan Darah
Pemeriksaan
(mmHg)
14 Juni 2014
200/100
(Tinggi)
Nadi (x/menit)
92
(Normal)
Respirasi
(x/menit)
32
(Normal)
Suhu (C)
36,2
(Normal
Kesimpulan :
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan klinis, keadaan lemah dan sesak
napas yang dialami pasien disebabkan oleh kurangnya asupan zat besi di
dalam tubuh. Zat besi berperan dalam pembentukan energi (bergabung
dengan senyawa sitokrom dan flavoprotein untuk membantu oksidasi
pembentukan ATP) dan sintesis hemoglobin dalam sel darah merah. Sehingga
27
apabila kadar zat besi di dalam tubuh berkurang secara berkelanjutan akan
menurunkan kemampuan bekerja (terasa lemas) dan akan menyebabkan
terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan hemoglobin
yang rendah. Hemoglobin yang rendah akan menganggu pertukaran oksigen
dan karbon dioksida di dalam jaringan-jaringan tubuh (Zarianis, 2006).
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan klinis, perut terasa begah yang dialami
pasien disebabkan oleh meningkatnya asam lambung. Meningkatnya asam
lambung dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang mengandung
tinggi asam, makanan yang
disebabkan
oleh
adanya
penyumbatan
di
pembuluh
darah.
Penyumbatan pembuluh darah dapat terjadi karena adanya plak yang terdiri
dari lemak dan kalsium yang menyumbat pembuluh darah. Setelah itu terjadi
proses penggumpalan dari berbagai substansi dalam darah sehingga
menghalangi aliran darah dan terjadi atherosklerosis. Hal ini dapat terjadi
apabila sering mengkonsumsi makanan dengan kandungan lemak yang tinggi
dan proses pemasakan pada suhu tinggi seperti makanan goreng-gorengan
dan bersantan.
3.2.5 Assesmen Riwayat Makan
3.2.5.1
Kebiasaan Makan :
1. Makan 3 kali dalam sehari
2. Sarapan dengan nasi uduk atau bubur ayam
3. Menyukai makanan yang digoreng
4. Mengkonsumsi buah hanya 2-3 kali dalam seminggu
5. Konsumsi sayuran dan protein nabati 2 kali dalam sehari
6. Suka mengkonsumsi makanan asin seperti keripik singkong
7. Tidak memiliki pantangan makan dan alergi terhadap makanan
28
3.2.5.2
Nama
Makanan
Nasi
Berat
(gram)
150
Karbohidrat
(gram)
59,7
Protein
(gram)
4,5
Lemak
(gram
0,45
Energi
(kkal)
270
Serat
(gram)
0,3
Fe
(mg)
0,6
Nasi Uduk
Semur tahu
Santan
Keripik
Singkong
Minyak goreng
Sayur bayam
Tempe goreng
Sayur sop
Ayam goreng
Jus Apel
50
55
40
7
0,44
3,04
2,6
5,9
0,008
2,6
2,6
4
152
44
48,8
0
0,05
0
0,21
1,87
0,04
60
15
50
50
50
40
42,5
43,2
0
1,45
3,9
0,5
0,4
6,3
0,54
0
0,45
10
0,65
14,68
0,13
12,4
15
0,2
14
1
3,68
0,17
286,8
132,6
8
168
13,5
97,6
24,65
1,2
0
0,35
1,7
0,15
0
0
0,96
0
0,25
2,45
0,9
2,44
0,13
TOTAL
3.2.5.3
125,93
39,458
56,1 1245,95
3,75 9,2
Tabel komposisi Pangan Indonesia
Kalori basal
= 50,29 kg x 25 kkal
= 1257,25 kkal
1257,25 62,86
-62,86
= 1194,39 kkal
= 125,72 kkal
BB (kurang)
= 251,45 kkal +
1571,6 kkal
Daftar Bahan Makanan, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan pusat diabetes
dan lipid jakarta, hal.204.
