Anda di halaman 1dari 36

DETERMINAN KEJADIAN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT TK II PUTRI HIJAU

MEDAN TAHUN 2023

TESIS

OLEH
DEVINA OKTORA SIMATUPANG
NIM : 210101134

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


DIREKTORAT PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2023

1
HALAMAN PENGESAHAN

TESIS

DETERMINAN KEJADIAN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT TK II PUTRI HIJAU


MEDAN TAHUN 2023

Telah dipertahankan di hadapan Penguji Tesis


Tanggal,

Tim Penguji:

Ketua Penguji :

Anggota :

Diketahui
Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat
Direktorat Pascasarjana
Universitas Sari Mutiara Indonesia
Direktur

(Prof. Dr. dr. Myrnawati Crie Handini , MS, PKK)

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah
memberikan kesehatan kepada penulis dan atas berkah dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Determinan Kejadian Hipertensi di Rumah Sakit Tk II
Putri Hijau Medan Tahun 2023”. Penyelesaian Proposal tesis ini dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kesehatan Masyarakat (MKM) pada Program
Studi Magister Kesehatan Masyarakat, Direktorat Pascasarjana Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tanpa ada bantuan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Parlindungan Purba, SH., MM., selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M. Kes., selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Prof. Dr. dr. Myrnawati Crie Handini, MS., selaku Direktur Pascasarjana Universitas Sari
Mutiara Indonesia
4. Dr. Toni Wandra, M. Sc., Ph. D., selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah memberikan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penulis dalam
penyusunan tesis
5. Mido Ester J. Sitorus, S. KM., M. KM., selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah
memberikan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing penulis
dalam penyusunan tesis
6. Orang tua, saudara, dan teman-teman yang telah banyak memberikan dukungan dan
bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis

Akhirnya, penulis berharap Tuhan yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang terlibat. Semoga tesis ini kelak membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Malang, Februari 2023


Penulis

Devina Oktora Simatupang

3
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................... 6
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 6
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................ 8
1.3 Perumusan Pertanyaan Penelitian ......................Error! Bookmark not defined.
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 8
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................................... 11
2.1 Pengertian Hipertensi ....................................................................................... 11
2.2 Klasifikasi Hipertensi ....................................................................................... 11
2.3 Manifestasi Klinis ............................................................................................. 13
2.4 Komplikasi Hipertensi ...................................................................................... 22
2.5 Penatalaksanaan Hipertensi .............................................................................. 23
2.6 Pengendalian Hipertensi ................................................................................... 23
2.7 Penelitian Terkait .............................................................................................. 25
2.8 Kerangka Teori ................................................................................................. 26
2.9 Kerangka Konsep ............................................................................................. 26
2.10 Hipotesis ........................................................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................................... 28
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................. 28
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 28
3.3 Populasi dan Sampel ......................................................................................... 28
3.4 Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 29
3.5 Definisi Operasional dan Variabel Penelitian .................................................. 30
3.6 Metode Analisis Data ....................................................................................... 33

4
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Tingkatan Tekanan Darah .......................................... 6
2. Definisi Operasional ......................................................................................................... 20

5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tekanan darah merupakan salah satu faktor penting pada sistem sirkulasi. Tekanan darah
yang meningkat ataupun menurun secara drastis mampu mempengaruhi homeostasis dalam
tubuh. Peningkatan tekanan darah hingga melebihi batas normal biasa disebut dengan istilah
medis yaitu hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu jenis Penyakit Tidak Menular (PTM)
dengan indikasinya yaitu ketika pembuluh darah terus-menerus meningkatkan tekanannya.
Tekanan dalam pembuluh darah yang semakin tinggi mengakibatkan jantung harus bekerja
semakin keras untuk memompa darah. Hipertensi adalah kondisi dimana nilai tekanan darah
sistolik seseorang mencapai 140 mmHg atau lebih, dan ketika seseorang memiliki tekanan
diastol di atas 90 mmHg. Hipertensi menduduki peringkat penyakit atau masalah kesehatan
kronis yang paling umum ditandai dengan peningkatan tekanan arteri yang persisten. Hipertensi
telah menjadi salah satu komorbiditas paling signifikan yang berkontribusi terhadap
perkembangan penyakit yang lebih parah seperti gagal jantung, infark miokard, gagal ginjal, dan
stroke. Hipertensi berpotensi memicu serangan jantung, mengakibatkan pembengkakan jantung
dan berakhir pada gagal jantung. Pembuluh darah berpotensi membentuk tonjolan (aneurisma)
dan titik lemah karena adanya tekanan tinggi membuatnya cenderung tersumbat dan pecah.
Tekanan di pembuluh darah juga berpotensi menyebabkan kebocoran darah hingga ke otak yang
dapat berakibat pada stroke. Hipertensi juga dapat menyebabkan gangguan kognitif, kebutaan,
dan gagal ginjal (Iqbal & Jamal, 2022).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di
dunia menderita hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah
penderita hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan
terdapat 1,5 milyar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahun 9,4 juta orang
meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Pra et al., 2022).

Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2017 menyebutkan bahwa dari
53,3 juta kematian di seluruh dunia, 33,1% penyebab kematiannya adalah penyakit
kardiovaskular, 16,7% kanker, 6% diabetes mellitus dan gangguan endokrin serta infeksi saluran

6
pernafasan dibawah 4,8%. Data penyebab kematian di Indonesia tahun 2016 menunjukkan
sebanyak 1,5 juta kematian dengan penyebab kematian terbanyak adalah penyakit kardiovaskular
36,9%, kanker 9,7%, diabetes mellitus dan penyakit endokrin 9,3% dan tuberkulosis 5,9%.
IHME juga menyatakan bahwa dari total 1,7 juta kematian di Indonesia, faktor risiko penyebab
kematian adalah tekanan darah (hipertensi) sebesar 23,7%, hiperglikemia 18,4%, merokok
12,7%, dan obesitas 7,7%(Siregar et al., 2021)
Hipertensi merupakan penyakit terbanyak pada usia lanjut di Indonesia, dengan prevalensi
60,3% penderita. Hal ini, sangat mengkhawatirkan mengingat penyakit jantung dan pembuluh
darah merupakan penyakit degeneratif yang menduduki tempat nomor satu penyebab kematian
di Indonesia (Kemenkes, 2017). Hipertensi banyak terjadi pada kelompok usia 31-44 tahun
(31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%), umur 65 tahun keatas (63,2%)
(Riskesdas, 2018). Estimasi jumlah kasus hipertensi yang ada di Indonesia tahun 2018 sebesar
63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 477.218
kasus kematian (Aliyah & Damayanti, 2022).
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18
tahun ke atas pada tahun 2007 di Indonesia adalah 31,7%. Berdasarkan provinsi, prevalensi
hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%).
Sedangkan jika dibandingkan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi
25,8%). Penurunan ini bisa terjadi pada berbagai faktor, seperti perbedaan alat pengukur tekanan
darah, orang yang sudah mulai sadar akan bahaya hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi
Bangka Belitung (30,9%), dan Papua terendah (16,8%). Secara nasional, 25,8% penduduk
Indonesia menderita hipertensi.

Sekitar 40% kematian pada usia muda disebabkan oleh hipertensi yang tidak terkontrol.
Banyak faktor yang berperan dalam terjadinya hipertensi diantaranya faktor risiko yang tidak
terkendali dan faktor risiko yang dapat dikendalikan. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol
seperti faktor keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor risiko yang dapat
dikendalikan adalah obesitas, kurang olah raga atau aktivitas fisik, merokok, minum kopi,
sensitivitas natrium, kadar kalium rendah, alkohol, stres, pekerjaan, pendidikan dan pola makan
(Sinaga et al., 2022).

7
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013) terdapat faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu faktor yang tidak dapat diubah seperti usia, jenis
kelamin, dan genetik serta faktor yang dapat diubah seperti aktivitas fisik, tingkat stres, dan
merokok. Menurut Riskesdas tahun (2018) diketahui bahwa faktor yang menyebabkan
hipertensi adalah kurangnya aktivitas fisik (33,5%), dan merokok (24,3%) (Natalia et al.,
2020).
Data dari WHO menunjukkan bahwa sepanjang tahun hingga tahun 2021, sebanyak
1,28 miliar orang di seluruh dunia menderita hipertensi. Di Asia Tenggara, prevalensi
hipertensi mencapai 39%, sedangkan di Indonesia mencapai 34% (Laurensia, 2022). Dilansir
dari Badan Pusat Statistik Kota Medan (2019), prevalensi hipertensi di Wilayah Sumatera
Utara menduduki angka 29,2%, khususnya Kota Medan mencapai 89.333 kasus dengan
prosentase 18,3 %. Prevalensi yang tinggi ini dikaitkan dengan berbagai determinan atau
faktor diantaranya faktor usia, pertumbuhan penduduk, faktor risiko perilaku seperti
kebiasaan merokok, pola makan tidak sehat, konsumsi alkohol, stres, dan kurangnya aktivitas
fisik (Istiana et al., 2022).
Lebih lanjut, penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui berbagai
determinan yang mempengaruhi kejadian atau kasus hipertensi di Kota Medan, khususnya di
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, riwayat
kasus hipertensi di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan diketahui sebanyak 115 kasus pada
2015, dan terus meningkat hingga angka 226 kasus pada 2016. Proporsi kasus hipertensi yang
diperoleh di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan diketahui mencapai 53,8% (Damayanti et
al., 2021). Pada penelitian sebelumnya mengenai determinan kasus hipertensi di Banjarmasin
menunjukkan hasil penelitian berupa data hubungan beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap kasus hipertensi diantaranya adalah pola makan, riwayat hipertensi dalam keluarga,
kebiasaan merokok dan jenis kelamin (Sari, 2018).

1.2 Perumusan Masalah


faktor determinan yang mempengaruhi kejadian hipertensi di Rumah Sakit TK II Putri
Hijau Medan

1.3 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum

8
Untuk mengetahui faktor determinan yang mempengaruhi kejadian hipertensi di
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan.
1.4.2 Tujuan Khusus
1 Mengidentifikasi karakteristik kasus hipertensi di Rumah Sakit TK II Putri Hijau
Medan.
2 Mengetahui hubungan faktor usia dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit TK
II Putri Hijau Medan
3 Mengetahui hubungan faktor jenis kelamin dengan kejadian hipertensi di Rumah
Sakit TK II Putri Hijau Medan
4 Mengetahui hubungan faktor riwayat hipertensi dalam keluarga dengan kejadian
hipertensi di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
5 Mengetahui hubungan faktor kebiasaan pola makan dengan kejadian hipertensi di
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
6 Mengetahui hubungan faktor aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi di Rumah
Sakit TK II Putri Hijau Medan
7 Mengetahui hubungan faktor kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi di
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
8 Mengetahui hubungan faktor kebiasaan konsumsi alkohol dengan kejadian
hipertensi di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
9 Mengetahui hubungan faktor obesitas dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit
TK II Putri Hijau Medan
10 Untuk mengetahui faktor yang paling dominan yang mempengaruhi kejadian
hipertensi di Rumah sakit TK II Putri Hijau Medan

1.4 Manfaat Penelitian


1. Manfaat bagi responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pengetahuan baru
mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian hipertensi terhadap
responden khususnya pada penderita hipertensi.
2. Manfaat bagi rumah sakit
Melalui penelitian ini, diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan promosi
kesehatan mengenai hipertensi dan cara pencegahannya sehingga masyarakat paham

9
dan ikut andil dalam pencegahan hipertensi dengan mengubah pola hidup yang lebih
sehat.
3. Manfaat bagi petugas kesehatan
Dapat dijadikan sebagai pedomam dalam melakukan promosi kesehatan
khsusunya mengenai hipertensi dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipertensi
sehingga petugas kesehatan lebih paham.

10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hipertensi


Tekanan darah adalah salah satu parameter klinis yang paling sering diukur dan nilai
tekanan darah merupakan penentu utama keputusan terapeutik (Magder, 2018). Tekanan
darah diukur dalam milimeter air raksa (mmHg) dan dicatat sebagai dua angka yang biasanya
ditulis satu di atas yang lain. Angka atas adalah tekanan darah sistolik atau tekanan tertinggi
dalam pembuluh darah dan terjadi saat jantung berkontraksi atau berdetak. Angka yang lebih
rendah adalah tekanan darah diastolik yaitu tekanan terendah dalam pembuluh darah di antara
detak jantung saat otot jantung berelaksasi. Tekanan darah orang dewasa dikatakan normal
apabila angka tekanan darah sistoliknya berada pada rentang 120 mmHg dan tekanan darah
diastolik 80 mmHg. Ada satu kondisi dimana tekanan darah dikatakan tidak normal, yaitu
apabila seseorang memiliki tekanan darah yang sangat rendah atau sangat tinggi. Tekanan
darah tinggi dalam istilah medis disebut hipertensi. Pada beberapa literatur menyebut
hipertensi adalah suatu kondisi dimana seseorang memiliki tekanan sistolik sama dengan atau
di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik sama dengan atau di atas 90 mm Hg (Anwar et
al., 2018).

2.2 Klasifikasi Hipertensi


2.2.1 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Etiologi

Berdasarkan etiologi atau penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi dua yaitu


hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Tambunan, et al., 2021).

1. Hipertensi primer
Hipertensi primer disebut juga dengan hipertensi esensial. Hipertensi jenis ini adalah
kasus hipertensi yang paling banyak tetapi penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Dugaan
hipertensi primer dapat terjadi karena adanya peningkatan persisten tekanan arteri akibat
ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal pada tubuh. Beberapa faktor yang
diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer atau hipertensi esensial
diantaranya adalah faktor genetik, jenis kelamin, usia, faktor obesitas, gaya hidup, dan
kebiasaan konsumsi alkohol (Nurarif & Kusuma, 2020).

11
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau biasa disebut juga dengan hipertensi renal atau non essensial
merupakan hipertensi yang penyebabnya diketahui. Hipertensi jenis ini merupakan hipertensi
yang bersifat sistemik karena penyebabnya telah diketahui. Hipertensi sekunder dapat terjadi
karena adanya komorbid penyakit lain, seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, atau
penggunaan obat tertentu (SIMATUPANG, 2020). Salah satu komorbid yang paling sering
menjadi penyebab terjadinya hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal sehingga hipertensi
sekunder ini biasa disebut hipertensi renal (Kadir, 2018).
Menurut Nurarif dan Kusuma (2020), hipertensi sekunder lebih lanjut disebabkan oleh
beberapa penyakit, yaitu:
a) Coarctationaorta atau penyakit penyempitan aorta congenital yang terjadi pada beberapa
tingkat pada aorta toraksi atau aorta abdominal. Penyempitan yang terjadi dapat
menghambat aliran darah, sehingga tekanan darah meningkat.
b) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal juga merupakan komorbid hipertensi, bahkan
dikatakan sebagai penyebab utama hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Hipertensi ini
berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung
membawa darah ke ginjal.
c) Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen) juga berperan menjadi salah satu
penyebab hipertensi sekunder. Kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-mediate volume expantion. Hipertensi
karena penggunaan kontrasepsi akan kembali normal setelah beberapa bulan penghentian
oral kontrasepsi.
d) Gangguan endokrin juga berperan dalam menjadi penyebab hipertensi. Adrenalmediate
hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin.

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Tingkatan Tekanan Darah


Diagnosis hipertensi tergantung pada tingkat tekanan darah sistolik, yaitu tekanan
tertinggi selama siklus jantung yang terjadi saat jantung berkontraksi, dan tekanan darah
diastolik, yaitu tekanan terendah selama siklus saat jantung secara bertahap terisi dengan
darah di antara kontraksi. Hipertensi terdiri dari dua tahap yaitu hipertensi tahap satu dan
tahap dua. Hipertensi tahap satu yaitu ketika tekanan darah mencapai 140–159/90–99 mm Hg,

12
dan hipertensi tahap dua ketika tekanan darah melebihi 160/100 mm Hg (Larkin & Cavanagh,
2016). Menurut Suling (2018), hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah
diklasifikasikan sebagai berikut.

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Tingkatan Tekanan Darah


Kategori TD Sistolik TD Diastolik
Optimal <120 Dan <80
Normal 120-129 Dan/atau 80-84
Normal tinggi 130-139 Dan/atau 85-89
Hipertensi tingkat I 140-159 Dan/atau 90-99
Hipertensi tingkat II 160-179 Dan/atau 100-109
Hipertensi tingkat III >180 Dan/atau >110
Hipertensi sistolik terisolasi >140 dan <90

Sumber: Suling (2018)

2.3 Manifestasi Klinis


Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan adanya gejala karena gejala yang
timbul seringkali tidak spesifik, sehingga dianggap biasa oleh sebagian besar orang. Ketika
gejala benar-benar terjadi, gejalanya bisa berupa sakit kepala, epistaksis, jantung berdebar
sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat, mudah lelah, gampang
marah, telinga berdengung, pusing, tinnitus, dan pingsan. Lebih lanjut terdapat gejala klinis
asimtomatik dan simtomatik pada hipertensi. Apabila hipertensi yang diderita berujung pada
komplikasi, maka akan timbul gejala spesifik yang sesuai dengan komplikasi pada organ yang
diderita (Tika, 2021). Literatur lain menyebutkan beberapa gejala lain yang dapat timbul pada
penderita hipertensi, diantaranya; leher terasa kaku, pandangan kabur karena adanya
kerusakan otak, mata, jantung, dan ginjal. Gejala lain yang mungkin timbul adalah wajah
kemerahan, lemah syahwat, adanya darah dalam urin (hematuria), gangguan penglihatan
akibat gangguan retina, dan timbul nyeri di dada (angina pectoris) (Syahlan, et al., 2022).

2.1 Patofisiologi Hipertensi


Regulasi tekanan darah merupakan proses fisiologi yang kompleks. Tekanan darah
arterial merupakan produk dari curah jantung dan resistensi vaskular perifer. Curah jantung
dipengaruhi oleh asupan garam, fungsi ginjal dan hormon mineralokortikoid, sedangkan efek
13
inotropik timbul dari peningkatan volume cairan ekstraselular dan peningkatan denyut jantung
serta kontraktilitas (Suling, 2018). Resistensi vaskular perifer bergantung pada sistem saraf
simpatis, faktor humoral dan autoregulasi lokal. Sistem saraf simpatis bekerja melalui efek
vasokonstriktor alfa atau vasodilator beta. Faktor humoral dipengaruhi oleh berbagai mediator
vasokonstriktor (seperti angiotensin dan katekolamin) atau mediator vasodilator (seperti
prostaglandin dan kinin) (Suling, 2018).
Peningkatan tekanan darah adalah hasil dari berbagai gaya yang bekerja pada berbagai
jaringan yang menyusun alat peredaran darah. Hipertensi mengakibatkan pertumbuhan dan
remodeling dinding pembuluh darah dan regulasi hemodinamik tekanan darah. Berbagai
hormon, vasoaktif humoral dan peptida pengatur dan pertumbuhan dihasilkan di dalam
endotel vaskular. Mediator-mediator termasuk angiotensin II, bradikinin, endotelin, nitric-
oxide, dan beberapa faktor pertumbuhan (Suling, 2018).
Angiotensin menyebabkan hipertensi dengan tindakan tidak langsung yang dimediasi
oleh sistem saraf pusat, tindakan yang tidak bergantung pada tindakan vasokonstriktornya.
Ang II menyebabkan tekanan darah menjadi sangat labil, sehingga stimulasi lingkungan yang
minimal akan menyebabkan peningkatan tekanan yang sangat besar, disertai dengan
peningkatan denyut jantung. Peningkatan tekanan darah ini diperburuk oleh tyramine (yang
melepaskan norepinefrin dari terminal saraf) dan diblokir oleh guanethidine (yang mencegah
pelepasan norepinefrin) (Harrison et al., 2021).
Ginjal memiliki setidaknya 4 peran utama dalam hipertensi. Salah satunya adalah
produksi renin, suatu protease aspartat yang memecah angiotensinogen menjadi angiotensin I
yang diaktifkan oleh ACE untuk menghasilkan Ang II. Renin adalah langkah pembatas
kecepatan untuk aktivasi sistem reninangiotensin (RAS) yang bersirkulasi dan sintesis serta
sekresinya oleh ginjal diatur secara ketat. Renin awalnya disintesis sebagai prekursor prorenin
yang tidak aktif, yang diubah menjadi renin aktif saat berikatan dengan PRR (reseptor
prorenin) (Harrison et al., 2021). Dalam kondisi normal, renin diproduksi hampir secara
eksklusif oleh sel juxtaglomerular khusus dari arteriol aferen. Hal ini dilepaskan sebagai
respons terhadap penurunan tekanan perfusi atau pengiriman natrium klorida ke sel makula
densa, atau dengan peningkatan stimulasi simpatis. Stimulasi yang berkepanjangan dari saraf
simpatis ginjal mengubah subset sel otot polos pembuluh darah menjadi sel yang
memproduksi renin dalam arteriol aferen. Transformasi ini diatur oleh faktor transkripsi gen

14
HMG-box terkait SRY (Sox)-6,25. Sel-sel utama dari saluran pengumpul juga dapat
menghasilkan renin. Hal ini dimediasi sebagian oleh hilangnya produksi NO dalam berbagai
kondisi patofisiologis. Meskipun renin biasanya dilepaskan hampir secara eksklusif dari
aparatus juxtaglomerular ginjal, tubulus proksimal dapat menjadi tempat penting produksi
renin selama stres oksidatif atau sebagai respons terhadap peningkatan filtrasi protein
glomerulus. Selain itu, renin adalah enzim tujuan ganda yang memetabolisme
angiotensinogen dan bertindak sebagai komplemen C3 convertase. Telah lama diketahui
bahwa kadar C3 dalam sirkulasi memprediksi perkembangan hipertensi selanjutnya,
kemungkinan dengan mempromosikan respon imun bawaan dan adaptif. Oleh karena itu,
peran mungkin belum muncul untuk meningkatkan inhibitor renin langsung dalam
pengobatan hipertensi dan untuk mengurangi aktivasi komplemen C3 (Harrison et al., 2021).
Peran utama kedua ginjal pada hipertensi adalah mengatur ulang atau mengubah
tekanan diuresis dan natriuresis. Hipertensi akut menarik ini dari membran sel luminal ke
dasar mikrovili apikal di tubulus proksimal di mana mereka tidak dapat berpartisipasi dalam
reabsorpsi natrium (Harrison et al., 2021). Demikian juga, peningkatan tekanan darah dapat
merelokasi kotransporter natrium klorida yang sensitif terhadap tiazid di tubulus distal.
Namun, selama hipertensi kronis, transporter ini ditranslokasi ke mikrovili apikal, di mana
mereka meningkatkan reabsorpsi natrium dan kemungkinan mempertahankan hipertensi
(Harrison et al., 2021). SGLT2 (sodium-glucose-linked transporter type 2) di tubulus
proksimal juga diregulasi oleh Ang II yang bekerja pada Reseptor AT1 selama hipertensi
renovaskular dimana ia secara fungsional terkait dengan NHE3 melalui protein terkait
mikrotubulus untuk meningkatkan reabsorpsi Na+ proksimal selama stimulasi spesies oksigen
reaktif (ROS) (Harrison et al., 2021). Perfusi inhibitor SGLT2 ke dalam tubulus proksimal
menghambat pertukaran Na+:H+.42 Karena NHE3 mengangkut lebih banyak Na+ daripada
SGLT2, interaksi fungsional antara 2 ini kemungkinan besar berkontribusi pada
penghambatan 27% Na+ proksimal yang sangat kuat dan reabsorpsi cairan oleh penghambat
SGLT2 dapagliflozin pada tikus diabetes. Hal ini mungkin mendasari efek penghambat
SGLT2 yang dilaporkan untuk mengurangi volume plasma pada gagal jantung dan tekanan
darah pada hipertensi (Harrison et al., 2021).
Ketiga, peran ginjal yang baru-baru ini diakui dalam hipertensi adalah untuk
memodulasi nada simpatik sistemik dengan menghasilkan sinyal refleks melalui saraf aferen

15
ginjal (Harrison et al., 2021). Sekitar 90% saraf ginjal adalah saraf eferen mengirimkan sinyal
simpatik ke ginjal, sehingga meningkatkan resorpsi natrium tubulus, pelepasan renin, dan
tonus vasomotor tergantung pada intensitas lalu lintas saraf. Namun, proporsi yang lebih kecil
dari saraf ginjal adalah aferen yang menghasilkan sinyal dari dalam ginjal dan
mengirimkannya ke batang otak di mana mereka dapat memulai refleks yang mendorong
peningkatan tonus sistem saraf simpatik eferen dan menginduksi hipertensi (Harrison et al.,
2021).
Sistem vaskular juga berperan dalam patofisiologi hipertensi. Resistensi vascular
sistemik ini hampir seragam meningkat pada orang dewasa dengan hipertensi, dan banyak
agen umum yang digunakan untuk pengobatan hipertensi adalah vasodilator. Secara historis,
ekspansi awal volume darah dan peningkatan curah jantung, "autoregulasi sistemik"
menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah lebih lanjut. Hal ini
menyebabkan natriuresis tekanan tambahan dan mengembalikan volume darah ke normal
tetapi dengan mengorbankan hipertensi yang berkelanjutan (Harrison et al., 2021). Ada 4
gangguan vaskular yang terjadi dan berkontribusi terhadap hipertensi. Yang pertama adalah
peningkatan hormon vasokonstriktor, termasuk Ang II, katekolamin, dan vasopresin,
ditambah dengan perubahan fungsi vaskular yang mendorong vasokonstriksi dan mengurangi
vasodilatasi. Studi pada pembuluh darah yang terisolasi telah menunjukkan bahwa baik
pembuluh darah saluran maupun arteriol dari hewan hipertensi memperlihatkan peningkatan
vasokonstriksi terhadap berbagai agen. Gen yang memodulasi pensinyalan GPCR (G protein-
coupled receptor), termasuk protein RGS (regulator pensinyalan protein G), yang
menginduksi hidrolisis GTP untuk menghentikan pensinyalan protein G. Protein RGS 1 dan 2
terkait dengan GPCR yang meningkatkan respons terhadap vasokonstriktor termasuk
tromboksan, Ang II, dan norepinefrin (Harrison et al., 2021).
Perubahan terkait fungsi vaskular yang kemungkinan berkontribusi terhadap hipertensi
adalah pengerasan arteri saluran besar, dan, khususnya, aorta proksimal, melalui mekanisme
yang terus diselidiki. Aorta yang sehat mengalami distensi selama sistol dan mengecil saat
diastol. Hal ini menyebabkan penurunan tekanan sistolik sambil mempertahankan tekanan
diastolik dan perfusi (Harrison et al., 2021). Gangguan baik mikrovaskular dan struktur
pembuluh darah besar merupakan kontribusi vaskular kedua untuk hipertensi. Fenomena ini
telah terdeteksi pada arteriol retina dengan pemeriksaan funduskopi pada hipertensi klinis di

