Anda di halaman 1dari 52

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Terjadinya transisi epidemiologi yang pararel dengan transisi demografi dan transisi
teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit dari
penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PMT) meliputi penyakit degeneratif dan man
made disease yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas. Peralihan
dari kehidupan tradisional kepada kehidupan modern melalui urbanisasi telah membawa
sejumlah ancaman kesehatan yang serius pada banyak populasi yang meliputi orang-orang
India, penduduk dikepulauan Pasifik, penduduk pribumi Amerika, dan Aborigin Australia.
Urbanisasi disertai dengan meningkatnya obesitas, berkurangnya aktivitas fisik, dan faktorfaktor risiko lainnya yang berkaitan dengan terjadnya DM. Data epidemiologi terakhir
menunjukkan bahwa peralihan dari gaya hidup tradisional kegaya hidup modern, dalam
negara yang sama ataukah ke negara lain yang lebih maju akan menghasilkan efek
merugikan yang sama dari lingkungan. Migrasi dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan
dalam Negara yang sa,a berkaitan dengan peningkatan yang besar pada angka prevalensi
DM tipe 2 di antara orang-orang India.
Epidemi DM type 2 diseluruh dunia kemungkinan terjadi dalam kuartal pertama
abad ke-21. Estimasi prevalensi DM pada populasi dewasa di seluruh dunia akan
mengalami kenaikan sebesar 35 %,yaitu dari angka prevalensi 4.0% pada tahun 1995
menjadi 5.4% pada tahun 2025. Laporan WHO menyatakan bahwa jumlah orang dewasa
yang menderita DM didunia akan menigkat dari 135 juta pada tahun 1995 menjadi 300 juta
pada tahun 2025. Peningkatan terbesar jumlah ini akan terjadi di Negara-negara
berkembang terutama Asia. Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolic dengan
etiologi multifaktorial. Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan memengaruhi
metabolism karbohidrat, protein serta lemak. Patofisiologi DM berpusat pada gangguan
sekresi insulin dan atau gangguan insulin. Penyakit kronis yang memerlukan modifikasi
gaya hidup dan pengobatan selama seumur hidup. Meskipun tidak mudah dilaksanakan
oleh para pasien DM, keberadaan bentuk-bentuk terapi DM yang baru dengan penurunan
1

komplikasi telah memberikan harapan bahwa mereka dapat menjalani kehidupan yang
normal dan sehat.
Penyakit diabetes mellitus dan komplikasinya yaitu hipertensi merupakan dua
keadaan yang umumnya saling berkaitan. Keberadaan kedua keadaan tersebut secara
bersama-sama akan memperbesar risiko kardiovaskuler, komplikasi renal dan retina pada
DM. Dua buah penelitian landmark,yaitu the Diabetes Control and the United Kingdom
Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada DM tipe 2, secara konklusif memperlihatkan
bahwa pengendalian kadar glukosa darah dan tekanan darah yang ketat akan mengurangi
komplikasi vascular secara signifikan pada DM.
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini
terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta diantaranya meninggal
setiap tahunnya. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan
dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal serta kebutaan.
Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat, hasil Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3 % penduduk menderita
hipertensi dan meningkat menjadi 27,5 % pada tahun 2004. Berdasarkan pengukuran
tekanan darah, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 32,2 % sedangkan prevalensi
hipertensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan atau riwayat minum obat hanya
7,8 % atau hanya 24,2 % dari kasus hipertensi di masyarakat. Sebanyak 75,8 % kasus
hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan kesehatan.
Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan
morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Faktor risiko hipertensi di Indonesia
adalah umur, jenis kelamin, pendidikan rendah, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,
kurang aktifitas fisik, obesitas, makanan yang mengandung lemak jenuh dan minuman
kafein 1 kali per hari.

1.2

Tujuan
1.2.1 Mengidentifikasi penyebab masalah yang terdapat pada kasus
1.2.2 Menganalisis keterkaitan antar penyakit
1.2.3 Memecahkan masalah menggunakan metode yang sistematis sesuai asuhan gizi
yang terstandar

1.3

Waktu
Tanggal pengamatan 15-17 Juni 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Diabetes Mellitus Tipe II


2.1.1

Definisi Diabetes Mellitus Tipe II


Diabetes Mellitus Tipe II disebut juga dengan diabetes mellitus yang tidak
tergantung dengan insulin (NIDDM). Pada diabetes mellitus tipe II terdapat dua
masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu rsistensi insulin dan gangguan
ekskresi insulin. Pada kondisi resistensi insulin terjadi gangguan ikatan antara
insulin dan reseptornya pada dinding sel sehingga insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi masalah
resistensi insulin dan peningkatan glukosa di dalam darah, sel-sel beta pankreas
akan meningkatkan produksi insulin sehingga kadar glukosa darah akan
dipertahankan dalam keadaan normal. Namun jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap insulin, maka kadar glukosa darah
meingkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II (Irfan Maulana, 2012).

2.1.2

Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe II


Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel
yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh
dapat berfungsi dengan baik. Sumber energi bagi tubuh berasal dari bahan
makanan yang kita makan sehari-hari, terdiri dari karbohidrat, protein, dan
lemak.
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian kelambung
dan selanjutnya usus. Di dalam saluran pencernaan makanan diolah menjadi
bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein
memjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan
itu, akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan
diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam
tubuh sebagai sumber energi. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan

energi, zat makanan itu harus masuk terlebih dahulu ke dalam sel
supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar
melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses
ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme insulin memegang
peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa dalam sel,
untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi. Insulin adalah
suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.
Perjalanan penyakit diabetes mellitus diawali dengan terjadinya
resistensi insulin yang dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Resistensi
insulin adalah suatu kondisi dimana terdapat penurunan respon sel-sel target
pada jaringan (sel hepar, sel otot, sel adiposa terhadap insulin ( American
Diabetes Association, 2013). Keadaan resistensi insulin tidak serta-merta
menyebabkan diabetes mellitus. Untuk berkembang menjadi diabetes
mellitus, resistensi insulin harus disertai dengan penurunan jumlah atau
fungsi sel beta pankreas. Sel beta pankreas yang normal akan terus
mengkompensasi keadaan resistensi insulin dengan memproduksi lebih
banyak insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia. Lambat laun, bila sel beta
pankreas menjadi abnormal, hiperinsulinemia tidak lagi adekuat untuk
mengkompensasi resistensi insulin dan mulai mempengaruhi glukosa darah
puasa atau glukosa darah postprandial hingga terjadi diabetes mellitus tipe II
(Jun H et al).
Penyebab resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II dipengatuhi
oleh faktor-faktor seperti obesitas, diet tinggi lemak, dan rendah karbohidrat,
kurang aktivitas, dan faktor keturunan. Pada diabetes mellitus tipe II jumlah
sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal, jumlah sel alfa meningkat.
Adanya peningkatan jumlah jaringan amiloid pada sel beta yang disebut
amilin. Baik pada diabetes mellitus tipe II kadar glukosa darah jelas
meningkat bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa akan
keluar melalui urin (Suyono, 2004).
ADA (2011), mengidentifikasi dua kondisi yang dikelompokkan sebagai kategori
risiko diabetes yang disebut dengan pre diabetes mellitus, apabila hasil
5

pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes mellitus, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok sebagai berikut.
1.

Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) : apabila kadar gula darah 2 jam setelah
makan 140 hingga < 200 mg/dl, atau kondisi dimana glukosa darah berada

2.

diantara kadar normal dan kadar diabetes.


Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT) : apabila kadar gula darah puasa berada
diantara 110 hingga < 126 mg/dl. Kondisi ini dapat terjadi akibat tubuh tidak
dapat memproduksi insulin secara optimal dan terdapatnya gangguan mekanisme
penekanan pengeluaran glukosa dari hati ke dalam darah.

2.1.3

Gejala Klinis Diabetes Mellitus Tipe II


Gejala klinis yang timbul adalah poliuria, polidipsia, polifagia
(meningkatnya nafsu makan akibat deplesi nutrisi karena turunnya kadar dan atau
kerja insulin) dan penurunan berat badan. Selain itu dapat pula terjadi lemah
badan (akibat perubahan metabolisme dan dehidrasi), kesemutan gatal-gatal,
pandangan mata buram, disfungsi ereksi pada laki-laki, serta prutitus vagina pada
perempuan (PERKENI, 2011).

2.2

Komplikasi pada Diabetes Mellitus Tipe II


2.2.1

Hipertensi
Hipertensi dan diabetes mellitus sering kali terjadi bersamaan. Keduanya
sebagian besar didasari oleh resistensi insulin, inflamasi, stres oksidatif, dan
obesitas. Faktor genetik dan lingkungan dan faktor yang didapat (seperti obesitas)
akan menyebabkan terjadinya resistensi insulin, inflamasi, meningkatnya stres
oksidatif, dan sistem saraf simpatis. Resistensi insulin akan menyebabkan
terjadinya hiperglikemia, dislipidemia, dan hiperinsulinemia yang mengarah pada
disfungsi vaskuler. Meningkatnya sistem saraf simpatis, retensi natrium akibat
hiperinsulinemia, serta disfungsi vaskuler dan peningkatan RAA (renin
angiotensin aldosterone) karena stres oksidatif akan menyebabkan peningkatan
tekanan darah.