3.2.5.4
29
Karbohidrat
Protein
Lemak
Serat
Zat Besi
3.2.5.5
Energi
= 1571,6 x 10%
Karbohidrat
= 235,75 x 10%
Protein
= 78,6 x 5%
Lemak
= 34,9 x 5%
3.2.5.6
Karbohidrat
= (125,93/235,75) x 100%
Protein
= (39,5/78,6) x 100%
Lemak
= (56,1/34,9) x 100%
=160,7% (Berlebih)
Energi
= (1246/1571,6) x 100%
Serat
= (3,75/28) x 100%
Zat Besi
= (9,2/12) x 100%
Kesimpulan :
1. Berdasarkan kualitas dari anamnesa makanan pasien sebelum masuk rumah
sakit, pasien menyukai makanan yang asin (tinggi natrium), menyukai
makanan yang diolah dengan cara digoreng (tinggi lemak), kurang konsumsi
buah dan sayur, dan kurang mengkonsumsi protein yang berasal dari hewani
(nilai biologis tinggi).
30
Diagnosa (D)
3.3.1
Domain Intake
NI-5.6.2
NI-5.8.4
perhari.
3.3.2 Domain Klinis
NC-2.2
zat besi ditandai dengan nilai kadar hemoglobin rendah (11,4 g/dl).
3.3.3 Domain Perilaku dan Lingkungan
NB-1.3
Belum siap melakukan diet berkaitan dengan suka mengkonsumsi
makanan yang digoreng, bersantan dan rendah serat ditandai dengan
3.4
31
32
3.4.4
3.4.5
Nama Bahan
Protein Nabati
Sayuran B
Buah
Preskripsi Diet
Nama diet
Frekuensi pemberian
Bentuk makanan
Rute
Susu tanpa
lemak
Subtotal
Karbohidrat
Protein
Lemak
Energi
75
21
15
225
25
15
75
12
50
48
200
10
75
20
14
150
104
32
650
40
175
120
12
525
224
44
1175
50
21
150
75
235,75 104 /
40
KH
=3
Nasi
Subtotal
78,6 44 / 7
Protein
=5
Protein H.R.L
Protein H.L.S
33
2
Subtotal
14
10
150
224
79
25
1475
50
10
100
224
79
35
1575
34,9 25 / 5
Lemak /
minyak
=2
Lemak /
minyak
Total
Nama Bahan
SP
Sarapan
KH
Protein H.R.L
Protein H.L.S
Protein nabati
0,5
0.5
Sayuran B
Buah
0,5
Lemak / minyak
3.4.6
0,5
Selingan
Malam
Selingan
0,5
0,5
1
Menu
Bubur
sayuran
34
siang
Waktu
Pagi
Selingan
Satuan Penukar
ayam
Bahan Makanan
Gram
Beras giling
25
Dag. Ayam tk
40
0.5
Brokoli
50
0.5
Wortel
50
0.5
Tahu putih
55
0.5
Papaya
55
Susu skim
200
Mangga harumanis
45
kuning
Buah papaya
Susu skim
10.00
Mangga
0.5
Kacang hijau
20
Nasi tim
Beras giling
50
Ikan kembung
30
Telur ayam
55
Tempe
50
0.5
Tauge
50
Wortel
50
Minyak jagung
Jeruk manis
110
16.00
Melon Potong
Melon
190
Malam
Beras giling
50
sapi
Daging sapi
35
65
Siang
Ikan
pepes
kembung
Telur orak-arik
Tumis
tempe
tauge + wortel
35
Tahu bacem
0.5
Tahu
55
0.3
Buncis
30
0.3
Brokoli
30
0.4
Wortel
40
21.00
Minyak jagung
Buah apel
0.5
Apel malang
37.5
Buah Pisang
0.5
Pisang ambon
25
Susu skim
200
Susu skim
MENU
Sarapan
Bubur ayam sayuran
Selingan 1
Mangga manis
Sari kacang hijau
Selingan 2
Melon Iris
36
Selingan 3
Buah pisang
Susu skim
3.4.7
Nama : Ny. L
Umur : 62 tahun
BB
TB
: 150.29 cm
Diet
: 43.57 kg
Jam
Menu
BM
Beras giling
Berat
(gr)
Kal.