16
mana rasio arteriol terhadap venula yang berkurang meningkatkan kemungkinan
berkembangnya hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa remodeling arteriolar dapat
mendahului, dan mungkin menjadi predisposisi, untuk hipertensi (Harrison et al., 2021).
Peran keempat pembuluh darah dalam hipertensi adalah berfungsi sebagai sumber dan
target aktivasi kekebalan. Ini sebagian dimediasi oleh cross-talk antara endotelium dan sel-sel
kekebalan yang tercakup secara mendalam di bagian tentang mekanisme kekebalan di bawah
ini. Terakhir, terjadi gangguan pertahanan dinding pembuluh darah terhadap trombosis pada
hipertensi yang telah terkait untuk meningkatkan ekspresi endotel faktor jaringan dan molekul
adhesi sel vaskular (Harrison et al., 2021). Peran selanjutnya oleh aldosteron yang diproduksi
oleh sel-sel zona granulosa kelenjar adrenal sebagai respons terhadap Ang II dan peningkatan
kalium ekstraseluler. Efek aldosteron dianggap meningkatkan reabsorbsi natrium di duktus
kolektivus, dan blokade aldosteron dirasakan secara dominan meningkatkan diuresis. MR
(reseptor mineralokortikoid) diekspresikan di banyak organ dan sel, termasuk jantung,
pembuluh darah, sel imun, dan di otak (Harrison et al., 2021). Banyak sekali efek reseptor
MR ini penting karena setidaknya 5% dari semua kasus hipertensi disebabkan oleh
hiperaldosteronisme primer dan ini kemungkinan jauh lebih tinggi di antara mereka yang
memiliki hipertensi resisten (Harrison et al., 2021).

2.2 Faktor Risiko Hipertensi


Hipertensi dipengaruhi oleh dua jenis faktor risiko utama yaitu faktor risiko yang tidak
dapat dikendalikan dan faktor risiko yang dapat dikendalikan.
1. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikendalikan
a) Usia
Faktor usia sangat menentukan kejadian hipertensi dimana hipertensi sering terjadi pada
rentang usia tertentu yaitu pada kelompok lansia atau usia >50 tahun. Hal ini berhubungan
dengan semakin bertambahnya usia maka semakin tua jaringan-jaringan organ dalam tubuh
seseorang, dimana jaringan dan organ yang tua cenderung sering bermasalah. Penambahan
usia menyebabkan kekakuan pada arteria tau pembuluh darah sehingga menyebabkan
tegangan atau tekanan semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan oleh satu faktor utama
yaitu perubahan pada jantung dan pembuluh darah manusia yang terjadi secara alami sebagai
proses penuaan (Syahlan, et al., 2022).

17
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah salah satu faktor risiko hipertensi yang tidak dapat diubah, dimana
laki laki mempunyai risiko 2,3 kali mengalami hipertensi (tekanan darah sistolik) dibanding
perempuan. Hal ini disebabkan karena laki-laki memiliki gaya hidup yang cukup berisiko
terkena hipertensi (Mujito & Sepdianto, 2021). Pada saat perempuan memasuki masa
menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan naik. Usia menopause biasanya terjadi
sekitar usia 45-55 tahun. Perempuan yang mengalami premenopause mulai kehilangan sedikit
demi sedikit hormon estrogen yang berperan melindungi pembuluh darah dari kerusakan.
Setelah usia 65 tahun, prevalensi hipertensi perempuan akan lebih tinggi dari laki-laki. Akibat
faktor hormonal inilah kejadian hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada
laki-laki (Syahlan, et al., 2022). Menurut Jehani, et al. (2022), perempuan mempunyai
peluang sebanyak 2,7 kali untuk terkena penyakit hipertensi dibandingkan
dengan responden berjenis kelamin laki-laki (Jehani et al., 2022).

c) Genetik
Faktor keturunan ikut menyumbang risiko terkena hipertensi pada seseorang. Seseorang
atau individu yang memiliki anggota keluarga yang menderita hipertensi, kemungkinan akan
memiliki risiko terkena hipertensi juga. Faktor keturunan ini berhubungan dengan faktor
genetik. Genetik merupakan penyebab penyakit yang diderita berdasarkan bawaan dari orang
tua atau saudara dekat. Seseorang mempunyai orang tua dengan hipertensi berisiko dua kali
lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi. Studi menunjukkan bahwa 70-80% kasus hipertensi esensial
adalah karena pasien disertai dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Sarumaha & Diana,
2018). Beberapa gen yang berpengaruh dan berperan dalam terjadinya hipertensi adalah gen
yang mengenkode sistem renin-angiotensin (poilmorfisme I/D gen Angiotensinconverting
enzyme), gen yang berperan dalam homeostasis natrium ginjal, dan gen yang mengatur
metabolisme steroid (Sarumaha & Diana, 2018). Menurut Jehani, et al. (2022), mekanisme
pengaturan sistem renin angiotensin-aldosteron, sistem saraf simpatis, semuanya
dipengaruhi secara genetik, teknik biomolekuler modern telah memungkinkan
pemeriksaan gen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya hipertensi pada seseorang
(Jehani et al., 2022).