Hipertensi akan meningkatkan kerja jantung, dan seiring waktu, hal ini
dapat menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Fungsi jantung sebagai pompa
terhadap peninggian tekanan darah di atrium kiri diperbesar ke bilik jantung dan
jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menit (output jantung) menjadi
turun, dimana tanpa pengobatan, gejala-gejala kegagalan jantung ingestive dapat
berkembang. Hipertensi yang paling umum adalah faktor resiko untuk penyakit
jantung dan stroke. Ischemic dapat menyebabkan penyakit jantung (penurunan
suplai darah ke otot jantung pada kejadian anginapektoris dan serangan jantung)
dari peningkatan pasokan oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang
lemah.Hipertensi juga memberikan kontribusi untuk bahan dari dinding pembuluh
darah yang pada gilirannya dapat memperburuk atheroscherotis. Hal ini juga
akan meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke.Tata laksana hipertensi
pada penderita diabetes mellitus tipe II adalah >130/80 mmHg (Cheung BM,
2012).
2.2.1.1 Hipertensi Heart Disease
2.2.1.1.1 Definisi Hipertensi Heart Disease
Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan
untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left
ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner,
dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan kerana peningkatan
tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung (Hillman RS
and Ault KA, 1995).
Hipertensi heart disease merujuk ke kondisi yang berkembang
sebagai akibat dari hipertensi, dimana sepuluh persen dari individuindividu dengan hipertensi kronis yang telah mengalami pembesaran
ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy) dengan tujuh kali lipat dari
sifat mudah kena sakit dan resiko kematian akibat kegagalan jantung
kongestif, gangguan ritmik hati (ventrikel arrhythmias) dan serangan
jantung (Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., and Moss, P.A.H., 2005).
7

2.2.1.1.2 Patofisiologi Hipertensi Heart Disease


Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan
resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban
jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri
untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan
dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi
ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan
curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan
terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam seiring
parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi
kerana gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan
oksigen miokard yang bertambah akibat penambahan massa miokard
(Hillman RS and Ault KA, 1995).
Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah
hipertrofi ventrikel kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembutuh perifer dan beban akhir ventrikel kiri.
Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan
lamanya peningkatan diastol. Pengaruh beberapa faktor humoral seperti
rangsangan simpato-adrenal yang meningkat dan peningkatan aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) belum diketahui, mungkin
sebagai penunjang saja. Pengaruh faktor genetik disini lebih jelas. Fungsi
pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan
penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis koroner. Pada stadium
permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik).
Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa
perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada
stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi
tak teratur, dan akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya aliran darah
koroner. Khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik menggambarkan
berkurangnya rasio antara massa dan volume, oleh karena meningkatnya
volum diastolik akhir. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara
8

menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi), peningkatan


tegangan dinding ventrikel pada saat sistol dan konsumsi oksigen otot
jantung, serta penurunan efek mekanik pompa jantung, Hal-hal yang
memperburuk fungsi mekanik vantrikel kiri berhubungan erat bifa
disertai dengan penyakit jantung koroner (A. Dunn, J. Carter, H. Carter,
2003).
2.2.1.1.3 Gejala Klinik Hipertensi Heart Disease
Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda-tanda akibat
rangsangan simpatis yang kronis. Jantung berdenyut cepat dan kuat.
Terjadi hipersirkulasi yang mungkin akibat aktifitas sistem neurohumoral
yang meningkat disertai dengan hipervolemia. Pada stadium selanjutnya,
timbul mekanisme kompensasi pada otot jantung berupa hipertrofi
ventrikel kiri yaitu difus, tahanan pembuluh darah perifer meningkat
(Pangabean, 2006).
Gambaran klinik seperti sesak nafas, salah satu dari gejala
gangguan fungsi diastolik, tekanan pengisian ventrikel meningkat,
walaupun fungsi sistolik masih normal. Bila berkembang terus, terjadi
hipertrofi yang eksentrik dan akhirnya menjadi dilatasi ventrikel, dan
timbul gejala payah jantung. Stadium ini kadangkala disertai dengan
gangguan pada faktor koroner. Adanya gangguan sirkulasi pada cadangan
aiiran darah koroner akan memperburuk kelainan fungsi mekanik atau
pompa jantung yang selektif (Pangabean, 2006).

2.2.1.1.4 Komplikasi Gagal Jantung pada Hipertensi Heart Disease


Gagal jantung yang lebih umum dikenal gagal jantung
kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada
kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Gagal
jantung tidak berarti jantung berhenti bekerja. Pompa yang lemah tidak
dapat memenuhi keperluan terus-menerus dari tubuh akan oksigen dan
zat nutrisi. Sebagai reaksi dinding jantung merentang untuk menahan
darah lebih banyak dinding otot jantung menebal untuk memompa lebih
kuat ginjal menyebabkan tubuh menahan cairan dan sodium. Ini
menambah jumlah darah yang beredar melalui jantung dan pembuluh
darah. Tubuh mencoba untuk berkompensasi dengan melepaskan hormon
yang membuat jantung bekerja lebih keras. Dengan berlalunya waktu,
mekanisme pengganti ini gagal dan gejala-gejala gagal jantung mulai
timbul. Kemampuan jantung untuk merentang dan mengerut kembali
berkurang. Otot jantung terentang berlebihan dan tidak dapat memompa
darah secara efisien. Darah kembali ke lengan, tungkai, pergelangan kaki,
kaki, hati, paru-paru atau organ-organ lainnya, tubuh menjadi macet.
Inilah yang disebut gagal jantung kongestif. Gagal jantung merupakan
proses progresif, bahkan jika tidak ada kerusakan baru terjadi pada
jantung. Istilah Gagal jantung kongestif sering digunakan kalau terjadi
gagal jantung sisi kiri dan kanan.
2.2.1.1.4.1 Patofisiologi Gagal Jantung
Jantung normal dapat merespon penigkatan kebutuhan
metabolisme

menggunakan

mekanisme

kompensasi

untuk

mempertahankan cardiac output. Ini meliputi respon sistem saraf


simpatik terhadap baroreseptor atau kemoreseptor, pengencangan dan
pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap peningkatan
10

volume, vasokonstruksi arteri renal dan aktivasi sistem renin-angiotensin,


dan respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dari reabsorpsi
cairan. Mekanisme gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung sehingga curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.
Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi
jaringan , maka volume sekuncup jantung yang mempertahankan curah
jantung. Pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dancurah
jantung

normal

masih

dapat

dipertahankan.

Tiga

faktor

yang

mempengaruhi volume sekuncup adalah preload, kontraktilitas, dan


afterload.
2.3

Anemia Zat Besi


2.3.1

Definisi Anemia Zat Besi


Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya
besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Anemia akibat defisiensi besi
untuk sintesis Hb merupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi dan
anak. Frekuensinya berkaitan dengan aspek dasar metabolisme besi dan nutrisi
tertentu. Tubuh bayi baru lahir mengandung kira-kira 0,5 gr besi, sedangkan
dewasa kira-kira 5 gr. Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh
jumlah besi dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan
oeh mukosa usus (Weiss and Goodnough, 2005).

2.3.2

Metabolisme Zat Besi


Tubuh manusia membutuhkan zat besi untuk sintesis protein yang
membawa oksigen, yaitu hemoglobin serta mioglobin dalam tubuh, dan untuk
sintesis enzim yang mengandung zat besi dan turut serta dalam reaksi perpindahan
electron serta reaksi oksidasi-reduksi. Proses yang aktif didalam duodenum

11

menyerap zat besi. Kemudian zat besi yang diserap dibawa melalui membran
mukosa serta serosa ke dalam darah dan dari sini, protein pembawa (transferin)
yang ada di dalam plasma mengangkutnya ke dalam sel atau ke sumsum tulang
bagi keperluan eritropoisis. Transferin membawa zat besi ke dalam jaringan
melalui reseptor membrane sel yang spesifik pada transferin. Reseptor sel tersebut
mengikat kompleks transferin dan zat besi pada permukaan sel serta membawanya
ke dalam sel untuk melepaskan zat besi.
Di dalam sum-sum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit
(retikulosit) yang selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk heme dan
persenyawaan globulin dengan heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit
berumur 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya dihancurkan di
dalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi
biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin,
sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti di atas
atau akan tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoiesis.
Bioavailabilitas besi dipengaruhi oleh komposisi zat gizi dalam makanan. Asam
askorbat, daging, ikan dan unggas akan meningkatkan penyerapan besi non heme.
Jenis makanan yang mengandung asam tanat (terdapat dalam teh dan kopi),
kalsium, fitat, beras, kuning telur, polifenol, oksalat, fosfat, dan obat-obatan
(antacid, tetrasiklin dan kolestiramin) akan mengurangi penyerapan zat besi.
Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam
lambung dan enzim proteosa. Kemudian besi heme mengalami oksidasi menjadi
hemin yang akan masuk ke dalam sel mukosa usus secara utuh, kemudian akan
dipecah oleh enzim hemeoksigenase menjadi ion ferri bebas dan porfirin. Di
dalam tubuh cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang bersifat
mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk
kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit
dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel Kupfer hati dan
makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk
mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. Apabila pemasukan besi dari
12

makanan tidak mencukupi, maka terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi untuk
mempertahankan kadar hemoglobin. Hemoglobin adalah protein yang kaya akan
zat besi. Ia memiliki afinitas (daya
oksigen

itu

gabung)

terhadap

oksigen

dan

dengan

membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan

melalui fungsi ini maka oksigen di bawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan


(Evelyn, 2000).
Hemoglobin
adalah

merupakan

gabungan

dari

heme

dan

globin. Heme

gugus prostetik yang terdiri dari atom besi, sedang globin adalah

protein yang dipecah menjadi asam amino. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel
darah merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa
oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh. Setiap orang harus memiliki
sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima juta
sel darah merah per millimeter darah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan
jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indek kapasitas pembawa
oksigen pada darah.
Kekurangan Hemoglobin menyebabkan terjadinya anemia, yang ditandai
dengan gejala kelelahan, sesak napas, pucat dan pusing. Kelebihan Hemoglobin
akan menyebabkan terjadinya kekentalan darah jika kadarnya sekitar 18-19 gr/ml.
yang dapat mengakibatkan stroke. Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi oleh
tersedianya oksigen pada tempat tinggal, misalnya Hb meningkat pada orang yang
tinggal di tempat yang tinggi dari permukaan laut. Selain itu, Hemoglobin juga
dipengaruhi oleh posisi pasien (berdiri, berbaring), variasi diurnal (tertinggi pagi
hari) (detikhealth, 2011).