Prot
Fat
KH
Ca
gr
gr
gr
mg
Fe mg
Na
mg
mg
Vit.
Vit.
Vit
mg
mg
mg
Serat
gr
25
89.25
2.1
0.42
19.3
36.8
0.45
17.8
6.8
0.05
0.05
40
119.2
7.28
10
5.6
0.6
98
0.03
Brokoli
50
12.5
1.2
0.1
2.45
11
0.55
34.5
Wortel
50
18
0.5
0.3
3.95
22.5
0.5
35
0.5
Tahu putih
55
44
2.6
0.44
0.05
Papaya
55
25.3
0.3
6.71
12.65
0.9
2.2
0.02
42.9
Susu skim
200
72
0.2
10.2
246
0.2
76
0.08
45
20.7
0.18
0.09
5.35
6.75
0.09
0.03
2.7
20
64.6
4.58
0.3
11.36
44.6
1.5
0.09
1.5
Dag. Ayam
tk
Bubur ayam
sayuran
06.30
Tahu kukus
bumbu
kuning
Buah
papaya
Susu skim
Mangga
Mangga
harumanis
122.6
5
1.87
122.
5
121.
5
0.05
5
0.02
0.00
6
Sari kacang
Kacang
hijau
hijau
Nasi tim
Beras giling
50
178.5
4.2
0.85
38.55
73.5
0.9
35.5
13.5
0.1
0.1
Ikan pepes
Ikan
30
37.5
6.39
1.02
0.66
40.8
0.24
73.5
64.2
0.08
10.00
12.00
37
kembung
Telur orakarik
Tumis
kembung
Telur ayam
55
84.7
6.82
5.94
0.4
47.3
1.65
Tempe
50
75
3.85
4.55
258.5
0.75
Tauge
50
17
1.85
0.6
2.15
83
0.4
0.07
0.08
0.7
0.04
0.55
Wortel
50
18
0.5
0.3
3.95
22.5
0.5
37
0.02
0.5
44.15
Jeruk manis
110
49.5
0.99
0.22
12.3
36.3
0.44
0.09
53.9
Melon
190
96.9
0.57
0.19
23
418
1.52
0.19
6.65
1.33
Beras giling
50
178.5
4.2
0.85
38.55
73.5
0.9
35.5
13.5
0.1
0.1
Daging sapi
35
70.35
6.58
4.9
3.85
0.98
3.15
0.03
65
32.5
7.02
0.52
3.9
0.13
1.87
0.05
tempe +
tauge +
wortel
Minyak
jagung
Buah jeruk
manis
16.00
Melon
Potong
33.5
122.
5
Nasi tim
daging sapi
132.
3
Semur putih
Putih telur
telur
ayam
Tahu bacem
Tahu
55
44
2.6
0.44
Buncis
30
10.2
0.72
0.09
2.16
30.3
0.21
75
2.4
0.02
3.3
0.57
Brokoli
30
7.5
0.72
0.06
1.47
6.6
0.33
0.03
20.7
Wortel
40
14.4
0.4
0.24
3.16
18
0.4
98
28
0.02
7.2
0.4
44.15
37.5
21.4
0.2
0.15
4.8
3.4
0.22
0.02
1.7
0.3
25
27
0.25
0.2
6.1
0.05
2.5
0.01
2.25
0.5
Susu skim
200
72
0.2
10.2
246
0.2
76
0.08
TOTAL
1588.8
90.55
46.27
212.
2001.
204.
65
834.1
1.36
72
18.35
Malam
122.6
5
0.00
6
Sayur sop
bening
Minyak
jagung
Buah apel
21.00
Apel
malang
Buah
Pisang
Pisang
ambon
38
357.
