Anda di halaman 1dari 5

ARTIKEL PENELITIAN

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN FISIK BALITA DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS SEBATUNG KOTABARU TAHUN 2014

Hj. Isnaniah1 ,Nirwana Per-angin22 ,Ahmad Rizani3


1,2,3
Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Banjarmasin

ABSTRAK

Di negara berkembang, angka kesakitan dan kematian pada anak balita banyak
dipengaruhi oleh keadaan gizi.Gizi kurang dan gizi buruk berdampak serius terhadap kualitas
generasi mendatang. Anak yang menderita gizi kurang akan mengalami gangguan
pertumbuhan fisik dan perkembangan mentalnya. Dalam masa perkembangan anak
terdapat masa kritis, dimana diperlukan rangsangan/stimulasi yang berguna agar potensi
berkembang, sehingga perlu mendapat perhatian lebih. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui hubungan status gizi dengan perkembangan pada balita usia 24-59 bulan di
Puskesmas Sebatung Kotabaru tahun 2014.

Rancangan penelitian ini adalah Analitikkorelasidengan pendekatan cross sectional


menggunakan teknik Total sampling, jumlah responden 41 anak. Alat ukur yang digunakan
pengukuran berat badan per tinggi badan (BB/TB) dan lembar DDTK. Data disajikan dalam
distribusi frekuensi dan dianalisis dengan uji statistik spearman rankdengan taraf signifikansi
α 0.05.

Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar 27 (65,9%) dengan status gizi
normal dan sebagian besar 29 (70,7%) responden dengan status perkembangan abnormal.
Uji Statistik dengan menggunakanspearman rankdengan taraf signifikansi α =
0.05didapatkanρ-value = 0,699

Kesimpulan hasil penelitian tidak ada hubungan status gizi dengan perkembangan
balita usia 24-59 bulan. Jadi, peran orang tua sangat penting dan dibutuhkan, agar dapat
mengubah pola pemberian makanan yang tepat dan memberikan stimulasi kepada
balitanya demi kelangsungan tumbuh kembang balita secara optimal.

Kata kunci: status gizi, perkembangan balita

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 2 Tahun 2015


ARTIKEL PENELITIAN

PENDAHULUAN prevalensi gizi buruk di Kalsel adalah


sebesar 2,5%. Sedangkan dari hasil
Di negara berkembang, angka kesakitan laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi
dan kematian pada anak balita banyak buruk tahun 2011 di Kalsel terdapat 6925
dipengaruhi oleh keadaan gizi, dengan anak yang menderita gizi buruk (Depkes
demikian angka kesakitan dan kematian RI, 2012).
dapat dijadikan informasi yang berguna
mengenai keadaan kurang gizi di Berdasarkan data dari hasil survey
masyarakat (Supariasa, 2001). Anak balita di Puskesmas Sebatung Kotabaru pada
merupakan kelompok yang menunjukkan tahun 2013, jumlah balita sebanyak 1772
pertumbuhan badan yang pesat sehingga orang, yang mengalami gizi kurang
memerlukan zatzat gizi yang tinggi pada sebesar 8 % dari seluruh balita. Hal ini
setiap kg berat badannya (Hidayat Z, menunjukkan bahwa masih tingginya
2000). Untuk itu status gizi balita perlu angka kejadian Gizi kurang di wilayah
diperhatikan dalam status gizi baik kerja Puskesmas Sebatung Kotabaru
dengan cara memberikan makanan tahun 2014.
bergizi seimbang yang sangat penting
untuk pertumbuhan (Paath, 2004). Menurut MenKesada 3 faktor
utama yang saling terkait mempengaruhi
Hasil analisis Riset Kesehatan Dasar besarnya masalah gizi dan kesehatan
(Riskesdas) tahun 2010, secara nasional masyarakat. Pertama, ketersediaan
sudah terjadi penurunan prevalensi pangan di tingkat rumah tangga. Kedua,
kurang gizi pada balita dari 18,4% tahun pola asuhan gizi atau makanan keluarga.
2007 menjadi 17,9% tahun 2010. Ketiga, akses terhadap pelayanan
Penurunan terjadi pada prevalensi gizi kesehatan (DepKes RI, 2007).
buruk yaitu dari 5,4% pada tahun 2007 DalamUndangundang No. 18 tahun 2012
menjadi 4,9% tahun 2010. Tidak terjadi tentang Pangan, dikatakan bahwa
penurunan pada prevalensi gizi kurang, “Pangan merupakan kebutuhan dasar
yaitu tetap 13,0%. manusia yang pemenuhannya menjadi
hak asasi setiap rakyat Indonesia”.
Berdasarkan hasil pemantauan dan Namun, jumlah penduduk rawan pangan
laporan Kejadian Luar Biasa (KLB) Gizi di Indonesia masih tinggi. Menurut data
Buruk di Kalimantan Selatan tahun 2009, BPS tahun 2009, asupan kalori kurang dari
diketahui bahwa penyebab gizi buruk di 1400 Kkal per hari mencapai 14,47%.
Provinsi ini adalah karena beberapa Aksesibilitas pangan yang rendah
faktor, pertama pola asuh (40,7%); kedua mengancam penurunan konsumsi makan
penyakit penyerta (23,8%); ketiga yang beragam, bergizi seimbang dan
kemiskinan (25,1%); dan faktor lainlain aman di tingkat rumah tangga. Hal ini
(5,4%) (DepKes RI, 2010). akan menyebabkan masalah kekurangan
Menurut hasil survey Pemantauan gizi pada masyarakat, terutama kelompok
Status Gizi (PSG) Keluarga Sadar Gizi rentanya itu ibu, bayi dan anak. Ibu hamil
(Kadarzi) tahun 2010 diketahui bahwa yang kurang gizi akan melahirkan bayi

