TESIS
OLEH
DEVINA OKTORA SIMATUPANG
NIM : 210101134
1
HALAMAN PENGESAHAN
TESIS
Tim Penguji:
Ketua Penguji :
Anggota :
Diketahui
Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat
Direktorat Pascasarjana
Universitas Sari Mutiara Indonesia
Direktur
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah
memberikan kesehatan kepada penulis dan atas berkah dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Determinan Kejadian Hipertensi di Rumah Sakit Tk II
Putri Hijau Medan Tahun 2023”. Penyelesaian Proposal tesis ini dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kesehatan Masyarakat (MKM) pada Program
Studi Magister Kesehatan Masyarakat, Direktorat Pascasarjana Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tanpa ada bantuan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Parlindungan Purba, SH., MM., selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M. Kes., selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Prof. Dr. dr. Myrnawati Crie Handini, MS., selaku Direktur Pascasarjana Universitas Sari
Mutiara Indonesia
4. Dr. Toni Wandra, M. Sc., Ph. D., selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah memberikan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penulis dalam
penyusunan tesis
5. Mido Ester J. Sitorus, S. KM., M. KM., selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah
memberikan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penulis
dalam penyusunan tesis
6. Orang tua, saudara, dan teman-teman yang telah banyak memberikan dukungan dan
bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis
Akhirnya, penulis berharap Tuhan yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang terlibat. Semoga tesis ini kelak membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
3
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................... 6
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 6
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................ 8
1.3 Perumusan Pertanyaan Penelitian ......................Error! Bookmark not defined.
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 8
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................................... 11
2.1 Pengertian Hipertensi ....................................................................................... 11
2.2 Klasifikasi Hipertensi ....................................................................................... 11
2.3 Manifestasi Klinis ............................................................................................. 13
2.4 Komplikasi Hipertensi ...................................................................................... 22
2.5 Penatalaksanaan Hipertensi .............................................................................. 23
2.6 Pengendalian Hipertensi ................................................................................... 23
2.7 Penelitian Terkait .............................................................................................. 25
2.8 Kerangka Teori ................................................................................................. 26
2.9 Kerangka Konsep ............................................................................................. 26
2.10 Hipotesis ........................................................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................................... 28
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................. 28
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 28
3.3 Populasi dan Sampel ......................................................................................... 28
3.4 Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 29
3.5 Definisi Operasional dan Variabel Penelitian .................................................. 30
3.6 Metode Analisis Data ....................................................................................... 33
4
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Tingkatan Tekanan Darah .......................................... 6
2. Definisi Operasional ......................................................................................................... 20
5
BAB 1
PENDAHULUAN
Tekanan darah merupakan salah satu faktor penting pada sistem sirkulasi. Tekanan darah
yang meningkat ataupun menurun secara drastis mampu mempengaruhi homeostasis dalam
tubuh. Peningkatan tekanan darah hingga melebihi batas normal biasa disebut dengan istilah
medis yaitu hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu jenis Penyakit Tidak Menular (PTM)
dengan indikasinya yaitu ketika pembuluh darah terus-menerus meningkatkan tekanannya.
Tekanan dalam pembuluh darah yang semakin tinggi mengakibatkan jantung harus bekerja
semakin keras untuk memompa darah. Hipertensi adalah kondisi dimana nilai tekanan darah
sistolik seseorang mencapai 140 mmHg atau lebih, dan ketika seseorang memiliki tekanan
diastol di atas 90 mmHg. Hipertensi menduduki peringkat penyakit atau masalah kesehatan
kronis yang paling umum ditandai dengan peningkatan tekanan arteri yang persisten. Hipertensi
telah menjadi salah satu komorbiditas paling signifikan yang berkontribusi terhadap
perkembangan penyakit yang lebih parah seperti gagal jantung, infark miokard, gagal ginjal, dan
stroke. Hipertensi berpotensi memicu serangan jantung, mengakibatkan pembengkakan jantung
dan berakhir pada gagal jantung. Pembuluh darah berpotensi membentuk tonjolan (aneurisma)
dan titik lemah karena adanya tekanan tinggi membuatnya cenderung tersumbat dan pecah.
Tekanan di pembuluh darah juga berpotensi menyebabkan kebocoran darah hingga ke otak yang
dapat berakibat pada stroke. Hipertensi juga dapat menyebabkan gangguan kognitif, kebutaan,
dan gagal ginjal (Iqbal & Jamal, 2022).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di
dunia menderita hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah
penderita hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan
terdapat 1,5 milyar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahun 9,4 juta orang
meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Pra et al., 2022).
Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2017 menyebutkan bahwa dari
53,3 juta kematian di seluruh dunia, 33,1% penyebab kematiannya adalah penyakit
kardiovaskular, 16,7% kanker, 6% diabetes mellitus dan gangguan endokrin serta infeksi saluran
6
pernafasan dibawah 4,8%. Data penyebab kematian di Indonesia tahun 2016 menunjukkan
sebanyak 1,5 juta kematian dengan penyebab kematian terbanyak adalah penyakit kardiovaskular
36,9%, kanker 9,7%, diabetes mellitus dan penyakit endokrin 9,3% dan tuberkulosis 5,9%.
