Anda di halaman 1dari 3

NAMA : NONIA M.

BIRA
NIM : PO5303241210220

GIZI BURUK

Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur
(BB/U) < -3 SD yang merupakan padanan istilah severly underweight1 . Keadaan gizi buruk
dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor),
karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya
(Marasmik-kwashiorkor). Balita merupakan kelompok umur yang rentan terhadap kelainan gizi
karena pada saat ini mereka membutuhkan zat gizi yang optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Selain itu juga balita sangat pasif terhadap asupan makannya sehingga balita
akan sangat bergantung pada orang tuanya2(Pratiwi and Bahar 2016)

Gizi buruk atau gizi salah dapat terjadi pada manusia semenjak dalam kandungan sampai
lanjut usia, sesunguhnya itu dapat di cegah apabila setiap orang dapat memahami penyebab dan
cara menangkalnya. Dalam buku ini membahas tentang ,: peranan gizi dalam berbagai kurun
usia, pemeliharaan gizi dan makanan anak usia balita, pemeliharaan gizi dan makanan
olahragawan, pemeliharaan gizi dan makanan bagi usia lanjut, penyelengaraan makanan di
rumah sakit dan lain - lain(Moehji 2003) Persoalan gizi dalam pembangunan kependudukan
masih merupakan persoalan yang dianggap menjadi masalah utama dalam tatanan kependudukan
dunia.1,2 Oleh karena itu, persoalan ini menjadi salah satu butir penting yang menjadi
kesepakatan global dalam Milleneum Development Goals (MDGs). Setiap negara secara
bertahap harus mampu menguranggi jumlah balita yang bergizi buruk atau gizi kurang sehingga
mencapai 15 persen pada tahun 2015. Di Indonesia, persoalan gizi ini juga merupakan salah satu
persoalan utama dalam pembangunan manusia (Saputra and Nurrizka 2012).

Sebagai salah satu negara dengan kompleksitas kependudukan yang sangat beraneka ragam,
Indonesia dihadapi oleh dinamika persoalan gizi buruk.3 Walaupun proses pembangunan di
Indonesia telah mampu mengatasi persoalan ini, tetapi dilihat dari kecenderungan data statistik,
masih banyak persoalan yang perlu diselesaikan terutama yang menyangkut persoalan balita gizi
kurang.4 Secara bertahap, sebenarnya Indonesia telah mampu menurunkan prevalensi balita gizi
kurang. (Saputra and Nurrizka 2012).

Persoalan gizi dalam masyarakat memiliki multidimensi faktor yang menjadi penyebab
munculnya kasus-kasus gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia. Pangan merupakan salah satu
bagian yang sangat penting dan menjadi penyebab munculnya persoalan gizi. Gizi kurang
dipengaruhi oleh kurangnya asupan terhadap pangan baik segi kuantitas maupun dari segi
kualitas. Tapi ini tidak mutlak menyebabkan terjadinya kasus gizi buruk dan gizi kurang.(Saputra
and Nurrizka 2012) Prevalensi gizi buruk pada balita secara nasional berdasarkan Riskesdas
2007 sebesar 5,4% dan 4,9% tahun 2010. Prevalensi gizi buruk berdasarkan penilaian status gizi
BB/TB di Jawa Tengah pada tahun 2007 dan 2010 yaitu sebesar 4,7 dan 6,4%, sedangkan
berdasarkan BB/U pada tahun yang sama adalah 4,0% dan 3,3%, hal ini menunjukkan adanya
penurunan sebesar 1,3%. Sedangkan prevalensi di kota Semarang pada tahun yang sama yaitu
menunjukkan penurunan sebesar 0,67% yaitu dari 1,68 menjadi 1,01%, namun kasus gizi buruk
masih tetap membutuhkan perhatian.4,5,6 Pemberian makanan tambahan pemulihan merupakan
salah satu upaya dalam mengatasi masalah gizi buruk. PMT-Pemulihan bertujuan memulihkan
keadaaan gizi balita gizi buruk dengan cara memberikan makanan dengan kandungan gizi yang
terukur agar kebutuhan gizi dapat terpenuhi.7 Gizi buruk yang terjadi pada balita sering
dikaitkan dengan kurangnya energi dan protein dalam jangka waktu yang lama. Penelitian di
kota malang menunjukkan bahwa pemberian PMT-Pemulihan dengan formula WHO/Modifikasi
dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap status gizi anak balita gizi buruk.
Penelitian di Malawi memberikan makanan tambahan berupa RUTF dengan energi 175
kkal/kgBB/hari, protein 5,3 gr/kgBB/hari atau dapat memberikan kontribusi sebesar 75%
kebutuhan energi dan 80% kebutuhan protein dalam sehari. Komposisi mikronutriennya identik
dengan F-100 sebelum pengenceran yang telah sesuai dengan rekomendasi WHO untuk
mengejar pertumbuhan terhadap balita gizi buruk menunjukkan ada pengaruh yang signifikan
terhadap status gizi.8,9,(Fitriyanti and Mulyati 2012)
DAFTAR PUSTAKA

Fitriyanti, Farida, and Tatik Mulyati. 2012. “Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (Pmt-p)
Terhadap Status Gizi Balita Gizi Buruk Di Dinas Kesehatan Kota Semarang Tahun 2012.”
Moehji, Sjahmien. 2003. “Ilmu Gizi Penanggulangan Gizi Buruk.”
Pratiwi, Hariska, and Hartati Bahar. 2016. “Peningkatan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Ibu Dalam
Upaya Pencegahan Gizi Buruk Pada Balita Melalui Metode Konseling Gizi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari Tahun 2016.”
Saputra, Wiko, and Rahmah Hida Nurrizka. 2012. “Faktor Demografi Dan Risiko Gizi Buruk Dan Gizi
Kurang.” Makara kesehatan 16(2): 95–101.

Anda mungkin juga menyukai