Anda di halaman 1dari 14

STATUS GIZI PADA

BALITA

ROSANNATUL ADAWIAH HASIBUAN


proses yang akan digunakan dalam Sistem Informasi Pengolahan Data Status
Gizi Pada Balita ini berdasarkan paradigma waterfall yang terdiri dari Systems
Engineering,RequirementsAnalysis,Design, Coding, Testing,
ImplementationdanMaintenance. Dalam pembangunan Sistem Informasi ini,
penulis menggunakan bahasa pemrograman Java dan MySQL sebagai database.
Hasil penelitian ini berupa aplikasi Sistem Informasi Pengolahan Data Status
Gizi Pada Balita di UPTD Puskemas Harapan Raya yang lebih efektif dan akurat
untuk membantupetugasgizidalammengolahdatastatusgizibalitadiPuskesmas.
Status gizi balita masih banyak yang kurang karena kurangnya informasi dan
pemahaman ibu tentang status gizi. Tingkat pengetahuan gizi seseorang
berpengaruh dengan sikap dan perilaku dalam memilih makanan, dapat dipengaruhi
keadaan gizi seseorang. Secara umum dapat dilihat dari tingkat pendapatan keluarga
bekerja sebagai petani dan berladang, status ekonomi yang belum memadai dapat
mengakibatkan kurangnya
asupan nutrisi bagi keluarga sedangkan status ekonomi yang memadai menjadi
salah satu faktor dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam memperhatikan
kebutuhan gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan anaknya
status gizi balita dengan kategori kurang baik di Kelurahan Way gelang Kecamatan Kota
Agung Barat Kabupaten Tanggamus berjumlah 23,3% dari 86 balita. Faktor-faktor yang
meningkatkan kejadian status gizi kurang baik adalah pengetahuan ibu tentang gizi, pola
asuh, dan pendapatan keluarga.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita terdiri dari sebab langsung dan
sebab tidak langsung, sebab langsung meliputi makanan tidak seimbang dan penyakit
infeksi. Sedangkan faktor tidak langsung meliputi tidak cukup persediaan pangan, pola asuh
anak, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, pendidikan, pengetahuan, kurang
pemberdayaan keluarga dan kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat, krisis ekonomi
Status gizi pada balita dipengaruhi oleh dua faktor, salah satunya faktor langsung yang
terdiri dari asupan zat gizi dan penyakit infeksi. Penyakit infeksi membuat balita
kehilangan zat gizi yang ditandai dengan menurunnya nafsu makan sehingga zat gizi
dalam tubuh berkurang dan membuat status gizi pada balita menjadi kurang baik
Penyakit infeksi merupakan penyebab langaung yang mempengaruhi status gizi pada
balita. Dampak yang ditimbulkan dari penyakit infeksi ini nafsu makan balita mulai
menurun, zat gizi yang masuk dalam tubuh berkurang kemudian muntah yang
mennyebabkan kehilangan zat gizi sehingga zat gizi didalam tubuh berkurang
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam
tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang
dipakai untuk merangsan pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan, seperti
vaksin BCG, DPT, Campak dan melalui mulut, seperti vaksin polio
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi tidak memiliki kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit infeksi,
sehingga anak akan jatuh sakit, mungkin akan menyebabkan turunnya status gizi. Hal ini karena penyakit
infeksi dan fungsi kekebalan saling berhubungan erat satu sama lain, dan pada akhirnya akan mempengaruhi
status gizi berupa penurunan status gizi pada anak
beras analog adalah beras tiruan salah satu bentuk diversifikasi pangan dengan memanfaatkan
sumber karbohidrat lokal.
pemberian beras analog berbasis tepung mocaf dan maizena dengan tambahan CMC dan ampas tahu
(beras analog MMCAT) sebagai bahan makanan pengganti beras pada balita stunting kekurangan
protein menjadi faktor resiko kejadian status gizi pada balita. pemberian beras analog berbasis tepung
jagung sebagai bahan makanan pengganti beras pada balita. Kabupaten Kuningan menjadi salah satu
sasaran pemerintah pusat untuk mengurangi angka status gizi pada balita, ditunjukkan data statistik
Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan prevalensi data gizi kurang asupan energi dan protein dalam
makanan yang dikonsumsi oleh balita sangat berpengaruh terhadap peningkatan status gizi balita.
PREVALENSI DAN DETERMINAN KEJADIAN GIZI KURANG PADA BALITA
Evi Lutviana, Irwan Budiono*
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri
Semarang, Indonesia