18
2. Faktor risiko yang bisa diubah
a) Konsumsi Lemak
Pola makan yang tidak beraturan dan sembarangan sangat mempengaruhi risiko
hipertensi. Kebiasaan seseorang yang memiliki pola makan sembarangan cenderung
mengabaikan jenis makanan apa saja yang dikonsumsi. Seringkali orang-orang tersebut tidak
pernah mengontrol konsumsi lemak yang ada pada makanannya. Di sisi lain, orang dengan
konsumsi rendah lemak cenderung lebih mudah mengendalikan tekanan darahnya. Hipertensi
dapat dikendalikan melalui penerapan Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH)
dengan mengurangi konsumsi diet tinggi lemak (Kirom et al., 2021).
Konsumsi lemak berlebih dapat mengakibatkan terjadinya pembentukan plak pada
pembuluh darah, sehingga hal ini menghambat aliran darah dan memaksa jantung memompa
lebih keras. Volume darah akan meningkat seiring dengan jantung yang memompa lebih keras
dan berakibat pada meningkatnya tekanan darah. Lemak terdiri dari lemak jenuh dan tak
jenuh. Lemak jenuh adalah jenis lemak yang paling berbahaya dan dapat menjadi pemicu
terjadinya hipertensi. Hal ini disebabkan lemak jenuh cenderung meningkatkan kadar
kolesterol dan trigliserida darah (Legi et al., 2015).

b) Dislipidemia
Dislipidemia adalah kondisi dimana seseorang memiliki kelainan pada metabolisme
lipid yang ditandai dengan meningkat atau menurunnya kadar fraksi lipid dalam plasma.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah adanya peningkatan kadar kolesterol total (K-total),
kolesterol LDL (K-LDL) dan atau trigliserid (TG), serta penurunan kolesterol HDL (K-HDL)
(PERKENI, 2019). Dislipidemia merupakan salah satu faktor prediktor utama dalam
menentukan adanya penyakit kardiovaskular yang bisa mengakibatkan pada kerusalan endotel
dan berkurangnya efektivitas vasomotor fisiologis. Kondisi dislipidemia tersebut dapat
mengakibatkan hipertensi (Putri et al., 2021).
Dislipidemia juga memiliki potensi untuk memperburuk risiko kardiovaskular
dikarenakan peningkatan LDL, trigliserida, dan penurunan high-density lipoprotein (HDL).
Peningkatan kadar LDL pada darah, trigliserida darah, kolesterol total, dan penurunan HDL
dapat mengakibatkan risiko terjadinya aterosklerosis. Peningkatan kadar kolesterol total dan
LDL darah dapat disebabkan oleh peningkatan konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang
tinggi dalam makanan. Sedangkan peningkatan trigliserida darah atau hipertrigliserida

19
dipengaruhi oleh faktor gen dan konsumsi makanan seperti karbohidrat, lemak dan alkohol
(Pakpahan et al., 2018). Dislipidemia dapat mengakibatkan kerusakan mikrovaskular ginjal
yang berperan dalam terjadinya hipertensi (Suling, 2018).

c) Konsumsi garam berlebih


Penerapan pola makan dengan mengurangi konsumsi garam dapat membantu mendegah
hipertensi. Garam adalah salah satu faktor risiko hipertensi yang tidak bisa diabaikan.
Menurut WHO, batas konsumsi garam adalah satu sendok teh atau setara dengan 6 gram
dalam satu hari. Makanan asin atau banyak mengandung garam (natrium) berpengaruh pada
hipertensi (Syahlan, et al., 2022). Orang dengan asupan garam atau natrium yang tinggi lebih
beresiko 6 kali untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang mempunyai
asupan natrium yang cukup. Konsumsi garam yang berlebih dan dalam jangka Panjang dapat
berakibat pada peningkatan volume darah, curah jantung, dan tekanan darah (Syahlan, et al.,
2022). Menurut (Mujito & Sepdianto, 2021), konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
meningkatnya konsentrasi garam dalam cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang
meningkat menyebabkan volume darah juga meningkat dan berakhir pada peningkatan
tekanan darah (Mujito & Sepdianto, 2021).

d) Kurang aktivitas fisik


Aktivitas fisik sangat menentukan kondisi fisik seseorang. Kebugaran tubuh bergantung
pada seberapa rutin seseorang dalam melakukan aktivitas fisik yaitu olahraga. Kurangnya
intensitas dalam melakukan olahraga dapat memicu risiko hipertensi. Olahraga bermanfaat
untuk kebugaran dan melancarkan peredaran darah dalam tubuh. Risiko hipertensi pada
seseorang yang jarang melakukan olahraga tentu lebih tinggi dibanding orang yang rutin
berolahraga. Olahraga rutin dapat menurunkan lemak jenuh, meningkatkan eleminasi sodium
akibat perubahan fungsi ginjal dan mengurangi plasma renin dan katekolamin. Hal ini
menjadikan olahraga sebagai salah satu aktivitas fisik yang penting untuk membantu
menurunkan tekanan darah sistolik maupun diastolik, sehingga mampu mencegah hipertensi
(Nurhasanah & Ardiani, 2017). Olahraga yang cukup dapat mengendalikan dan menguatkan
jantung. Jantung yang lebih kuat tentu memiliki kemampuan memompa lebih banyak darah
dengan kerja yang ringan. Semakin ringan kerja jantung, maka semakin sedikit tekanan yang
ada pada pembuluh darah, sehingga tekanan darah menurun (Sarumaha & Diana, 2018).