1
134.7
7.2
3.5
Domain Problem
Intervensi
asupan
Indikator
Monitoring
Pembatasan
tinggi lemak
lemak
Asupan lemak
Evaluasi
Asupan
jenuh,
lemak
normal
pemberian lemak
tidak
jenuh,
pengolahan
dan
pemasakan
makanan
Kurang
asupan Meningkatkan
serat
Pemberian
Pasien
mengkonsumsi
air
serat 4-5 p
Nilai
Menormalkan
Kadar
laboratorium
kadar hemoglobin
protein
kadar hemoglobin
hewani asupan
yang
dapat hewani
protein hemoglobin
yang normal
meningkatkan
dapat
kadar hemoglobin
meningkatkan
kadar hemoglobin
Ketidak
siapan Memberikan
dalam
motivasi
melakukkan diet
pasien
Memberikan
agar konseling gizi
mampu
dalam
menjalankan diet
39
yang
pemberian
tidak
diet diberikan
dihabiskan
atau
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perhitungan perkiraan berat badan menurut tinggi badan diketahui
bahwa untuk wanita dengan tinggi badan 152 cm memiliki berat badan aktual 45.5 Kg.
sedangkan berdarkan hasil perhitungan BBI diperoleh hasil yaitu 52 Kg. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa BB pasien termasuk kedalam kategori kurang yaitu dengan BB 45.5 kg kurang dari berat
badan idealnya yaitu 52 kg.
4.1
Skor (Kg/m2)
BB kurang
< 18.5
BB normal
18.5-22.9
BB lebih
23.0
Denganrisiko
23.0-24.9
Obese I
25.0-29.9
Obese II
>30
Sumber :Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia tahun 2011.
Berdasarkan hasil pengukuran IMT status gizi pasien termasuk kedalam kategori normal
yaitu 19.78 Kg/m2 sesuai dengan batas normalnya yaitu 18.5-22.9 Kg/m2.
4.2
Hasil
11,4
Leukosit
8200
Trombosit
Hematokrit
GulaDarahPuasa
Ureum
Kreatinin
40
330000
36,2
161
30
0,8
NilaiRujukan
12-14 g/dl
5000100000 /uL
150000450000 /uL
40-48 %
70-200 mg/dl
20-40 mg/dl
0,5-1,5 mg/dl
Keterangan
Rendah
Normal
Normal
Rendah
Normal
Normal
Normal
SGOT
15
<31 U/L
Normal
SGPT
14
<32 U/L
Normal
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dapat diketahui bahwa kadar hemoglobin
termasuk kedalam kategori rendah yaitu 11.4 gr/dl kurang dari batas normalnya yaitu 12-14
gr/dl. Selain hemoglobin kadarhematokritjugatergolongrendah yaitu 36.2 % kurang dari batas
normalnya yaitu 40-48 % sedangkan untuk hasil pemeriksaan leukosit, trombosit, guladarah
puasa, ureum, kreatinin, SGOT, dan SGPT semuanya termasuk kedalam kategori normal.
4.3
Nilai
Pemeriksaan
Rujukan
Tekanan
200/100
120/80
darah
mmHg
mmHg
Nadi
92 x/menit
Respirasi
32 x/menit
Suhu
36.2 oC
Pemeriksaan
60-100
x/menit
20-30 x/
menit
36-37 oC
Keterangan
Tinggi
Normal
Tinggi
Normal
Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis diketahui bahwa kadar tekanan darah pasien
termasuk kedalam kategori tinggi yaitu dengan nilai 200/100 mmHg melebihi batas normal yaitu
120/80 mmHg. Untuk respirasi termasuk kategori tinggi yaitu 32 x/menit melebihi batas
normalnya yaitu 20-30 x/menit. Sedangkan Nadi (92 x/menit) dan suhu (36.2 oC) termasuk
normal dengan nilai batas normal masing-masing yaitu nadi 60-100 x/menit dan suhu 36-37 oC.
41
4.4
>120%
Normal
90 - 119
%
Defisit Ringan
80 - 89%
Defisit Sedang
70 79%
Defisit Berat
< 70%
Berdasarkan hasil perhitungan antara asupan dan kebutuhan zat gizi diperoleh hasil
bahwa energy termasuk kedalam deficit ringan yaitu 76.67% (Normal = 90-119%), karbohidrat
termasuk ke dalam kategori defisit berat yaitu 51.6% (Normal = 90-119%), protein termasuk ke
dalam kategori deficit berat yaitu 48.6% (Normal = 90-119%),dan lemak termasuk ke dalam
kategori di atas kebutuhan yaitu 155% (Normal = 90-119%), serta serat termasuk ke dalam
kategori defisit berat yaitu 13.39% (Normal = 90-119%), dan zat besi termasuk ke dalam
kategori defisit sedang 76.7% (Normal = 90-119%).