Masalah gizi di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah
malnutrisi, anemia zat gizi, gangguan akibat kekurangan yodium, kurang vitamin A dan
obesitas
Gangguan gizi disebabkan oleh faktor-faktor (determinan) yaitu faktor primer dan faktor
sekunder. Faktor primer adalah bila sumber makanan seseorang salah dalam kuantiatas atau
kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi
pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya. Faktor
sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh
Gizi kurang merupakan salah satu masalah kesehatan yang berkontribusi terhadap
rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Asupan gizi dengan
kualitas dan kuantitas yang baik sangat dibutuhkan terutama pada usia balita karena
pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kognitif sedang tumbuh dengan pesat
pada tahap usia tersebut. Gizi kurang pada anak
balita dapat mempengaruhi kecerdasan anak, menurunnya produktivitas anak serta
rendahnya kemampuan kognitif
Pelatihan PMBA (Pemberian Makan Bayi dan Anak) di kota Yogyakarta dimulai pada
tahun 2016 dan dilaksanakan 3 angkatan. Setiap angkatan terdiri dari 12 kader posyandu.
Salah satu kader yang telah dilatih PMBA oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta adalah
kader Puskesmas Tegalrejo. Tujuan dari pelatihan PMBA ini adalah untuk meningkatkan
status gizi bayi dan balita. Setelah tiga tahun dilakukan pelatihan PMBA belum ada
penurunan masalah gizi yang signifikan. Pada tahun 2019 masih terdapat 6,53% gizi
kurang, 1,18 % balita mengalami status gizi kurus, dan 12,46 % balita mengalami stunting.
Oleh sebab itu perlu diadakan evaluasi pasca pelatihan konseling PMBA bagi kader.
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA Determinant of Nutritional
Status in Infants

Ika Nopa

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,Universitas Muhammadiyah Sumatera


Utara e-mail: ikanopa@umsu.ac.id
Gizi yang baik adalah landasan kesehatan, dengan gizi yang baik akan mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan. Malnutrisi pada balita masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Malnutrisi memiliki dampak yang buruk baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Anak dengan malnutrisi dapat mengalami
gangguan pertumbuhan, perkembangan dan penurunan kecerdasan yang menyebabkan
produktifitasnya menurun di masa depan. Hal tersebut akan menjadi penghambat
pembangunan nasional. didapati status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan
menurut umur didapati gizi kurang sebanyak 40% dan gizi buruk sebanyak 4%. Untuk
status gizi yang didasarkan pada indeks tinggi badan menurut umur didapati kategori
pendek 24% dan kategori sangat pendek 8%. Pada status gizi yang didasarkan pada
indeks berat badan menurut tinggi badan didapati 32% balita pada kategori kurus.
Family Hope Program, or internationally referred to as Conditional Cash Transfer
(CCT), is a government poverty allevation initiative by provision of conditional
cash money that induces healthy behavior so as to achieve strong generation. This
study sought to examine the effect of Family Hope Program on maternal health
behavior and children under five nutritional status in poor families, Jombang, East
Java.
A quasi-experimental methodology comprising of repeated cross-sectional survey of 1420 preschool
children was conducted to collect information on demographic characteristics, dietary intake and
anthropometric data of children within beneficiary area and comparable control area before and after the
project. There was no significant difference in the demographic characteristic of children before and after
the project in both the study and control area. The average, energy, protein, and magnesium intake is about
65, 44, and 75% respectively of FAO/WHO (2001) reference nutrient intake (RNI) for the children in BA
before the project and the children in CCA before and after the project. A significant increase in
percentage of RNI was observed for BA children after the project. The proportion of the study children
below median - 3 SD (Z-score) was high for all nutritional indicators for both groups before the utilization
project. After the project, acute rather than chronic malnutrition as observed before the project was
observed among the BA children while the CCA children still shows incidences of chronic malnutrition.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai