Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gizi kurang, gizi buruk serta stunting masih menjadi permasalahan status gizi di
Indonesia, terutama pada balita. Kebutuhan gizi anak usia balita (bawah lima tahun) sangat
penting, karena pertumbuhan dan perkembangan secara pesat terjadi pada kelompok usia ini.
Pemberian gizi seimbang pada periode ini dilakukan untuk mendukung perkembangannya
secara optimal. Periode ini bersifat irreversible, yang berarti tidak dapat diperbaiki pada fase
kehidupan berikutnya dan akan memengaruhi perkembangan pada masa anak – anak dan
dewasa (Sarah et al., 2020). Idealnya perkembangan anak sejalan dengan pertumbuhan.
Kekurangan gizi pada anak balita berdampak pada gangguan pertumbuhan yang
mengakibatkan gangguan terhadap perkembangan anak. Status gizi anak dinilai berdasarkan
indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB dengan menggunakan z-score menurut nilai simpangan baku
pertumbuhan World Health Organization (WHO). Data status gizi anak berdasarkan indeks
BB/U dikategorikan kedalam gizi kurang (underweight), gizi baik, dan gizi lebih. Berdasarkan
indeks TB/U status gizi anak dikategorikan menjadi sangat pendek, pendek, dan normal.
Status gizi indeks BB/TB dikategorikan menjadi sangat kurus, kurus, normal, dan gemuk
(Sarah et al., 2020)
Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan kondisi malnutrisi pada
balita terbagi menjadi 3 kondisi yaitu overweight sebanyak 38,9 juta balita; gizi buruk 45,4
juta; dan kasus malnutrisi terbanyak adalah stunting mencapai 149,2 juta balita (WHO, 2021).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 menunjukkan prevalensi nasional
anak balita yang mengalami masalah gizi underweight berdasarkan indeks BB/U sebanyak
17,7%, stunting berdasarkan indeks TB/U sebanyak 30,8% dan wasting berdasarkan indeks
BB/TB sebanyak 10,2%. Provinsi Jawa Barat diketahui memiliki prevalensi underweight,
stunting dan wasting sebesar 14,6%; 31,1%, dan 8,5%. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
mencatat sebanyak 24.592 anak gizi kurang dan 4.264 anak gizi buruk. Masalah kekurangan
gizi akan berdampak pada gangguan pertumbuhan, rentan terhadap infeksi, dan dapat
menghambat perkembangan anak. Beberapa penelitian menemukan hasil bahwa stunting dan
underweight berhubungan dengan perkembangan anak terutama pada perkembangan motorik,
kognitif, dan bahasa anak. Penting untuk memastikan bahwa anak – anak berkembang secara
optimal. Banyak anak yang mengalami keterlambatan perkembangan karena keterbatasan
ekonomi, status gizi, kondisi kesehatan serta pengasuhan yang kurang tepat. Lebih dari 200
juta anak balita ditemukan tidak berkembang sesuai umur. Kebanyakan ditemukan di daerah
Asia dan Afrika salah satunya disebabkan karena asupan gizi yang tidak adekuat.
Kesehatan dan gizi merupakan salah satu kebutuhan anak usia dini yang harus terpenuhi,
dengan hal tersebut diharapkan anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai
kelompok umur. Perhatian terhadap pemenuhan zat gizi anak hendaknya dimulai sejak 1000
hari pertama kehidupan (HPK) anak, yaitu dimulai dari masa awal kehamilan hingga anak
berusia 2 tahun. Masa ini disebut dengan golden age, yaitu masa dimana terjadi pertumbuhan
dan perkembangan yang pesat pada diri anak. Setelah anak berusia di atas 2 tahun, pemenuhan
terhadap asupan zat gizi harus tetap diperhatikan karena usia balita merupakan usia yang
rawan terhadap berbagai penyakit dan masalah gizi.
Faktor yang mempengaruhi status gizi ada dua, yaitu faktor langsung dan tidak
langsung. Faktor langsung berupa kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi, serta
penyakit infeksi. Faktor tidak langsung antara lain sanitasi lingkungan, sosial ekonomi, jarak
kelahiran, dan pendapatan. Balita akan rentan terkena dampak negatif yang mempengaruhi
kesehatan jika tidak diberikan nutrisi yang baik, pengasuhan yang benar, dan lingkungan yang
sehat dan kondusif. Permasalah gizi erat kaitannya dengan faktor lingkungan. Faktor
lingkungan secara tidak langsung dapat berdampak terhadap pertumbuhan anak. Kesehatan
lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum, sehingga
berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Ruang
lingkup kesehatan lingkungan tersebut, antara lain pembuangan kotoran manusia (tinja),
penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), dan perilaku
hygiene. Keadaan lingkungan dan hygiene yang kurang baik memungkinkan terjadinya
penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernapasan, sehingga dapat menimbulkan
angka stunting (Apriluana & Fikawati, 2018).
Balita yang tumbuh di lingkungan tidak sehat berisiko satu kali lebih besar mengalami
status gizi buruk (Kurniawan, 2018). Kekurangan gizi pada anak di bawah lima tahun
mengakibatkan kematian pada 45% dari 5 juta dan menyebabkan 155 balita mengalami
kegagalan pertumbuhan linear. Peningkatan kualitas sanitasi lingkungan dan kebersihan
rumah dapat mencegah anak mengalami permasalahan kesehatan (Kamara et al., 2017)
Tingginya angka BBLR diperkirakan menjadi penyebab tingginya kejadian stunting di
Indonesia. Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi keadaan kesehatan dan perkembangan
janin. Gangguan pertumbuhan dalam kandungan dapat menyebabkan berat badan lahir rendah
(WHO, 2014). Penelitian di Nepal menujukkan bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah
mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menjadi stunting (Paudel, et al., 2012).
Kecenderungan BBLR pada anak umur 0 – 59 bulan menurut provinsi tahun 2013 prevalensi
BBLR 10,2% (Riskesdas, 2013). Prevalensi BBLR pada perempuan (11,2%) lebih tinggi
daripada laki-laki (9,2%). Penyebab terbayak kematian Bayi pada tahun 2017 adalah berat
bayi lahir rendah (BBLR) (Dinkes, 2017).
Pada tahun 2018, Bogor ditetapkan sebagai satu diantara daerah lokus stunting. Daerah
lokus stunting dipilih berdasarkan beberapa indikator yaitu jumlah balita stunting, prevalensi
balita stunting, dan tingkat kemiskinan di daerah tersebut. Pada tahun 2019, Desa Ciampea
Udik sendiri ditetapkan sebagai salah satu daerah lokus stunting. Hal ini membuktikan bahwa
kasus stunting di Desa Ciampea Udik masih cukup tinggi. Berdasarkan studi pendahuluan di
Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor, prevalensi stunting pada balita sebesar 25,6% dari
jumlah 555 balita yang diperoleh dari data Pelaporan Penimbangan Balita (PPB) tingkat
Posyandu. Pada Posyandu Kenanga, prevalensi stunting sebesar 22%, gizi buruk (severly
wasted) sebesar 26% dan gizi lebih (overweight) sebesar 8,6%. Sedangkan pada Posyandu
Beringin 2 prevalensi stunting sebesar 16%, gizi buruk (severly wasted) sebesar 8,6% dan gizi
kurang (wasted) sebesar 13%.
Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Hubungan Berat Badan Lahir dan Sanitasi dengan Status Gizi pada Balita di Posyandu
Kenanga dan Beringin 2 Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor”.