4.5
Kalori basal
= 50,29 kg x 25 kkal
= 1257,25 kkal
=
-62,86
= 1194,39 kkal
= 125,72 kkal
BB (kurang)
= 251,45 kkal +
1571,6 kkal
Daftar Bahan Makanan, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan pusat diabetes
dan lipid jakarta, hal.204.
4.6
Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi Makro
Karbohidrat
= (1571,6 kkal x 60%) /4 = 943/4 = 235,75 gram
42
Protein
Lemak
Serat
Zat Besi
= 1571,6 x 10%
Karbohidrat
= 235,75 x 10%
Protein
= 78,6 x 5%
Lemak
= 34,9 x 5%
= (125,93/235,75) x 100%
Protein
= (39,5/78,6) x 100%
Lemak
= (56,1/34,9) x 100%
=160,7% (Berlebih)
Energi
= (1246/1571,6) x 100%
Serat
= (3,75/28) x 100%
Zat Besi
= (9,2/12) x 100%
Kesimpulan :
Berdasarkan kualitas dari anamnesa makanan pasien sebelum masuk rumah sakit, pasien
menyukai makanan yang asin (tinggi natrium), menyukai makanan yang diolah dengan cara
digoreng (tinggi lemak), kurang konsumsi buah dan sayur, dan kurang mengkonsumsi protein
yang berasal dari hewani (nilai biologis tinggi).
43
Berdasarkan kuantitas anamnesa makanan pasien sebelum masuk rumah sakit, kurang asupan
karbohidrat, asupan protein, asupan serat, dan asupan zat besi. Sedangkan asupan lemak
berlebih.
4.7
kadar
glukosa
darah
supaya
mendekati
normal
dengan
menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin, dengan obat penurun glukosa oral
dan aktivitas fisik.
2. Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal.
3. Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal.
4. Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin,
seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama serta masalah yang
berhubungan dengan latihan jasmani.
5. Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi optimal.
Syarat Diet
1. Energi cukup, yaitu 25-30 kkal/kgBB bila BB normal ditambah untuk aktivitas dan
keadaan khusus.
2. Kebutuhan protein 10-15% dari kebutuhan energi total.
3. Kebutuhan lemak sedang 20-25% dari kebutuhan energi total dalam bentuk <10%
lemak jenuh, 10% dari lemak tidak jenuh ganda dan sisanya lemak tidak jenuh
4.
5.
6.
7.
tunggal.
Kebutuhan karbohidrat sisa kebutuhan energi total.
Gula murni digunakan hanya sebagai bumbu.
Penggunaan gula alternatif terbatas.
Asupan serat dianjurkan 25 gram/hari dengan mengutamakan serat larut air pada
Tujuan Diet
1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung.
2. Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk.
3. Mencegah atau menghilangkan penumbunan garam atau air.
Syarat Diet
1. Energi cukup.
2. Protein 0,8 gram/kgBB.
3. Lemak sedang 25-30% dari kebutuhan energi total. 10% lemak jenuh dan 10-15%
lemak tidak jenun.
4. Kolesterol rendah.
5. Vitamin dan mineral cukup.
6. Garam rendah, 2-3gram/hari jika hipertensi atau edema.
7. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
8. Serat cukup untuk menghindari kontipasi.
9. Cairan cukup, kurang lebih 2 liter/hari.
10. Bentuk makanan sesuaikan dengan penyakit.
11. Bila kebutuhan gizi belum terpenuhi, dapat diberikan tambahan berupa makanan
enteral, parenteral, atau suplemen gizi.
(Penuntun Diet Edisi Baru, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietesien Indonesia)
4.7.3 Diet Rendah Garam III
Diet rendah garam III diberikan kepada pasien dengan edema dan/atau hipertensi ringsn.
Pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt (4 gram) garam dapur.