IHME juga menyatakan bahwa dari total 1,7 juta kematian di Indonesia, faktor risiko penyebab
kematian adalah tekanan darah (hipertensi) sebesar 23,7%, hiperglikemia 18,4%, merokok
12,7%, dan obesitas 7,7%(Siregar et al., 2021)
Hipertensi merupakan penyakit terbanyak pada usia lanjut di Indonesia, dengan prevalensi
60,3% penderita. Hal ini, sangat mengkhawatirkan mengingat penyakit jantung dan pembuluh
darah merupakan penyakit degeneratif yang menduduki tempat nomor satu penyebab kematian
di Indonesia (Kemenkes, 2017). Hipertensi banyak terjadi pada kelompok usia 31-44 tahun
(31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%), umur 65 tahun keatas (63,2%)
(Riskesdas, 2018). Estimasi jumlah kasus hipertensi yang ada di Indonesia tahun 2018 sebesar
63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 477.218
kasus kematian (Aliyah & Damayanti, 2022).
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18
tahun ke atas pada tahun 2007 di Indonesia adalah 31,7%. Berdasarkan provinsi, prevalensi
hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%).
Sedangkan jika dibandingkan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi
25,8%). Penurunan ini bisa terjadi pada berbagai faktor, seperti perbedaan alat pengukur tekanan
darah, orang yang sudah mulai sadar akan bahaya hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi
Bangka Belitung (30,9%), dan Papua terendah (16,8%). Secara nasional, 25,8% penduduk
Indonesia menderita hipertensi.
Sekitar 40% kematian pada usia muda disebabkan oleh hipertensi yang tidak terkontrol.
Banyak faktor yang berperan dalam terjadinya hipertensi diantaranya faktor risiko yang tidak
terkendali dan faktor risiko yang dapat dikendalikan. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol
seperti faktor keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor risiko yang dapat
dikendalikan adalah obesitas, kurang olah raga atau aktivitas fisik, merokok, minum kopi,
sensitivitas natrium, kadar kalium rendah, alkohol, stres, pekerjaan, pendidikan dan pola makan
(Sinaga et al., 2022).
7
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013) terdapat faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu faktor yang tidak dapat diubah seperti usia, jenis
kelamin, dan genetik serta faktor yang dapat diubah seperti aktivitas fisik, tingkat stres, dan
merokok. Menurut Riskesdas tahun (2018) diketahui bahwa faktor yang menyebabkan
hipertensi adalah kurangnya aktivitas fisik (33,5%), dan merokok (24,3%) (Natalia et al.,
2020).
Data dari WHO menunjukkan bahwa sepanjang tahun hingga tahun 2021, sebanyak
1,28 miliar orang di seluruh dunia menderita hipertensi. Di Asia Tenggara, prevalensi
hipertensi mencapai 39%, sedangkan di Indonesia mencapai 34% (Laurensia, 2022). Dilansir
dari Badan Pusat Statistik Kota Medan (2019), prevalensi hipertensi di Wilayah Sumatera
Utara menduduki angka 29,2%, khususnya Kota Medan mencapai 89.333 kasus dengan
prosentase 18,3 %. Prevalensi yang tinggi ini dikaitkan dengan berbagai determinan atau
faktor diantaranya faktor usia, pertumbuhan penduduk, faktor risiko perilaku seperti
kebiasaan merokok, pola makan tidak sehat, konsumsi alkohol, stres, dan kurangnya aktivitas
fisik (Istiana et al., 2022).
Lebih lanjut, penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui berbagai
determinan yang mempengaruhi kejadian atau kasus hipertensi di Kota Medan, khususnya di
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, riwayat
kasus hipertensi di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan diketahui sebanyak 115 kasus pada
2015, dan terus meningkat hingga angka 226 kasus pada 2016. Proporsi kasus hipertensi yang
diperoleh di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan diketahui mencapai 53,8% (Damayanti et
al., 2021). Pada penelitian sebelumnya mengenai determinan kasus hipertensi di Banjarmasin
menunjukkan hasil penelitian berupa data hubungan beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap kasus hipertensi diantaranya adalah pola makan, riwayat hipertensi dalam keluarga,
kebiasaan merokok dan jenis kelamin (Sari, 2018).
8
Untuk mengetahui faktor determinan yang mempengaruhi kejadian hipertensi di
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan.
1.4.2 Tujuan Khusus
1 Mengidentifikasi karakteristik kasus hipertensi di Rumah Sakit TK II Putri Hijau
Medan.
2 Mengetahui hubungan faktor usia dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit TK
II Putri Hijau Medan
3 Mengetahui hubungan faktor jenis kelamin dengan kejadian hipertensi di Rumah
Sakit TK II Putri Hijau Medan
4 Mengetahui hubungan faktor riwayat hipertensi dalam keluarga dengan kejadian
hipertensi di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
5 Mengetahui hubungan faktor kebiasaan pola makan dengan kejadian hipertensi di
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
6 Mengetahui hubungan faktor aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi di Rumah
Sakit TK II Putri Hijau Medan
7 Mengetahui hubungan faktor kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi di
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
8 Mengetahui hubungan faktor kebiasaan konsumsi alkohol dengan kejadian
hipertensi di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
9 Mengetahui hubungan faktor obesitas dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit
TK II Putri Hijau Medan
10 Untuk mengetahui faktor yang paling dominan yang mempengaruhi kejadian
hipertensi di Rumah sakit TK II Putri Hijau Medan
9
dan ikut andil dalam pencegahan hipertensi dengan mengubah pola hidup yang lebih
sehat.