1.2 Identifikasi Masalah


Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan kondisi malnutrisi pada
balita terbagi menjadi 3 kondisi yaitu overweight sebanyak 38,9 juta balita, gizi buruk 45,4
juta, dan kasus malnutrisi terbanyak adalah stunting mencapai 149,2 juta balita (WHO, 2021).
Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas pada tahun 2018 menunjukkan prevalensi nasional
anak balita yang mengalami masalah gizi underweight berdasarkan indeks BB/U sebanyak
17,7%, stunting berdasarkan indeks TB/U sebanyak 30,8% dan wasting berdasarkan indeks
BB/TB sebanyak 10,2%. Provinsi Jawa Barat diketahui memiliki prevalensi underweight,
stunting dan wasting sebesar 14,6%, 31,1%, dan 8,5%. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
mencatat sebanyak 24.592 anak gizi kurang dan 4.264 anak gizi buruk. Lebih dari 200 juta
anak balita ditemukan tidak berkembang sesuai umur. Kebanyakan ditemukan di daerah Asia
dan Afrika salah satunya disebabkan karena asupan gizi yang tidak adekuat.
Berdasarkan studi pendahuluan di Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor, prevalensi
stunting pada balita sebesar 25,6% dari jumlah 555 balita yang diperoleh dari data Pelaporan
Penimbangan Balita (PPB) tingkat Posyandu. Prevalensi stunting di Posyandu Kenanga
sebesar 22% dan Beringin 2 sendiri sebesar 16%. Namun, untuk data status gizi lainnya belum
ada. Pada tahun 2019 Desa Ciampea Udik sendiri ditetapkan oleh pemerintah sebagai desa
lokus (lokasi fokus) stunting. Hal ini membuktikan bahwa kasus stunting di Desa Ciampea
Udik masih cukup tinggi.

1.3 Pembatasan Masalah


Agar tidak meluasnya objek dan variabel pada penelitian, peneliti membatasi masalah
dengan meneliti “Hubungan Berat Badan Lahir dan Sanitasi dengan Status Gizi pada Balita
di Posyandu Kenanga dan Beringin 2 Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor”.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan masalah
pada penelitian ini, yaitu apakah ada hubungan berat badan lahir dan sanitasi dengan status
gizi pada balita di Posyandu Kenanga dan Beringin 2 Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor?

1.5 Tujuan Penelitian


1.5.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan berat badan lahir dan sanitasi dengan status gizi pada
balita di Posyandu Kenanga dan Beringin 2 Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor.
1.5.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik anak meliputi usia dan jenis kelamin balita.
2. Mengidentifikasi berat badan lahir balita.
3. Mengidentifikasi sanitasi balita.
4. Mengidentifikasi status gizi (TB/U atau PB/U dan BB/TB atau BB/PB) pada balita.
5. Menganalisis hubungan berat badan lahir dengan status gizi pada balita di Posyandu
Kenanga dan Beringin 2 Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor.
6. Menganalisis sanitasi dengan status gizi pada balita di Posyandu Kenanga dan
Beringin 2 Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor.

1.6 Manfaat Penelitian


1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat
khususnya ibu yang memiliki anak balita supaya lebih memperhatikan status gizi pada
balita.
2. Bagi Instansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infromasi, sumber pengetahuan,
menambah daftar kepustakaan khususnya dalam program kesehatan dan dapat menjadi
sumber referensi atau acuan dasar untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan, serta pengalaman
dibidang kesehatan yang mendalam mengenai berat badan lahir dan sanitasi dengan status
gizi pada balita, sehingga ilmu yang didapat dapat diaplikasikan.

1.7 Keterbaruan Penelitian


Keterbaruan penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. 1 Keterbaruan Penelitian

No. Penulis Tahun Judul Metode Hasil Akhir


Atikah Rahayu, Riwayat Berat Desain cross- Faktor risiko yang paling
1. 2015
Fahrini Badan Lahir sectional. Teknik dominan berhubungan
Yulidasari, dengan pengambilan sampel dengan anak yang
Andini Kejadian dengan periode mengalami stunting adalah
Octaviana Putri, Stunting pada window of BBLR. Sedangkan variabel
Fauzie Rahman Anak Usia opportunity. Analisis status pekerjaan ibu, tinggi
Bawah Dua data bivariat badan ayah dan tinggi badan
Tahun menggunakan uji kai ibu tidak berhubungan
kuadrat dan data dengan kejadian stunting
multivariat pada anak baduta di
menggunakan uji bantaran sungai wilayah
regresi logistik. Puskesmas Sungai Karias,
Kabupaten Hulu Sungai
Utara
Hubungan
Hasil penelitian
Berat Badan
menunjukkan bahwa ada
dan Panjang
hubungan antara panjang
Badan Lahir Desain cross
badan lahir dengan kejadian
dengan sectional. Analisis
2. Antun Rahmadi 2016 stunting sedangkan BBLR
Kejadian data dengan uji
tidak berhubungan dengan
Stunting Anak statistik kai kuadrat.
kejadian stunting pada anak
12-59 Bulan di
usia 12-59 bulan di Provinsi
Provinsi
Lampung tahun 2015.
Lampung
Hubungan Desain cross
Hasil analisis uji korelasi
Pendapatan sectional.
spearman menunjukkan
Keluarga, Berat Pengambilan
nilai p sebesar 0,08
Rizki Kurnia Lahir, dan populasi dengan
3. 2017 (p<α=0,05), artinya ada
Illahi Panjang Lahir metode simple
hubungan antara panjang
dengan random sampling.
badan lahir dengan kejadian
Kejadian Analisis data
stunting balita.
Stunting Balita menggunakan uji
24-59 Bulan di korelasi spearman
Bangkalan (α=0,05)
Personal
Hygiene dan Teknik pengambilan
Sanitasi sampel pada Ada hubungan antara
Lingkungan penelitian ini personal hygiene dengan
Aisyah 2019 dengan menggunakan non kejadian stunting (p=0,000).
4.
Kejadian random (non Ada hubungan antara
Stunting di probability) sampling sanitasi lingkungan dengan
Desa Wukirsari dengan teknik kejadian stunting (p=0,000).
Kecamatan accidental samping.
Cankringan
Hubungan Hasil penelitian
Qonita
Ketersediaan menunjukkan bahwa ada
Basyariyah,
Sanitasi Dasar Cross sectional. ketersediaan jamban sehat
Khuliyah
terhadap Status Analisis (p=0,004 < α) dan
5. Candraning 2022
Gizi menggunakan uji kepemilikan SPAL (p=0,015
Diyanah,
Baduta di Desa chi-square < α) memiliki hubungan
Aditya Sukma
Pelem, yang signifikan terhadap
Pawitra
Bojonegoro status gizi pada baduta.