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 2 Tahun 2015


ARTIKEL PENELITIAN

kurang gizi pula (Cynthia.A, 2011). Dengan (PMT) (Almatsier, S., 2006). Untuk
demikian dapat dilihat bahwa gizi kurang mengatasi kasus kurang gizi memerlukan
dan gizi buruk berdampak serius terhadap peranan dari keluarga khususnya para ibu
kualitas generasi mendatang. Anak yang harus memiliki kesabaran bila anaknya
menderita gizi kurang akan mengalami mengalami problema makan dan lebih
Status Berat Badan/Tinggi Badan (BB/TB) memperhatikan asupan makanan sehari-
balita yang menggambarkan kekurangan hari bagi anaknya.
gizi akut yang terjadi dalam waktu yang
singkat dan mempengaruhi keadaan Dalam masa perkembangan anak
terdapat masa kritis, dimana diperlukan
status gizi seseorang. Misalnya saja
terserang penyakit infeksi, hal ini tentu rangsangan/stimulasi yang berguna agar
potensi berkembang, sehingga perlu
saja akan berpengaruh langsung kepada
status gizi anak, atau mungkin saja karena mendapat perhatian. Perkembangan
psiko-sosial sangat dipengaruhi
kekurangan asupan makanan yang bisa di
pengaruhi oleh status ekonomi, lingkungan dan interaksi antara anak
dengan orang tuanya/orang dewasa
pengetahuan ibu yang kurang terhadap
masalah gizi, dan pola asuh yang lainnya. Perkembangan anak akan optimal
bila interaksi social diusahakan sesuai
mengakibatkan baik balita yang BBLR
ataupun yang normal dapat menjadi dengan kebutuhan anak pada berbagai
tahap perkembangannya, bahkan sejak
balita yang berbadan kurus. Sedangkan
TB/Umur menggambarkan keadaan kronis bayi masih didalam kandungan.
Sedangkan lingkungan yang tidak
balita, menunjukkan keadaan yang sudah
terjadi sejak lama, atau dengan kata lain mendukung akan menghambat
perkembangan anak. Karena itu tingkat
merupakan outcome kumulatif status gizi
sejak lahir hingga sekarang. Bayi yang perkembangan yang harus dicapai anak
pada umur tertentu pun harus diketahui,
lahir dengan berat badan rendah
menandakan kurang terpenuhinya untuk memastikan apakah perkembangan
anak tersebut terhambat atau masih
kebutuhan zat gizi pada saat kehamilan
atau karena sebagai akibat dari ibu yang dalam batas-batas normal. Jika ada
kecurigaan, kita dapat melakukan
juga menderita kekurangan energy kalori
(KEK) (Hidayat, 2010). tesskrining, dengan DDTK. Sehingga
deteksi dini dan intervensi dini dapat
Upaya penanggulangan gizi kurang dilakukan, agar tumbuh kembang anak
yang sudah dilakukan adalah peningkatan lebih optimal (Supariasa.dkk, 2002). Oleh
pelayanan gizi terpadu dan system karena itu peranan orang tua terutama
rujukan dimulai dari tingkat pos ibu sangat diperlukan untuk
pelayanan terpadu (posyandu) hingga meningkatkan status gizi anak dan juga
puskesmas dan rumah sakit, peningkatan meningkatkan perkembangannya melalui
komunikasi, informasi dan edukasi pola asuhnya.
dibidang pangan dan gizi masyarakat dan
Berdasarkan fenomena tentang
intervensi langsung kepada sasaran
melalui Pemberian Makanan Tambahan masih tingginya angka kejadian balit