Lokasi simpanan zat besi di dalam tubuh


1. Haemoglobin (2-2.5 gram besi)
2. Simpanan besi sebagai feritin dan hemosiderin (1 gram pada laki-laki; 600 mg
3.
4.
13 5.
6.

pada wanita)
Mioglobin pada otot skeletal dan jantung (130 gram besi)
Sumber gabungan zat besi yang labil (80-90 mg zat besi)
Zat besi dalam jaringan yang terdiri atas heme dan flavor protein (6-8 mg besi)
Transportasi pada pembentukan zat besi (3 mg besi)

Asupan besi yang tidak memadai akan menyebabkan hal-hal seperti berikut.
1.
2.
3.
4.

Meningkatkan absorbsi besi dari makanan,


Memobilisasi simpanan zat besi dalam tubuh,
Mengurangi transportasi besi ke sumsum tulang,
Menurunkan kadar haemoglobin sehingga akhirnya terjadi anemia karena
defisiensi zat besi.

Kadar Normal Hemoglobin dalam Darah, yaitu :


1. Pria : 13,5-18 g/dl
2. Wanita : 12-16 g/dl
3. Wanita hamil : 11-16 g/dl
4. Bayi baru lahir : 12-24 g/dl
5. 6 -12 bulan : 10-15 g/dl
6. 5-14 tahun : 11-16 g/dl
Nutritional Care Process, Adisty Chyntia Anggraeni

14

2.3.3

Patofisiologi Anemia Zat Besi


Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi
yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini
menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang.
Ada 3 tahap terjadinya anemia zat besi, yaitu sebagai berikut.

1.

Disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya
cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein
besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non
heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui

2.

adanya kekurangan besi masih normal.


Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum
menurun dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity

3.

(TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.


Inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi
yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan
penurunan kadar hemoglobin. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis
dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel
terutama pada ADB yang lebih lanjut.
(Oskis Pediatrics : Principles and Practice, Iron Deficiency Anemia, Anemia of

2.4

Chronic Disease)
Terapi Nutrisi
2.4.1 Diet Diabetes Mellitus 1700 kkal
Diet diabetes mellitus 1700 kkal diberikan untuk penyandang diabetes dengan
berat badan normal.

a.

Tujuan Diet
Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan
menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin, dengan obat penurun glukosa

b.
15

oral dan aktivitas fisik.


Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal.

c.
d.

Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal.
Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin,
seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama serta masalah

e.

yang berhubungan dengan latihan jasmani.


Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi optimal.

1.

Syarat Diet
Energi cukup, yaitu 25-30 kkal/kgBB bila BB normal ditambah untuk aktivitas

2.
3.

dan keadaan khusus.


Kebutuhan protein 10-15% dari kebutuhan energi total.
Kebutuhan lemak sedang 20-25% dari kebutuhan energi total dalam bentuk <10%
lemak jenuh, 10% dari lemak tidak jenuh ganda dan sisanya lemak tidak jenuh

tunggal.
4. Kebutuhan karbohidrat sisa kebutuhan energi total.
5. Gula murni digunakan hanya sebagai bumbu.
6. Penggunaan gula alternatif terbatas.
7. Asupan serat dianjurkan 25 gram/hari dengan mengutamakan serat larut air pada
sayur dan buah.
8. Diperbolehkan konsumsi natrium 3000mg/hari untuk tekanan darah normal.
9. Cukup vitamin dan mineral.
(Penuntun Diet Edisi Baru, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietesien Indonesia).

16

2.4.2

Diet Jantung III


Diet jantung III diberikan dalam bentuk makanan lunak atau biasa. Diet diberikan
kepada pasien jantung dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Diet ini rendah
energi dan kalsium, tetapi cukup zat gizi lain.
Tujuan Diet
1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung.
2. Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk.
3. Mencegah atau menghilangkan penumbunan garam atau air.
Syarat Diet
1. Energi cukup.
2. Protein 0,8 gram/kgBB.
3. Lemak sedang 25-30% dari kebutuhan energi total. 10% lemak jenuh dan 10-15%
lemak tidak jenun.
4. Kolesterol rendah.
5. Viramin dan mineral cukup.
6. Garam rendah, 2-3gram/hari jika hipertensi atau edema.
7. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
8. Serat cukup untuk menghindari kontipasi.
9. Cairan cukup, kurang lebih 2 liter/hari.
10. Bentuk makanan sesuaikan dengan penyakit.
11. Bila kebutuhan gizi belum terpenuhi, dapat diberikan tambahan berupa makanan
enteral, parenteral, atau suplemen gizi.
(Penuntun Diet Edisi Baru, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietesien Indonesia)

2.4.3 Diet Garam Rendah III


Diet rendah garam III diberikan kepada pasien dengan edema dan/atau hipertensi
ringsn. Pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt (4 gram) garam dapur.
Tujuan Diet
1. Cukup energi, protein, mineral dan vitamin.
2. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit.
3. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya garam atau air dan/ atau
hipertensi.
(Penuntun Diet Edisi Baru, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietesien Indonesia)
2.4.4 Infus Ringer Laktat

17

Pada pasien trauma akibat kecelakaan lalu lintas atau karena sebab
lainnya, kita sering menjumpai keadaan syok hipovolemik alias suatu kondisi
dimana terjadi kehilangan cairan darah dengan cepat dalam jumlah yang cukup
banyak sehingga komponen darah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke
organ-organ tidak lagi adekuat, menyebabkan gangguan perfusi pada jaringan dan
berkontribusi terhadap metabolisme anaerob dan akumulasi asam laktat. Cairan
infus intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal, dalam wadah plastik atau
gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh karena
volumenya yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena
untuk menghindari toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri.
Cairan infus intravena biasanya mengandung zat-zat seperti asam amino,
dekstrosa, elektrolit dan vitamin. Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan
adalah larutan yang isotonis untuk meminimalisasi trauma pada pembuluh darah,
namun

cairan

hipotonis

maupun

hipertonis

dapat

digunakan.

Untuk

meminimalisasi iritasi pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan dalam


kecepatan yang lambat.
Keuntungan pemberian infus intravena adalah menghasilkan kerja obat
yang cepat dibandingkan cara-cara pemberian lain dan tidak menyebabkan
masalah terhadap absorbsi obat. Sedangkan kerugiannya yaitu obat yang diberikan
sekali lewat intravena maka obat tidak dapat dikeluarkan dari sirkulasi seperti
dapat dilakukan untuk obat bila diberikan per oral, misalnya dengan cara
dimuntahkan.
Cairan infus Ringer Laktat memiliki keuntungan, yaitu murah dan mudah
didapat, memiliki komposisi isotonis yang lebih fisiologis dengan cairan tubuh,
menghasilkan pergantian elemen kalsium dan pottasium, ion sodium dan chlor
yang dihasilkan

juga lebih fisiologis. Kekurangannya, yaitu relatif tidak

kompatibel terhadap produk-produk darah, kandungan Ca pada Ringer laktat


dapat mengaktifasi cascade koagulasi pada produk-produk darah, serta kandungan
laktat dalam infus ringer laktat ini juga dapat memperburuk koreksi terhadap
metabolik asidosis yang sedang berlangsung.
18

2.4.4.1 Komposisi Cairan Infus Ringer Laktat


Komposisi cairan infus Ringer Laktat (mmol) dalam 100 ml, yaitu
natrium (130-140), K (4-5), Ca (2-3), Cl (109-110), Basa (28-30 mEq/l)
dalam kemasan 500-1000 ml. Natrium merupakan kation utama dari
plasma darah dan menetukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion
utama di plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di
intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolitelektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada
dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok pendarahan. Indikasinya
adalah untuk menjaga keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi
dan syok hipovolemik. Kontraindikasinya adalah hipernatremia, kelainan
ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.

19

2.5

Terapi Obat
2.5.1

Lasix
Lasix adalah obat diuretic. Diuretic merupakan obat yang digunakan untuk
mengurangi cairan didalam tubuh dan membuangnya melalui saluran kemih.
Bahan aktif dari Lasix adalah Furosemid. Furosemid bekerja di ginjal dengan
menghambat penyerapan garam dan elektrolit sehingga air terikat dengan garam
tersebut dan tidak bisa diserap oleh ginjal. Akibatnya air akan dibuang melalui
mekanisme buang air kecil.
Furosemid

atau

Lasix

digunakan

pada

pasien

yang

mengalami edema (penumpukan cairan berlebihan di dalam tubuh) atau kelebihan


asupan cairan. Cairan yang berlebihan akan bertumpuk di tubuh, terutama paruparu, perut, dan anggota gerak. Penumpukan cairan pada paru-paru akan
menyebabkan pasien sesak nafas dan mengancam jiwa. Cairan di perut akan
menyebabkan pembesaran perut dan sesak nafas karena penekanan ke paru-paru.
Cairan yang berlebihan di anggota gerak mengakibatkan kaki menjadi bengkak.
Furosemid bekerja dengan menghambat penyerapan elektrolit dan cairan
yang nantinya akan dibuang melalui saluran kemih. Karena cara kerja ini,
beberapa efek samping dari furosemid adalah hipokalemia (kadar kalium yang
rendah di darah), dan peningkatan kadar asam urat. Furosemid juga memiliki efek
menurunkan tekanan darah sehingga dapat menyebabkan hipotensi. Dalam kasus
yang jarang, furosemid dapat menyebabkan reaksi alergi hebat atau anafilaksis.
Furosemid tersedia dalam bentuk tablet 40 mg dan ampul 20 mg/2 ml
(untuk suntikan ke pembuluh darah). Penggunaan furosemid harus dengan dosis
yang tepat melalui konsultasi dokter dan tidak mengobati secara sendiri.
Konsentrasi furosemid menurun dengan adanya makanan. Hindari dong quai,
efedra, yohimbe, ginseng (memperparah hipotensi), bawang putih (dapat
meningkatkan efek hipertensi).