Desain cross Ada hubungan riwayat


Kejadian
sectional. pemberian ASI eksklusif
Yena Wineini Stunting pada
Pengambilan dengan kejadian stunting
Migang, Nang Anak Batita
responden pada anak batita dengan
Randu Utama, berdasarkan
menggunakan teknik hubungan keeratan yang
6. Linda Puji 2023 Riwayat
purposive sampling lemah. Ada hubungan
Astutik, Evan Pemberian ASI
dengan rumus slovin. riwayat BBLR dengan
Kristianus Ekslusif,
Analisis data kejadian stunting pada anak
Migang Riwayat Bayi
menggunakan chi- batita, dengan hubungan
Berat Lahir
square dengan positif tetapi keeratan lemah.
Rendah alternatif fisher exact
(BBLR) test.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel, sasaran,
tempat penelitian dan tahun penelitian. Adapun variabel bebas (independen) yang digunakan
dalam penelitian ini adalah berat badan lahir dan sanitasi. Variabel terkait (dependen) dalam
penelitian ini adalah status gizi pada balita. Pada penelitian ini memilih balita dengan kriteria
inklusi dan eklusi sebagai responden yang dilakukan di Posyandu Kenanga dan Beringin 2
Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Balita


Balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau usia anak di bawah
lima tahun. Pada masa ini juga dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok besar yaitu anak usia
1 − 3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3 − 5 tahun). Masa balita ini masa yang sangat
penting dalam proses tumbuh kembang manusia dan menjadi penentu keberhasilan anak pada
periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang anak pada usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau
masa keemasan (Hartini, 2018). Usia 1 – 3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak
menerima makanan yang disediakan orang tuanya. Laju pertumbuhan usia batita lebih besar
dari usia prasekolah, sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Perut yang lebih
kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil
bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih besar oleh sebab itu, pola makan yang
diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering. Usia 3 – 5 tahun anak menjadi konsumen
aktif. Anak sudah mulai memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini berat badan anak
cenderung mengalami penurunan, disebabkan karena anak beraktivitas lebih banyak dan
mulai memilih maupun menolak makanan yang disediakan orang tuanya.

2.2 Status Gizi


2.2.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan suatu kondisi tubuh yang diakibatkan oleh keadaan
keseimbangan antara zat – zat gizi yang dikonsumsi setiap harinya untuk proses
metabolisme tubuh secara normal. Dari keseimbangan tersebut menghasilkan gambaran
kondisi tubuh yang disebut dengan status gizi (Sitasari et al., 2022). Setiap individu
membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antarindividu, hal ini tergantung pada usia
orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, berat badan, dan lainnya
(Holil, dkk, 2017).
2.2.2 Penilaian Status Gizi
a. Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya
tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi, antropometri adalah ukuran tubuh. Menurut
para ahli, antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi.
b. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status
gizi masyarakat. Dengan melihat jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan
mukosa oral atau pada organ – organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid (Istiany dan Rusilanti, 2013).
c. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh
(darah, urine, tinja, dan jaringan tubuh seperti hati dan otot) yang diuji secara
laboratoris (Istiany dan Rusilanti, 2013).
d. Biofisik
Metode kemampuan statu gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya
jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Digunakan dalam situasi
tertentu seperti kejadian buta senja endemik dengan cara melakukan tes adaptasi
gelap (Supariasa, dkk, 2016).

2.2.3 Klasifikasi Status Gizi

Ambang Batas
Indeks Kategori Status Gizi
(Z – score)
Tabel 2. 1 Kategori BB sangat kurang (severely underweight) <-3 SD
dan Ambang Batas
Status Gizi Anak BB/U anak
BB kurang (underweight) -3 SD sd <-2 SD
usia 0 – 60
BB normal -2 SD sd +1 SD
bulan
Risiko BB lebih >+1 SD
Sangat pendek (severely stunted) <-3 SD
TB/U anak
Pendek (stunted) -3 SD sd <-2 SD
usia 0 – 60
Normal -2 SD sd +3 SD
bulan
Tinggi >+3 SD
Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD
Gizi kurang (wasted) -3 SD sd <-2 SD

BB/TB Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD


anak usia 0 Berisiko gizi lebih
+1 SD sd +2 SD
– 60 bulan (possible risk of overweight)
Gizi lebih (overweight) +2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) >+3 SD
Gizi buruk (severely wasted) <-3 SD
Gizi kurang (wasted) -3 SD sd <-2 SD

IMT/U anak Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD


usia 0 – 60 Berisiko gizi lebih
+1 SD sd +2 SD
bulan (possible risk of overweight)
Gizi lebih (overweight) +2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) >+3 SD
Sumber: PMK No. 2 Tahun 2020

2.3 Masalah Gizi pada Balita berdasarkan Status Gizi


Tingginya masalah gizi pada balita seperti bertubuh pendek (stunting) dan kurus
(wasting) serta 'beban ganda' malnutrisi dimana terjadinya kekurangan dan kelebihan gizi.
Berikut beberapa masalah gizi pada balita berdasarkan status gizi:
2.3.1 Stunting (Tubuh Pendek)
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi
yang kronis, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak
masih dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir. Balita pendek adalah
balita dengan status gizi berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umur bila
dibandingkan dengan standar baku WHO, nilai z-score <–2 SD dan dikategorikan
sangat pendek jika nilai z-score <–3 SD (Kemenkes, RI 2016). Stunting pada anak
merupakan indikator utama dalam menilai kualitas modal sumber daya manusia di masa
mendatang. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak
faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu hamil, kesakitan pada bayi, dan
kurangnya asupan gizi pada bayi (Pusat Data dan Informasi, Kementerian RI 2018).
2.3.2 Wasting (Gizi Buruk dan Gizi Kurang)
Wasting merupakan gabungan dari istilah gizi kurang (wasted) dan gizi buruk
(severely wasted) yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Panjang Badan
(BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dengan ambang batas (Z –
score) <-2 SD. Menurut data WHO, lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait
dengan gizi kurang dan gizi buruk (WHO, 2014). World Health Organization (WHO)
juga menyebutkan bahwa 22% kematian bayi terkait dengan malnutrisi yang seringkali
terkait dengan asupan ASI. Angka kematian bayi yang cukup tinggi di dunia dapat
dihindari dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) (WHO, 2016). Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi gizi kurang pada Baduta di Indonesia
berdasarkan BB/TB tidak mengalami penurunan yang signifikan dimana tahun 2013
sebesar 13,9% menjadi sebesar 13,8% pada tahun 2018.
2.3.3 Obesitas (Gizi Lebih)
Gizi lebih adalah suatu keadaan saat berat badan seseorang melebihi dari standar
kesehatan yang telah ditentukan (Kemenkes RI, 2018). Nilai normal z-score -2 SD
sampai dengan +1 SD dan dikategorikan obesitas jika z-score >+3 SD (Kemenkes, RI
2016). Kejadian obesitas yang terjadi pada anak – anak memiliki risiko yang lebih tinggi
mengalami obesitas pada usia dewasa. Obesitas pada masa anak – anak dapat
mengakibatkan risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kematian dini dan kecacatan
ada usia dewasa (WHO, 2016). Obesitas merupakan faktor risiko utama yang
mengakibatkan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, stroke, kanker,
gangguan ginjal, gangguan muskuloskletal dan penyakit kronis lainnya. Risiko obesitas
juga dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sebagai akibat dari
faktor perilaku dan/atau biologis. Pengaruh perilaku berlanjut dari generasi ke generasi
ketika anak – anak mewarisi status 4 sosial ekonomi, norma, perilaku budaya, dan
perilaku makan keluarga dan aktivitas fisik (WHO, 2016). Penyebab obesitas telah
diketahui secara umum terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara asupan energi
dan pengeluaran. Ketidakseimbangan ini dikarenakan kurangnya melakukan aktivitas
fisik dan kelebihan asupan makanan. Semakin meningkatnya teknologi zaman sekarang
membawa dampak anak – anak lebih memilih waktu luang dengan bermain smartphone,
menonton televisi, atau video game dibandingkan dengan bermain di luar rumah
terutama saat hari libur sekolah (weekend). Aktivitas fisik yang dilakukan anak pada
saat jam istirahat pertama berhubungan dengan kejadian obesitas pada anak
(Ramadhani, Mundiastuti dan Mahmudiono, 2018).