3. Manfaat bagi petugas kesehatan
Dapat dijadikan sebagai pedomam dalam melakukan promosi kesehatan
khsusunya mengenai hipertensi dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipertensi
sehingga petugas kesehatan lebih paham.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer disebut juga dengan hipertensi esensial. Hipertensi jenis ini adalah
kasus hipertensi yang paling banyak tetapi penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Dugaan
hipertensi primer dapat terjadi karena adanya peningkatan persisten tekanan arteri akibat
ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal pada tubuh. Beberapa faktor yang
diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer atau hipertensi esensial
diantaranya adalah faktor genetik, jenis kelamin, usia, faktor obesitas, gaya hidup, dan
kebiasaan konsumsi alkohol (Nurarif & Kusuma, 2020).
11
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau biasa disebut juga dengan hipertensi renal atau non essensial
merupakan hipertensi yang penyebabnya diketahui. Hipertensi jenis ini merupakan hipertensi
yang bersifat sistemik karena penyebabnya telah diketahui. Hipertensi sekunder dapat terjadi
karena adanya komorbid penyakit lain, seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, atau
penggunaan obat tertentu (SIMATUPANG, 2020). Salah satu komorbid yang paling sering
menjadi penyebab terjadinya hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal sehingga hipertensi
sekunder ini biasa disebut hipertensi renal (Kadir, 2018).
Menurut Nurarif dan Kusuma (2020), hipertensi sekunder lebih lanjut disebabkan oleh
beberapa penyakit, yaitu:
a) Coarctationaorta atau penyakit penyempitan aorta congenital yang terjadi pada beberapa
tingkat pada aorta toraksi atau aorta abdominal. Penyempitan yang terjadi dapat
menghambat aliran darah, sehingga tekanan darah meningkat.
b) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal juga merupakan komorbid hipertensi, bahkan
dikatakan sebagai penyebab utama hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Hipertensi ini
berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung
membawa darah ke ginjal.
c) Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen) juga berperan menjadi salah satu
penyebab hipertensi sekunder. Kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate volume expantion. Hipertensi
karena penggunaan kontrasepsi akan kembali normal setelah beberapa bulan penghentian
oral kontrasepsi.
d) Gangguan endokrin juga berperan dalam menjadi penyebab hipertensi. Adrenalmediate
hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin.
12
dan hipertensi tahap dua ketika tekanan darah melebihi 160/100 mm Hg (Larkin & Cavanagh,
2016). Menurut Suling (2018), hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah
diklasifikasikan sebagai berikut.
14
HMG-box terkait SRY (Sox)-6,25. Sel-sel utama dari saluran pengumpul juga dapat
menghasilkan renin. Hal ini dimediasi sebagian oleh hilangnya produksi NO dalam berbagai
kondisi patofisiologis. Meskipun renin biasanya dilepaskan hampir secara eksklusif dari
aparatus juxtaglomerular ginjal, tubulus proksimal dapat menjadi tempat penting produksi
renin selama stres oksidatif atau sebagai respons terhadap peningkatan filtrasi protein
glomerulus. Selain itu, renin adalah enzim tujuan ganda yang memetabolisme
angiotensinogen dan bertindak sebagai komplemen C3 convertase. Telah lama diketahui
bahwa kadar C3 dalam sirkulasi memprediksi perkembangan hipertensi selanjutnya,
kemungkinan dengan mempromosikan respon imun bawaan dan adaptif. Oleh karena itu,
peran mungkin belum muncul untuk meningkatkan inhibitor renin langsung dalam
pengobatan hipertensi dan untuk mengurangi aktivasi komplemen C3 (Harrison et al., 2021).
Peran utama kedua ginjal pada hipertensi adalah mengatur ulang atau mengubah
tekanan diuresis dan natriuresis. Hipertensi akut menarik ini dari membran sel luminal ke
dasar mikrovili apikal di tubulus proksimal di mana mereka tidak dapat berpartisipasi dalam
reabsorpsi natrium (Harrison et al., 2021). Demikian juga, peningkatan tekanan darah dapat
merelokasi kotransporter natrium klorida yang sensitif terhadap tiazid di tubulus distal.
Namun, selama hipertensi kronis, transporter ini ditranslokasi ke mikrovili apikal, di mana
mereka meningkatkan reabsorpsi natrium dan kemungkinan mempertahankan hipertensi
(Harrison et al., 2021). SGLT2 (sodium-glucose-linked transporter type 2) di tubulus
proksimal juga diregulasi oleh Ang II yang bekerja pada Reseptor AT1 selama hipertensi
renovaskular dimana ia secara fungsional terkait dengan NHE3 melalui protein terkait
mikrotubulus untuk meningkatkan reabsorpsi Na+ proksimal selama stimulasi spesies oksigen
reaktif (ROS) (Harrison et al., 2021). Perfusi inhibitor SGLT2 ke dalam tubulus proksimal
menghambat pertukaran Na+:H+.42 Karena NHE3 mengangkut lebih banyak Na+ daripada
SGLT2, interaksi fungsional antara 2 ini kemungkinan besar berkontribusi pada
penghambatan 27% Na+ proksimal yang sangat kuat dan reabsorpsi cairan oleh penghambat
SGLT2 dapagliflozin pada tikus diabetes. Hal ini mungkin mendasari efek penghambat
SGLT2 yang dilaporkan untuk mengurangi volume plasma pada gagal jantung dan tekanan
darah pada hipertensi (Harrison et al., 2021).