Tujuan Diet
1. Cukup energi, protein, mineral dan vitamin.
2. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit.
3. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya garam atau air dan/ atau
hipertensi.
(Penuntun Diet Edisi Baru, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietesien Indonesia)
4.8
1. Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mi, kentang, dan sagu.
45
2. Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe,
tahu, dan kacang-kacangan kering yang diolah tanpa garam dapur. Daging dan
ikan maksimal 100g sehari, telur maksimal 1 butir sehari.
3. Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna.
Minyak jagung, minyak kedelai, margarin, mentega dalam jumlah terbatas dan
tidak untuk menggoreng tetapi untuk menumis, kelapa atau santan encer dalam
jumlah terbatas. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus,
disetup, direbus, dan dibakar.
4. Gula untuk bumbu diperbolehkan. Pemanis alternatif dapat diberikan seperlunya
asal tidak melebihi batas aman penggunaannya.
5. Sayuran yang tidak mengandung gas, seperti bayam, kangkung, kacang buncis,
kacang panjang, wortel, tomat, labu siam dan tauge.
6. Semua buah-buahan segar, seperti pisang, pepaya, jeruk, apel, melon, semangka,
dan sawo.
7. Diet garam III boleh menggunakan garam meja 2 gr garam dapur (1 sendok teh)
perhari
4.8.2
46
hewani yang diawetkan dengan garam dapur, seperti daging asap, bacon,
dendeng, abon, ikan asin, ikan kaleng, kornet, ebi, udang kering, telur asin,
dan telur pindang.
6. Kacang-kacangan kering yang mengandung lemak cukup tinggi seperti
kacang tanah, kacang mete, dan kacang bogor.
7. Semua sayuran yang mengandung gas, seperti kol, kembang kol, lobak, sawi,
dang nangka muda. Sayuran yang diawetkan, seperti sawi asin, asinan, dan
acar.
8. Buah-buahan segar yang mengandung alkohol atau gas, seperti durian dan
nangka matang serta buah-buahan yang diawetkan dalam kaleng.
9. Bumbu-bumbu yang tajam, seperti lombok, cabe rawit, dll.
47
4.9
Diagnosa (D)
1.
Domain Intake
NI-5.6.2
NI-5.8.4
perhari.
2. Domain Klinis
NC-2.2
zat besi ditandai dengan nilai kadar hemoglobin rendah (11,4 g/dl).
3. Domain Perilaku dan Lingkungan
NB-1.3
Belum siap melakukan diet berkaitan dengan suka mengkonsumsi
makanan yang digoreng, bersantan dan rendah serat ditandai dengan
konsumsi lemak jenuh > 10 % dan serat < 25 gram/hari.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Terjadinya transisi epidemiologi yang pararel dengan transisi demografi dan
transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit
dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PMT) meliputi penyakit degeneratif dan
man made disease yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas.
Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolic dengan etiologi multifaktorial.
Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan memengaruhi metabolism
karbohidrat, protein serta lemak. Patofisiologi DM berpusat pada gangguan sekresi
insulin dan atau gangguan insulin.
Penyakit diabetes mellitus dan komplikasinya yaitu hipertensi merupakan dua
keadaan yang umumnya saling berkaitan. Keberadaan kedua keadaan tersebut secara
bersama-sama akan memperbesar risiko kardiovaskuler. Resistensi insulin akan
menyebabkan terjadinya hiperglikemia, dislipidemia, dan hiperinsulinemia yang
mengarah pada disfungsi vaskuler.Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 menunjukkan bahwa 8,3 % penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi
27,5 % pada tahun 2004.
Diet diabetes mellitus 1700 kkal diberikan untuk penyandang diabetes dengan
berat badan normal. Diet jantung III diberikan dalam bentuk makanan lunak atau biasa.
Diet diberikan kepada pasien jantung dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Diet ini
rendah energi dan kalsium, tetapi cukup zat gizi lain.
