PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Daya terima masyarakat tentang kesehatan, pada umumnya masih sangat rendah,
apalagi pada masyarakat di daerah terpencil. Maka, pembangunan kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat terwujud (Depkes, 2009).
Masalah gizi merupakan gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan dan
atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang
diperoleh dari makanan. Masalah gizi berkaitan erat dengan masalah pangan, kemiskinan,
rendahnya pendidikan, dan kepercayaan terhadap makanan merupakan faktor-faktor
penyebab rawan pangan.
Secara nasional, prevalensi berat-kurang menurut indikator BB/TB pada tahun 2013
adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan
angka prevalensi nasional tahun 2010 (17,9%), terlihat persentase meningkat. Perubahan
terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu 4,9% pada tahun 2010 dan 5,7% tahun 2013.
Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% dari 2007 ke tahun 2013. Untuk
mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu 15,5%, maka prevalensi gizi buruk-kurang secara
nasional harus diturunkan sebesar 4,1% dalam periode 2013 sampai 2015 (Bappenas, 2012).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi balita gizi buruk menurut indikator
BB/U di Provinsi Jawa Barat sekitar 4,4%, sedangkan untuk gizi kurang 11,3%. Pada tahun
2010, prevalensi balita gizi buruk di Provinsi Jawa Barat sekitar 3,1% dan pada gizi kurang
9,9%. Dari kedua data tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2013 terdapat
peningkatan persentase pada gizi buruk sebanyak 1,3% dan gizi kurang sebanyak 1,4%
(Riskedas, 2010).
Berdasarkan data Riskesdas 2013, di Provinsi Jawa Barat menurut indikator TB/U
prevalensi balita sangat pendek sebanyak 16,9% dan balita pendek sebanyak 18,4%
(Riskesdas, 2013). Sedangkan pada tahun 2010, di Provinsi Jawa Barat persentase prevalensi
balita sangat pendek sebanyak 16,6% dan pada balita pendek sebanyak 17,1% (Riskesdas,
2010). Jika disimpulkan kembali dari kedua data di atas, terdapat peningkatan di tahun 2013
pada prevalensi balita dengan kategori pendek yaitu sebesar 1,3%.
Berdasarkan data sekunder Desa Cihanjawar Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur,
1
Jawa Barat tahun 2011 jumlah total populasi balita usia 0-24 bulan sebesar 40 orang, usia 2536 bulan sebesar 26 orang. Ditemukan beberapa masalah gizi pada data sekunder di desa
cihanjawar, menurut BB/U kejadian gizi sangat kurang (buruk) sebesar 3 balita dengan 15
balita gizi kurang beresiko gizi buruk. Menurut BB/TB kejadian gizi lebih sebesar 10 balita,
berdasarkan IMT/U jumlah balita yang beresiko gizi lebih sebesar 22 orang. Dan berdasarkan
TB/U kejadian stunting sebesar 32 balita.
1.2
Tujuan Umum
Untuk mengetahui masalah status gizi pada anak balita di desa cihanjawar, kecamatan
1.3
Tujuan Khusus
1.
Mengidentifikasi status gizi pada anak balita melalui beberapa indeks antropometri
diantaranya BB/U, BB/TB, TB/U dan IMT/U.
2.
3.
1.4
Manfaat Hasil
1.
2.
3.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Katakteristik Balita
Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia dibawah satu tahun
juga termasuk golongan ini. Balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua yaitu anak
usia lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan batita dan anak usia lebih
dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia prasekolah (Proverawati dan
wati, 2010).
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari
apa yang disediakan ibunya sehingga anak batita sebaiknya diperkenalkan dengan berbagai
bahan makanan. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah
sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Pola makan yang diberikan
sebaiknya dalam porsi kecil dengan frekuensi sering karena perut balita masih lebih kecil
sehingga tidak mampu menerima jumlah makanan dalam sekali makan.
Pada usia prasekolah akan menjadi konsumen aktif yaitu mereka sudah dapat memilih
makanan yang disukainya. Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis,
kesehatan dan sosial anak. Oleh karena itu keadaan lingkungan dan sikap keluarga
merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian makan pada anak agar anak tidak
cemas dan khawatir terhadap makanannya (Proverawati dan wati, 2010).
2.2
Status Gizi
Status gizi merupakan hasil keseimbangan antara konsumsi zat-zat gizi dengan
kebutuhan gizi untuk berbagai proses biologis dari organisme tersebut. Apabila dalam
keseimbangan
normal
maka
individu
tersebut
berada
dalam
keadaan
normal.
makanan dan kedua adalah utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 1994).
Metode Penilaian Status Gizi :
Secara umum penilaian status gizi dapat dilihat dengan metode langsung dan tidak langsung
(Proverawati, 2010).
1.
Secara langsung
a.
Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan
energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan jaringan tubuh
seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.
2.
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data
konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi
pada
masyarakat,
keluarga
dan
individu.
Survei
ini
dapat
Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai
hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan
yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan
lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui
penyebab malnutrisi.
c.
menunjukkan adanya gangguan ketahanan pangan rumah tangga di Indonesia, yang dapat
berdampak pada gangguan status gizi kelompok rentan, diantaranya balita.
Variabel, indikator dan skala data yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah :
Nama Variabel
Status gizi balita
Indikator
Skala Data
Status gizi menurut indeks berat badan menurut umur Ordinal
(BB/U), dan diklasifikasikan:
1. Normal
2. Underweight
3. Severe underweight
(WHO MGRS, 2005)
Status gizi menurut indeks tinggi badan menurut umur Ordinal
(TB/U), dan diklasifikasikan:
1. Normal
2. Stunting
3. Severe stunting
(WHO MGRS, 2005)
Status gizi menurut indeks berat badan menurut tinggi Ordinal
badan (BB/TB), dan diklasifikasikan:
1. Normal
2. Wasting
3. Severe wasting
(WHO MGRS, 2005)
Variabel
Total
48 (12.8)
75 (19.9)
241 (64.1)
12 (3.2)
79 (9.4)
147 (17.5)
578 (68.7)
37 (4.4)
151 (10.7)
303 (21.4)
903 (63.9)
54 (4.0)
71 (5.7)
158 (12.6)
979 (78.2)
44 (3.5)
348 (9.0)
683 (17.6)
2701 (69.6)
149 (3.8)
140 (37.8)
74 (19.8)
160 (48.2)
227 (27.2)
171 (20.5)
436 (52.3)
389 (28.0)
267 (19.2)
734 (52.8)
335 (27.0)
217 (17.5)
689 (55.5)
1091 (28.4)
729 (19.0)
2019 (52.6)
39 (10.5)
25 (6.8)
237 (64.1)
69 (18.6)
62 (7.5)
57 (6.9)
577 (69.7)
132 (15.9)
147 (10.6)
109 (7.9)
928 (67.1)
198 (14.3)
75 (6.1)
96 (7.8)
806 (65.6)
251 (20.4)
323 (8.5)
287 (7.5)
2548 (66.9)
650 (17.1)
Spearman
tabel 2.2 status gizi balita menurut kategori wilayah prioritas kerawanan pangan di Indonesia
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.
Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk kelompok umur dibawah lima
tahun.
3.
1.
2.
Dapat membedakan keadaan anak dalam penilaian berat badan relatif terhadap tinggi
badan.
Tidak dapat mengagmbarkan apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi atau kelebihan
tinggi badan karena faktor umur sering tidak diperhatikan.
2.
Sering terjadi kesalahan membaca angka hasil pengukuran, terutama bila pembacaan
dilakukan oleh tenaga yang kurang professional.
3.
Kesulitan dalam mengukur panjang badan anak baduta atau tinggi badan balita.
Indikator yang baik untuk mengetahui kurang gizi pada masa lampau.
2.
3.
4.
Diperlukan indeks lain dalam menilai intervensi karena perubahan TB tidak banyak
terjadi dalam waktu yang singkat.
2.
Membutuhkan beberapa teknik pengukuran seperti: alat ukur panjang badan untuk anak
umur kurang dari 2 tahun, dan alat ukur tinggi badan untuk anak lebih dari 2 tahun.
3.
4.
5.
2.
3.
4.
2.3
2.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah
orang
melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra
manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebelum orang
menghadapi perilaku baru, didalam diri seseorang terjadi proses berurutan, ya k n i
awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulus, interest (merasa tertarik) terhadap objek atau stimulus tersebut
bagi dirinya, trail yaitu subjek mulai mencoba melakukan sesuatu
pengetahuan,
sesuai
dengan
merupakan domain
seseorang
dimensi yang sangat penting dalam mengukur tingkat kesejahteraan individu secara umum.
Aktivitas ini dikembangkan menjadirutinitas harian guna memberikan perasaan stabil dan
aman pada diri individu. Tingkat kebersihan sendiri dinilai dari penampilan individu serta
upayanya dalam menjaga kebersihan dan kerapian tubuhnya setiap hari. Hal ini sangat
penting, mengingat kebersihan merupakan kebutuhan dasar utama yang dapat memengaruhi
status kesehatan dan kondisi psikologis individu secara umum.
Perilaku kebersihan diri dapat dipengaruhi oleh nilai serta kebiasaan yang dianut oleh
individu, disampaing faktor sosial dan budaya, norma keluarga, tingkat pendidikan, status
ekonomi, dan lain sebagainya. Adanya masalah pada kebersihan diri akan berdampak pada
kesehatan seeorang. Saat seseorang sakit, salah satu penyebabnya mungkin adalah kebersihan
diri yang kurang. Ini harus menjadi perhatian kita bersama, sebab kebersihan merupakan
faktor penting dalam mempertahankan derajat kesehatan individu (Taylor, 1999). Sebagai
contoh, adanya perubahan pada kulit dapat menimbulkan berbagai gangguan fisik dan
psikologis. Gangguan fisik yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan konsep diri.
Sedangkan gangguan psikologis dapat terjadi karena kondisi tersebut mungkin mengurangi
keindahan penampilan dan reaksi emosional (Doenges, dkk).
Perilaku kesehatan di bidang kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a) Latar
belakang: latar belakang seseorang yang meliputi norma - norma yang ada, kebiasaan, nilai
budaya dan keadaan sosial ekonomi yang berlaku dalam masyarakat, b) Kepercayaan: dalam
bidang kesehatan, perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh kepercayaan orang tersebut
terhadap kesehatan. Kepercayaan yang dimaksud meliputi manfaat yang akan didapat,
hambatan yang ada, kerugian dan kepercayaan bahwa seseorang dapat terserang penyakit, c)
Sarana : tersedia atau tidaknya fasilitas kesehatan yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat dan d) Cetusan seseorang yang mempunyai latar belakang pengetahuan yang
baik dan bertempat tinggal dekat dengan sarana kesehatan, bisa saja belum pernah
memanfaatkan
sarana
bantuan dokter karena mengalami perdarahan ketika melahirkan bayi kejadiaan itu dapat
memperkuat perilaku orang tersebut untuk memanfaatkan sarana kesehatan yang sudah ada
(Azwar, 1995).
Kebersihan lingkungan secara tidak lansung berpengaruh terhadap status gizi
seseorang, namun faktor lingkungan yang kurang bersih dapat menyebabkan meningkatnya
penyakit pada anak seperti penyakit infeksi dan kecacingan (Siti Munthofiah, 2008).
yang baik dan bersih. Anak juga dilindungi dari infeksi-infeksi oleh antibodi yang didapat
dari ibu selama dalam kandungan.
b.
sedang-sedang
saja,
tetapi
ASI tidak
mencukupi
lagi
untuk
memasok protein, kalori dan zat besi. Kadang-kdang perlu makanan lain yang biasanya
berupa pati atau karbohidrat dengan sedikit protein.
c.
waktu lama karena kurang protein, kebiasaan makan karbohidrat (makanan berpati), kadangkadang sedikit ASI, ditambah sedikit protein seperti susu sapi, daging, ikan atau polongpolongan dan sering terkena infeski misalnya campak, diare, malaria, infeksi paru dan
kecacingan.
KEP mungkin terjadi pada setiap saat dari tiga periode tersebut, tetapi tidak
pernah ditemukan pada bayi yang muda yang mendapat ASI dengan sangat memuaskan
(Jellifle, 1994). Judiono dkk (2001) meneliti berat badan lahir dengan status gizi pada
10
bayi 0-6 bulan di kabupaten dan kotamadya Sumedang, propinsi Jawa Barat
menyimpulkan bahwa bayi usia 4 bulan yang lahir dengan kondisi berat badan lahir
rendah (BBLR) mempunyai resiko KEP 10,2 kali sedangkan pada bayi usia 6 bulan
resiko tersebut meningkat 23,3 kali lebih besar untuk mengalami KEP dibandingkan
dengan bayi lahir berat badan normal.
11
Penyebab KEP sangat banyak dan bervariasi. Beberapa faktor bisa berdiri sendiri atau
terjadi bersama-sama. Faktor tersebut adalah faktor ekonomi, sosial, budaya, pendidikan,
gangguan metabolisme, penyakit jantung bawaan atau penyakit bawaan lainnya. Pada daerah
pedesaan biasanya faktor sosial, ekonomi dan pendidikan yang sering berpengaruh, KEP
timbul pada anggota keluarga rumah tangga miskin oleh karena kelaparan akibat gagal panen
atau hilangnya mata pencaharian sehingga mempengaruhi pemberian asupan gizi pada anak.
Di daerah perkotaan tampaknya yang sering terjadi karena adanya gangguan sistem saluran
cerna dan gangguan metabolisme sejak lahir, atau malnutrisi sekunder. Gangguan ini bisa
karena penyakit usus, intoleransi makanan, alergi makanan, atau penyakit metabolisme
lainnya.
Selain itu, ketidaktahuan karena tabu, tradisi atau kebiasaan makan makanan tertentu,
cara pengolahan makanan dan penyajian menu makanan di masyarkat serta pengetahuan ibu
juga merupakan salah satu faktor terjadinya kurang gizi termasuk protein pada balita, karena
masih banyak yang beranggapan bila anaknya sudah merasa kenyang bearti kebutuhan gizi
mereka telah terpenuhi.
Penyebab langsung dari KEP adalah kekurangan kalori protein. (Sediaoetomo, 1999),
masukan makanan yang kurang dan penyakit atau kelainan yang diderita anak, misalnya
penyakit infeksi, malabsorbsi dan lain-lain. Penyebab tak langsung dari KEP sangat banyak,
sehingga disebut juga sebagai penyakit dengan kausa multifaktorial (Sediaoetomo, 1999).
Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada keadaan diare kronik,
kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi perdarahan atau luka bakar,
dan gagal mensintesis protein seperti pada keadaan penyakit hati kronik (Nelson, 1999),
faktor ekonomi, faktor fasilitas perumahan dan sanitasi, faktor pendidikan dan pengetahuan,
faktor fasilitas pelayanan kesehatan, faktor pertanian dan lain-lain. Kurang energi protein
dijumpai dalam tiga bentuk yaitu marasmus, kwashiorkor dan bentuk campuran marasmickwashiorkor.
12
makanan
yang memenuhi
persyaratan
gizi, sedangkan
tingkat
pengetahuan gizi seseorang terutama pengetahuan gizi ibu sangat berpengaruh dalam
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta gizi anak balitanya.
Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam penyusunan makan keluarga,
pengasuhan dan perawatan anak (Suhardjo, 2003). Meningkatnya pendidikan wanita
menimbulkan kesadaran untuk mengembangkan diri maupun mengaktualisasi potensi dalam
bentuk merintis karier maupun melakukan kegiatan sosial. Di era globalisasi
tuntutan
kebutuhan akan ekonomi yang semakin meningkat membuat para ibu harus bekerja untuk
menambah pendapatan keluarga (Engle dalam Devi Kristianti, 2013).
karakteristik keluarga, karakteristik ibu ikut menentukan keadaan gizi anak. Karakteristik ibu
14
antara lain tingkat pendidikan ibu, pengetahuan gizi, dan pekerjaan ibu (Sediaoetama dalam
Devi Kristianti, 2013).
2.4
Metode Delphi
Metode delphi adalah suatu metode dimana dalam proses pengambilan keputusan
melibatkan beberapa pakar. Adapun para pakar tersebut tidak dipertemukan secara langsung
(tatap muka), dan identitas dari masing-masing pakar disembunyikan sehingga setiap pakar
tidak mengetahui identitas pakar yang lain. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya
dominasi pakar lain dan dapat meminimalkan pendapat yang bias.
Metode Delphi pertama kali digunakan oleh Air Force-funded RAND pada tahun 1950.
Ada empat tahap penting dalam metode Delphi, yaitu sebagai berikut.
1.
Eksplorasi Pendapat
Dalam hal ini, tim investigasi mengirimkan beberapa pertanyaan kepada para pakar
yang dihadapinya.
disampaikan secara tertulis (surat atau email) atau secara lisan (telepon). Para pakar diminta
menjawab semua pertanyaan dan mengirimkannya kembali kepada tim investigasi.
2.
ke semua pakar, sehingga masing-masing pakar dapat mengetahui pendapat pakar lain.
Setiap pakar diberi kebebasan untuk tetap mempertahankan pendapatnya atau bahkan
merubah pendapatnya berdasarkan sudut pandang pakar lain, dan mengirimkannya kembali
kepada tim investigasi.
3.
Mencari Informasi Mengenai Alasan Para Pakar Terkait Ttas Pendapat yang
Disampaikan
Revisi pendapat pada tahap dua memberi dua kemungkinan hasil, yaitu pendapat
yang konvergen atau divergen. Jika terdapat pendapat yang agak berbeda dari pendapat lain,
tim investigasi kembali
mencari
informasi
mengenai
alasan
pakar
atas
pendapat
yang disampaikan.
4.
Evaluasi
Proses berlangsung hingga tim investigasi merasa yakin bahwa semua pendapat
15
Ketika tidak dimungkinkan adanya pertemuan secara langsung (tatap muka) antara
sejumlah pakar.
2.
3.
Ketika adanya kemungkinan dominasi individu jika ada pertemuan secara langsung.
4.
Contoh:
Bagaimana dampak terhadap kesehatan masyarakat dalam 10 tahun yang akan datang dari
masalah-masalah berikut?
Jumlah
ahli
Besar
Sedang
Kecil
ISPA
20
20
60
100
Banjir
80
15
100
45
50
100
Kurangnya
Sanitasi Umum
16
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1
Kerangka Konsep
Karakteristik :
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan Orang tua
Pendidikan Orangtua
Asupan Energi
Keluarga Balita
Asupan
Zat
Gizi
Mikro:
Fe
Vitamin A
BB/TB,
IMT/U)
Kesehatan Diri Balita
Penyakit
Infeksi
Kesehatan Lingkungan
Dari kerangka diatas dapat dideskripsikan bahwa karakter seperti umur, jenis kelamin,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua dapat mempengaruhi secara tidak langsung
terhadap asupan gizi balita. Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi secara langsung
terhafap asupan makro dan mikro ialah sosial ekonomi budaya keluarga balita, karena budaya
zaman dahulu yang masih dipergunakan dapat memberikan dampak untuk balita akibat
kurangnya pengetahuan ibu terhadap gizi anaknya. Pengetahuan ibu dalam bentuk pola asuh
kepada anak merupakan hal terpenting yang dapat menentukan terpenuhi atau tidak status
gizi nya. Faktor langsung lainnya yang dapat mempengaruhi status gizi berasal dari penyakit,
bisa berupa penyakit infeksi atau menular. Penyakit tersebuat dapat terkena kepada balita
akibat faktor-faktor secara tidak langsung tanpa disadari seperti kesehatan diri balita,
kesehatan lingkungan, dan anti bodi balita yang tidak kuat.
18
3.2
No.
Definisi Operasional
Variabel
Definisi
1.
2.
3.
4.
5.
Asupan energi
Cara Ukur
Hasil Ukur
Kategori:
Menimbang berat 1. Gizi Lebih: > 2 SD
badan
dengan 2. Gizi Baik: -2 SD sampai +2
timbangan injak
SD
atau dacin dengan 3. Gizi Kurang: -3 SD sampai<-2
ketelitian 0,1 kg
SD
4. Gizi Buruk: < -3 SD
(Kemenkes RI, 2010)
Kategori:
Pengukuran tinggi
1. Tinggi: > 2 SD
badan
dengan
2. Normal: -2 SD sampai +2SD
panjang
badan
3. Pendek: -3 SD sampai < -2 SD
dengan ketelitian
4. Sangat Pendek: < -3 SD
0,1 cm
(Kemenkes RI, 2010)
Pengukuran tinggi Kategori:
badan
dengan 1. Tinggi: > 2 SD
panjang
badan 2. Normal: -2 SD sampai +2SD
atau
microtoice 3. Pendek: -3 SD sampai < -2 SD
dengan ketelitian 4. Sangat Pendek: < -3 SD
0,1 cm
(Kemenkes RI, 2010)
Menggunakan
Kategori : BB/TB
timbangan injak,
1. Normal: -2SD sampai +2
dacin,
dengan
SD
ketelitian 0,1 kg,
2. Kurus: < -2SD sampai panjang
badan
3SD
dan
microtoice
3. Kurus sekali: < -3SD
dengan ketelitian
(Kemenkes RI, 2010)
0,1cm.