2.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita


Faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita terbagi menjadi 2, yakni
faktor secara langsung dan faktor tidak langsung (Kemenkes RI, 2016).
1. Faktor Langsung
a. Perilaku Pemberian Makan
1) Pemberian Kolostrum dan ASI
Pemberian kolostrum dan ASI merupakan dasar gizi yang baik bagi bayi.
Penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa ASI memiliki kandungan zat gizi
spesifik dan anti infeksi. Kolostrum pada ASI sangat kaya imunoglobin yang dapat
melindungi bayi terhadap infeksi bakteri dan virus yang terus menerus ada.
Hilangnya sumber makanan di lingkungan dengan sosisal dan ekonomi rendah dapat
menjadi faktor yang berperan dalam terjadinya infkesi pada bayi. Dan juga adanya
hubungan dengan pengetahuan, pendidikan serta kondisi kesehatan ibu
mempengaruhi pemberian ASI (Atabik, 2014).
2) Pemberian Makanan Prelakteal
Makanan prelakteal adalah makanan yang diberikan kepada anak pada usia
2 – 3 hari. Anak yang diberikan makanan prelakteal beresiko 1,8 kali beresiko
menjadi stunting daripada anak yang tidak diberikan makanan prelakteal. Pemberian
makanan prelakteal masih sering terjadi di negara berkembang sebagai bentuk
budaya yang masih mengakar di masyarakat.
3) Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP – ASI)
Terlambat memberikan MP – ASI beresiko 2,3 kali lebih tinggi untuk
stunting dan terlalu dini memberikan MP – ASI tepat waktu (Hapsari et al., 2016).
MP – ASI ketika diberikan secara tidak tepat, akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan pada bayi. Hal ini terkait dengan sistem imunitas dan pencernaan bayi
yang belum matang. Sedangkan pemberian MP – ASI secara tepat dapat
meningkatkan kesehatan anak untuk hidup sehat. Kualitas pemberian makan balita
yang meliputi pemberian ASI dan MP – ASI sangatlah penting untuk meningkatkan
status gizi, mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal (Anastasia,
2014).
4) Frekuensi Makan
Frekuensi makan di beberapa negara berkembang pada umumnya hanya
2x/hari. Frekuensi makan yang baik terus menerus meningkat seiring dengan
pertumbuhan usia. Dimana pada usia 9 – 23 bulan frekuensi pemberian makan 3 –
4x/hari, ASI tetap diberikan tergantung nafsu makan, dapat diberikan 1 – 2x selingan.
Proporsi stunting secara signifikan lebih tinggi pada anak yang diberi makan <3x/hari
(Susetyowati, 2016).
b. Infeksi
Infeksi suatu penyakit berkaitan erat dengan buruknya sanitasi lingkungan dan
tingginya kejadian penyakit menular. Infeksi penyakit terutama infeksi berat dapat
memperburuk status gizi karena memengaruhi asupan gizi sehingga kemungkinan besar
akan menyebabkan kehilangan zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Kejadian penyakit infeksi
pada anak dapat berpengaruh pada penurunan nafsu makan anak yang merupakan gejala
klinis suatu penyakit, sehingga asupan makanan anak akan berkurang. Apabila keadaan
penurunan asupan makan terjadi dalam waktu yang cukup lama disertai dengan kondisi
muntah dan diare, maka anak juga akan mengalami kehilangan zat gizi dan cairan.
Dimana kondisi ini akan berdampak pada status gizi anak yang sebelum memiliki status
gizi baik, menjadi status gizi kurang atau gizi buruk (Aziezah, 2011 dalam Yustianingrum
& Adriani, 2017).
2. Faktor Tidak Langsung
a. Berat Badan Lahir
Berat badan lahir merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi
balita. Berat badan lahir rendah (BBLR) dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
terjadinya stunting pada balita (Helmyati et al., 2019). BBLR <2500 gr telah diidentifikasi
sebagai faktor risiko penting terkait perkembangan anak selanjutnya. Dampak dari bayi
yang memiliki berat lahir rendah akan berlangsung dari generasi ke generasi, anak dengan
BBLR akan memiliki ukuran antropometri yang kurang pada perkembangannya. Anak
dengan BBLR yang diiringi dengan konsumsi makanan yang tidak adekuat, pelayanan
kesehatan yang tidak layak, dan sering terjadi infeksi pada masa pertumbuhan akan terus
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan menghasilkan anak yang stunting
(Apriluana & Fikawati, 2018). Berat bayi lahir rendah berisiko 2,12 kali lebih besar
mengalami stunting dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat normal
(Nshimyiryo et al., 2019).
b. Faktor Ekonomi
Sebagian besar anak yang mengalami gangguan pertumbuhan memiliki status
ekonomi yang rendah (Noviastuti, 2018). Status ekonomi yang rendah berdampak pada
ketidakmampuan untuk mendapatkan pangan yang cukup dan berkualitas karena
rendahnya kemampuan daya beli (Anugraheni & Kastasurya, 2012). Situasi ekonomi
seperti ini membuat balita stunting kesulitan memperoleh asupan zat gizi, sehingga
mereka tidak dapat mengusul ketertinggalan pertumbuhan dengan baik.
c. Jarak Kelahiran
Jarak kelahiran yang dekat dikaitkan dengan stunting. Jarak kelahiran
mempengaruhi pola asuh. Jarak kelahiran yang dekat membuat orang tua lebih khawatir,
sehingga pengasuhan anak di bawah standar. Anak yang lebih besar belum mandiri dan
membutuhkan banyak perawatan. Keluarga tanpa asisten atau pengasuh anak, khususnya.
Sang ibu merawat anak – anaknya sendirian, sementara harus melakukan tanggung jawab
lain. Asupan makanan anak tidak terpantau (Candra, 2020). Jarak kelahiran yang kurang
dari dua tahun menyebabkan salah satu anak, umumnya yang lebih tua, tidak
mendapatkan cukup ASI.

2.5 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi


Berat badan lahir merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi
balita dan sebagai penentu yang paling penting untuk menentukan peluang bertahan,
pertumbuhan, dan perkembangan di masa depannya. Ibu yang selalu menjaga kesehatannya
dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan menerapkan gaya hidup yang baik akan
melahirkan bayi yang sehat, sebaliknya ibu yang mengalami defisiensi gizi memiliki risiko
untuk melahirkan BBLR. Bayi dengan BBLR memiliki risiko lebih tinggi mengalami
kematian, keterlambatan petumbuhan dan perkembangan selama masa kanak-kanak
dibandingkan dengan bayi yang tidak BBLR (Rajashree, 2015). Penelitian yang dilakukan
Nengsih dkk juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara BBL dengan pertumbuhan
yang dinilai dengan indikator BB/TB. Bayi dengan riwayat BBLR akan cenderung memiliki
pertumbuhan yang lambat. Dampak lain yang muncul pada orang dewasa yang memiliki
riwayat BBLR yaitu beresiko menderita penyakit degeneratif yang dapat menyebabkan beban
ekonomi individu dan masyarakat (Pramono, 2009).

2.6 Sanitasi
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan
lingkungan. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan,
menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan
(Yulianto et al., 2020). Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2019). Individu, komunitas, dan negara bekerja untuk memperbaiki dan
menghindari masalah kesehatan yang disebabkan oleh penyebab lingkungan eksternal
(Ashar, 2020).