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 2 Tahun 2015


ARTIKEL PENELITIAN

akurang gizi di Puskesmas Sebatung, gizi balita usia 24-59 bulan) dengan
Kotabaru tahun 2014, akan berdampak efek perkembangan fisik balita usia
cukup besar terhadap proses 24-59 bulan.
pertumbuhan dan perkembangan anak 2. Populasi dan Sampel
kedepan. Menurut peneliti hal ini a. Populasi
merupakan sesuatu yang urget, dan Populasi dalam penelitian ini
belum pernah dilakukan penelitian adalah semua balita usia 24-59
sebelumnya, sehingga memenuhi kaidah bulan di Wilayah Kerja
originalitas tema penelitian. Berdasarkan Puskesmas Sebatung Kotabaru
pertimbangan waktu, tenaga, biaya, yaitu 41 anak.
kesesuaian kompetensi dan ciri b. Sampel dan besar sampel
responden untuk pengukuran, penelitian Sampel yang digunakan yaitu
ini memungkinkan untuk dilaksanakan. anak balita usia 24-59 bulan di
Apabila penelitian ini dilakukan juga Wilyah Kerja Puskesmas
dapat membawa manfaat baik bagi Sebatung Kotabaru, dengan
responden maupun institusi. Oleh karena jumlah sampel 41 anak.
itu peneliti tertarik untuk meneliti
HASIL DAN PEMBAHASAN
“Hubungan status gizi dengan
perkembangan fisik balita di Wilayah 1. Data Umum
Kerja Puskesmas Sebatung, Kotabaru Karakteristik responden
Tahun 2014”. berdasarkan umur
Tabel 4.1
METODE
Distribusi frekuensi berdasarkan
1. Rancangan Penelitan karakteristik umur responden di
Rancangan penelitian yang Wilayah Kerja Puskesmas Sebatung
digunakan adalah berdasarkan Kotabaru Tahun 2014
lingkup penelitian menggunakan
rancangan inferensial, berdasarkan Umur Frekuensi Presentase
(%)
tempat penelitian termasuk jenis
24-35 10 24,4
penelitian lapangan, berdasarkan Bulan
cara pengumulan data termasuk 36-47 19 46,3
jenis penelitian survey, berdasarkan Bulan
waktu pengumpulan data termasuk 48-59 12 29,3
jenis rancangan penelitian cross Bulan
sectional,berdasarkan tujuan Total 41 100
penelitian termasuk jenis Tabel 4.1 menunjukan dari 41
rancangan penelitian Analitik responden dengan umur rentang
Korelasi, berdasarkan sumber data usia 36-47 bulan sebanyak 19
termasuk rancangan penelitian responden (46,3%).
primer. Penelitian ini mempelajari Karakteristik responden berdasarkan
korelasi antara faktor resiko (status tingkat ekonomi keluarga

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 2 Tahun 2015


ARTIKEL PENELITIAN

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi berdasarkan


karakteristik tingkat ekonomi keluarga
responden di Wilayah Kerja Puskesmas
Sebatung Kotabaru Tahun 2014 Tabel 4.2
menunjukkan dari 41 responden dengan
tingkat ekonomi keluarga berpenghasilan
2.6 jt-3.6 jt sebanyak 18 responden (44%).
Karakteristik responden berdasarkan
tingkat pendidikan orang tua Tabel 4.3
Distribusi frekuensi berdasarkan
karakteristik tingkat pendidikan orang tua
responden di Wilayah Kerja Puskesmas
SebatungKotabaru Tahun 2014

Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 2 Tahun 2015

Anda mungkin juga menyukai