Wawancara
Kategori :
dengan
metode 1. Diatas
kebutuhan,
jika
food recall 24 jam
konsumsi 120%
Skala
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
19
6.
Asupan protein
7.
8.
Asupan Vitamin A
Kemudian dianalisis dengan menggunakan DBMP dan menggunakan 2. Normal, jika konsumsi 90dan dibandingkan dengan AKG.
food
model
119%
selama 2 hari 3. Defisit ringan, jika konsumsi
tidak
berturut80-89%
turut
4. Defisit sedang, jika konsumsi
70-79
5. Defisit berat, jika konsumsi <
70%
(Anggraeni, 2012)
Kategori :
1. Diatas
kebutuhan,
jika
Wawancara
konsumsi 120%
dengan
metode 2. Normal, jika konsumsi 90Jumlah asupan protein yang dikonsumsi oleh
food recall 24 jam
119%
balita dalam satu hari yaitu diukur melalui food
dan menggunakan 3. Defisit ringan, jika konsumsi
recall 24 jam, selama 2 hari tidak berturut-turut.
Ordinal
food
model
80-89%
Kemudian dianalisis dengan menggunakan DBMP
selama 2 hari 4. Defisit sedang, jika konsumsi
dan dibandingkan dengan AKG.
tidak
berturut70-79
turut
5. Defisit berat, jika konsumsi <
70%
(Anggraeni, 2012)
Wawancara
dengan
metode Kategori:
Jumlah asupan Fe (zat besi) yang dikonsumsi oleh
food recall 24 jam 1. Baik jika konsumsi mencapai
balita dalam satu hari yaitu diukur melalui food
dan menggunakan
100% AKG
recall 24 jam, selama 2 hari tidak berturut-turut.
Ordinal
food
model 2. Kurang jika konsumsi < 100%
Kemudian dianalisis dengan menggunakan DBMP
selama 2 hari
AKG
dan dibandingkan dengan AKG.
tidak
berturut- (AKG, 2004)
turut
Wawancara
Kategori:
Jumlah asupan vitamin A yang dikonsumsi oleh
dengan
metode 1. Baik jika konsumsi mencapai
balita dalam satu hari yaitu diukur melalui food
food recall 24 jam
100% AKG
recall 24 jam, selama 2 hari tidak berturut-turut.
Ordinal
dan menggunakan 2. Kurang jika konsumsi < 100%
Kemudian dianalisis dengan menggunakan DBMP
food
model
AKG
dan dibandingkan dengan AKG.
selama 2 hari (AKG, 2004)
20
9.
Usia balita
10.
11.
12.
13.
tidak
berturutturut
Dengan melihat
selisih
tanggal
Lamanya hidup balita sejak lahir sampai pada saat
lahir
dengan
dilakukannya perhitungan dalam bulan penuh
tanggal kunjungan
di posyandu
Melalui
Keadaan fisik berdasarkan anatomi tubuh yang wawancara
dimiliki melalui observasi
dengan alat bantu
kuisioner
Kategori balita :
1. 6-12 bulan
2. 13-24 bulan
3. 25-36 bulan
Interval
Kategori :
Laki laki
Perempuan
Nominal
Kategori :
Melalui
1. Petani
Suatu kegiatan atau rutinitas yang dilakukan ayah
Pekerjaan Ayah dan
wawancara
2. Buruh (tani, kuli, supir, ojek)
dan ibu balita setiap hari yang mendatangkan
Ibu balita
dengan alat bantu 3. Dagang (wiraswasta)
hasil/gaji/upah
kuisioner
4. PNS
5. Swasta
Kategori :
Melalui
1. SD/tdk tamat SMP
Pendidikan Ayah dan Jenjang pendidikan formal yang ditempuh ayah wawancara
2. SMP/tdk tamat SMA
Ibu balita
dan ibu balita berdasarkan ijazah terakhir
dengan alat bantu
3. SMA
kuisioner
4. PT
Melalui
wawancara lalu
menghitung
pengeluaran
pangan dan non Kategori :
Suatu keadaan sosial ekonomi keluarga di peroleh
pangan perkapita 1. Miskin
Sosial
ekonomi melalui pendekatan pengeluaran keluarga untuk
perbulan sesuai 2. Miskin sekali
keluarga
memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan
dengan
jumlah 3. Nyaris miskin
dalam satu tahun setara rupiah.
anggota keluarga. 4. Tidak miskin
Kemudian
setarakan dengan
harga
beras
setempat (rupiah
Nominal
Ordinal
Ordinal
21
per liter)
14.
15.
16.
17.
Melalui
Pemahaman gizi ibu balita mengenai pengetahuan
Pengetahuan gizi ibu
wawancara
gizi seimbang untuk balita, pertumbuhan balita,
balita
dengan alat bantu
pengasuhan anak, pemberian ASI, dan MP-ASI.
kuisioner
Melalui
wawancara
dengan alat bantu
kuisioner
Melalui
wawancara
dengan alat bantu
kuisioner
Kesehatan
lingkungan
Melalui
wawancara
dengan alat bantu
kuisioner
Kategori:
1. Baik:
apabila
respoden
menjawab pertanyaan dengan
benar median
2. Kurang: apabila responden
menjawab pertanyaan dengan
benar < median
Kategori:
1. Baik:
apabila
respoden
menjawab pertanyaan dengan
benar median
2. Kurang: apabila responden
menjawab pertanyaan dengan
benar < median
Kategori:
1. Baik:
apabila
respoden
menjawab pertanyaan dengan
benar median
2. Kurang: apabila responden
menjawab pertanyaan dengan
benar < median
Kategori:
1. Baik:
apabila
respoden
menjawab pertanyaan dengan
benar median
2. Kurang: apabila responden
menjawab pertanyaan dengan
benar < median
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
22
BAB IV
METODE PENGAMBILAN DATA
4.1
4.2
penelitian Cross Sectional (pengamatan sesaat) yaitu metode pengumpulan data yang
dilakukan secara bersamaan dan dapat digunakan sebagai data dasar untuk mengetahui
gambaran status gizi balita, pengetahuan ibu akan pentingnya ASI serta MP-ASI, kesadaran
diri balita, kesehatan lingkungan keluarga, serta asupan balita di Desa Cihanjawar,
Kecamatan Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
4.3
4.3.1 Populasi
Populasi pengambilan data ini adalah balita (umur 3 tahun) yang berada di Desa
Cihanjawar sejumlah 66 balita.
4.3.2 Sampel
Jumlah sampel yang diambil dalam pengambilan data sebanyak 70 balita yang
ditimbang di posyandu setempat dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
1.
2.
Responden tidak menderita penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung bawaan,
diabetes melitus tipe 1, dll
3.
random sampling. Usia balita yang dijadikan sampel berusia 6 36 bulan, maka dari itu
untuk menentukan dengan tepat batasan usia balita minimal berusia 6 bulan dan maksimal
usia36 bulan, maka harus menggunakan usia bulan penuh. Untuk mengetahui jumlah sampel
dapat diketahui melalui:
23
Keterangan:
N =
Besar populasi
n =
Besar sampel
d =
= 386 balita
Jadi setiap desa memperoleh sampel sebanyak 386 dibagi 7 desa adalah 55,1 sampel
dibulatkan menjadi 56 sampel. Satu mahasiswa mendapatkan 7 sampel.
Sampel Random Sistematik (Systematic Random Sampling) adalah proses pengambilan
sampel, seluruh balita akan ditimbang semuanya lalu diurutkan berdasarkan wilayah.
Diurutkan dari mulai Dusun lalu RW setelah itu RT setiap urutan ke K dari titik awal yang
dipilih secara random, di mana K setiap desa berbeda tergantung banyaknya jumlah balita
disuatu desa.
Contoh, jumlah anggota populasi 600 balita dan jumlah anggota sampel 56 balita
sehingga,
= 10,7 ~ 11
Jadi interval untuk menentukan sampel balita adalah setiap interval 11. Untuk
menentukan sampel pertama yang akan diambil dilakukan pengocokan mulai dari angka 1
sampai 11. Jika, urutan balita pertama yang keluar nomor 3 maka, balita nomor 3 diambil
sebagai sampel yang pertama, maka sampel berikutnya adalah kelipatan dari 11 (3, 14, 25,
36, dan seterusnya).
4.4
Data Primer
Data primer dilakukan dengan menimbang berat badan serta mengukur
b.
Data asupan makanan balita (energi, protein, Fe, vit A) melalui metode food
recall 24 jam.
c.
Data karakteristik orangtua balita (pekerjaan ayah dan ibu dan pendidikan ayah
dan ibu)
d.
Data status ekonomi orangtua (pengeluaran pangan, pengeluaran non pangan, dan
total pengeluaran)
e.
Data kesehatan diri dan lingkungan, serta pengetahuan orang tua melalui
pengisian kuisioner.
3.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang lain atau tempat lain bukan
2.
3.
Data umum desa, meliputi: nama desa, struktur organisasi, letak geografis, jumlah
penduduk, pendapatan penduduk, tingkat pendidikan, sarana dan prasarana
(kesehatan dan non kesehatan), mata pencaharian penduduk, lembaga
kemasyarakatan dan peta wilayah.
4.
25
Editing
Data yang dikumpulkan dari proses pengumpulan data akan diteliti kembali apakah
seluruh pertanyaan yang diajukan sudah lengkap terjawab oleh responden. Proses editing ini
perlu dilakukan karena terkadang responden masih belum terbuka terhadap peneliti.
2.
penimbangan yaitu dengan pengukuran umur dan berat badan sesuai dengan standar
WHO-NCHS yang menggambarkan status gizi masa lampau dan masa kini. Cara
pengukuran dengan Menimbang berat badan dengan timbangan injak dan dacin dengan
ketelitian 0,1 kg.
Data hasil pengukuran antropometri dihitung menggunakan z-score lalu
disesuaikan dengan standar z-score berdasarkan KEMENKES RI TAHUN 2010 dengan
indeks BB/U, sehingga diperoleh pengkategorian status gizi sebagai berikut :
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi normal
Gizi lebih
: +2,0 SD
Status gizi balita dengan indeks BB/TB yaitu Keadaan status gizi balita saat
penimbangan yaitu dengan pengukuran umur dan tinggi badan sesuai dengan standar
WHO-NCHS yang menggambarkan status gizi saat ini dan merupakan indeks yang
independen terhadap umur. Cara pengukuran menggunakan timbangan injak, dacin,
dengan ketelitian 0,1 kg, panjang badan dan microtoice dengan ketelitian 0,1 cm.
Data hasil pengukuran antropometri dihitung menggunakan z-score lalu
disesuaikan dengan standar z-score berdasarkan KEMENKES RI TAHUN 2010 dengan
indeks BB/TB, sehingga diperoleh pengkategorian status gizi sebagai berikut:
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
: +2,0 SD
Status gizi balita dengan indeks PB/U yaitu keadaan status gizi balita saat
penimbangan yaitu dengan pengukuran umur dan panjang badan dengan standar WHONCHS yang menggambarkan status gizi balita 2 tahun masa lampau. Cara
pengukuran tinggi badan dengan panjang badan dengan ketelitian 0,1 cm.
Data hasil pengukuran antropometri dihitung menggunakan z-score lalu
disesuaikan dengan standar z-score berdasarkan KEMENKES RI TAHUN 2010 dengan
indeks PB/U, sehingga diperoleh pengkategorian status gizi sebagai berikut:
Sangat pendek : lebih dari -3,0 SD
Pendek
Normal
: -2,0 SD
b.
Asupan energi
Asupan energi adalah jumlah asupan energi yang dikonsumsi oleh balita dalam
satu hari yaitu diukur melalui Food Recall 24 Hours, dua hari tidak berturut - turut.
Kemudian dianalisis menggunakan DBMP dan dibandingkan dengan AKG.
Kebutuhan energi :
x energi AKG
x 100%
Asupan protein
Asupan protein adalah jumlah asupan protein yang dikonsumsi oleh balita dalam
satu hari yaitu diukur melalui Food Recall 24 Hours, dua hari tidak berturut - turut.
Kemudian dianalisis menggunakan DBMP dan dibandingkan dengan AKG.
Kebutuhan protein :
x protein AKG
x 100%
yaitu diukur melalui Food Recall 24 Hours, dua hari tidak berturut - turut. Kemudian
dianalisis menggunakan DBMP dan dibandingkan dengan AKG.
Kebutuhan Fe :
x Fe AKG
27
x 100%
Asupan Vitamin A
Asupan vitamin A adalah jumlah asupan vitamin A yang dikonsumsi oleh balita
dalam satu hari yaitu diukur melalui Food Recall 24 Hours, dua hari tidak berturut turut. Kemudian dianalisis menggunakan DBMP dan dibandingkan dengan AKG.
Kebutuhan vitamin A :
x vitamin A AKG
x 100%
pangan, pengeluaran keluarga terhadap pembelian non pangan, dan total pengeluaran.
Pada tiap point pengukuran akan diberikan masing masing nilai. Bila perkapita orang
tua miskin maka akan diberi skor 1. Jika perkapita orang tua miskin sekali diberi skor 2,
nyaris miskin diberi skor 3, dan tidak miskin diberi skor 4.
g.
Pengetahuan ibu
Pengetahuan ibu meliputi pengetahuan tentang ASI, MP-ASI, dan asupan sumber
zat gizi. Bila pengetahuan ibu baik maka akan diberi skor 1, sedangkan pengetahuan
ibu yang kurang diberi skor 2.
h.
terhadap balita. Bila sosbud ibu baik maka akan diberi skor 1, jika sosbud ibu kurang
maka akan diberi skor 2.
i.
kuku balita. Bila kesdir balita baik maka akan diberi skor 1, jika kurang maka diberi
skor 2.
j.
Kesehatan lingkungan
Kesehatan lingkungan meliputi keadaan rumah balita, pembuangan limbah serta
kakus, dan sumber air yang digunakan oleh keluarga. Bila kesling keluarga baik maka
akan diberi skor 1, jika kurang maka diberi skor 2.
28
3.
Codding
Kegiatan yang dilakukan untuk merubah data yang masih berbentuk huruf ke dalam
angka atau bilangan supaya mempermudah pada saat menganalisis data serta mempercepat
pengentrian data ke komputer.
a.
Menurut BB/U : (Tabel 4.1 Coding Status Gizi Balita Menurut BB/U)
No.
Kategori
Gizi kurang
Gizi normal
Gizi lebih
Menurut BB/TB : (Tabel 4.2 Coding Status Gizi Balita Menurut BB/TB)
No.
Kategori
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi normal
Gizi lebih
Menurut TB/U : (Tabel 4.3 Coding Status Gizi Balita Menurut TB/U)
No. Kategori
b.
c.
4.
Sangat pendek
Pendek
Normal
Asupan energi, protein, Fe (zat besi), dan vitamin A (Tabel 4.4)
No.
Kategori
Baik
Kurang
Perkapita orang tua, pengetahuan ibu, sosbud ibu, kesdir, kesling (Tabel 4.5)
No.
Kategori
Baik
Kurang
langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisa. Proses data dilakukan
29
4.5
2.
Variabel dependen: status gizi balita menurut indeks BB/U, PB/U atau TB/U, BB/TB,
dan IMT/U.
30
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
variabel yang diukur meliputi variabel independen umur, jenis kelamin, pekerjaan orangtua,
pendidikan orangtua, asupan energi, protein, Fe (zat besi), vitamin A, pengetahuan gizi ibu,
sosial ekonomi keluarga balita, sosial budaya, kesehatan diri balita, kesehatan lingkungan dan
variabel dependen status gizi balita menurut indeks BB/U, PB/U atau TB/U, dan BB/TB.
Laki laki
26
39,4
Perempuan
40
60,6
Total
66
100
Baik
31
47
Kurang
35
53
Total
66
100
31
Baik
38
57,6
Kurang
32
42,4
Total
66
100
Baik
17
25,8
Kurang
49
74,2
Total
66
100
Baik
21
31,8
Kurang
45
68,2
Total
66
100
32
Miskin
13
19,7
Miskin sekali
13,6
Nyaris miskin
26
39,4
Tidak miskin
18
27,3
Total
66
100
Baik
47
71,2
Kurang
19
28,8
Total
66
100
&
Baik
54
81,8
Kurang
12
18,2
Total
66
100
Berdasarkan grafik diatas menunjukkan dari 66 sampel diperoleh hasil bahwa sebanyak
54 balita (81,8 %) memiliki asuan protein baik, dan sebanyak 12 balita (18,2 %) memiliki
asupan protein kurang.
Baik
36
54,5
Kurang
30
45,5
Total
66
100
Baik
21
31,8
Kurang
45
68,2
Total
66
100
tamat 42
63,6
SMP/tdk tamat 12
18,2
SMP
SMA
34
SMA
13,6
PT
4,5
Total
66
100
SD/tdk
tamat 46
69,7
tamat 12
18,2
SMP
SMP/tdk
SMA
SMA
6,1
PT
6,1
Total
66
100
N
(tani,
kuli, 7
%
10,6
supir, ojek)
PNS
4,5
Swasta
1,5
IRT
55
83,3
35
Total
66
100
sebanyak 7 orang ibu (10.6%) bekerja sebagai buruh (tani, kuli, supir, ojek), sebanyak 3
orang ibu (4.5%) bekerja sebagai PNS, sebanyak 1 orang ibu (1.5%) bekerja swasta,
sebanyak 55 orang ibu (83.3%) bekerja sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga).
Gizi normal
Gizi lebih
: +2,0 SD
Kategori
Gizi buruk
4,5
Gizi kurang
15
22,7
Gizi normal
47
71,2
Gizi lebih
1,5
Total
66
100
Kurus
Normal
Gemuk
: +2,0 SD
Kategori
Sangat kurus
10,6
Kurus
6,1
normal
45
68,2
36
Gemuk
10
15,2
Total
66
100
Normal
: -2,0 SD
Kategori
Sangat
15
22,7
Pendek
17
25,8
normal
34
51,5
Total
66
100
pendek
37
Contoh :
1.
Seorang anak perempuan berumur 8 bulan dengan berat badan 7,7 kg dan panjang
badan 64,3 cm.
Jawab :
0,9
68,7-66,4 2,3
5.2
Pembahasan
Dalam penelitian tentang status gizi balita di Desa Cihanjawar Desa Cibeber Kabupaten
2.
Pengumpulan data asupan menggunakan metode food recall 2x24 jam, sehingga
kebenaran data di pengaruhi oleh ingatan responden. Pada saat wawancara Food Recall
peneliti hanya menggunakan bantuan formulir Food Recall, selain itu peneliti juga
tidak menggunakan alat bantu seperti Food Model, dalam penelitian ini peneliti hanya
menggunakan ukuran rumah tangga untuk membantu ibu dalam mengingat kembali
38
Pengumpulan data berat badan dan tinggi badan hanya dilakukan satu kali pengukuran
sehingga hal tersebut kurang menggambarkan hubungan yang sebenarnya.
Umur
Kamus Besar Indonesia (2002), Umur adalah lama waktu hidup sejak seseorang
batasan umur yang digunakan adalah tahun untuk penuh (Completed Year). Umur merupakan
salah satu faktor yang penting untuk menentukan jumlah asupan yang dapat dikonsusmsi
anak, sehingga makanan yang di konsumsi anak sesuai menurut umurnya, tidak kekurangan
dan kelebihan, karena apabila anak mengkonsumsi makanan kurang dari jumlah yang
seharusnya secara akumulatif, anak tersebut bisa menjadi terlalu kurus atau bahkan sampai
mengalami KEP (Kekurangan Energi Protein). Berdasarkan karakteristik responden yang
telah ditetapkan, maka diperoleh sebanyak 66 batita dengan umur batita 8 bulan sampai 36
bulan.
3.
Jenis kelamin
Menurut Hungu (2007) jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-
laki secara biologis sejak seseorang lahir. Berdasarkan hasil penelitian bahwa dari 66 sampel
diperoleh hasil bahwa sebanyak 26 balita (39,4 %) berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 40
balita (60,6 %) berjenis kelamin perempuan.
cair (60,2%), lunak atau lembek (66,25%), dan padat (45,5%) (Depkes RI,2006).
Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa dari 66 sampel yang diteliti sebanyak 46
ibu (69.7%) memiliki pendidikan hanya ditingkat SD/tidak tamat SMP, sebanyak 12 ibu
(18.1%) memiliki pendidikan hanya sampai tingkat SMP/tidak tamat SMA, sebanyak 4 ibu
(6.1%) memiliki pendidikan sampai tingkat SMA, dan sebanyak 4 ibu (6.1%) memiliki
pendidikan tingkat Perguruan Tinggi.
5.2.5 Asupan Fe
Organisasi kesehatan dunia (WHO, 2004) memperkirakan sekitar 40% dari penduduk
di dunia terkena anemia defi siensi besi. Kelompok yang paling tinggi prevalensinya adalah
ibu hamil sekitar 55% dan usia lanjut yaitu sekitar 45%. Prevalensi anemia di negara yang
sedang berkembang empat kali lebih besar dibandingkan dengan negara maju. Diperkirakan
prevalensi anemia pada anak bawah lima tahun (balita) di Indonesia adalah sebanyak 33,7%
anak laki laki dan 49,2% anak perempuan.