20

2.5.2

Ranitidin
Ranitidin adalah obat yang diindikasikan untuk sakit maag. Pada penderita
sakit maag, terjadi peningkatan asam lambung dan luka pada lambung. Hal
tersebut yang sering kali menyebabkan rasa nyeri ulu hati, rasa terbakan di dada,
perut terasa penuh, mual, banyak bersendawa ataupun buang gas.
Di dalam lambung, ranitidin akan menurunkan produksi asam lambung tersebut
dengan cara memblok langsung sel penghasil asam lambung. Ranitidin sebaiknya
diminum sebelum makan sehingga saat makan, keluhan mual penderita telah
berkurang. Ranitidin dianggap lebih potensial dibandingkan antasida (obat maag
yang sering ditemui dijual bebas di apotek ataupun warung). Bila sakit maag
cukup berat atau gejala tidak membaik dengan antacida, biasanya ranitidin akan
diresepkan.
Selain untuk sakit maag, ranitidin juga dapat digunakan untuk pengobatan
radang saluranan pencernaan bagian atas (kerongkongan), dan luka lambung.
Ranitidin termasuk kedalam obat maag yang aman. Efek samping yang
ditimbulkan sangat jarang ditemukan. Adapun efek samping tersebut adalah sakit
kepala, sulit buang air besar, diare, mual, nyeri perut, gatal-gatal pada kulit.
Ranitidin tersedia dalam sediaan sirup, tablet, maupun cairan suntikan.
Ranitidin juga tersedia sebagai obat generik maupun obat paten. Ranitidin dalam
bentuk tablet tersedia dalam ukuran dosis 75 mg, 150 mg, dan 30 mg. Ranitidin
dalam bentuk sirup tersedia dalam ukuran dosis 15 mg/ml. Sedangkan ranitidin
dalam bentuk cairan untuk disuntikan tersedia dalam ukuran dosis 1 mg/ml dan 25
mg/ml. Cairan suntikan tersebut dapat disuntikan langsung ke dalam pembuluh
darah atau ke dalam otot. Dosis ranitidin untuk orang dewasa ialah 150 mg dua
kali sehari atau 300 mg sekali sehari.

2.5.3 Captopril
Captopril adalah obat tekanan darah tinggi atau hipertensi. Obat ini
merupakan obat pilihan pertama penderita hipertensi tanpa komplikasi. Captopril
termasuk dalam
21

golongan obat inhibitor enzim angiotensin konverter

(angiotensin-converting enzyme inhibitor, ACEI). Captopril cepat bekerja dalam


tubuh sehingga sering diberikan untuk hipertensi gawat-darurat.
Selain untuk hipertensi, captopril untuk penyakit gagal jantung kronik,
kelainan jantung kiri pasca serangan jantung, penyakit ginjal terkait penyakit gula
(diabetes). Captopril sebaiknya diminum saat perut kosong (1 jam sebelum atau
2 jam sesudah makan) untuk memaksimalkan absorpsi. Captopril tidak boleh
diberikan pada kondisi alergi (hipersensitif) terhadap obat golongan ACEI, pasien
tidak dapat berkemih (anuria), penyempitan pembuluh darah ginjal (stenosis
bilateral arteri renal), kehamilan trimester 2 dan 3 karena berisiko menyebabkan
kecacatan atau kematian janin.
Secara umum, captopril merupakan obat yang aman untuk hipertensi.
Beberapa efek samping adalah hiperkalemia, reaksi alergi, kemerahan pada kulit,
tekanan darah rendah (hipotensi), gatal, batuk kering, detak jantung cepat
(takikardi), nyeri dada. Untuk pengobatan hipertensi, captopril diberikan dalam
dosis 25 mg sebanyak 2-3 kali per hari. Dosis dapat ditingkatkan sesuai dengan
respon pengobatan. Dosis untuk hipertensi grade I biasanya 2-3 kali 25-50 mg,
sendangkan untuk hipertensi grade II ialah 2-3 kali 50-100 mg. Captopril juga
biasa dikombinasikan dengna obat hipertensi lainnya untuk mencapai goal terapi.
Dosis maksimum yang masih diperbolehkan ialah 450 mg per hari. Untuk
kelainan ginjal akibat sakit gula (diabetes), captopril digunakan untuk mengurangi
pengeluaran protein berlebihan dari ginjal. Dosis yang diberikan ialah tiga kali 25
mg.

22

BAB III
NUTRITION CARE PROCESS (NCP)
3.1

Identitas Diri
Nama

: Ny. L

Tanggal lahir

: 23 Maret 1952

Umur

: 62 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Tidak bekerja

Tanggal Masuk

: 14 Juni 2014

Tanggal Pengamatan : 15-17 Juni 2014

3.2

Diagnosa Penyakit

: DM tipe 2, HHD (Hipertensi Heart Disease)

Diit

: DM 1700 kkal, DJ III, dan RG III

Bentuk Makanan

: Makanan Lunak

Assesmen (A)
3.2.1

Assesmen Riwayat Personal


Ny. L berusia 62 tahun merupakan ibu rumah tangga. Pasien mempunyai 3 orang
anak. Pasien tinggal bersama anak dan menantunya, oleh sebab itu yang
mengurus keperluan pasien adalah menantu perempuan. Sebelumnya pasien
belum pernah mendapatkan edukasi atau konseling gizi.

3.2.1.1 Riwayat obat-obatan dan suplemen yang dikonsumsi

23

Jenis Obat/Tindakan
Infus RL 12 tpm

Fungsi
Untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh dan
memudahkan

dalam

pemberian

terapi

obat-obat

parenteral. Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30


tpm)
Lasix 3x1

Untuk mengobati gagal jantung yang disebabkan oleh


kemampuan venodilasi.

Ratinidin 2x1

Untuk mengobati jangka pendek tungkak usus 12 jari


aktif, tukak lambung aktif, mengurangi gejala refluks
esofagitis.

Captopril 3x25

Untuk tekanan darah tinggi.

3.2.1.2 Riwayat Penyakit


a) Keluhan utama
: Pasien mengeluh sesak nafas, perut begah
b) Riwayat penyakit terdahulu dan sekarang
Penyakit dulu
: DM tipe
Penyakit sekarang
: Hipertensi Heart Disease (HHD)
c) Riwayat penyakit keluarga :Ayah
menderita
hipertensi,
nenek
penyandang DM tipe 2.
Kesimpulan : Berdasarkan data riwayat personal pasien, terlihat pasien memiliki
riwayat penyakit keluarga yang sama sehingga penyakit yang
diderita merupakan genetik dari orang tua nya. Pasien sudah
mengkonsumsi

obat-obat

an

untuk

membantu

pasien

menghilangkan rasa sakit akibat penyakit yang didiagnosa.


Assesmen Antropometri
Lingkar lengan
: 29 cm
Tinggi lutut
: 46,5 cm
1. Berdasarkan pengukuran lingkar lengan pasien, status gizi pasien baik (nilai normal

3.2.2

= 30,8 cm).
Lingkar lengan aktual
Lingkar lengan berdasarkan umur
100 %
29 cm x 100% = 94,2 % ( > 85% X
= baik)
30,8 cm
24

2. Berdasarkan pengukuran tinggi lutut, perhitungan tinggi badan, berat badan pasien,
dan indeks massa tubuh pasien adalah sebagai berikut.
Jenis kelamin
: Perempuan
a. Perkiraan Tinggi Badan
TB
= 89,68 + (1.53 x tingi lutut (cm)) - (0.17 x umur (tahun))
TB
= 89.68 + (1.53 x 46,5cm) - (0.17 x 62 tahun)
TB
= 89,68 + (71.15) - (10.54)
TB
= 38,14 + (113,46)
TB
= 150.29 cm
b. Perkiraan Berat Badan
Ketentuan : 45,5 kg untuk 152 cm pertama.
Berdasarkan tinggi badan pasien,
Berat badan aktual pasien adalah :
152 - 150.29 = 1.71
1.71 x 1.13 = 1.93
45.5 1.93 = 43.57 kg
Jadi, Berat badan aktual pasien adalah 43.57 Kg
Berat badan ideal

= (TB-100)
= 150.29 - 100
= 50.29 kg

Berat badan normal

= BBI 10%
= 45.29 55.29 kg

= BB (kg) = 43.57 kg = 45, 5kg = 20.13 kg/m2


TB (m) 2 (1.5029m)2 2,26 m
Berdasarkan perhitungan indeks massa tubuh, status gizi pasien normal
Indeks Massa Tubuh

(18,5-22,9 kg/m2).
Kesimpulan : Dari data perhitungan, pasien memiliki status gizi yang normal
tetapi dengan resiko penurunan berat badan yang tidak
direncakan karena berat badan nya termasuk kategori kurang.
Berat badan aktual pasien yang kurang disebabkan oleh
penyakit sedang diderita dan keluhan-keluhan yang dirasakan
sehingga menyebabkan pasien kurang asupan untuk memenuhi
kebutuhan gizi didalam tubuhnya.
3.2.3

Tanggal
Pemeriksaan
25

Assesmen Data Biokimia


Hasil Pemeriksaan Laboraturium
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

Keterangan

11-Jun-14

Hemoglobin
Leukosit

11,4
8200

12-14 g/dl
5000-100000

g/dl
/Ul

Rendah
Normal

Trombosit
Hematokrit
Gula Darah
Puasa

330000
36,2

150000-450000
40-48

/ul
%

Normal
Rendah

161

70-200

mg/dl

Normal

30
0,8

20-40
0,5-1,5

mg/dl
mg/dl

Normal
Normal

Ureum
Kreatinin

SGOT
15
<31
U/L
Normal
SGPT
14
<32
U/L
Normal
Pengkajian :
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah metal protein pengangkut oksigen yang
mengandungbesialamselmerahdalamdarah.Hemoglobindidalamdarah
membawaoksigendariparuparukeseluruhjaringantubuhdanmembawa
kembalikarbondioksidadariseluruhselkeparuparuuntukdikeluarkandari
tubuh(Sunita,2001).
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus.
Besi dalam makanan terbanyak ditemukan dalam bentuk senyawa besi non
heme berupa kompleks senyawa besi inorganik (ferri/Fe3+) yang oleh
pengaruh asam lambung, vitamin C, dan asam amino mengalami reduksi
menjadi bentuk ferro (Fe2+). Bentuk ferro ini kemudian diabsorpsi oleh sel
mukosa usus dan didalam sel usus bentuk ferro diubah menjadi besi ferritin
dan berikatan dengan globulin menjadi transferin.
Transferin berfungsi untuk mengangkut besi dan selanjutnya
didistribusikan ke dalam jaringan hati, limpa dan sumsum tulang serta
jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh (Bakta and Dunn).
Di dalam sum-sum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit
(retikulosit) yang selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk heme
dan persenyawaan globulin dengan heme membentuk hemoglobin.
Cadangan besi akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis
besi dalam tubuh. Apabila pemasukan besi dari makanan tidak mencukupi,
maka terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi untuk mempertahankan kadar