Ketiga, peran ginjal yang baru-baru ini diakui dalam hipertensi adalah untuk
memodulasi nada simpatik sistemik dengan menghasilkan sinyal refleks melalui saraf aferen
15
ginjal (Harrison et al., 2021). Sekitar 90% saraf ginjal adalah saraf eferen mengirimkan sinyal
simpatik ke ginjal, sehingga meningkatkan resorpsi natrium tubulus, pelepasan renin, dan
tonus vasomotor tergantung pada intensitas lalu lintas saraf. Namun, proporsi yang lebih kecil
dari saraf ginjal adalah aferen yang menghasilkan sinyal dari dalam ginjal dan
mengirimkannya ke batang otak di mana mereka dapat memulai refleks yang mendorong
peningkatan tonus sistem saraf simpatik eferen dan menginduksi hipertensi (Harrison et al.,
2021).
Sistem vaskular juga berperan dalam patofisiologi hipertensi. Resistensi vascular
sistemik ini hampir seragam meningkat pada orang dewasa dengan hipertensi, dan banyak
agen umum yang digunakan untuk pengobatan hipertensi adalah vasodilator. Secara historis,
ekspansi awal volume darah dan peningkatan curah jantung, "autoregulasi sistemik"
menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah lebih lanjut. Hal ini
menyebabkan natriuresis tekanan tambahan dan mengembalikan volume darah ke normal
tetapi dengan mengorbankan hipertensi yang berkelanjutan (Harrison et al., 2021). Ada 4
gangguan vaskular yang terjadi dan berkontribusi terhadap hipertensi. Yang pertama adalah
peningkatan hormon vasokonstriktor, termasuk Ang II, katekolamin, dan vasopresin,
ditambah dengan perubahan fungsi vaskular yang mendorong vasokonstriksi dan mengurangi
vasodilatasi. Studi pada pembuluh darah yang terisolasi telah menunjukkan bahwa baik
pembuluh darah saluran maupun arteriol dari hewan hipertensi memperlihatkan peningkatan
vasokonstriksi terhadap berbagai agen. Gen yang memodulasi pensinyalan GPCR (G protein-
coupled receptor), termasuk protein RGS (regulator pensinyalan protein G), yang
menginduksi hidrolisis GTP untuk menghentikan pensinyalan protein G. Protein RGS 1 dan 2
terkait dengan GPCR yang meningkatkan respons terhadap vasokonstriktor termasuk
tromboksan, Ang II, dan norepinefrin (Harrison et al., 2021).
Perubahan terkait fungsi vaskular yang kemungkinan berkontribusi terhadap hipertensi
adalah pengerasan arteri saluran besar, dan, khususnya, aorta proksimal, melalui mekanisme
yang terus diselidiki. Aorta yang sehat mengalami distensi selama sistol dan mengecil saat
diastol. Hal ini menyebabkan penurunan tekanan sistolik sambil mempertahankan tekanan
diastolik dan perfusi (Harrison et al., 2021). Gangguan baik mikrovaskular dan struktur
pembuluh darah besar merupakan kontribusi vaskular kedua untuk hipertensi. Fenomena ini
telah terdeteksi pada arteriol retina dengan pemeriksaan funduskopi pada hipertensi klinis di
16
mana rasio arteriol terhadap venula yang berkurang meningkatkan kemungkinan
berkembangnya hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa remodeling arteriolar dapat
mendahului, dan mungkin menjadi predisposisi, untuk hipertensi (Harrison et al., 2021).
Peran keempat pembuluh darah dalam hipertensi adalah berfungsi sebagai sumber dan
target aktivasi kekebalan. Ini sebagian dimediasi oleh cross-talk antara endotelium dan sel-sel
kekebalan yang tercakup secara mendalam di bagian tentang mekanisme kekebalan di bawah
ini. Terakhir, terjadi gangguan pertahanan dinding pembuluh darah terhadap trombosis pada
hipertensi yang telah terkait untuk meningkatkan ekspresi endotel faktor jaringan dan molekul
adhesi sel vaskular (Harrison et al., 2021). Peran selanjutnya oleh aldosteron yang diproduksi
oleh sel-sel zona granulosa kelenjar adrenal sebagai respons terhadap Ang II dan peningkatan
kalium ekstraseluler. Efek aldosteron dianggap meningkatkan reabsorbsi natrium di duktus
kolektivus, dan blokade aldosteron dirasakan secara dominan meningkatkan diuresis. MR
(reseptor mineralokortikoid) diekspresikan di banyak organ dan sel, termasuk jantung,
pembuluh darah, sel imun, dan di otak (Harrison et al., 2021). Banyak sekali efek reseptor
MR ini penting karena setidaknya 5% dari semua kasus hipertensi disebabkan oleh
hiperaldosteronisme primer dan ini kemungkinan jauh lebih tinggi di antara mereka yang
memiliki hipertensi resisten (Harrison et al., 2021).
17
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah salah satu faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah, dimana
laki laki mempunyai risiko 2,3 kali mengalami hipertensi (tekanan darah sistolik) dibanding
perempuan. Hal ini disebabkan karena laki-laki memiliki gaya hidup yang cukup berisiko
terkena hipertensi (Mujito & Sepdianto, 2021). Pada saat perempuan memasuki masa
menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan naik. Usia menopause biasanya terjadi
sekitar usia 45-55 tahun. Perempuan yang mengalami premenopause mulai kehilangan sedikit
demi sedikit hormon estrogen yang berperan melindungi pembuluh darah dari kerusakan.
Setelah usia 65 tahun, prevalensi hipertensi perempuan akan lebih tinggi dari laki-laki. Akibat
faktor hormonal inilah kejadian hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada
laki-laki (Syahlan, et al., 2022). Menurut Jehani, et al. (2022), perempuan mempunyai
peluang sebanyak 2,7 kali untuk terkena penyakit hipertensi dibandingkan
dengan responden berjenis kelamin laki-laki (Jehani et al., 2022).
c) Genetik
Faktor keturunan ikut menyumbang risiko terkena hipertensi pada seseorang. Seseorang
atau individu yang memiliki anggota keluarga yang menderita hipertensi, kemungkinan akan
memiliki risiko terkena hipertensi juga. Faktor keturunan ini berhubungan dengan faktor
genetik. Genetik merupakan penyebab penyakit yang diderita berdasarkan bawaan dari orang
tua atau saudara dekat. Seseorang mempunyai orang tua dengan hipertensi berisiko dua kali
lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi. Studi menunjukkan bahwa 70-80% kasus hipertensi esensial
adalah karena pasien disertai dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Sarumaha & Diana,
2018). Beberapa gen yang berpengaruh dan berperan dalam terjadinya hipertensi adalah gen
yang mengenkode sistem renin-angiotensin (poilmorfisme I/D gen Angiotensinconverting
enzyme), gen yang berperan dalam homeostasis natrium ginjal, dan gen yang mengatur
metabolisme steroid (Sarumaha & Diana, 2018). Menurut Jehani, et al. (2022), mekanisme
pengaturan sistem renin angiotensin-aldosteron, sistem saraf simpatis, semuanya
dipengaruhi secara genetik, teknik biomolekuler modern telah memungkinkan
pemeriksaan gen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya hipertensi pada seseorang
(Jehani et al., 2022).
18
2. Faktor risiko yang bisa diubah
a) Konsumsi Lemak
Pola makan yang tidak beraturan dan sembarangan sangat mempengaruhi risiko
hipertensi. Kebiasaan seseorang yang memiliki pola makan sembarangan cenderung
mengabaikan jenis makanan apa saja yang dikonsumsi. Seringkali orang-orang tersebut tidak
pernah mengontrol konsumsi lemak yang ada pada makanannya. Di sisi lain, orang dengan
konsumsi rendah lemak cenderung lebih mudah mengendalikan tekanan darahnya. Hipertensi
dapat dikendalikan melalui penerapan Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH)
dengan mengurangi konsumsi diet tinggi lemak (Kirom et al., 2021).
Konsumsi lemak berlebih dapat mengakibatkan terjadinya pembentukan plak pada
pembuluh darah, sehingga hal ini menghambat aliran darah dan memaksa jantung memompa
lebih keras. Volume darah akan meningkat seiring dengan jantung yang memompa lebih keras
dan berakibat pada meningkatnya tekanan darah. Lemak terdiri dari lemak jenuh dan tak
jenuh. Lemak jenuh adalah jenis lemak yang paling berbahaya dan dapat menjadi pemicu
terjadinya hipertensi. Hal ini disebabkan lemak jenuh cenderung meningkatkan kadar
kolesterol dan trigliserida darah (Legi et al., 2015).
b) Dislipidemia
Dislipidemia adalah kondisi dimana seseorang memiliki kelainan pada metabolisme
lipid yang ditandai dengan meningkat atau menurunnya kadar fraksi lipid dalam plasma.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah adanya peningkatan kadar kolesterol total (K-total),
kolesterol LDL (K-LDL) dan atau trigliserid (TG), serta penurunan kolesterol HDL (K-HDL)
(PERKENI, 2019). Dislipidemia merupakan salah satu faktor prediktor utama dalam
menentukan adanya penyakit kardiovaskular yang bisa mengakibatkan pada kerusalan endotel
dan berkurangnya efektivitas vasomotor fisiologis. Kondisi dislipidemia tersebut dapat
mengakibatkan hipertensi (Putri et al., 2021).
Dislipidemia juga memiliki potensi untuk memperburuk risiko kardiovaskular
dikarenakan peningkatan LDL, trigliserida, dan penurunan high-density lipoprotein (HDL).
Peningkatan kadar LDL pada darah, trigliserida darah, kolesterol total, dan penurunan HDL
dapat mengakibatkan risiko terjadinya aterosklerosis. Peningkatan kadar kolesterol total dan
LDL darah dapat disebabkan oleh peningkatan konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang
tinggi dalam makanan. Sedangkan peningkatan trigliserida darah atau hipertrigliserida
19
dipengaruhi oleh faktor gen dan konsumsi makanan seperti karbohidrat, lemak dan alkohol
(Pakpahan et al., 2018). Dislipidemia dapat mengakibatkan kerusakan mikrovaskular ginjal
yang berperan dalam terjadinya hipertensi (Suling, 2018).
20
e) Konsumsi alkohol
Konsumsi minuman beralkohol dengan intensitas yang berlebih memiliki dampak buruk
jangka Panjang pada kesehatan tubuh salah satunya memicu hipertensi. Risiko hipertensi akan
meningkat seiring dengan semakin banyaknya konsumsi alkohol. Alkohol yang terkandung
dalam tubuh dapat merangsang epinefrin atau adrenalin. Epinefrin dan adrenalin ini
kemudian menyebabkan arteri menyusut dan mengakibatkan adanya penumpukan air dan
natrium yang diakibatkannya, sehingga memicu terjadinya hipertensi (Jehani et al., 2022)..
f) Obesitas
Obesitas selalu menjadi permasalahan dan memiliki potensi menjadi penyebab berbagai
penyakit berbahaya. Obesitas dapat memicu hipertensi karena pada seseorang yang
mengalami obesitas, karena sebagian besar dalam tubuhnya didominasi lemak yang berlebih
yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah dan mempengaruhi kerja jantung.