40
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa dari 66 sampel, sebanyak 36 batita
(54,5%) memiliki asupan fe baik, dan sebanyak 30 batita (45,5 %) memiliki asupan fe
kurang.
keperluan rumah tangga pada umumnya menggunakan sumur gali terlindung (27,9%) dan
sumur bor/pompa (22,2%) dan air ledeng/PAM (19,5%). Persentase rumah tangga yang
menggunakan sumur gali terlindung.
Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa dari 66 sampel yang diteliti sebanyak 60
sampel (90.9%) menggunakan air pam/sumur, 1 sampel (1.5 %) menggunakan air pancuran,
5 sampel (7.6%) menggunakann air sungai/kali.
2.
dengan cara dipanaskan/dimasak terlebih dahulu (77,8%) dan ditempatkan dalam dispenser
(panas/dingin) (10,7%). Selain dipanaskan/dimasak dan disimpan dalam dispenser
41
sungai/parit/got dan sebanyak 18,9 persen dibuang ke tanah (tanpa penampungan). Hanya
13,5 persen rumah tangga yang memiliki SPAL. Menurut provinsi, persentase tertinggi
rumah tangga yang memiliki SPAL adalah di DI Yogyakarta (28,1%) dan terendah di Nusa
Tenggara Timur (3,1%), dan 5 provinsi dengan persentase rumah tangga memiliki SPAL
terendah adalah Nusa Tenggara Timur (3,1%), Kalimantan Tengah (3,2%) serta Papua Barat
dan Kalimantan Barat (6,2%), Kalimantan Selatan (6,3%).dan Bali (7,4%) (Riskesdas tahun
2010).
Berdasarkan penelitan diperoleh hasil bahwa dari 66 sampel yang diteliti sebanyak 53
sampel (87.9 %) membuang air limbah pada tempat khusus (got/selokan) dan sebanyak 12
sampel (18.2%) membuang air limbah disembarang tempat.
sebanyak 17 batita (25,8 %) mempunyai kesehatan diri yang baik, dan sebanyak 49 batita
(74,2%) mempunyai kesehatan diri yang kurang.
normal
maka
individu
tersebut
berada
dalam
keadaan
normal.
43
makanan dan kedua adalah utilisasi biologik zat gizi (Savitri, 1994)
44
BAB VI
ANALISIS SITUASI, PRIORITAS MASALAH, DAN ALTERNATIF PROGRAM
6.1
ANALISIS SITUASI
Analisis situasi dilakukan dengan tujuan untuk menentukan prioritas masalah. Analisa
45
No.
1.
Apa (Masalah)
Status Gizi
berdasarkan
Indeks
BB/U :
- Kurang
Siapa
(Objek)
18 (27,2%)
32 (48,3%)
11 (16,7%)
10 (15,2%)
BB/TB :
- Sangat kurus
- Gemuk
Asupan Protein
(kurang)
Di mana
(Tempat)
Balita
2.
Berapa
(Jumlah)
Balita
12 (18.2 %)
Desa
Cihanjawar,
Kecamatan
Cibeber,
Cianjur,
Jawa Barat
Bagaimana tingkat
keparahan
Kenapa
(Perkiraan
Penyebab)
Bagaimana Tradisi
Sarana
Sumber Daya
Dari
hasil 1.Kurangnya
pengukuran 3 indeks
pengetahuan
status gizi, terlihat
ibu tentang
permasalahan
gizi
gizi
ganda
perlu 2.Sosekbud
diperhatikan untuk
keluarga
dilakukkan
balita
intervensinya. Dan 3.Faktor
masalah
stunting
lingkungan
sangat mendominan
tingkat
keparahannya.
- lahan
pertanian
- bahan
pangan
- posyandu
- ibu ibu
kader
posyandu
Dari
hasil,tingkat1. Daya
beli
keparahannya dapat keluarga
berdampak
terhadap
menimbulkan
pangan kurang
penyakit
(bahan
kwarsiorkor karena makanan
asupan protein yang mahal)
kurang
2. Akses
pembelian
bahan
makanan sulit
Masyarakat
mengetahui
sebagian
sumber
bahan
makanan
yang
termasuk
kedalam
kategori
protein,
tetapi
masyarakat
tidak
mengetahui fungsi
mengkonsumsi
protein,
sehingga
transporta
si
- tempat
berbelanja
(pasar)
ketersedia
an pangan
hewani/na
bati
- posyandu
- ibu-ibu kader
posyandu
- tenaga
kesehatan
(bidan/dokter
/ahligizi)
46
3.
Asupan Fe (zat
besi) (kurang)
Balita
30 (45.5%)
4.
Asupan Vitamin
A (kurang)
Balita
45 (68,2 %)
5.
Pengetahuan ibu
terhadap
pemberian ASI,
MP-ASI, asupan
makanan
Ibu
balita
Pengetahua
n
Kurang : 35
3. Kurangnya
pengetahuan
orang
ibu
tentang gizi
Dari
presentase, 1.
Kurang
tingkat kekurangan nya
sumber
asupan zat besi (Fe) asupan
cukup
banyak, makanan yang
sehingga
akan mengandung
menimbulkan
Fe
(sayuran
penyakit
anemia hijau, protein
pada anak
hewani)
Dari
presentase,tingkat
kekurangan asupan
vitamin a cukup
tinggi yang akan
berakibat timbulnya
penyakit
seperti
rabun senja
Balita
akan
mengalami masalah
gizi
seperti
malnutrisi
pemberian protein
tidak setiap hari
disajikan
Masyarakat
mengetahui sumber
bahan
makanan
yang mengandung
Fe,
dan
tetapi
manfaat Fe didalam
tubuh
tidak
diketahui. Sehingga
salah satu sumber Fe
yang berasal dari
protein
jarang
dikonsumsi
1.
Balita
Pemberian sayuran
tidak
yang
banyak
menyukai
mengandung
makanan
vitamin A tidak
sumber vit A setiap hari atau tidak
(buah
dan sering
sayur
lahan
pertanian
- tempat
berbelanja
(pasar)
- posyandu
- ibu-ibu kader
posyandu
- tenaga
kesehatan
(bidan/dokter
/ahli gizi)
Lahan
pertanian
- posyandu
- ibu-ibu kader
posyandu
- tenaga
kesehatan
(bidan/dokter
/ahligizi)
1.
Tidak
adanya
informasi
secara
keseluruhan
dan
tidak
adanya tutorial
nya
Posbindu
- posyandu
- ibu-ibu kader
posyandu
- tenaga
kesehatan
(bidan/dokter
/ahligizi)
47
6.
Ibu
balita
Sosial
Budaya
Kurang : 28
7.
Kesehatan
diri
balita
meliputi
kebersihan
rambut,
kuku,
badan, dan mulut
Balita
Kesehatan
diri
Kurang : 49
Apabila
budaya
nenek
moyang
dengan
segala
bentuk
pantangan
makanan
yang
dikaitkan
dengan
sosial,
maka
makanan yang dapat
dimakan
sedikit/terbatas
sehingga
dapat
menyebabkan balita
tidak
diberikan
variasi
makanan
untuk
mencukupi
kebutuhan zat gizi
makro dan mikro
Dari hasil, terlihat
kesehatan diri balita
tidak diperhatikan
oleh pengasuh (ibu),
hal
ini
dapat
menyebabkan anak
mengalami penyakit
2.
Progra
m pemerintah
kurang
berjalan secara
maksimal
3.
Tingkat
pendidikan ibu
rendah
1.
Tingkat
pengetahuan
ibu
tentang
gizi sedikit
2.
Tingkat
kepercayaan
ibu terhadap
makanan yang
dihubungkan
dengan sosial
memberikan
ASI berupa
formula
MPsusu
- sarana
pendidika
n
- posyandu
- ibu-ibu kader
posyandu
- tenaga
kesehatan
(bidan/dokter
/ahligizi)
1.
Kurang
nya
kepedulian
orangtua
terhadap
kesehatan diri
anak
Ibu
hanya
membersihkan kuku
dan rambut anak
dalam 1 bulan hanya
2x, dan sabun mandi
serta
pepsodent
dibeli dalam 1 bulan
- Sumbe
r
air
bersih
tokoh
masyarakat
-
48
8.
Kesehatan
lingkungan
rumah meliputi
sumber
air,
pembuangan
limbah, sanitasi
rumah, dan kakus
Balita
dan ibu
balita
Kesehatan
lingkungan
Kurang : 45
yang berhubungan
dengan pencernaan
seperti diare
Dari hasil, masih
kurangnya
kesehatan
lingkungan dirumah
dapat
mempengaruhi
kesehatan diri balita
karena
dapat
menimbulkan
penyakit
infeksi
yang
secara
langsung
dapat
mempengaruhi
status gizinya
hanya 2 - 3x
1.
Kurang
nya
pengetahuan
orangtua
tentang
kesehatan
2.
Akses
kebersihan
tidak memadai
3.
Ekono
mi orangtua
rendah
Masih
ada
masyarakat
desa
yang buang air
dijamban
karena
tidak
memiliki
kamar mandi, lalu
rumah-rumah
mereka
masih
banyak yang terbuat
dari bilik dindingnya
dan lantai nya dari
tanah/semen
- Sumbe
r
air
bersih
- Akses
pembu
angan
limbah
rumah
tangga
Tokoh
masyarakat
49
6.2
Prioritas Masalah
Dengan telah dibuatnya suatu analisis situasi maka kita dapat mengetahui secara rinci
masalah-masalah gizi dan kesehatan yang terjadi di desa cihanjawar untuk pengambilan data.
Dari sejumlah masalah yang ada kita lakukan langkah memprioritaskan masalah tersebut
yang dipertimbangkan dari berbagai kriteria.
Eksplorasi pendapat
2.
3.
Mencari informasi mengenai alasan para pakar terkait atas pendapat yang disampaikan
4.
Evaluasi
Dari 4 masalah yang ditemukan yaitu status gizi balita ( underweight, stunting, dan
wasting), pengetahuan ibu tentang gizi balita, kesehatan diri balita, dan asupan
FE,vitamin A, protein. Mana yang dapat diselesaikan terlebih dahulu ?
2.
Apa alesan anda memilih masalah tersebut yang terlebih dahulu diselesaikan ?
3.
Apakah pilihan masalah yang anda pilih dapat menyelesaikan masalah yang lainnya?
4.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan dari prioritas masalah yang anda pilih ?
Masalah
Status gizi balita
Asupan
balita
(p, fe, vit a)
Pengetahuan ibu
tentang gizi
Jumlah
6
6
50
Kesehatan diri
2
2
balita
Tabel 6.2 Prioritas Masalah dengan Metode Delphi
2.
3.
4.