Diet
rendah
garam
III
5.2
Saran
a. Pemerintah harus memiliki strategi didalam penanganan masalah penyakit tidak
menular ini, dunia persaingan ASEAN pada tahun 2015 ini akan menjadi peluang
bagi para pengusaha untuk menjadikan Indonesia sasarannya.
b. Masyarakat harus memiliki kekuatan didalam transisi zaman dan teknologi dikala ini,
karena kita memiliki budaya sendiri tanpa harus mencontoh negara maju.
c. Kurangi angka kematian akibat penyakit tidak menular tersebut dengan pola hidup
yang sehat, kurangi membeli polusi udara (kendaraan), sempatkan diri untuk tetap
berolahraga, dan sisihkan keuangan untuk membuat makanan sehat dalam 1 pekan.
d. Berikan pendidikan untuk anak bangsa sebagai penerus luhur beberapa tahun ke
depan.
e. Bagi masyarakat yang telah menderita penyakit tidak menular, yakinlah kalian bisa
sembuh dengan menyadari dan siap untuk melakukkan diit yang sesuai.
f. Selalu memeriksakan diri kepada tenaga kesehatan (dokter) dan ketahui lah
pengetahuan tentang gizi dengan melakukkan konseling gizi terhadap ahli gizi.
50
DAFTAR PUSTAKA
Dr.Jan,T., 2000.Patofisiologi untuk keperawatan.Jakarta: EGC.
Michael J Gibney (et al) Publict Health Nutrition.Jakarta: EGC,2008, hal 407.
Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance, and causes in
patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139.
Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to Diagnosis
and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC.
Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke-2. New York;
Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.
Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and Childhood. Edisi ke-1.
Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.
Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. Dalam : McMillan JA, DeAngelis CD, Feigin RD,
Warshaw JB, penyunting. Oskis Pediatrics : Principles and Practice. Edisi ke-3. Philadelphia;
Lippincott William & Wilkins, 1999 : 1447-8.
Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Penyunting.
Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia; Saunders, 2000 : 1469-71.
Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023.
Anggraeni, Adisty C., 2012. Nutritional Care Process : Asuhan Gizi. Jakarta : Graha Ilmu.
Marulam M. Panggabean; Penyakit Jantung Hipertensi; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
Keempat; Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006; 1639-1640
Definisi Hemoglobin - R Lyza - 2010
<repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II.pdf>
Diakses pada 18 April 2015 pada pukul 11.43 WIB
Wardhani, Nurly (2013). Tatalaksana Nutrisi Pada Kasus Diabetes Melitus Tipe 2 dengan
Komplikasi Ulkus Diabetikum Pedis. Universitas Indonesia, hal 10.
PERKENI (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia. PB PERKENI, Jakarta, Indonesia.
Jun, H, Hae HY, Lee BR, Koh KS, Lee KW, et al. Pathogenesis of non-insulin-dependent
(type II) diabetes mellitus (NIDDM)-genetic predisposition and metabolic
Abnormalities. Adv Drug Deliv Rev. 1999;35;157-77.
American Diabetes Association (2013). Standard of Medical Care in Diabetes.
Diabetes Care, 35, (1),84-810
Cheung BM, Li C, Diabetes and hypertension: is there a common metabolic pathway ?
Curr Atheroscler Rep.2012;14:160-166
American Diabetes Association (2007). Nutrition Recommendation and Interventions for Diabetes
. Diabetes Care.30, (1), S48-S65.
51
Maulana, Irfan (2012). Analisis Komplikasi Yang Berhubungan Dengan Kejadian Silent Coronary
Artery Disease Pada Pasien Riwayat Diabetes Mellitus Tipe 1. Universitas Indonesia., hal 11.
Penuntun Diet Edisi Baru, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietesien
Indonesia
Definisi dan Kegunaan Obat Laxis
<http://www.kerjanya.net/faq/7767-lasix-40-mg.html> diakses pada 21 April 2015 pukul 05.34 WIB
Definisi dan Kegunaan Obat Ranitidin
<http://www.kerjanya.net/faq/5185-ranitidin.html> diakses pada 21 April 2015 pukul 05.34 WIB
Definisi dan Kegunaan Captopril
<http://www.kerjanya.net/faq/4838-captopril.html> diakses pada 21 April 2015 pukul 05.37 WIB
52