Menurut Kartika, et al. (2021), orang yang memiliki status gizi obesitas atau kelebihan berat
badan berpeluang 1,820 kali mengalami hipertensi daripada orang dengan status gizi tidak
kelebihan berat badan atau normal (Kartika et al., 2021). Obesitas atau kelebihan berat badan
dapat mempengaruhi jumlah oksigen dan aliran darah yang membawa oksigen ke seluruh
tubuh. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pembesaran pembuluh darah dan memicu
peningkatan tekanan darah (Kartika et al., 2021).
g) Merokok
Kebiasaan merokok memicu berbagai penyakit yang berbahaya. Salah satu risiko para
perokok adalah terkena hipertensi. Berdasarkan Kartika, et al. (2021) dalam hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa sebagian besar pasien responden yang memiliki kebiasaan
merokok mengalami hipertensi. Efek jangka panjang seseorang yang merokok sangat
berbahaya dan memicu hipertensi. Hal ini dapat terjadi karena dalam rokok terdapat
kandungan zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida. Nikotin dan karbon
monoksida akan memasuki sirkulasi darah dan merusak lapisan endotel pembuluh darah
arteri, zat tersebut mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Merokok
juga berpotensi mengakibatkan peningkatan denyut jantung, sehingga kebutuhan oksigen
pada otot gerak jantung semakin bertambah dan berakibat pada meningkatnya tekanan darah
(Kartika et al., 2021). Penelitian lain menyebut bahwa zat nikotin dalam rokok mampu
21
merangsang pelepasan catecholamine yang akan memicu jantung bekerja lebih cepat sehingga
tekanan darah meningkat (Jehani et al., 2022).
h) Stres
Stress mental atau psikologis adalah salah satu faktor social yang dapat menjadi risiko
pemicu darah tinggi. Dalam proses regulasinya, stress memicu otak memberi sinyal pada
kelenjar anak ginjal untuk mengeluarkan hormon epinefrin dan adrenalin. Hormon eprinefrin
dan adrenalin cenderung mempengaruhi kerja jantung dan mampu meningkatkan tekanan
darah. Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah atau
hipertensi permanen (Kartika et al., 2021). Menurut literatur lain, kondisi stress dapat memicu
pelepasan epinefrin dan norepinefrin ke dalam sirkulasi darah, sehingga mengaktifkan sistem
RAA yang berujung pada peningkatan tekanan darah. Lebih lanjut terjadi aktivasi sistem aksis
hipotalamus pitutari yang berakibat pada pelepasan corticotropin-releasing hormone (CRH)
dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan akhirnya kortisol (Suling, 2018).
22
adalah salah satu penyakit akibat hipertensi yang dapat terjadi bila arteri coroner mengalami
sklerosis atau membentuk thrombus yang akan menghambat aliran darah di jantung (Mujito &
Sepdianto, 2021).
23
Literatur lain menyebutkan bahwa untuk menghindari hipertensi dapat dilakukan
dengan mengurangi berat badan, menjalani pola makan sehat, membatasi konsumsi garam,
rutin berolahraga, mengurangi stress, berhenti merokok dan konsumsi alkohol, mngonsumsi
obat-obatan antihipertensi dengan resep dokter (Cv et al., n.d.)
1. Umur
Hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur, semakin tua usia seseorang maka
pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu. Endapan kalsium di dinding pembuluh
darah menyebabkan penyempitan pembuluh darah (arteriosklerosis) (Artiyaningrum, 2016)
2. Jenis Kelamin
Pada umumnya pria lebih banyak menderita hipertensi dibdaningkan dengan perempuan,
dengan rasio sekitar 2,29% untuk peningkatan tekanan darah sistolik.
3. Keturunan (Genetik)
Faktor keturunan kemungkinan memainkan beberapa peran dalam tekanan darah tinggi,
penyakit jantung dan kondisi terkait lainnya. Namun, kemungkinan juga orang dengan riwayat
keluarga dengan tekanan darah tinggi memiliki lingkungan yang sama dan faktor potensial lain
yang meningkatkan risiko hipertensi (CDC, 2020)
4. Obesitas
Obesitas terkait dengan tingkat kolesterol dan trigliserida yang lebih tinggi dan untuk
menurunkan kadar kolesterol Selain tekanan darah tinggi, mengalami obesitas juga bisa
memicu penyakit jantung dan diabetes (CDC, 2020)
5. Aktivitas Fisik
Olahraga sangat bermanfaat bagi kesehatan kardiovaskuler dan menurunkan berat badan.
Kurangnya aktivitas fisik dapat mengakibatkan arteri-arteri kecil yang mulai mengerut
sehingga hormon pengatur tekanan darah juga dapat menjadi malas dan tidak terkontrol
kerjanya. (Sulistiyowati, 2010). Menurut WHO,2005 dalam penelitian (Artiyaningrum, 2016),
24
aktivitas fisik Baik (jika ≥ 30 menit, < 3 kali per minggu. Cukup (jika 30 menit, < 3 kali per
minggu dan Kurang (<30 menit, <3 kali per minggu) (Wahyuni et al., 2022)
6. Merokok
Penggunaan tembakau meningkatkan risiko tekanan darah tinggi. Merokok dapat merusak
jantung dan pembuluh darah. Nikotin meningkatkan tekanan darah, dan menghirup karbon
monoksida yang dihasilkan dari merokok tembakau mengurangi jumlah oksigen yang dapat
dibawa darah (CDC, 2020)
7. Konsumsi Natrium
American Heart Association merekomendasikan tidak lebih dari 2.300 miligram (mg)
sehari dan batas ideal tidak lebih dari 1.500 mg per hari untuk kebanyakan orang dewasa,
terutama bagi mereka yang memiliki tekanan darah tinggi. Bahkan mengurangi 1.000 mg sehari
dapat meningkatkan tekanan darah dan kesehatan jantung (American Heart Association, 2016 )
25
2.7 Kerangka Teori (Siregar et al., 2021)
Variabel Independen
26
2.9 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini antara lain:
1 Ada hubungan faktor usia dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit TK II Putri
Hijau Medan
2 Ada hubungan faktor jenis kelamin dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit
TK II Putri Hijau Medan
3 Ada hubungan faktor riwayat hipertensi dalam keluarga dengan kejadian
hipertensi di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
4 Ada hubungan faktor kebiasaan pola makan dengan kejadian hipertensi di Rumah
Sakit TK II Putri Hijau Medan
5 Ada hubungan faktor aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit
TK II Putri Hijau Medan
6 Ada hubungan faktor kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi di Rumah
Sakit TK II Putri Hijau Medan
7 Ada hubungan faktor kebiasaan konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi di
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
8 Ada hubungan faktor obesitas dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit TK II
Putri Hijau Medan
27
BAB III
METODE PENELITIAN
Keterangan:
n = jumlah sampel
28
N = jumlah populasi
d = tingkat signifikan (0,1)
29
3.5 Definisi Operasional dan Variabel Penelitian
3.5.1 Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel
independen
1 Usia Usia berkaitan dengan Kuesioner 26 sampai ≥ Rasio
indikator yang 65 tahun
mempengaruhi
tekanan darah.
Semakin bertambah
usia seseorang, maka
semakin berisiko
terkena hipertensi.
2 Jenis Jenis kelamin Kuesioner Perempuan Nominal
Kelamin berkaitan dengan dan laki-laki
risiko hipertensi yang
berbeda antara laki-
laki atau perempuan
3 Riwayat Riwayat keluarga yang Kuesioner Tidak ada Ordinal
keluarga dimaksud adalah ada riwayat
atau tidaknya data hipertensi, ada
keluarga yang riwayat
memiliki riwayat hipertensi
hipertensi. Riwayat
keluarga ini
berhubungan dengan
risiko hipertensi
karena ditinjau dari
faktor genetik.
Pola makan Pola makan Kuesioner Ya (skor 1) Ordinal
30
menunjukkan perilaku Tidak (skor 2)
manusia dalam
memenuhi konsumsi
atau kebutuhan
makanan hariannya.
Indikator pengukuran
pola makan pasien
hipertensi:
-diet rendah garam
-diet rendah kolesterol
atau lemak
-diet tinggi serat dan
rendah kalori
Aktivitas Aktivitas fisik Kuesioner -Baik, jika Ordinal
fisik menunjukkan faktor dilakukan >30
kebiasaan kegiatan menit dan >3
fisik seseorang sehari- kali per
hari dengan frekuensi minggu (skor
rutin atau sering. 1)
-Cukup, jika
dilakukan >30
menit dan <3
kali per
minggu (skor
2)
-Kurang, jika
dilakukan <30
menit dan <3
kali per
minggu (skor
3)
31
Kebiasaan Kebiasaan merokok Kuesioner -Tidak Ordinal
merokok berkaitan dengan merokok (skor
bahaya dari zat-zat 3)
kimia yang terkandung -Merokok
dalam rokok kepada ringan (<20
risiko terkena batang rokok
hipertensi dalam sehari)
(skor 2)
-Merokok
berat (20
batang rokok
dalam sehari)
(skor 1)
Kebiasaan Kebiasaan konsumsi Kuesioner Ya (skor 1) Ordinal
konsumsi alcohol berkaitan Tidak (skor 2)
alkohol dengan bahaya jangka
Panjang pada organ
jantung dan
meningkatkan risiko
hipertensi
8 IMT IMT berkaitan dengan Kuesioner BB kurang Ordinal
(Indeks kategori berat badan (<18,5), BB
Massa seseorang. Korelasi normal (18,5-
Tubuh) IMT dengan tekanan 24,9), BB
darah adalah jika lebih (>25),
seseorang berada Pra-Obesitas
dalam kondisi berat (25-29,9),
badan berlebih Obesitas Tk. 1
(obesitas) maka akan (30-34,9),
lebih berisiko terkena Obesitas Tk. 2
hipertensi. IMT (35-39),
32
dihitung berdasarkan Obesitas Tk. 3
data berat badan dan (>40)
tinggi badan.
Variabel
dependen
1 Kejadian Hipertensi adalah Tensimeter Tidak Ordinal
hipertensi kondisi dimana nilai dan mengalami
tekanan darah stetoskop hipertensi, dan
seseorang lebih dari mengalami
140 mmHg/90 mmHg. hipertensi
Analisis multivariate adalah sekumpulan model statistik yang memeriksa pola dalam data
multidimensi dengan mempertimbangkan, sekaligus, beberapa variable data yang merupakan
perluasan dari analisis data bivariate dengan menggunakan uji regresi logistik.