2.7 Hubungan Sanitasi dengan Status Gizi


Status gizi anak balita paling umum yang berhubungan dengan sanitasi lingkungan dan
morbiditas adalah indikator status gizi yang berdasarkan berat badan menurut umur (Hidayat,
2011). Hasil penelitian ini didukung juga oleh Daldiyono dkk (2007) menyatakan terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit infeksi antara lain sanitasi dan hygiene
perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi, kontaminasi pangan dan air, dan
pengetahuan gizi yang tidak memadai. Kebersihan baik itu kebersihan perorangan maupun
lingkungan, memegang peranan penting dalam menimbulkan penyakit. Kebersihan yang
kurang dapat menyebabkan anak sering sakit, misalnya diare, cacingan, hepatitis, malaria,
demam berdarah, batuk, pilek dan sebagainya. Demikian juga dengan adanya polusi udara
berasal dari pabrik, asap kendaraan, atau asap rokok dapat memengaruhi tingginya angka
kejadian ISPA. Keadaan higiene sanitasi lingkungan yang menyebabkan anak balita sering
mengalami gangguan kesehatan status gizinya pasti akan tidak baik karena kondisi tubuh
kurang baik pula.

2.8 Kerangka Teori

Masalah Gizi

Konsumsi Penyakit Faktor Langsung


Zat Gizi Infeksi

Akses Faktor Tidak


terhadap Sanitasi
Langsung
Makanan

Kemiskinan, Pengetahuan, Penyebab


Keterampilan, Perilaku Utama

Krisis Ekonomi dan Politik Faktor Langsung

Gambar 2. 1 Kerangka Teori

Sumber: The State of the World’s Children 1998, UNICEF

Berdasarkan gambar di atas, menurut UNICEF dapat dijelaskan bahwa faktor – faktor
yang mempengaruhi terjadinya status gizi disebabkan oleh faktor langsung dan faktor tidak
langsung seperti yang terdapat di atas. Faktor langsung yang mempengaruhi status gizi, yaitu
penyakit infeksi yang berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit menular dan perilaku
pemberian makan yang tidak optimal dan asupan makan. Adapun faktor tidak langsung yang
berhubungan dengan status gizi yaitu sanitasi, akses terhadap makanan, dan pola asuh.
Penyebab utama dari masalah gizi yaitu, kemiskinan, pengetahuan, keterampilan yang kurang
serta perilaku. Akar masalah yang mempengaruhi status gizi yaitu tingkat ekonomi. Berat
badan lahir merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi balita. Berkaitan
dengan peranannya sebagai faktor penyebab tidak langsung timbulnya masalah gizi, selain
sanitasi dan penyediaan air bersih, kebiasaan cuci tangan dengan sabun, buang air besar di
jamban, tidak merokok dan memasak di dalam rumah, sirkulasi udara dalam rumah yang baik,
ruangan dalam rumah terkena sinar matahari dan lingkungan rumah yang bersih.

2.9 Kerangka Konsep


Kerangka konsep dalam penelitian ini dibentuk dengan memasukan variabel
independen adalah berat badan lahir dan sanitasi. Variabel dependen adalah status gizi. Berat
badan lahir merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi balita dan
sebagai penentu yang paling penting untuk menentukan peluang bertahan, pertumbuhan, dan
perkembangan di masa depannya. Sedangkan, sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan. Apabila, keadaan sanitasi kurang
memadai dapat menyebabkan anak balita sering mengalami gangguan kesehatan, dimana
status gizinya pasti akan tidak baik karena kondisi tubuh kurang baik pula.

Variabel Independen Variabel Dependen

Berat Badan Lahir


Status Gizi
(Indeks TB/U dan
BB/TB)
Sanitasi

Gambar 2. 2 Kerangka Konsep


2.10 Hipotesis
Untuk mengetahui hubungan berat badan lahir dan sanitasi dengan status gizi pada balita
di Posyandu Kenanga dan Beringin 2 Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
H𝑜 : Tidak ada hubungan berat badan lahir dengan status gizi pada balita di Posyandu
Kenanga dan Beringin 2 Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor.
H𝑎 : Ada hubungan berat badan lahir dengan status gizi pada balita tahun di Posyandu
Kenanga dan Beringin 2 Desa.
H𝑜 : Tidak ada hubungan sanitasi dengan status gizi pada balita tahun di Posyandu Kenanga
dan Beringin 2 Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor.
H𝑎 : Ada hubungan sanitasi dengan status gizi pada balita di Posyandu Kenanga dan Beringin
2 Desa.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor, tepatnya di Posyandu
Kenanga dan Posyandu Beringin 2. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September
2023.

3.2 Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah observasional dengan desain penelitian cross sectional
(pontong lintang). Penelitian ini untuk mencari hubungan terkait variabel independen (berat
badan lahir dan sanitasi) dan variabel dependen (status gizi berdasarkan indeks TB/U atau
PB/U dan BB/TB atau BB/PB). Penelitian ini menggunkan metode kuantitatif.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang berada di Posyandu
Kenanga dan Beringin 2 Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor. Berdasarkan data
yang diperoleh dari pihak Puksesmas Ciampea Udik Kabupaten Bogor jumlah balita
pada bulan Februari 2023 tercatat sebanyak 76 balita. Data tersebut diperoleh dari hasil
pengukuran posyandu dan pemberian vitamin A pada bulan Februari 2023.
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
accidental sampling. Teknik accidental sampling yaitu teknik penetuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok dengan
kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti.
Besar sampel dihitung dengan menggunakan uji hipotesis korelasi dengan rumus
sebagai berikut:

𝑍1−1/2𝑎 + 𝑧1−𝛽
𝑛=[ ]2 + 3
(1 + 𝑟)
0,5 𝐼𝑛 [ ]
(1 − 𝑟)
1,960 + 0,846 2
𝑛=[ ]
(1 + 0,402)
0,5 𝐼𝑛 [ ]
(1 − 0,402)

2,806
𝑛=[ ]+3
0,425

𝑛 = 𝐴 = [6,6]2 + 3

𝑛 = 42,5 + 3

𝑛 = 45
Keterangan:
n : Besar sampel
r : Nilai koefisien korelasi. Nilai ini diambil dari penelitian sebelumnya (r =
0,402)
C(r) : ½ ln ((1+r)/(1-r)) → transformer fisher
Z1-1/2 α = Kesalahan tipe 1 yang ditetapkan
Z1-β = Kesalahan tipe 2 yang ditetapkan