26

hemoglobin. Sehingga apabila kurangnya asupan zat besi (Fe) terjadi terusmenerus, maka kadar hemoglobin di dalam darah akan menurun.
Hematokrit (Ht)
Hematokrit (Ht) adalah persentase seluruh volume eritrosit yang

2.

dipisahkan dari plasma dengan cara memutarnya didalam tabung khusus


dengan waktu dan kecepatan tertentu dimana nilainya dinyatakan dalam
persen (%). Bila terjadi perembesan cairan darah keluar dan pembuluh darah,
sementara bagian padatnya tetap dalam pembuluh darah, akan membuat
persentase zat padat darah terhadap cairannya naik sehingga kadar
hematokritnya juga meningkat (Hardjoeno, H. 2007).
Nilai hematokrit yang rendah sering ditemukan pada kasus anemia
leukemia, sedangkan peningkatan nilai hematokrit ditemukan pada dehidrasi
(suatu peningkatan relatif). Hematokrit dapat menjadi indikator keadaan
dehidrasi. Hematokrit dapat mengindikasikan hemokonsentrasi, akibat
penurunan

volume

cairan

dan

peningkatan

eritrosit.

((http://id.wikipedia.org/wiki/Darah).)
3.2.4
1.
2.
3.

Assesmen Pemeriksaan Klinis dan Fisik


Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran
: Compos Metis
Klinis
: SMRS pasien merasa sesak sejak satu minggu, semakin

berat sejak semalam, dan perut terasa begah.


4. Tanda-tanda vital :
Tanggal

Tekanan Darah

Pemeriksaan

(mmHg)

14 Juni 2014

200/100
(Tinggi)

Nadi (x/menit)

92
(Normal)

Respirasi
(x/menit)
32
(Normal)

Suhu (C)

36,2
(Normal

Kesimpulan :
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan klinis, keadaan lemah dan sesak
napas yang dialami pasien disebabkan oleh kurangnya asupan zat besi di
dalam tubuh. Zat besi berperan dalam pembentukan energi (bergabung
dengan senyawa sitokrom dan flavoprotein untuk membantu oksidasi
pembentukan ATP) dan sintesis hemoglobin dalam sel darah merah. Sehingga
27

apabila kadar zat besi di dalam tubuh berkurang secara berkelanjutan akan
menurunkan kemampuan bekerja (terasa lemas) dan akan menyebabkan
terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan hemoglobin
yang rendah. Hemoglobin yang rendah akan menganggu pertukaran oksigen
dan karbon dioksida di dalam jaringan-jaringan tubuh (Zarianis, 2006).
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan klinis, perut terasa begah yang dialami
pasien disebabkan oleh meningkatnya asam lambung. Meningkatnya asam
lambung dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang mengandung
tinggi asam, makanan yang

pedas, mengandung gas, tinggi serat, serta

mengandung banyak minyak seperti makanan gorengan. Apabila kebiasaan


mengkonsumsi minuman dan makanan tersebut dilakukan secara terus
menerus, dapat menyebabkan terjadinya tukak

lambung yang pada

selanjutnya dapat menyebabkan tukak pada usus dua belas jari.


c. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan klinis, tekanan darah tinggi yang dialami
pasien

disebabkan

oleh

adanya

penyumbatan

di

pembuluh

darah.

Penyumbatan pembuluh darah dapat terjadi karena adanya plak yang terdiri
dari lemak dan kalsium yang menyumbat pembuluh darah. Setelah itu terjadi
proses penggumpalan dari berbagai substansi dalam darah sehingga
menghalangi aliran darah dan terjadi atherosklerosis. Hal ini dapat terjadi
apabila sering mengkonsumsi makanan dengan kandungan lemak yang tinggi
dan proses pemasakan pada suhu tinggi seperti makanan goreng-gorengan
dan bersantan.
3.2.5 Assesmen Riwayat Makan
3.2.5.1
Kebiasaan Makan :
1. Makan 3 kali dalam sehari
2. Sarapan dengan nasi uduk atau bubur ayam
3. Menyukai makanan yang digoreng
4. Mengkonsumsi buah hanya 2-3 kali dalam seminggu
5. Konsumsi sayuran dan protein nabati 2 kali dalam sehari
6. Suka mengkonsumsi makanan asin seperti keripik singkong
7. Tidak memiliki pantangan makan dan alergi terhadap makanan

28

3.2.5.2

Riwayat Makan SMRS

Nama
Makanan
Nasi

Berat
(gram)
150

Karbohidrat
(gram)
59,7

Protein
(gram)
4,5

Lemak
(gram
0,45

Energi
(kkal)
270

Serat
(gram)
0,3

Fe
(mg)
0,6

Nasi Uduk
Semur tahu
Santan
Keripik
Singkong
Minyak goreng
Sayur bayam
Tempe goreng
Sayur sop
Ayam goreng
Jus Apel

50
55
40

7
0,44
3,04

2,6
5,9
0,008

2,6
2,6
4

152
44
48,8

0
0,05
0

0,21
1,87
0,04

60
15
50
50
50
40
42,5

43,2
0
1,45
3,9
0,5
0,4
6,3

0,54
0
0,45
10
0,65
14,68
0,13

12,4
15
0,2
14
1
3,68
0,17

286,8
132,6
8
168
13,5
97,6
24,65

1,2
0
0,35
1,7
0,15
0
0

0,96
0
0,25
2,45
0,9
2,44
0,13

TOTAL

3.2.5.3

125,93

39,458
56,1 1245,95
3,75 9,2
Tabel komposisi Pangan Indonesia

Perhitungan Kebutuhan Energi

Kalori basal

= 50,29 kg x 25 kkal

= 1257,25 kkal

Koreksi > 40 tahun

= - (5%) x 1257,25 kkal

1257,25 62,86

-62,86

= 1194,39 kkal

Ativitas (bed rest)

= 10% x 1257,25 kkal

= 125,72 kkal

BB (kurang)

= +20% x 1257,25 kkal

= 251,45 kkal +
1571,6 kkal

Daftar Bahan Makanan, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan pusat diabetes
dan lipid jakarta, hal.204.
3.2.5.4

29

Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi Makro

Karbohidrat

= (1571,6 kkal x 60%) /4 = 943/4 = 235,75 gram

Protein

= (1571,6 kkal x 20%) /4 = 314,3/4 = 78,6 gram

Lemak

= (1571,6 kkal x 20%) /9 = 314,3/9 = 34,9 gram

Serat

= 28 gram/hari (usia 50-64 tahun, perempuan)

Zat Besi

= 12 mg/hari (usia 50-64 tahun perempuan)

3.2.5.5

Toleransi dari Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Makro

Energi

= 1571,6 x 10%

= 157,16 (1414,4 1728,8 kkal)

Karbohidrat

= 235,75 x 10%

= 23,575 (212,2 259,3 gram)

Protein

= 78,6 x 5%

= 3,93 (74,7 82,5 gram)

Lemak

= 34,9 x 5%

= 1,74 (33,2 36,6 gram)

3.2.5.6

Perbandingan Asupan Makanan dengan Perhitungan Kebutuhan


Zat Gizi Makro

Karbohidrat

= (125,93/235,75) x 100%

= 53,4% (Defisit Berat)

Protein

= (39,5/78,6) x 100%

= 50,2% (Defisit Berat)

Lemak

= (56,1/34,9) x 100%

=160,7% (Berlebih)

Energi

= (1246/1571,6) x 100%

= 79,3% (Defisit sedang)

Serat

= (3,75/28) x 100%

= 13,39% (Defisit Berat)

Zat Besi

= (9,2/12) x 100%

= 76,7 % (Defisit Sedang)

Kesimpulan :
1. Berdasarkan kualitas dari anamnesa makanan pasien sebelum masuk rumah
sakit, pasien menyukai makanan yang asin (tinggi natrium), menyukai
makanan yang diolah dengan cara digoreng (tinggi lemak), kurang konsumsi
buah dan sayur, dan kurang mengkonsumsi protein yang berasal dari hewani
(nilai biologis tinggi).

30

2. Berdasarkan kuantitas anamnesa makanan pasien sebelum masuk rumah


sakit, kurang asupan karbohidrat, asupan protein, asupan serat, dan asupan
zat besi. Sedangkan asupan lemak berlebih.
3.3

Diagnosa (D)
3.3.1

Domain Intake
NI-5.6.2

Kelebihan asupan lemak berkaitan dengan suka mengkonsumsi


makanan yang digoreng dan bersantan ditandai dengan aupan lemak
> 119 % (155 %).

NI-5.8.4

Asupan serat tidak adekuat berkaitan dengan kurangnya konsumsi


sayur dan buah ditandai dengan

asupan buah dan sayur 5 P

perhari.
3.3.2 Domain Klinis
NC-2.2

Perubahan nilai laboraturium berkaitan dengan kurangnya asupan

zat besi ditandai dengan nilai kadar hemoglobin rendah (11,4 g/dl).
3.3.3 Domain Perilaku dan Lingkungan
NB-1.3
Belum siap melakukan diet berkaitan dengan suka mengkonsumsi
makanan yang digoreng, bersantan dan rendah serat ditandai dengan
3.4

konsumsi lemak jenuh > 10 % dan serat < 25 gram/hari.


Intervensi (I)
3.4.1 Tujuan Intervensi
1. Mengurangi asupan tinggi lemak
2. Meningkatkan asupan serat larut air
3. Menormalkan kadar hemoglobin
4. Memberikan motivasi terhadap pasien agar siap menjalankan diet
3.4.2 Tujuan Diet
1. Menurunkan asupan lemak menjadi normal sesuai dengan aturan diet.
2. Meningkatkan asupan zat besi sesuai kebutuhan dalam sehari.
3. Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal
4. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung
5. Membantu menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan
3.4.3

31

menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi


Prinsip dan Syarat Diet

1. Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal.


Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk
metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal. Makanan dibagi tiga porsi
besar, yaitu makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%), serta 2-3 porsi kecil
untuk makanan selingan (masing-masing 10-15%).
2. Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan
kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu. Penggunaan gula alternatif hendaknya
dalam jumlah terbatas.
3. Asupan serat dianjurkan 25g/hari dengan mengutamakan serat larut air yang
terdapat di dalam sayur dan buah. Namun jumlahnya harus cukup untuk
menghindari konstipasi.
4. Menghindari makanan yang mengandung banyak karbohidrat sederhana, makanan
yang mengandung tinggi kolesterol, lemak trans dan lemak jenuh yang
meningkatkan kolesterol darah dan makanan yang mengandung tinggi natrium,
bahan makanan yang mengandung gas.
5. Garam rendah, 2-3 g/hari.
6. Makanan mudah cerna dan tidak mengandung gas.
7. Cairan cukup, 2 liter/hari sesuai dengan kebutuhan.
8. Bentuk makanan lunak, diberikan dalam porsi kecil dan sering.
9. Batasi kopi dan teh kental.
10. Membatasi makanan yang dalam pengolahannya menggunakan banyak garam
natrium seperti garam dapur, bumbu penyedap masakan, soda kue, kecap, terasi,
petis, tauco, dan saos tomat.

32

3.4.4

3.4.5
Nama Bahan
Protein Nabati

Sayuran B

Buah

Preskripsi Diet
Nama diet
Frekuensi pemberian

: DM 1700 kkal, DJ III, dan RG III


: 3 kali makan utama dan 3 kali makan selingan

Bentuk makanan
Rute

dengan porsi kecil


: Makanan lunak
: Oral

Food Exchanged List


SP

Susu tanpa
lemak

Subtotal

Karbohidrat

Protein

Lemak

Energi

75

21

15

225

25

15

75

12

50

48

200

10

75

20

14

150

104

32

650

40

175

120

12

525

224

44

1175

50

21

150

75

235,75 104 /
40

KH

=3
Nasi

Subtotal
78,6 44 / 7

Protein

=5

Protein H.R.L
Protein H.L.S
33

2
Subtotal

14

10

150

224

79

25

1475

50

10

100

224

79

35

1575

34,9 25 / 5

Lemak /
minyak

=2

Lemak /
minyak

Total

Nama Bahan

SP

Sarapan

KH

Protein H.R.L

Protein H.L.S

Protein nabati

0,5

0.5

Sayuran B

Buah

0,5

Susu tanpa lemak

Lemak / minyak

3.4.6

0,5

Selingan

Malam

Selingan

0,5

0,5
1

Menu
Bubur
sayuran

34

siang

Distribusi ke waktu makan

Waktu
Pagi

Selingan

Satuan Penukar
ayam

Bahan Makanan

Gram

Beras giling

25

Dag. Ayam tk

40

Tahu kukus bumbu

0.5

Brokoli

50

0.5

Wortel

50

0.5

Tahu putih

55

0.5

Papaya

55

Susu skim

200

Mangga harumanis

45

kuning
Buah papaya
Susu skim
10.00

Mangga

0.5

Sari kacang hijau

Kacang hijau

20

Nasi tim

Beras giling

50

Ikan kembung

30

Telur ayam

55

Tempe

50

0.5

Tauge

50

Wortel

50

Minyak jagung

Buah jeruk manis

Jeruk manis

110

16.00

Melon Potong

Melon

190

Malam

Nasi tim daging

Beras giling

50

sapi

Daging sapi

35

Semur putih telur

Putih telur ayam

65

Siang

Ikan

pepes

kembung
Telur orak-arik
Tumis

tempe

tauge + wortel

35

Tahu bacem

0.5

Tahu

55

Sayur sop bening

0.3

Buncis

30

0.3

Brokoli

30

0.4

Wortel

40

21.00

Minyak jagung

Buah apel

0.5

Apel malang

37.5

Buah Pisang

0.5

Pisang ambon

25

Susu skim

200

Susu skim

MENU
Sarapan
Bubur ayam sayuran

Selingan 1
Mangga manis
Sari kacang hijau

Tahu kukus bumbu kuning


Buah papaya
Susu skim
Siang
Nasi tim

Selingan 2
Melon Iris

Ikan pepes kembung


Telur orak arik
Tumis tempe + tauge + wortel
Buah jeruk manis
Malam
Nasi tim daging sapi
Semur putih telur
Tahu bacam
Sayur sop bening
Buah Apel

36

Selingan 3
Buah pisang
Susu skim

3.4.7

Formulir Analisis Bahan Makanan Menu Sehari

Nama : Ny. L

Umur : 62 tahun

BB

TB

: 150.29 cm

Diet

: DM 1700, DJ II, RG III

: 43.57 kg

Jenis Kelamin : Perempuan

Jam

Menu

BM

Beras giling

Berat
(gr)

Kal.

Prot

Fat

KH

Ca

gr

gr

gr

mg

Fe mg

Na

mg

mg

Vit.

Vit.

Vit

mg

mg

mg

Serat
gr

25

89.25

2.1

0.42

19.3

36.8

0.45

17.8

6.8

0.05

0.05

40

119.2

7.28

10

5.6

0.6

98

0.03

Brokoli

50

12.5

1.2

0.1

2.45

11

0.55

34.5

Wortel

50

18

0.5

0.3

3.95

22.5

0.5

35

0.5

Tahu putih

55

44

2.6

0.44

0.05

Papaya

55

25.3

0.3

6.71

12.65

0.9

2.2

0.02

42.9

Susu skim

200

72

0.2

10.2

246

0.2

76

0.08

45

20.7

0.18

0.09

5.35

6.75

0.09

0.03

2.7

20

64.6

4.58

0.3

11.36

44.6

1.5

0.09

1.5

Dag. Ayam
tk
Bubur ayam
sayuran

06.30
Tahu kukus
bumbu
kuning
Buah
papaya
Susu skim
Mangga

Mangga
harumanis

122.6
5

1.87

122.
5

121.
5

0.05
5
0.02

0.00
6

Sari kacang

Kacang

hijau

hijau

Nasi tim

Beras giling

50

178.5

4.2

0.85

38.55

73.5

0.9

35.5

13.5

0.1

0.1

Ikan pepes

Ikan

30

37.5

6.39

1.02

0.66

40.8

0.24

73.5

64.2

0.08

10.00

12.00

37

kembung
Telur orakarik

Tumis

kembung
Telur ayam

55

84.7

6.82

5.94

0.4

47.3

1.65

Tempe

50

75

3.85

4.55

258.5

0.75

Tauge

50

17

1.85

0.6

2.15

83

0.4

0.07

0.08

0.7

0.04

0.55

Wortel

50

18

0.5

0.3

3.95

22.5

0.5

37

0.02

0.5

44.15

Jeruk manis

110

49.5

0.99

0.22

12.3

36.3

0.44

0.09

53.9

Melon

190

96.9

0.57

0.19

23

418

1.52

0.19

6.65

1.33

Beras giling

50

178.5

4.2

0.85

38.55

73.5

0.9

35.5

13.5

0.1

0.1

Daging sapi

35

70.35

6.58

4.9

3.85

0.98

3.15

0.03

65

32.5

7.02

0.52

3.9

0.13

1.87

0.05

tempe +
tauge +
wortel

Minyak
jagung

Buah jeruk
manis
16.00

Melon
Potong

33.5

122.
5

Nasi tim
daging sapi

132.
3

Semur putih

Putih telur

telur

ayam

Tahu bacem

Tahu

55

44

2.6

0.44

Buncis

30

10.2

0.72

0.09

2.16

30.3

0.21

75

2.4

0.02

3.3

0.57

Brokoli

30

7.5

0.72

0.06

1.47

6.6

0.33

0.03

20.7

Wortel

40

14.4

0.4

0.24

3.16

18

0.4

98

28

0.02

7.2

0.4

44.15

37.5

21.4

0.2

0.15

4.8

3.4

0.22

0.02

1.7

0.3

25

27

0.25

0.2

6.1

0.05

2.5

0.01

2.25

0.5

Susu skim

200

72

0.2

10.2

246

0.2

76

0.08

TOTAL

1588.8

90.55

46.27

212.

2001.

204.

65

834.1

1.36

72

18.35

Malam

122.6
5

0.00
6

Sayur sop
bening

Minyak
jagung
Buah apel

21.00

Apel
malang

Buah

Pisang

Pisang

ambon

38

357.
1

134.7

7.2

3.5

Monitoring dan Evaluasi


Tujuan

Domain Problem

Intervensi

Kelebihan asupan Mengurangi


lemak

asupan

Indikator

Monitoring

Pembatasan
tinggi lemak

lemak

Asupan lemak

Evaluasi
Asupan

jenuh,

lemak

normal

pemberian lemak
tidak

jenuh,

pengolahan

dan

pemasakan
makanan

Kurang

asupan Meningkatkan

serat

Pemberian

serat Asupan serat

Pasien

asupan serat larut larut air melalui

mengkonsumsi

air

sayur dan buah

serat 4-5 p

Nilai

Menormalkan

Pemberian asupan Memonitor

Kadar

laboratorium

kadar hemoglobin

protein

kadar hemoglobin

hewani asupan

yang

dapat hewani

protein hemoglobin
yang normal

meningkatkan

dapat

kadar hemoglobin

meningkatkan
kadar hemoglobin

Ketidak

siapan Memberikan

dalam

motivasi

melakukkan diet

pasien

Memberikan
agar konseling gizi

mampu

dalam
menjalankan diet

39

Pasien menerima Makanan

yang

pemberian

tidak

diet diberikan

dan merubah pola tersisa


hidupnya

dihabiskan

atau

BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perhitungan perkiraan berat badan menurut tinggi badan diketahui
bahwa untuk wanita dengan tinggi badan 152 cm memiliki berat badan aktual 45.5 Kg.
sedangkan berdarkan hasil perhitungan BBI diperoleh hasil yaitu 52 Kg. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa BB pasien termasuk kedalam kategori kurang yaitu dengan BB 45.5 kg kurang dari berat
badan idealnya yaitu 52 kg.
4.1

IMT menurut (WHO/IASO/IOTF untuk Asia pacific)


Kriteria

Skor (Kg/m2)

BB kurang

< 18.5

BB normal

18.5-22.9

BB lebih

23.0

Denganrisiko

23.0-24.9

Obese I

25.0-29.9

Obese II

>30

Sumber :Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia tahun 2011.
Berdasarkan hasil pengukuran IMT status gizi pasien termasuk kedalam kategori normal
yaitu 19.78 Kg/m2 sesuai dengan batas normalnya yaitu 18.5-22.9 Kg/m2.
4.2

Nilai Laboratorium Normal


Pemeriksaan
Hemoglobin

Hasil
11,4

Leukosit

8200

Trombosit
Hematokrit
GulaDarahPuasa
Ureum
Kreatinin
40

330000
36,2
161
30
0,8

NilaiRujukan
12-14 g/dl
5000100000 /uL
150000450000 /uL
40-48 %
70-200 mg/dl
20-40 mg/dl
0,5-1,5 mg/dl

Keterangan
Rendah
Normal
Normal
Rendah
Normal
Normal
Normal

SGOT
15
<31 U/L
Normal
SGPT
14
<32 U/L
Normal
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dapat diketahui bahwa kadar hemoglobin
termasuk kedalam kategori rendah yaitu 11.4 gr/dl kurang dari batas normalnya yaitu 12-14
gr/dl. Selain hemoglobin kadarhematokritjugatergolongrendah yaitu 36.2 % kurang dari batas
normalnya yaitu 40-48 % sedangkan untuk hasil pemeriksaan leukosit, trombosit, guladarah
puasa, ureum, kreatinin, SGOT, dan SGPT semuanya termasuk kedalam kategori normal.
4.3

Hasil Pemeriksaan Klinis


Hasil

Nilai

Pemeriksaan

Rujukan

Tekanan

200/100

120/80

darah

mmHg

mmHg

Nadi

92 x/menit

Respirasi

32 x/menit

Suhu

36.2 oC

Pemeriksaan

60-100
x/menit
20-30 x/
menit
36-37 oC

Keterangan

Tinggi

Normal

Tinggi
Normal

Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis diketahui bahwa kadar tekanan darah pasien
termasuk kedalam kategori tinggi yaitu dengan nilai 200/100 mmHg melebihi batas normal yaitu
120/80 mmHg. Untuk respirasi termasuk kategori tinggi yaitu 32 x/menit melebihi batas
normalnya yaitu 20-30 x/menit. Sedangkan Nadi (92 x/menit) dan suhu (36.2 oC) termasuk
normal dengan nilai batas normal masing-masing yaitu nadi 60-100 x/menit dan suhu 36-37 oC.

41

4.4

Standar % Asupan Menurut Depkes RI Tahun 1996


Di atas kebutuhan

>120%

Normal

90 - 119
%

Defisit Ringan

80 - 89%

Defisit Sedang

70 79%

Defisit Berat

< 70%

Berdasarkan hasil perhitungan antara asupan dan kebutuhan zat gizi diperoleh hasil
bahwa energy termasuk kedalam deficit ringan yaitu 76.67% (Normal = 90-119%), karbohidrat
termasuk ke dalam kategori defisit berat yaitu 51.6% (Normal = 90-119%), protein termasuk ke
dalam kategori deficit berat yaitu 48.6% (Normal = 90-119%),dan lemak termasuk ke dalam
kategori di atas kebutuhan yaitu 155% (Normal = 90-119%), serta serat termasuk ke dalam
kategori defisit berat yaitu 13.39% (Normal = 90-119%), dan zat besi termasuk ke dalam
kategori defisit sedang 76.7% (Normal = 90-119%).
4.5

Perhitungan Kebutuhan Energi

Kalori basal

= 50,29 kg x 25 kkal

Koreksi > 40 tahun = - (5%) x 1257,25 kkal


1257,25 62,86

= 1257,25 kkal
=

-62,86

= 1194,39 kkal

Aktivitas (bed rest) = 10% x 1257,25 kkal

= 125,72 kkal

BB (kurang)

= 251,45 kkal +

= +20% x 1257,25 kkal

1571,6 kkal
Daftar Bahan Makanan, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan pusat diabetes
dan lipid jakarta, hal.204.

4.6
Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi Makro
Karbohidrat
= (1571,6 kkal x 60%) /4 = 943/4 = 235,75 gram
42

Protein

= (1571,6 kkal x 20%) /4 = 314,3/4 = 78,6 gram

Lemak

= (1571,6 kkal x 20%) /9 = 314,3/9 = 34,9 gram

Serat

= 28 gram/hari (usia 50-64 tahun, perempuan)

Zat Besi

= 12 mg/hari (usia 50-64 tahun perempuan)

Toleransi dari Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Makro


Energi

= 1571,6 x 10%

= 157,16 (1414,4 1728,8 kkal)

Karbohidrat

= 235,75 x 10%

= 23,575 (212,2 259,3 gram)

Protein

= 78,6 x 5%

= 3,93 (74,7 82,5 gram)

Lemak

= 34,9 x 5%

= 1,74 (33,2 36,6 gram)

Perbandingan Asupan Makanan dengan Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi Makro


Karbohidrat

= (125,93/235,75) x 100%

= 53,4% (Defisit Berat)

Protein

= (39,5/78,6) x 100%

= 50,2% (Defisit Berat)

Lemak

= (56,1/34,9) x 100%

=160,7% (Berlebih)

Energi

= (1246/1571,6) x 100%

= 79,3% (Defisit sedang)

Serat

= (3,75/28) x 100%

= 13,39% (Defisit Berat)

Zat Besi

= (9,2/12) x 100%

= 76,7 % (Defisit Sedang)

Kesimpulan :
Berdasarkan kualitas dari anamnesa makanan pasien sebelum masuk rumah sakit, pasien
menyukai makanan yang asin (tinggi natrium), menyukai makanan yang diolah dengan cara
digoreng (tinggi lemak), kurang konsumsi buah dan sayur, dan kurang mengkonsumsi protein
yang berasal dari hewani (nilai biologis tinggi).

43

Berdasarkan kuantitas anamnesa makanan pasien sebelum masuk rumah sakit, kurang asupan
karbohidrat, asupan protein, asupan serat, dan asupan zat besi. Sedangkan asupan lemak
berlebih.
4.7

Macam Diet yang diberikan


4.7.1 Diet Diabetes Mellitus 1700 kkal
Diet diabetes mellitus 1700 kkal diberikan untuk penyandang diabetes dengan
berat badan normal.
Tujuan Diet
1. Mempertahankan

kadar

glukosa

darah

supaya

mendekati

normal

dengan

menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin, dengan obat penurun glukosa oral
dan aktivitas fisik.
2. Mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal.
3. Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal.
4. Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin,
seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama serta masalah yang
berhubungan dengan latihan jasmani.
5. Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi optimal.
Syarat Diet
1. Energi cukup, yaitu 25-30 kkal/kgBB bila BB normal ditambah untuk aktivitas dan
keadaan khusus.
2. Kebutuhan protein 10-15% dari kebutuhan energi total.
3. Kebutuhan lemak sedang 20-25% dari kebutuhan energi total dalam bentuk <10%
lemak jenuh, 10% dari lemak tidak jenuh ganda dan sisanya lemak tidak jenuh
4.
5.
6.
7.

tunggal.
Kebutuhan karbohidrat sisa kebutuhan energi total.
Gula murni digunakan hanya sebagai bumbu.
Penggunaan gula alternatif terbatas.
Asupan serat dianjurkan 25 gram/hari dengan mengutamakan serat larut air pada

sayur dan buah.


8. Diperbolehkan konsumsi natrium 3000mg/hari untuk tekanan darah normal.
9. Cukup vitamin dan mineral.
(Penuntun Diet Edisi Baru, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietesien Indonesia).
4.7.2 Diet Jantung III
Diet jantung III diberikan dalam bentuk makanan lunak atau biasa. Diet
diberikan kepada pasien jantung dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Diet ini
rendah energi dan kalsium, tetapi cukup zat gizi lain.
44

Tujuan Diet
1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung.
2. Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk.
3. Mencegah atau menghilangkan penumbunan garam atau air.
Syarat Diet
1. Energi cukup.
2. Protein 0,8 gram/kgBB.
3. Lemak sedang 25-30% dari kebutuhan energi total. 10% lemak jenuh dan 10-15%
lemak tidak jenun.
4. Kolesterol rendah.
5. Vitamin dan mineral cukup.
6. Garam rendah, 2-3gram/hari jika hipertensi atau edema.
7. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
8. Serat cukup untuk menghindari kontipasi.
9. Cairan cukup, kurang lebih 2 liter/hari.
10. Bentuk makanan sesuaikan dengan penyakit.
11. Bila kebutuhan gizi belum terpenuhi, dapat diberikan tambahan berupa makanan
enteral, parenteral, atau suplemen gizi.
(Penuntun Diet Edisi Baru, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietesien Indonesia)
4.7.3 Diet Rendah Garam III
Diet rendah garam III diberikan kepada pasien dengan edema dan/atau hipertensi ringsn.
Pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt (4 gram) garam dapur.
Tujuan Diet
1. Cukup energi, protein, mineral dan vitamin.
2. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit.
3. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya garam atau air dan/ atau
hipertensi.
(Penuntun Diet Edisi Baru, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietesien Indonesia)
4.8

Bahan makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan (dibatasi/dihindari)


4.8.1

Bahan makanan yang dianjurkan :

1. Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mi, kentang, dan sagu.

45

2. Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe,
tahu, dan kacang-kacangan kering yang diolah tanpa garam dapur. Daging dan
ikan maksimal 100g sehari, telur maksimal 1 butir sehari.
3. Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna.
Minyak jagung, minyak kedelai, margarin, mentega dalam jumlah terbatas dan
tidak untuk menggoreng tetapi untuk menumis, kelapa atau santan encer dalam
jumlah terbatas. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus,
disetup, direbus, dan dibakar.
4. Gula untuk bumbu diperbolehkan. Pemanis alternatif dapat diberikan seperlunya
asal tidak melebihi batas aman penggunaannya.
5. Sayuran yang tidak mengandung gas, seperti bayam, kangkung, kacang buncis,
kacang panjang, wortel, tomat, labu siam dan tauge.
6. Semua buah-buahan segar, seperti pisang, pepaya, jeruk, apel, melon, semangka,
dan sawo.
7. Diet garam III boleh menggunakan garam meja 2 gr garam dapur (1 sendok teh)
perhari
4.8.2

Bahan makanan yang tidak dianjurkan :


1. Mengandung banyak gula sederhana, seperti :
a. Gula pasir, gula jawa
b. Sirop, jam, jeli, buah-buahan dan sayuran yang diawetkan dengan
gula/garam dapur/natrium benzoat, susu kental manis, minuman botol
ringan dan yang mengandung soda, teh/kopi kental, dan es krim
c. Kue-kue manis, dodol, cake, dan tarcis
2. Mengandung banyak lemak, seperti cake, makan siap saji (fast food), gorenggorengan, minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan santan kental.
3. Mengandung banyak natrium, seperti ikan asin, telur asin, makanan yang
diawetkan.
4. Makanan yang mengandung gas atau alkohol, seperti ubi, singkong, tape
singkong, dan tape ketan.
5. Daging sapi dan ayam yang berlemak, seperti gajih, sosis, ham, hati, limpa,
babat, otak, kepiting dan kerang-kerangan. Keju dan susu penuh. Protein

46

hewani yang diawetkan dengan garam dapur, seperti daging asap, bacon,
dendeng, abon, ikan asin, ikan kaleng, kornet, ebi, udang kering, telur asin,
dan telur pindang.
6. Kacang-kacangan kering yang mengandung lemak cukup tinggi seperti
kacang tanah, kacang mete, dan kacang bogor.
7. Semua sayuran yang mengandung gas, seperti kol, kembang kol, lobak, sawi,
dang nangka muda. Sayuran yang diawetkan, seperti sawi asin, asinan, dan
acar.
8. Buah-buahan segar yang mengandung alkohol atau gas, seperti durian dan
nangka matang serta buah-buahan yang diawetkan dalam kaleng.
9. Bumbu-bumbu yang tajam, seperti lombok, cabe rawit, dll.

47

4.9

Diagnosa (D)
1.

Domain Intake
NI-5.6.2

Kelebihan asupan lemak berkaitan dengan suka mengkonsumsi


makanan yang digoreng dan bersantan ditandai dengan aupan lemak
> 119 % (155 %).

NI-5.8.4

Asupan serat tidak adekuat berkaitan dengan kurangnya konsumsi


sayur dan buah ditandai dengan

asupan buah dan sayur 5 P

perhari.
2. Domain Klinis
NC-2.2

Perubahan nilai laboraturium berkaitan dengan kurangnya asupan

zat besi ditandai dengan nilai kadar hemoglobin rendah (11,4 g/dl).
3. Domain Perilaku dan Lingkungan
NB-1.3
Belum siap melakukan diet berkaitan dengan suka mengkonsumsi
makanan yang digoreng, bersantan dan rendah serat ditandai dengan
konsumsi lemak jenuh > 10 % dan serat < 25 gram/hari.

48

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan
Terjadinya transisi epidemiologi yang pararel dengan transisi demografi dan
transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan pola penyakit
dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PMT) meliputi penyakit degeneratif dan
man made disease yang merupakan faktor utama masalah morbiditas dan mortalitas.
Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolic dengan etiologi multifaktorial.
Penyakit ini ditandai oleh hiperglikemia kronis dan memengaruhi metabolism
karbohidrat, protein serta lemak. Patofisiologi DM berpusat pada gangguan sekresi
insulin dan atau gangguan insulin.
Penyakit diabetes mellitus dan komplikasinya yaitu hipertensi merupakan dua
keadaan yang umumnya saling berkaitan. Keberadaan kedua keadaan tersebut secara
bersama-sama akan memperbesar risiko kardiovaskuler. Resistensi insulin akan
menyebabkan terjadinya hiperglikemia, dislipidemia, dan hiperinsulinemia yang
mengarah pada disfungsi vaskuler.Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 menunjukkan bahwa 8,3 % penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi
27,5 % pada tahun 2004.
Diet diabetes mellitus 1700 kkal diberikan untuk penyandang diabetes dengan
berat badan normal. Diet jantung III diberikan dalam bentuk makanan lunak atau biasa.
Diet diberikan kepada pasien jantung dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Diet ini
rendah energi dan kalsium, tetapi cukup zat gizi lain.

Diet

rendah

garam

III

diberikan kepada pasien dengan edema dan/atau hipertensi ringsn. Pengolahan


makanannya boleh menggunakan 1 sdt (4 gram) garam dapur.
Bahan makanan yang tidak dianjurkan berupa; Gula pasir, gula jawa, sirop, jam,
jeli, buah-buahan dan sayuran yang diawetkan dengan gula/garam dapur/natrium benzoat,
susu kental manis, minuman botol ringan dan yang mengandung soda, teh/kopi kental, es
krim,cake, makan siap saji (fast food), goreng-gorengan, minyak kelapa, minyak kelapa
sawit,santan kental, ikan asin, telur asin, makanan yang diawetkan, makanan yang
mengandung gas seperti singkong, tape singkong, dan tape ketan.
49

5.2

Saran
a. Pemerintah harus memiliki strategi didalam penanganan masalah penyakit tidak
menular ini, dunia persaingan ASEAN pada tahun 2015 ini akan menjadi peluang
bagi para pengusaha untuk menjadikan Indonesia sasarannya.
b. Masyarakat harus memiliki kekuatan didalam transisi zaman dan teknologi dikala ini,
karena kita memiliki budaya sendiri tanpa harus mencontoh negara maju.
c. Kurangi angka kematian akibat penyakit tidak menular tersebut dengan pola hidup
yang sehat, kurangi membeli polusi udara (kendaraan), sempatkan diri untuk tetap
berolahraga, dan sisihkan keuangan untuk membuat makanan sehat dalam 1 pekan.
d. Berikan pendidikan untuk anak bangsa sebagai penerus luhur beberapa tahun ke
depan.
e. Bagi masyarakat yang telah menderita penyakit tidak menular, yakinlah kalian bisa
sembuh dengan menyadari dan siap untuk melakukkan diit yang sesuai.
f. Selalu memeriksakan diri kepada tenaga kesehatan (dokter) dan ketahui lah
pengetahuan tentang gizi dengan melakukkan konseling gizi terhadap ahli gizi.

50

DAFTAR PUSTAKA
Dr.Jan,T., 2000.Patofisiologi untuk keperawatan.Jakarta: EGC.
Michael J Gibney (et al) Publict Health Nutrition.Jakarta: EGC,2008, hal 407.
Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
Dunn, A., Carter, J., Carter, H., 2003. Anemia at the end of life: prevalence, significance, and causes in
patients receiving palliative care. Medlineplus. 26:1132-1139.
Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A Guide to Diagnosis
and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC.
Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke-2. New York;
Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.
Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and Childhood. Edisi ke-1.
Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.
Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. Dalam : McMillan JA, DeAngelis CD, Feigin RD,
Warshaw JB, penyunting. Oskis Pediatrics : Principles and Practice. Edisi ke-3. Philadelphia;
Lippincott William & Wilkins, 1999 : 1447-8.
Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Penyunting.
Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia; Saunders, 2000 : 1469-71.
Weiss, G.,Goodnough, L.T., 2005. Anemia of Chronic Disease.Nejm, 352 : 1011-1023.
Anggraeni, Adisty C., 2012. Nutritional Care Process : Asuhan Gizi. Jakarta : Graha Ilmu.
Marulam M. Panggabean; Penyakit Jantung Hipertensi; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
Keempat; Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006; 1639-1640
Definisi Hemoglobin - R Lyza - 2010
<repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II.pdf>
Diakses pada 18 April 2015 pada pukul 11.43 WIB
Wardhani, Nurly (2013). Tatalaksana Nutrisi Pada Kasus Diabetes Melitus Tipe 2 dengan
Komplikasi Ulkus Diabetikum Pedis. Universitas Indonesia, hal 10.
PERKENI (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia. PB PERKENI, Jakarta, Indonesia.
Jun, H, Hae HY, Lee BR, Koh KS, Lee KW, et al. Pathogenesis of non-insulin-dependent
(type II) diabetes mellitus (NIDDM)-genetic predisposition and metabolic
Abnormalities. Adv Drug Deliv Rev. 1999;35;157-77.
American Diabetes Association (2013). Standard of Medical Care in Diabetes.
Diabetes Care, 35, (1),84-810
Cheung BM, Li C, Diabetes and hypertension: is there a common metabolic pathway ?
Curr Atheroscler Rep.2012;14:160-166
American Diabetes Association (2007). Nutrition Recommendation and Interventions for Diabetes
. Diabetes Care.30, (1), S48-S65.

51

Maulana, Irfan (2012). Analisis Komplikasi Yang Berhubungan Dengan Kejadian Silent Coronary
Artery Disease Pada Pasien Riwayat Diabetes Mellitus Tipe 1. Universitas Indonesia., hal 11.
Penuntun Diet Edisi Baru, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietesien
Indonesia
Definisi dan Kegunaan Obat Laxis
<http://www.kerjanya.net/faq/7767-lasix-40-mg.html> diakses pada 21 April 2015 pukul 05.34 WIB
Definisi dan Kegunaan Obat Ranitidin
<http://www.kerjanya.net/faq/5185-ranitidin.html> diakses pada 21 April 2015 pukul 05.34 WIB
Definisi dan Kegunaan Captopril
<http://www.kerjanya.net/faq/4838-captopril.html> diakses pada 21 April 2015 pukul 05.37 WIB

52

Anda mungkin juga menyukai