6.3
Alternatif Program
Dalam sebuah masalah gizi yang terjadi memungkinkan terdapatnya beberapa pilihan
atau alternatif kegiatan/intervensi gizi. Sehingga, dari beberapa alternatif kegiatan tersebut
yang nantinya digunakan untuk mengatasi sebuah permasalahan gizi dilakukan sebuah seleksi
kegiatan ager kegiatan tersebut dinyatakan benar-benar lebih relevan, layak, dan cepat dalam
mengatasinya.
Adapun langkah-langkah seleksi alternatif kegiaatan intervensi gizi sebagai berikut:
1.
Menetapkan kriteria
Kriteria tersebut adalah :
1). Relevansi ; kemampuan untuk mengatasi maslah
2). Fisibilitas ; kelayakan
3). Kemudahan untuk penentuan target
4). Integrasi dengan program lain
5). Kesinambungan
6). Cost Effectiveness ; sejauh mana tujuan dan sasaran yang ditetapkan dapat
tercapai dengan dana yang ada.
2.
Menetapkan pembobotan
Contoh pembobotan :
1). Sangat memenuhi riteria
2). Memenuhi kriteria
3). Cukup memenuhi kriteria
4). Kurang memenuhi kriteria
5). Sama sekali tidak memenuhi kriteria
3.
Menetapkan skor
51
Contoh skor :
Sangat memenuhi kriteria, diberi skor
52
BAB VII
PERENCANAAN PROGRAM GIZI
7.1
NO.
Penjelasan Program
DESKRIPSI PROGRAM
TUJUAN PROGRAM
2.
Konseling ASI
Suatu bentuk pendekatan yang Diharapakan ibu/pengasuh menyadari dan memahami akan manfaat dan
digunakan
untuk
memberikan kewajiban ASI untuk diberikan kepada anak dari awal kelahiran sampai minimal
pemahaman kepada
ibu
untuk 6 bulan usia anak atau sampai 2 tahun usia anak.
melakukkan perubahan pola menyusui
kepada anaknya.
3.
Pelatihan
Modifikasi Pelatihan memodifikasi makanan
penting untuk diketahui oleh ibu.
Pangan Lokal
Pelatihan memodifikasi makanan
dengan kandungan gizi cukup untuk
balita khususnya makanan yang
memiliki kandungan Protein, Fe, dan
Vitamin A.
1.
NAMA PROGRAM
53
4.
Pemberian Taburia
5.
Cihanjawar Sehat
6.
PMT
Salah
satu
upaya
pemenuhan
kebutuhan gizi bayi sehingga bayi
dapat mencapai tumbuh kembang yang
optimal (Sulastri, 2004).
Untuk mewujudkan keluarga yang sehat, cerdas, dan meincptakan perilaku hidup
yang bersih bagi setiap individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat secara
umumnya.
54
7.2
Proses
Masyarakat
Memfungsikan masyarakat
Tahapan pengorganisasian masyarakat menurut (Sasongko, Adi : 1978) menyebutkan
Persiapan sosial:
- Pengenalan masyarakat
- Pengenalan masalah
- Penyadaran masyarakat
b.
Pelaksanaan
c.
Evauasi
d.
Perluasan
MMD termasuk dalam golongan penyadaran masyarakat, dimana tujuannya adalah
2.
3.
kesehatan dan keperawatan, maka diperlukan suatu mekanisme yang terencana dan
terorganisasi dengan baik.
1.
Pengertian MMD
Musyawarah masyarakat desa adalah Musyawarah yang dihadiri oleh perwakilan
masyarakat untuk membahas masalah-masalah terutama yang erat kaitannya dengan KLB,
kegawatdaruratan dan bencana yang ada di desa serta merencanakan penaggulangannya.
Topik yang dibahas fokus pada hasil SMD yang telah diperoleh.
2.
Tujuan MMD
a) Agar masyarakat mengenal masalah kesehatan yang dihadapi dan dirasakan
diwilayahnya
55
Peserta MMD
a) para kader pelaksana SMD
b) kepala desa dan perangkat desa
c) Tokoh masyarakat setempat (formal dan non formal)
d) PKK
e) LPM/KPM
f) Karang taruna, saka bakti husada
g) Pimpinan puskesmas dan staf
h) Sektor kecamatan (Sosial, BKKBN, KUA, dll)
i) Ketua ormas (NU, Muhammadiyah, Perempuan, Pemuda , Partai)
4.
5.
6.
Suasana MMD
a) Ciptakan suasana kekeluargaan yang akrab
b) Jangan ciptakan suasana yang formal dengan meja yang ditata seperti dimeja
persidangan
7.
Waktu MMD
a) Mulailah tepat waktu, sesuai dengan rencana dan jadwal, jangan sampai peserta
menunggu
b) Yang mengundang hadir terlebih dahulu dan jangan terlambat
8.
58
7.3
1
1. Setelah
mengikuti
penyuluhan
diharapkan ibu
dapat
memahami
tentang manfaat
makanan bergizi
serta pentingnya
posyandu bagi
tumbuh
kembang balita
dan dapat
mempraktekkan
nya dalam
kehidupan nyata
2. Ibu dapat
menyediakan
makanan sehat dan
bergizi serta
mengontrol asupan
makanan balita.
Sasaran
dan
Target
: PENYULUHAN BUDARZI
: Cihanjawar, Cibeber
Langkah-langkah
kegiatan
Tempat
Kegiatan
2
3
4
Sasaran: a. Persiapan
Ibu
Koordinasi dengan mitra Balai desa
Balita
Penyusunan materi
tentang asupan makan
Target:
bergizi, balitaku sehat
70
Ibu
dan cerdas.
balita
Mempersiapkan materi
dan alat pendukung
lainnya
Waktu
5
1 Jam
Sumber Daya
Ints/Personil Ints/Personil Jumlah & Alat/Bahan
Langsung
Pendukung
Sumber
& Sumber
Dana
6
7
8
9
1.Mahasiswa Kader
TOTAL: Rp 1. Laptop
200.000
2. LCD
3. Meja
Sumber
4. Kursi
Dana Dari: 5. Materi
Mahasiswa
penyuluh
an
b.Pelaksanaan
Mengundang ibu balita
untuk hadir ke balai
desa
Memberikan materi
penyuluhan tentang
asupan makanan bergizi,
balitaku sehat dan
cerdas.
Tanya jawab peserta
59
PJ
10
Endah
Nurw
ulan
c. Monev
Jumlah peserta yang
berpartisipasi
Jumlah peserta yang
aktif
SATUAN PELAKSANAAN
NAMA KEGIATAN
TOPIK
Tujuan Instruksional
Umum (TIU)
: Penyuluhan KADARZI
: Asupan Makanan Bergizi, Balitaku Sehat dan Cerdas
Tujuan
Instruksional
Khusus (TIK)
1. Ibu mengetahui
Meningkatkan
cara memilih
pengetahuan ibu
makanan yang
tentang pentingnya
baik untuk
memperhatikan
batita dengan
asupan makan untuk
kandungan gizi
proses tumbuh
seimbang
kembang pada balita.
sesuai dengan
PGS.
2. Ibu dapat
mempraktekan
cara
memberikan
asupan yang
baik untuk
balita.
Pokok
Bahasan
Sasaran &
Target
Pentingnya
Ibu balita
asupan balita
untuk
pertumbuhan
balita.
Metode
Waktu
Ceramah,
1 Jam
diskusi,Tanya
jawab
Alat
Bantu/Media
1.
2.
3.
4.
5.
Evaluasi
Laptop
1. Ibu
LCD
mengeta
Meja
hui tata
Kursi
cara
Materi
yang
penyuluhan
baik
untuk
memilih
asupan
makan
yang
baik
untuk
balita.
60
MATERI PENYULUHAN
Kebutuhan Gizi Balita
Setiap harinya, anak membutuhkan gizi seimbang yang terdiri dari asupan karbohidrat,
lemak, protein, vitamin dan mineral. Asupan kandungan gizi tersebut dapat diperoleh dari
makanan yang dikonsumsi yang berguna untuk pertumbuhan otak (intelegensia) dan
pertumbuhan fisik. Untuk mengetahui status gizi dan kesehatan anak secara menyeluruh
dapat dilihat mulai dari penampilan umum (berat badan dan tinggi badan), tanda-tanda fisik,
motorik, fungsional, emosi dan kognisi anak.
Nutrisi-nutrisi penting sebagai asupan makanan untuk balita sebagai berikut :
1.
Karbohidrat merupakan sumber energi yang tersedia dengan mudah di setiap makanan
dan harus tersedia dalam jumlah yang cukup karena kekurangan karbohidrat dapat
menyebabkan terjadi kelaparan dan berat badan menurun, apabila jumlah karbohidrat
dalam jumlah yang tinggi dapat menyebabkan terjadi peningkatan BB atau obesitas.
Jumlah karbohidrat yang cukup dapat diperoleh dari susu, padi-padian, buah-buahan,
tepung, umbi, gandum dan lain-lain.
2.
Protein harus dikonsumsi secara seimbang karena protein dibutuhkan untuk proses
pertumbuhan dan perkembangan anak. Protein digunakan setelah karbohidrat dan
lemak tidak mencukupi pasokannya di dalam tubuh. Sumber protein dapat diperoleh
dari ayam, kacang-kacangan, susu, yoghurt, roti dan lain-lain.
3.
Lemak merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan dan aktifitas fisik bagi
balita. Lemak member cita rasa yang gurih, rasa kenyang, dan kelezatan makanan.
Sumber makanan yang berasal dari lemak seperti daging, mentega, mayones, keju,
susu.
4.
Vitamin dan mineral disaran untuk selalu dihidangkan dalam menu makanan sehari-hari
karena vitamin tidak dihasilkan tubuh dalam jumlah banyak. Vitamin sangat membantu
dalam melawan radikal bebas. Vitamin dapat dijumpai dalam roti, buah-buahan,
sayuran, susu, daging.
menjadi hal yang cukup menyenangkan tentu, jika orang tua memiliki balita yang sehat dari
segi fisik dan psikisnya.
Balita membutuhkan asupan nutrisi yang seimbang, karena usia balita merupakan usia
yang rentan gizi. Seimbang dalam arti tidak berlebihan maupun kurang.
2.
Nutrisi yang baik akan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan serta perkembangan
balita seperti tinggi badan serta berat badan yang sesuai dengan usia balita,
perkembangan otak yang optimal.
3.
Nutrisi yang buruk (asupan gizi kurang) dapat menurunkan pertumbuhan dan
perkembangan balita seperti anemia, kwashiorkor (kekurangan asupan protein),
perkembangan otak yang tidak optimal.
4.