Dari rumus di atas, maka didapatkan sampel 45 orang balita di Posyandu


Kenanga dan Beringin 2 Desa Ciampea Udik Kabupaten Bogor yang menjadi sampel
penelitian ini.
a) Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Balita yang ada di Posyandu Kenanga dan Beringin 2 Desa Ciampea Udik
Kabupaten Bogor dan telah berdomisili minimal 6 bulan.
b. Anak Balita dengan rentang usia 0 – 59 bulan.
c. Ketersediaan orang tua menjadikan balita sebagai responden penelitian.
b) Kriteria Eksklusi
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:
a. Balita yang pindah domisili.
b. Ibu tidak dapat berkomunikasi dengan baik.
3.4 Pengumpulan Data
3.4.1 Jenis Data
a. Data Primer
Data primer yang diperoleh langsung dari objek penelitian, meliputi data
identitas sampel, kuesioner sanitasi, dan data status gizi (Indeks TB/U atau PB/U
dan BB/TB atau BB/PB).
1. Identitas
Identitas responden yaitu sebuah formulir identitas yang berisi nama,
jenis kelamin, tempat tangal lahir, berat badan lahir, usia, alamat, dan nomor
handphone orang tua untuk memudahkan pendataan dalam proses penelitian
berlangsung. Data tersebut diperoleh dengan cara pengisian formulir yang
dilakukan oleh responden secara langsung. Kemudian data dikumpulkan oleh
peneliti.
2. Data TB/U atau PB/U dan BB/TB atau BB/PB
Peneliti melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan kepada
balita menggunakan alat pengukur tinggi badan untuk menghasilkan data
tinggi badan dan timbangan berat badan untuk menghasilkan data berat
badan. Selanjutnya, peneliti menghitung status gizi, sehingga menghasilkan z
– score yang dapat menunjukkan bahwa balita tersebut mengalami wasting
atau tidak, stunting atau tidak dan obesitas atau tidak.
3. Kuesioner Sanitasi
Sanitasi adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencangkup
lingkungan perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan
sebagainya. Data tersebut diperoleh dari pengisian kuesioner yang dilakukan
dengan cara wawancara secara langsung dengan ibu responden.
b. Data Sekunder
Data sekunder dari penelitian ini adalah gambaran umum lokasi penelitian
(jumlah balita).
3.4.2 Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan penelitian dilakukan perizinan kepada pihak desa,
puskesmas, kader posyandu dan warga setempat. Pengambilan data dilakukan setelah
perizinan dan koordinasi dengan pihak posyandu selesai. Data primer pada penelitian
ini didapatkan melalui data identitas responden dan kuesioner. Data identitas meliputi
identitas responden yaitu sebuah formulir identitas yang berisi nama, jenis kelamin,
tempat tangal lahir, berat badan lahir, panjang badan lahir, berat badan saat ini, tinggi
badan saat ini, usia, alamat, dan nomor handphone orang tua serta kuesioner sanitasi.
Sedangkan, data sekunder didapatkan dari pihak puskesmas yang meliputi jumlah
balita yang ada di Desa Ciampea Udik. Koordinasi dengan kader di Posyandu Kenanga
dan Beringin 2 untuk waktu dan tempat pelaksanaan penimbangan BB serta TB pada
balita yang dilaksanakan di masing – masing posyandu. Di hari berikutnya, setelah
mendapatkan data BB dan TB ibu responden dikumpulkan pada satu tempat untuk
tahap pengisian kuesioner dan pengecekan buku KIA beserta dengan wawancara
bersama ibu responden. Waktu lama pengisian kuesioner dan wawancara sekitar 30
menit. Setelah data terkumpul, selanjutnya data diolah dan dilakukan analisis data
dengan mempertimbangkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

Perizinan

Koordinasi dengan Kader di Posyandu


Kenanga dan Beringin 2

Penimbangan BB dan TB Balita di


Posyandu Kenanga dan Beringin 2

2 Wawancara:
1. Pengisian Kuesioner
3 2. Pengecekan Buku KIA
Data terkumpul, diolah dan dianalisis

Gambar 3. 1 Alur Pelaksanaan Penelitian

3.4.3 Instrumen Penelitian


a. Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian
Lembar persetujuan ini berisi tentang persetujuan yang memberikan
keterangan bahwa ibu yang mempunyai balita yang memenuhi kriteria penelitian
bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
b. Data Diri Balita
Lembar data diri ini berisi tentang informasi balita yang menjadi responden
dalam penelitian ini. Adapun isi lembar data diri ini adalah nama, jenis kelamin,
tempat dan tanggal lahir, umur, alamat, tinggi badan/panjang badan dan berat
badan terkini.
c. Kuesioner Sanitasi
Kuesioner ini mencangkup lingkungan perumahan, pembuangan kotoran,
penyediaan air bersih dan sebagainya. Data tersebut diperoleh dari pengisian
kuesioner yang dilakukan dengan cara wawancara secara langsung dengan
responden.
d. Alat Ukur Tinggi Badan Pada Balita
Pada penelitian ini instrumen untuk memperoleh informasi status gizi pada
balita yaitu stadiometer untuk mengukur tinggi badan pada balita yang
disesuaikan dengan standar deviasi WHO.
e. Alat Ukur Berat Badan Pada Balita
Pada penelitian ini instrumen untuk memperoleh informasi status gizi pada
balita yaitu timbangan berat badan digital untuk mengukur berat badan pada
balita.

3.5 Prosedur Penelitian


Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan peneliti, baik itu data primer maupun data
sekunder, maka dilakukan prosedur penelitian yang akan mempermudah pengambilan data
meliputi:
a. Pra Penelitian
Pada tahap ini peneliti melakukan perizinan terhadap lokasi penelitian yaitu Desa
Ciampea Udik Kabupaten Bogor. Selanjutnya, peneliti melakukan observasi awal untuk
mengetahui jumlah populasi penelitian serta menganalisis lokasi. Untuk mempersiapkan
pelaksanaan penelitian, maka peneliti membuat instrumen penelitian yang meliputi lembar
data diri, lembar persetujuan mengikuti penelitian dan kuesioner sanitasi.
b. Penelitian
Tahap ini sudah memasuki proses penelitian yaitu dilakukan pengambilan data
primer dan data sekunder. Adapun data primer dalam penelitian ini meliputi: data diri
responden, kuesioner sanitasi, dan data status gizi (TB/U atau PB/U dan BB/TB atau
BB/PB). Data primer tersebut diperoleh melalui wawancara yaitu untuk data diri,
kuesioner sanitasi, pengecekan buku KIA dan pengukuran langsung tinggi badan serta
berat badan balita untuk mendapatkan status gizi. Setelah data terkumpul, selanjutnya data
diolah dan dilakukan analisis data.

3.6 Variabel Penelitian


3.6.1 Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel independen yaitu berat badan lahir dan sanitasi.
3.6.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel dependen yaitu status gizi.

3.7 Definisi Konseptual


3.7.1 Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah berat badan lahir dan sanitasi.
Berat badan lahir berat badan bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam pertama setelah
lahir, sedangkan sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan lingkungan. Adapun untuk mendapatkan data berat badan lahir
balita yaitu dengan melakukan pengecekan buku KIA, sedangkan untuk sanitasi
menggunakan kuesioner sanitasi.
3.7.2 Variabel Dependen
Status gizi menjadi variabel yang terikat (dependen) dalam penelitian ini. Status
gizi merupakan nilai rujukan untuk mengkategorikan status gizi anak berdasarkan
TB/U atau PB/U dan BB/TB atau BB/PB. Adapun untuk mendapatkan status gizi
dengan cara pengukuran antropometri yaitu tinggi badan menggunakan alat ukur
stadiometer dan berat badan menggunakan timbangan berat badan digital.

3.8 Definisi Operasional

Tabel 3. 1 Definisi Operasional

Definisi Skala
Variabel Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur
Berat badan
bayi yang
Wawancara dengan
ditimbang Angka dalam
Berat Badan a. Buku KIA mengecek buku
dalam waktu satuan: gram Rasio
Lahir b. Kuesioner KIA dan pengisian
satu jam (g)
kuesioner.
pertama setelah
lahir.

Status
kesehatan suatu
Skoring
lingkungan
• Nilai
yang
minimal: 35
mencangkup Kuesioner Wawancara dengan
• Nilai
Sanitasi lingkungan (Riskesdas, menggunakan Rasio
maksimal:
perumahan, 2018) kuesioner.
93
pembuangan
sampah,
penyediaan air
bersih
Keadaan gizi
balita
berdasarkan Nilai z-score
kesesuaian hasil dihitung
penimbangan menggunakan
(keadaan tubuh a. Stadiometer aplikasi WHO
balita yang b. Timbangan Anthro dengan
Status Gizi dinilai Berat memasukkan Z – score Rasio
menggunakan Badan tanggal lahir balita,
indeks Digital tanggal
antopometri pengukuran, dan
TB/U atau hasil pengukuran
PB/U dan BB dan TB/PB.
BB/TB atau
BB/PB).