33
DAFTAR PUSTAKA
A, D. A., Sinaga, A. F., Syahlan, N., Siregar, S. M., Sofi, S., Zega, R. S., Annisa, A., & Dila, T.
A. (2022). Faktor - Faktor Yang Menyebabkan Hipertensi Di Kelurahan Medan Tenggara.
Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 10(2), 136–147.
https://doi.org/10.14710/jkm.v10i2.32252
Anwar, A., K, H., AS, A., I, S., W, Z., N, S., R, M., S, U., J, F., & G, A. (2018). Prevalence of
Clinical Signs and Symptoms of Hypertension: A Gender and Age Based Comparison.
Palliative Medicine & Care: Open Access, 5(2), 1–8. https://doi.org/10.15226/2374-
8362/5/2/00155
Badan Pusat Statistik Kota Medan. (n.d.). Retrieved November 6, 2022, from
https://medankota.bps.go.id/statictable/2019/11/16/127/jumlah-penderita-sepuluh-
penyakit-terbesar-seluruh-puskesmas-kota-medan-tahun-2018.html
Damayanti, D., Wijayanti, W., Mustofa, L. A., Yuniarti, F., & Ishariani, Linda, 2021. (2021).
VOLUME 12 NOMOR 1 JUNI 2021 Jurnal. 12.
Harrison, D. G., Coffman, T. M., & Wilcox, C. S. (2021). Pathophysiology of Hypertension: The
Mosaic Theory and beyond. Circulation Research, 847–863.
https://doi.org/10.1161/CIRCRESAHA.121.318082
Iqbal, A. M., & Jamal, S. F. (2022). Essential Hypertension. XPharm: The Comprehensive
Pharmacology Reference, 1–6. https://doi.org/10.1016/B978-008055232-3.60057-1
Istiana, D., Purqoti, D. N. S., Musmuliadin, M., Rispawati, B. H., Romadhonika, F., & Dingle,
K. (2022). The Relationship between Physical Activity and the Incidence of Hypertension
at the Work Area of the Ampenan Health Center. STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan,
34
11(1), 45–50. https://doi.org/10.30994/sjik.v11i1.884
Jehani, Y., Hepilita, Y., & Krowa, Y. R. R. (2022). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Hipertensi Pada Usia Dewasa Menengah Di Wilayah Kerja Puskesmas Wangko
Kecamatan Rahong Utara Tahun 2022. Jwk, 7(1), 2548–4702.
Kadir, A. (2018). Hubungan Patofisiologi Hipertensi dan Hipertensi Renal. Jurnal Ilmiah
Kedokteran Wijaya Kusuma, 5(1), 15. https://doi.org/10.30742/jikw.v5i1.2
Kartika, M., Subakir, S., & Mirsiyanto, E. (2021). Faktor-Faktor Risiko Yang Berhubungan
Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Kota Sungai Penuh Tahun 2020.
Jurnal Kesmas Jambi, 5(1), 1–9. https://doi.org/10.22437/jkmj.v5i1.12396
Kirom, A. Q., Fitria, N. A., & Erna, S. (2021). Pengaruh tingkat konsumsi diet tinggi natrium
dan lemak dengan prevalensi hipertensi pada masyarakat di Kabupaten Malang. Jurnal
Kedokteran Komunitas, 9(1), 1–9.
Larkin, K. T., & Cavanagh, C. (2016). Hypertension. Encyclopedia of Mental Health: Second
Edition, December, 354–360. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-397045-9.00008-2
Legi, N. N., Rumagit, F. A., & Ansyu, E. Y. (2015). Asupan Lemak Dan Natrium Pada Penderita
Hipertensi Di Puskesmas Paceda Kecamatan Madidir Kota bitung. Infokes Volume, 10(1),
68–75.
Nurarif, & Kusuma. (2020). Pengaruh Hipertensi terhadap perilaku hidup pada lansia. Poltekkes
Jogja, 2011, 8–25.
Nurhasanah, & Ardiani, E. (2017). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hipertensi pada usia
produktif di wilayah kerja Puskesmas Sumanda Kecamatan Pugung Kabupaten
Tanggamus. Viva Medika, 10(1), 12–19.
Pakpahan, J., Sarumpaet, S., & Lubis, R. (2018). Hubungan Dislipidemia dan Hipertensi
Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Anggota Tentara Nasional Indonesian
35
(Tni) < 40 Tahun Di Rumah Sakit Tk Ii Putri Hijau Medan. Jurnal Muara Sains,
Teknologi, Kesehatan, Dan Ilmu Kesehatan, 2(1), 291–298.
Putri, M. P. D., Suyasa, I. P. G. E. A., & Budiapsari, P. I. (2021). Hubungan antara Dislipidemia
dengan Kejadian Hipertensi di Bali Tahun 2019. Aesculapius Medical Journal, 1(1), 8–12.
Sarumaha, E. K., & Diana, V. E. (2018). Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Pada Usia Dewasa
Muda di UPTD Puskesmas Perawatan Plus Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan. Jurnal
Kesehatan Global, 1(2), 70. https://doi.org/10.33085/jkg.v1i2.3914
خ. ک. ح. و,اصل. (1386). No Title مقدمه ایی بر کاربرد فناوری در پلیمرها.
36