Tujuan Posyandu
Tujuan Posyandu adalah menunjang penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kesehatan ibu dan anak. Dengan adanya posyandu manfaat bisa di rasakan oleh ibu
dengan pendidikan kesehatan yang di lakukan oleh sang kader, baik pendidikan
kesehatan untuk ibu sendiri juga untuk anak. Di posyandu balita juga di lakukan
kegiatan seperti penimbangan berat badan balita, pengukuran tinggi badan, keluhan
penyakit, dan lain-lain. Hal ini berfungsi untuk memantau tumbuh kembang sang balita,
dan juga kesehatannya. Permasalahan tumbuh kembang balita akan di ketahui apabila
pertumbuhan tidak sesuai dengan tumbuh kembang pada umumnya. Dari sini balita
akan di rujuk ke puskesmas untuk mendapatkan tindakan lebih lanjut.
2.
3.
Imunisasi. Pemberian imunisasi penting di lakukan untuk mencegah dari penyakit yang
bisa di alami pada kemudian hari. Balita yang mendapatkan imunisasi lengkap akan
tumbuh lebih sehat di bandingkan dengan balita yang tidak mendapatkan imunisasi
secara lengkap.
4.
Gizi. Kader memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi apa saja yang baik untuk di
konsumsi. Dengan mengkonsumsi gizi yang cukup maka tumbuh kembang balita akan
tumbuh dengan baik. Pendidikan tentang gizi juga baik untuk mencegah terjadinya gizi
kurang atau gizi buruk dalam masyarakat.
63
Pencegahan dan penanggulangan diare. Diare merupakan salah satu penyakit yang berbahaya
bagi balita. Kekurangan cairan berlebihan pada balita bisa mengakibatkan badan lemas
bahkan hal terburuk pun bisa di alami oleh balita. Pencegahan terhadap diare di lakukan
dengan melakukan pola hidup bersih, menjaga higienitas makanan, mencuci tangan dengan
sabun, dan lain sebagainya. Balita rentan terkena diare karena seringnya bersentuhan dengan
barang-barang yang kotor.
64
: KONSELING ASI
DESA/ KECAMATAN
: CIHANJAWAR/CIBEBER
Tujuan Khusus
1
1. Ibu/pengasuh
dapat
menerima
manfaat
menyusui
menggunaka
n Asi
2. Ibu/pengasuh
menerapkan
dalam
kehidupan
sehari-hari
3. Ibu/pengasuh
menerapkan
MP-ASI
kepada
anaknya
Sasaran dan
Target
Langkah-langkah
kegiatan
Tempat
Kegiatan
Waktu
Posyandu
2 hari
dan rumah
masingke masing ibu /
kepala
desa, pengasuh
bidan
desa
dan yang
Target:
posyandu
66
orang
memiliki
Formulir
ibu/pengasuh
anak usia <3
konseling/wawan
tahun
cara
Sasaran:
a.Persiapan
Ibu/pengasuh yang Membuat
undangan
memiliki anak usia
perijinan
<3 tahun
Mempersiapkan
jumlah leaflet
b.Pelaksanaan
Melakukkan
konseling setelah
ibu ke posyandu
Melangsungkan
konseling
dan
pemberian leaflet
tentang ASI untuk
dibaca
oleh
Sumber Daya
Ints/Personil
Langsung
Ints/Personil
Pendukung
1.Mahasiswa
Kader
bidan
Jumlah &
Sumber
Dana
8
PJ
Alat/Bahan
& Sumber
9
10
dan Formulir
1. Formulir Nur
konseling: Konseling
khalida
RP 500/2 2. Leaflet
aisyah
lembar
TOTAL:
RP 500x66
= 33.000
Leaflet: RP
5.000/lemb
ar
TOTAL:
RP
5.000x66 =
330.000
Rekapitula
si : 363.000
Sumber
Dana dari:
65
ibu/pengasuh saat
konseling
berlangsung
Penjelasan leaflet
Mahasiswa
c. Monev
Melakukkan
konseling
kembali
di
minggu ke dua
Adanya
perubahan pola
pikir dan perilaku
ibu/pengasuh
SATUAN PELAKSANAAN
NAMA KEGIATAN
: KONSELING ASI
TOPIK
: IMD, ASI EKSLUSIF, dan MP-ASI
Tujuan
Tujuan Instruksional
Pokok Bahasan
Sasaran &
Metode
Instruksional
Khusus (TIK)
Target
Umum (TIU)
Memberikan
1. Ibu/pengasuh
1. Penjelasan
66
Konseling
pengetahuan
mendapat
tentang
IMD ibu/pengasuh
bagi
konseling 1
serta manfaatnya yang
ibu/pengasuh,
minggu sekali
2. Peraturan
memiliki
sehingga dapat 2. Adanya
Kemenkes
anak
<3
mengubah
penambahan
pemberian ASI
tahun
perilaku kepada
asupan untuk anak 3. Penjelasan dan
anak
manfaat MP-ASI
Waktu
3 jam/hari
Alat
Bantu/Media
Evaluasi
1.
Formulir 1. Pemberian
konseling
ASI ekslusif,
2. Leaflet
dan MP-ASI
66
MATERI KOSELING
1.
Pengertian ASI
ASI merupakan air susu ibu yang keluar setelah wanita melahirkan dan diberikan
3.
Manfaat ASI
4.
5.
a.
b.
Ekonomis
c.
d.
e.
f.
Yakinlah bahwa ASI adalah yang terbaik bagi bayi, ibu dan keluarga
b.
c.
Evaluasi tumbuh kembang bayi dan pemberian MP-ASI mulai dari usian 6 bulan
Bahan
b.
c.
d.
Pengolahan
e.
67
Tujuan Khusus
1
1. Setelah
mengikuti
pelatihan
diharapkan ibu
dapat
lebih
variatif
dalam
memodifikasi
pangan
bagi
anaknya.
2. Diharapkan ibu
dapat
lebih
memanfaatkan
pangan
lokal
sebagai
menu
makanan anak
Sasaran
dan
Target
Langkah langkah
Kegiatan
2
3
Sasaran : a. Persiapan
Ibu Balita
Koordinasi dengan
mitra
Target :
Penyusunan acara
70
ibu
tentang pelatihan
balita
modifikasi pangan
lokal
Mempersiapkan
materi dan alat
pendukung lainnya
Tempat
Kegiatan
4
Balai
Desa
Waktu
Ints/Personil
Langsung
5
2 jam
6
Mahasiswa
Sumber Daya
Jumlah dan
Ints/Personil
Sumber
Pendukung
Dana
7
8
Kader
Total : Rp.
500.000
Sumber dana
dari
:
mahasiswa
Alat/Bahan
dan Sumber
1.
2.
3.
4.
5.
9
meja
kursi
bahan
bahan
makanan
alat
memasak
perlengka
pan
memasak
b. Pelaksanaan
Mengundang ibu
balita untuk datang
ke balai desa
Memberikan
pelatihan tentang
modifikasi pangan
lokal
Tanya
jawab
peserta
68
PJ
10
Nindita
Septi
Reswari
c. Monev
jumlah
peserta
yang berpartisipasi
jumlah
peserta
yang aktif
SATUAN PELAKSANAAN
NAMA KEGIATAN
TOPIK
Tujuan
Tujuan
Instruksional
Instruksional
Umum (TIU)
Khusus (TIK)
Meningkatkan
1. ibu
dapat
pengetahuan
ibu
menggunakan
tentang pemanfaatan
modifikasi
pangan lokal bagi
pangan
lokal
pemenuhan
sebagai
mata
kebutuhan gizi anak
pencaharian
2. ibu
dapat
mempraktekan
modifikasi
pangan lokal di
dalam keluarga
Pokok Bahasan
Pelatihan modifikasi
pangan dengan cara
demo memasak bagi
ibu balita
Sasaran dan
Target
Ibu balita
Metode
Ceramah,
tanya jawab
Waktu
demo,
2 jam
Alat
Bantu/Media
1. meja
2. kursi
3. bahan
bahan
makanan
4. alat dan
perlengka
pan
memasak
Evaluasi
Ibu
dapat
mengerti cara
memodifikasi
pangan lokal
untuk asupan
anaknya
69
: Pemberian Taburia
1
1. Dalam
satu
bulan
anak
mendapat
Taburia
sebanyak
15
saset.
2. Asupan vitamin
dan
mineral
menigkat
selama 30 hari
.
Sasaran
dan
Target
2
Sasaran
: Balita
usia 6 59 bulan
dengan
prioritas
usia 6 24 bulan
Target :
45 balita
kurang
vitamin
A
dan
kurang
zat besi
(Fe)
Langkah-langkah
kegiatan
Tempat
Kegiatan
3
4
Posyandu
a.Perencanaan
Kebutuhan
1.Pendataan ulang data
sasaran balita.
2. Rekapitulasi data
sasaran puskesmas/desa
3.
Mengajukan
kebutuhan taburia.
b. Penyimpanan
1. Penyimpanan
ditempatkan
di
gudang/instalasi
farmasi
dan
puskesmas.
2. Pemeriksaan taburia
c. Pendistribusian
1. Tingkat Puskesmas
2. Tingkat
dinas
kesehatan
kabupaten/kota
d.Pencatatan
dan
Waktu
5
1 jam
Sumber Daya
Ints/Personil Ints/Personil Jumlah &
Langsung
Pendukung
Sumber
Dana
6
7
8
Mahasiswa
Kader
Pemberian
taburia dan
evaluasi
pemberian
taburia
Jumlah :
Rp
6.750.000,0
0 (45 balita)
Sumber
Dana :
1.Mahasisw
a
2. Sponsor
PJ
Alat/Bahan
& Sumber
9
10
1. Taburia
Annisa
2. Formulir Putri
Rekapitulasi Larasati
distribusi,
Pemantaua
n,
dan
Evaluasi
Pemberian
Taburia
70
Pelaporan
1.
Rekapitulasi
Distribusi,
Pemantauan,
dan
Evaluasi
Pemberian
Taburia
e. Pemantauan dan
Evaluasi
Pemantauan :
1. Ketersediaan dan
kelengkapan
data,
taburia, dan kesiapan
pendukung.
2. Pemberian taburia.
Evaluasi :
1. Ketepatan sasaran,
jadwalpelaksanaan,
pencatatan
dan
pelaporan distribusi
taburia.
SATUAN PELAKSANAAN
NAMA KEGIATAN : Pemberian Taburia
TOPIK
Tujuan
Tujuan Instruksional
Instruksional
Khusus (TIK)
Umum (TIU)
Meningkatkan
1. Anak balita
status gizi balita
mendapatkan 2
Pokok Bahasan
Pemberian
Taburia
Sasaran &
Target
Metode
Waktu
Alat
Bantu/Media
Evaluasi
1. Taburia
Rekapitulasi
2.
Formulir distribusi,
71
dengan
hari/taburia (1 saset)
meningkatkan
selama 30 hari.
kualitas makanan 2. Asupan vitamin dan
yang dikonsumsi
mineral pada balita
oleh anak balita
meningkat.