3.9 Pengolahan dan Analisis Data


3.9.1 Pengolahan Data
1. Editing (Pengeditan Data)
Data yang diperoleh melalui hasil wawancara dan pengukuran perlu disunting
(edit) terlebih dahulu. Peneliti melakukan pengecekan terhadap kelengkapan data
untuk menghindari adanya kesalahan dan kesesuaian jawaban. Jika ada data atau
informasi yang kurang lengkap dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang,
maka kuesioner tersebut dikeluarkan (droup out).
2. Coding (Pengkodean Data)
Coding dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data yang telah
terkumpul. Kegiatan yang dilakukan adalah memberikan kode dengan angka yang
telah ditetapkan sebelumnya.
3. Entry (Memasukkan Data)
Data dimasukkan pada proses entry yaitu data responden, data berat badan
lahir, data kuesioner sanitasi, dan data status gizi yang telah dilakukan coding
kemudian dimasukkan kedalam aplikasi komputer. Data yang terkumpul dianalisa
secara univariat dan bivariat.
4. Cleaning (Pembersihan)
Cleaning dilakukan dengan cara melihat kelengkapan dan kebenaran data
responden, data berat badan lahir, data kuesioner sanitasi, dan data status gizi di
dalam komputer.

3.10 Teknik Analisis Data


Analisis data yang dilakukan menggunakan program computer software SPSS Statistics
25. Teknik analisis data yang dilakukan sebagai berikut:
3.10.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran distribusi data normal atau
tidak. Validitas merupakan pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip
keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Uji validitas sangat penting untuk
mengetahui ada tidaknya pertanyaan dalam kuesioner yang kurang relevan sehingga
harus diganti. Ada 3 uji normalitas yaitu dengan melihat histogram, Skewness dan
Kolmogorov Smirnov atau Shapiro Wilk kurva. Distribusi dikatakan normal apabila
nilai mean, median, dan modus terletak pada satu titik yang berdekatan.
3.10.2 Analisis Univariat
Analisis univariat memiliki tujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik tiap variabel penelitian dan menghasilkan distribusi frekuensi dan
presentase. Pada analisis univariat ini akan mendeskripsikan variabel independen yaitu
berat badan lahir dan sanitasi, sedangkan variabel dependen yaitu status gizi.
3.10.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisa yang mengetahui apakah ada hubungan
yang signifikan antara dua variabel, atau bisa juga digunakan untuk mengetahui
apakah ada perbedaan yang signifikan antara dua atau lebih kelompok (sampel).
Analisa dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen yaitu berat
badan dan sanitasi dengan variabel dependen yaitu status gizi.
Uji statistik yang digunakan adalah uji statistik parametrik (pearson correlation)
dikarenakan data terdistribusi normal dengan menggunakan sistem komputerisasi,
yaitu menguji kemaknaan hubungan atau perbedaan dengan tingkat kepercayaan 95%.
Keputusan statistik diambil dengan melihat p pada tingkat kepercayaan 95%
sebagai berikut:
p ≥ 0.05 (α) dinyatakan hasilnya tidak bermakna secara statistik.
p < 0.05 (α) dinyatakan hasilnya bermakna secara statistik.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian


Ciampea Udik merupakan sebuah desa di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Mempunyai batas wilayah Desa Cibuntu sebelah Utara, Desa Cibeuning sebelah
Selatan, Desa Cibitung sebelah Timur dan Ciaruteun Udik sebelah Barat. Jumlah penduduk
di Desa Ciampea Udik 7.993 orang. Desa Ciampea Udik memiliki satu Puskesmas yang
dinamakan Puskesmas Ciampea Udik berada di Jl. Raya Cibuntu No. 40, Cibuntu, Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Puskesmas Ciampea Udik menaungi sembilan
posyandu yang terdiri dari Posyandu Hegarmanah, Posyandu Arum Manis, Posyandu Banyu
Hurip, Posyandu Beringin 1, Posyandu Beringin 2, Posyandu Cempala, Posyandu Cempaka,
Posyandu Kenanga dan Posyandu Medalsari.

Visi dan Misi


Desa Ciampea Udik menetapkan visi mewujudkan desa ciampea udik menjadi desa
mandiri, maju, sejahtera, produktif, agamais dengan misi:
1. Meningkatkan kualitas kesejahteraan warga masyarakat yang berdaya saing.
2. Memberikan pemenuhan segala hak hak kebutuhan dasar warga masyarakat Desa
Ciampea Udik.
3. Pembangunan yang terarah dan terencana serta berkesinambungan.
4. Meningkatkan aktifitas keagamaan, budaya, sosial kemasyarakatan serta mendorong
kegiatan ekstra korikuler kepemudaan.
5. Menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan transparan serta bertanggung jawab.
6. Merancang Website Portal Berita Desa agar pembangunan desa lebih transparan kepada
masyarakat Desa Ciampea Udik maupun masyarakat luas.
7. Membangun Kemitraan Pemerintah swasta.
8. Pemenuhan gizi ibu dan anak.

4.2 Uji Normalitas


Sebelum melakukan analisis uji hipotesis, perlu mengetahui terlebih dahulu sebaran
distribusi data yang dimiliki terutama untuk data berbentuk numerik. Apakah sebaran data
tersebut normal atau tidak normal. Untuk mengetahui sebaran distribusi data maka perlu
digunakan uji normalitas data. Jika data terdistribusi normal maka uji hipotesis menggunakan
uji statistik parametrik yaitu uji korelasi pearson dan jika data tidak terdistribusi normal
menggunakan uji statistik non parametrik yaitu uji korelasi spearman. Maka uji yang
dilakukan adalah dengan menggunakan Uji Histogram, Uji Skewness dan Uji Shapiro-Wilk.

Tabel 4. 1 Uji Normalitas Variabel Penelitian


Variabel Hasil Uji Normalitas
Histogram Skewness Shapiro-Wilk Interpretasi
Berat Badan
Normal 1.310 0.098 Normal
Lahir
Sanitasi Normal -0.649 0.159 Normal
Indeks TB/U Normal 1.155 0.101 Normal
Indeks BB/TB Normal 0.440 0.462 Normal
Keterangan:
Skewness terdistribusi normal apabila < 2SD
Shapiro-Wilk terdistribusi normal apabila > 0.05
Berdasarkan hasil uji normalitas dapat dilihat bahwa data variabel dependen status
gizi (Indeks TB/U dan Indeks BB/TB) terdistribusi normal. Sedangkan variabel independen
berat badan lahir serta variabel sanitasi memiliki data yang terdistribusi normal. Maka uji
yang dilakukan untuk menghubungkan variabel dependen dengan variabel independen adalah
menggunakan uji statistik parametrik yaitu uji pearson correlation.
4.3 Karakteristik Responden
Karakteristik responden pada penelitian ini, meliputi jenis kelamin dan usia. Distribusi
frekuensi karakteristik responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. 2 Karakteristik Responden


Frequency Percent (%)
Jenis Kelamin
20 44.4%
Laki – laki
Perempuan 25 55.6%
Total 45 100%
Usia
9 20%
0 – 12
13 – 24 10 22.2%
25 – 36 9 20%
37 – 48 11 24.4%
49 – 60 6 13.3%
Total 45 100%

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi jenis kelamin responden dapat


dilihat pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada penelitian ini lebih banyak responden berjenis
kelamin perempuan sebanyak 25 orang (55,6%) dibandingkan dengan responden berjenis
kelamin laki – laki sebanyak 20 orang (44,4%).
Berdasarkan hasil penelitian, distribusi frekuensi usia responden dapat dilihat pada
table 4.2 menunjukkan bahwa usia responden pada penelitian ini didominasi oleh balita 37 –
48 bulan yaitu sebanyak 11 balita (24,4%), balita berusia 13 – 24 bulan sebanyak 10 balita
(22,2%), balita berusia 0 – 12 dan 25 – 36 bulan masing – masing sebanyak 9 orang (20%),
dan balita berusia 49 – 60 bulan sebanyak 6 orang (13,3%).

4.4 Analisis Univariat


Tabel 4. 3 Distribusi Deskriptif Berat Badan Lahir Responden

Variabel Mean Min Max


Berat Badan Lahir 3262 2450 4300

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa berat badan lahir responden diperoleh
rata – rata 3262 gram dengan berat badan lahir terendah 2450 gram dan berat badan lahir
tertinggi 4300 gram.
Tabel 4. 4 Distribusi Deskriptif Skor Sanitasi Responden

Variabel Mean Min Max


Skor Sanitasi 69.13 45 93

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa skor sanitasi responden diperoleh rata
– rata 69.13 dengan skor terendah 45 dan skor tertinggi 93.
Tabel 4. 5 Distribusi Deskriptif TB/U atau PB/U Responden

Variabel Mean Min Max


TB/U -1.5 -3.49 +1.44

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa Indeks TB/U responden diperoleh rata
– rata -1.5 SD dengan nilai indeks terendah -3.49 SD dan indeks tertinggi +1.44 SD.

Tabel 4. 6 Distribusi Deskriptif BB/TB atau BB/PB Responden


Mean Min Max
BB/TB -0.5 -3.29 +2.81

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa Indeks BB/TB responden diperoleh rata
– rata -0.5 SD dengan nilai indeks terendah -3.29 SD dan indeks tertinggi +2.81 SD.

4.5 Analisis Bivariat


4.5.1 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi (Indeks TB/U)
Tabel 4. 7 Analisis Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi (Indeks TB/U)

Variabel Status Gizi (Indeks TB/U)


n r p-value
Berat Badan Lahir 45 0.239 0.113
Keterangan:
*Apabila p-value ≤ 0,05 maka H𝑜 ditolak

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukan hasil yang diperoleh dari uji statistik tidak ada
hubungan yang bermakna antara berat badan lahir dengan status gizi (Indeks TB/U), hal ini
dibuktikan dengan nilai p-value = 0,113 (p-value > 0,05). Namun, kedua variabel memiliki
arah hubungan yang positif ditandai dengan r = 0,239. Maka, dapat dikatakan bahwa H𝑜 gagal
ditolak dan H𝑎 ditolak. Nilai ini menandakan tidak ada hubungan antara kedua variabel
tersebut, yaitu berat badan lahir dengan status gizi (Indeks TB/U) yang memiliki korelasi
keeratan yaitu sangat lemah, namun memiliki arah hubungan yang positif. Yang berarti
semakin tinggi berat badan lahir, maka semakin tinggi status gizi (Indeks TB/U) pada balita.
4.5.2 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi (Indeks BB/TB)

Tabel 4. 8 Analisis Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi (Indeks BB/TB)

Variabel Status Gizi (Indeks BB/TB)


n r p-value
Berat Badan Lahir 45 -0,035 0.819
Keterangan:
*Apabila p-value ≤ 0,05 maka H𝑜 ditolak

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukan hasil yang diperoleh dari uji statistik tidak ada
hubungan yang bermakna antara berat badan lahir dengan status gizi (Indeks BB/TB), hal ini
dibuktikan dengan nilai p-value = 0,819 (p-value > 0,05). Namun, kedua variabel memiliki
arah hubungan yang negatif ditandai dengan r = -0,035. Maka, dapat dikatakan bahwa H𝑜
gagal ditolak dan H𝑎 ditolak. Nilai ini menandakan tidak ada hubungan antara kedua variabel
tersebut, yaitu berat badan lahir dengan status gizi (Indeks BB/TB) yang memiliki korelasi
keeratan yaitu sangat lemah, namun memiliki arah hubungan yang negatif. Yang berarti
semakin tinggi berat badan lahir, maka semakin rendah status gizi (Indeks BB/TB) pada
balita.
4.5.3 Hubungan Sanitasi dengan Status Gizi (Indeks TB/U)
Tabel 4. 9 Analisis Hubungan Sanitasi dengan Status Gizi (Indeks TB/U)

Variabel Status Gizi (Indeks TB/U)


n r p-value
Sanitasi 45 0.114 0.457
Keterangan:
*Apabila p-value ≤ 0,05 maka H𝑜 ditolak

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukan hasil yang diperoleh dari uji statistik tidak ada
hubungan yang bermakna antara sanitasi dengan status gizi (Indeks TB/U), hal ini dibuktikan
dengan nilai p-value = 0,457 (p-value > 0,05). Namun, kedua variabel memiliki arah
hubungan yang positif ditandai dengan r = 0,114. Maka, dapat dikatakan bahwa H𝑜 gagal
ditolak dan H𝑎 ditolak. Nilai ini menandakan tidak ada hubungan antara kedua variabel
tersebut, yaitu sanitasi dengan status gizi (Indeks TB/U) yang memiliki korelasi keeratan yaitu
sangat lemah, namun memiliki arah hubungan yang positif. Yang berarti semakin tinggi skor
sanitasi, maka semakin tinggi status gizi (Indeks TB/U) pada balita.
4.5.4 Hubungan Sanitasi dengan Status Gizi (Indeks BB/TB)
Tabel 4. 10 Analisis Hubungan Sanitasi dengan Status Gizi (Indeks BB/TB)

Variabel Status Gizi (Indeks BB/TB)


n r p-value
Sanitasi 45 0.082 0.591
Keterangan:
*Apabila p-value ≤ 0,05 maka H𝑜 ditolak

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukan hasil yang diperoleh dari uji statistik tidak ada
hubungan yang bermakna antara sanitasi dengan status gizi (Indeks BB/TB), hal ini
dibuktikan dengan nilai p-value = 0,591 (p-value > 0,05). Namun, kedua variabel memiliki
arah hubungan yang positif ditandai dengan r = 0,082. Maka, dapat dikatakan bahwa H𝑜 gagal
ditolak dan H𝑎 ditolak. Nilai ini menandakan tidak ada hubungan antara kedua variabel
tersebut, yaitu sanitasi dengan status gizi (Indeks BB/TB) yang memiliki korelasi keeratan
yaitu sangat lemah, namun memiliki arah hubungan yang positif. Yang berarti semakin tinggi
skor sanitasi, maka semakin tinggi status gizi (Indeks BB/TB) pada balita.
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden


Pada penelitian ini sebanyak 45 balita yang tinggal di Wilayah Desa Ciampea Udik
Kabupaten Bogor memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diikutsertakan dalam penelitian ini
sebagai subjek dalam penelitian. Pada penelitian ini yang termasuk ke dalam sampel
penelitian yaitu balita yang berusia 0 – 59 bulan yang tinggal di Desa Ciampea Udik
Kabupaten Bogor. Dari hasil data didapatkan bahwa sampel balita lebih banyak responden
berjenis kelamin perempuan sebanyak 25 orang (55,6%) dibandingkan dengan responden
berjenis kelamin laki – laki sebanyak 20 orang (44,4%).

5.2 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi (Indeks TB/U)

5.3 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi (Indeks BB/TB)

5.4 Hubungan Sanitasi dengan Status Gizi (Indeks TB/U)

5.5 Hubungan Sanitasi dengan Status Gizi (Indeks BB/TB)

Anda mungkin juga menyukai