(pemberian
taburia)
Rekapitulasi
Pemantauan,
distribusi,
dan Evaluasi
Pemantauan, dan Pemberian
Evaluasi
Taburia
Pemberian
Taburia
1
4. Setiap keluarga
mampu
menerapkan
pola hidup
bersih dan sehat
dengan baik
dan benar
5. Meningkatkan
nilai status gizi
masyarakat dari
sektor
pengolahan
2
Sasaran:
Kepala
keluarga
3
a. Persiapan
Sosialisasi kegiatan
kepada warga dan
pejabat desa
Membuat perizinan
terhadap kegiatan
Mempersiapkan alat
dan bahan untuk
demonstrasi
Target:
Seluruh
kepala
keluarga
di
desa
b. Pelaksanaan
cihanjawar Membersihkan
4
Halaman
dan
rumah
setaip
warga
Waktu
5
2 Jam
Sumber Daya
Ints/Personil Ints/Personil
Jumlah
Langsung
Pendukung
&
Sumber
Dana
6
7
8
1.Mahasiswa Kader
Bahan
makanan
+
alat
reparasi
MCK
+
alat peraga
demo : anak/hari
PJ
Alat/Bahan
& Sumber
9
10
1.
Bahan Sri
makanan
Danawarih
2. Alat kerja
bakti
3.
Alat
peraga demo
PHBS
TOTAL:
Rp 72
bahan makanan
6. Mengurangi
risiko kenaikan
angka penyakit
yang
ditimbulkan
dari lingkungan
yang tidak sehat
Memperagakan cara
pencucian bahan
makanan sebelum
diolah
Memperagakan dan
menyuluhkan
perawatan mulut dan
gigi
Sumber
Dana Dari:
Mahasisw
a
Sponsor
c. Monev
Mengulang kegiatan
dengan kerja bakti
Pola hidup dalam
menerepkan PHBS
secara umum
SATUAN PELAKSANAAN
Pokok Bahasan
1.
2.
3.
Pembersihan
lingkungan sekitar
dan MCK
Penyuluhan
perawatan gigi dan
mulut
Demo pengolahan
bahan makanan
melalui pencucian
yang baik dan
benar
Sasaran &
Target
Kepala
keluarga
Metode
1.
2.
Kerja bakti
Demo
Waktu
Alat
Bantu/Media
Evaluasi
2
Jam/kegiatan
1.
Pengeras
suara
2. Alat kerja
bakti
3. alat peraga
untuk
demo
perawatan gigi
dan mulut
4.
Bahan
1.Kerja bakti
1x7har
2. Penurunan
angka risiko
penyakit
73
MCK,
perawatan gigi
dan
mulut
kepada setiap
keluarga
makanan
74
MATERI PENYULUHAN
1.
Cara merawat gigi, gusi dan mulut agar tetap bersih dan sehat:
Makanlah panganan yang bergizi(Empat sehat lima sempurna).
Batasi makan dan minum panganan yang mengandung karbohidrat (gula) seperti es
krim, permen, coklat dsb. Kandungan gula inilah yang menyebabkan gigi cepat
keropos. Demikian juga dengan makanan-makanan yang lengket, dan tak perlu proses
pengunyahan yang cukup, seperti fast food,yang membuat plak gigi mudah terbentuk.
Sikat gigi setiap hari pada pagi hari sehabis sarapan dan sesudah makan malam
dengan cara yang baik dan benar.
Gunakan pasta gigi yang mengandung fluor, karena fluor terbukti bisa menurunkan
angka kejadian karies gigi.
Melakukan pemeriksaan berkala ke dokter gigi setiap enam bulan sekali,supaya kalau
ada gigi yang mulai bermasalah/berlubang dapat segera ditangani sebelum terlanjur
menjadi besar (deteksi dini).Hendaknya dipahami bahwa sekali gigi mulai berlubang,
karies ini tidak bisa mengecil lagi tetap secara pelan tapi pasti akan membesar terus.
2.
gigi merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menjaga agar gigi tetap dalam keadaan
yang bersih dan sehat.
3.
Fungsi gigi
Gigi primer atau gigi susu berjumlah 20 buah dimana setiap rahang atas dan rahang
4.
a.
b.
Gigi taring berjumlah 2 buah fungsinya untuk menahan dan merobek makanan.
c.
b.
Mencegah timbulnya caries atau karang gigi, lubang gigi dan penyakit lainnya.
c.
5.
Persiapan alat
1 buah sikat gigi
Gelas atau gayung berisi air
Pasta gigi
Lap dan handuk kering
b.
Cara kerja
Cuci tangan
Ambil dan dekatkan peralatan
Keluarkan isi pasta gigi penuh dan merata pada permukaan sikat gigi
Tutup kembali pasta gigi dan kembalikan pada tempatnya
Mulailah berkumur dengan air
Sikat gigi dan gusi dengan posisi kepala sikat membentuk sudut 45 derajat di
daerah perbatasan antara gigi dengan gusi.
Gerakan sikat dengan lembut dan memutar. Sikat bagian luar permukaan
setiap gigi atas dan bawah dengan posisi bulu sikat 45 derajat berlawanan
dengan garis gusi agar sisa makanan yang mungkin masih menyelip dapat
dibersihkan.
Gunakan gerakan yang sama untuk menyikat bagian dalam permukaan gigi.
Gosok semua bagian permukaan gigi yang digunakan untuk mengunyah.
Gunakan hanya ujung bulu sikat gigi untuk membersihkan gigi dengan
tekanan ringan sehingga bulu sikat tidak membengkok. Biarkan bulu sikat
membersihkan celah-celah gigi. Rubah posisi sikat gigi sesering mungkin.
Untuk membersihkan gigi depan bagian dalam, gosok gigi dengan posisi tegak
dan gerakkan perlahan ke atas dan bawah melewati garis gusi.
Berkumur-kumur sampai mulut terasa bersih.
76
7.3.5
DESA/ KECAMATAN
: DESA CIHANJAWAR
Tujuan Khusus
1
1. Mendapatkan
PMT sebanyak
3 kali/hari
selama 30 hari
2. Penambahan
panjang badan /
TB balita 1 cm
per bulan
Sasaran
dan
Target
2
Sasaran:
balita
Target:
17 balita
stunting
Langkah-langkah
kegiatan
3
a.Persiapan
6. Membuat surat
perizinan pelaksanaan
PMT
7. Pembuatan dan
pengemasan produk
PMT
8. Mempersiapkan PMT
9. Mempersiapkan
pengukur panjang badan
balita
b.Pelaksanaan
Mengukur panjang/TB
balita
Memberikan PMT
kepada Balita yang
mengalami stunting
Recall asupan selama 2
hari ke rumah
responden
Tempat
Kegiatan
Waktu
4
5
Posyandu dan 1,5 Jam
rumah
masingmasing balita
yang
mengalami
stunting
Ints/Personil
Langsung
6
1.Mahasiswa
Sumber Daya
Ints/Personil Jumlah &
Pendukung
Sumber
Dana
7
Kader
PJ
Alat/Bahan
& Sumber
8
9
a. PMT
PMT+
Recall: RP b. Formulir
recall
15.000/balit
3.pengukur
a/hari
panjang/T
B balita
TOTAL: Rp
24.300.000
10
Putri Nur
Fauzyah
Sumber
Dana Dari:
Mahasiswa
Sponsor
c. Monev
Mengukur panjang
77
SATUAN PELAKSANAAN
NAMA KEGIATAN : PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN (PMT)
TOPIK
Tujuan Instruksional
Umum (TIU)
Pokok
Bahasan
(PMT)
Sasaran
& Target
Metode
Waktu
1,5 Jam
Alat
Bantu/Media
1. PMT
2. Formulir recall
3. pengukur
panjang/TB balita
Evaluasi
1.
Recall 24
jam
2. pengukuran
panjang
dan TB
78
LAMPIRAN
Lampiran 1
Formulir Recall
79
Lampiran 2
1. BB/TB Boys
2. BB/TB Girls
3. TB/U Boys
4. TB/U Gilrs
80
5. BB/U Boys
6. BB/U Gilrs
81
Lampiran 3
1.
No.
Kriteria
Program
1.
2.
3.
Relevansi
Fisibilitas
Kemudahan
untuk
penentuan target
4.
Integrasi
dengan
program lain
5.
Kesinambungan
6.
Cost-Effectiveness
Total Skor
2.
Program A
Konseling
Alternatif Program
Program B Program C
Culture
Budarzi
Nutrition
19
21
17
21
24
15
26
21
23
Program D
Pelatihan
dan
pemanfaatan
pangan lokal
20
19
22
22
22
25
21
22
21
20,3
18
11
18,5
14
22
21,8
17
14
18,8
No.
Kriteria
Program
1.
2.
3.
Alternatif Program
Program A Program B
Program C
Kebun
Pemberian
Pelatihan
bergizi
taburia
modifikasi
pangan
18
18
20
17
19
21
20
23
penentuan 15
Relevansi
Fisibilitas
Kemudahan untuk
target
Integrasi dengan program lain
4.
5.
Kesinambungan
6.
Cost-Effectiveness
Total Skor
3.
4.
17
20
16
13
15,8
20
15
18,1
19
15
19,6
1.
2.
3.
16
Kriteria
Program
Alternatif Program
Program A
Program B
Cihanjawar sehat Kesehatan gigi dan
mulut
24
20
23
22
18
penentuan 19
Relevansi
Fisibilitas
Kemudahan untuk
target
Integrasi dengan program lain
21
18
82
21
16
21,6
5.
Kesinambungan
6.
Cost-Effectiveness
Total Skor
4.
20
17
19,1
Kriteria
Alternatif Program
Program
Program A
PMT-P
1.
2.
3.
Relevansi
Fisibilitas
Kemudahan untuk penentuan target
23
22
21
4.
19
5.
6.
Total Skor
Kesinambungan
Cost-Effectiveness
17
14
19,3
83
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara. Tinjauan Pustaka (Penyuluhan, pengetahuan, vitamin A)
R Nadya. 2010.
<http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16580/4/Chapter%20II.pdf.>
Universitas Jenderal Soedirman. Kurang Energi Protein. Dyah Umiyarni P, Skm, M.Si
<http://dyah-purnamasari.blog.unsoed.ac.id/files/2011/03/KURANG-ENERGI-PROTEIN-PDF.pdf>
Urban
Women
Khomsan, A., 2003. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Notoatmodjo,
S.,
2010.
Metode
Hanke, J. E., and D.W. Wichern, 2005, Business Forecasting , 8th ed, Pearson Prentice Hall
Whellwright, S. C., and S. Makridakis, 1980, Forecasting Methods for management, 3th ed,
John Wiley & Sons New York
Tinjauan Pustaka (Karakteriktik Balita
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39027/4/Chapter%20ll.pdf.
85