20
e) Konsumsi alkohol
Konsumsi minuman beralkohol dengan intensitas yang berlebih memiliki dampak buruk
jangka Panjang pada kesehatan tubuh salah satunya memicu hipertensi. Risiko hipertensi akan
meningkat seiring dengan semakin banyaknya konsumsi alkohol. Alkohol yang terkandung
dalam tubuh dapat merangsang epinefrin atau adrenalin. Epinefrin dan adrenalin ini
kemudian menyebabkan arteri menyusut dan mengakibatkan adanya penumpukan air dan
natrium yang diakibatkannya, sehingga memicu terjadinya hipertensi (Jehani et al., 2022)..

f) Obesitas
Obesitas selalu menjadi permasalahan dan memiliki potensi menjadi penyebab berbagai
penyakit berbahaya. Obesitas dapat memicu hipertensi karena pada seseorang yang
mengalami obesitas, karena sebagian besar dalam tubuhnya didominasi lemak yang berlebih
yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah dan mempengaruhi kerja jantung.
Menurut Kartika, et al. (2021), orang yang memiliki status gizi obesitas atau kelebihan berat
badan berpeluang 1,820 kali mengalami hipertensi daripada orang dengan status gizi tidak
kelebihan berat badan atau normal (Kartika et al., 2021). Obesitas atau kelebihan berat badan
dapat mempengaruhi jumlah oksigen dan aliran darah yang membawa oksigen ke seluruh
tubuh. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pembesaran pembuluh darah dan memicu
peningkatan tekanan darah (Kartika et al., 2021).

g) Merokok
Kebiasaan merokok memicu berbagai penyakit yang berbahaya. Salah satu risiko para
perokok adalah terkena hipertensi. Berdasarkan Kartika, et al. (2021) dalam hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa sebagian besar pasien responden yang memiliki kebiasaan
merokok mengalami hipertensi. Efek jangka panjang seseorang yang merokok sangat
berbahaya dan memicu hipertensi. Hal ini dapat terjadi karena dalam rokok terdapat
kandungan zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida. Nikotin dan karbon
monoksida akan memasuki sirkulasi darah dan merusak lapisan endotel pembuluh darah
arteri, zat tersebut mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Merokok
juga berpotensi mengakibatkan peningkatan denyut jantung, sehingga kebutuhan oksigen
pada otot gerak jantung semakin bertambah dan berakibat pada meningkatnya tekanan darah
(Kartika et al., 2021). Penelitian lain menyebut bahwa zat nikotin dalam rokok mampu

21
merangsang pelepasan catecholamine yang akan memicu jantung bekerja lebih cepat sehingga
tekanan darah meningkat (Jehani et al., 2022).

h) Stres
Stress mental atau psikologis adalah salah satu faktor social yang dapat menjadi risiko
pemicu darah tinggi. Dalam proses regulasinya, stress memicu otak memberi sinyal pada
kelenjar anak ginjal untuk mengeluarkan hormon epinefrin dan adrenalin. Hormon eprinefrin
dan adrenalin cenderung mempengaruhi kerja jantung dan mampu meningkatkan tekanan
darah. Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah atau
hipertensi permanen (Kartika et al., 2021). Menurut literatur lain, kondisi stress dapat memicu
pelepasan epinefrin dan norepinefrin ke dalam sirkulasi darah, sehingga mengaktifkan sistem
RAA yang berujung pada peningkatan tekanan darah. Lebih lanjut terjadi aktivasi sistem aksis
hipotalamus pitutari yang berakibat pada pelepasan corticotropin-releasing hormone (CRH)
dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan akhirnya kortisol (Suling, 2018).

2.4 Komplikasi Hipertensi


Hipertensi merupakan penyakit dan merupakan faktor risiko utama untuk penyakit lain.
Pertimbangan utama pada sebagian besar individu adalah hubungan antara tekanan darah
mereka dan risiko penyakit kardiovaskular berikutnya (Gabb, 2020). Hipertensi memicu
munculnya risiko penyakit lain diantaranya berbagai penyakit jantung, kongesif, stroke,
gangguan penglihatan, dan penyakit ginjal (Mujito & Sepdianto, 2021).

1. Komplikasi pada Otak


Komplikasi hipertensi pada otak salah satunya adalah stroke. Penyakit stroke ditandai
dengan pecahnya pembuluh darah atau pendarahan. Stroke juga terjadi karena adanya tekanan
intra kranial yang meningkat, dan adanya pelepasan embolus dari pembuluh non otak karena
tekanan tinggi. Stroke terjadi pada jenis hipertensi kronik bila arteri di otak mengalami
hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah menuju sel otak semakin berkurang (Mujito
& Sepdianto, 2021).

2. Komplikasi pada Kardiovaskular


Penyakit jantung adalah penyebab kematian paling umum pada pasien hipertensi.
Penyakit jantung hipertensi merupakan akibat dari perubahan struktur dan fungsi yang
menyebabkan pembesaran jantung kiri, disfungsi diastolik, dan gagal jantung. Infark miokard

22
adalah salah satu penyakit akibat hipertensi yang dapat terjadi bila arteri coroner mengalami
sklerosis atau membentuk thrombus yang akan menghambat aliran darah di jantung (Mujito &
Sepdianto, 2021).

3. Komplikasi pada Ginjal


Efek penyakit lainnya akibat hipertensi adalah penyakit ginjal diantaranya gagal ginjal
kronik. Penyakit ginjal kronik terjadi akibat kerusakan kapiler ginjal dan glomerulus karena
adanya tekanan tinggi. Kerusakan pada kapiler dan glomerulus ini mengakibatkan darah yang
mengalir ke nefron mengalami gangguan dan berlanjut menjadi hipoksia sehingga berdampak
pada kematian organ ginjal (Mujito & Sepdianto, 2021).

4. Komplikasi pada Mata


Tidak hanya organ dalam, tapi hipertensi juga memicu kelainan pada mata khususnya
pada retina. Kelainan pada retina dapat terjadi karena adanya tekanan darah yang tinggi akibat
penyumbatan aliran darah pada arteri dan vena retina dan berujung pada kebutaan (Mujito &
Sepdianto, 2021).

2.5 Penatalaksanaan Hipertensi


Tatalaksana dalam pengobatan hipertensi ketika seseorang sudah terdiagnosis hipertensi
yakni yang paling utama dan pertama adalah memodifikasi gaya hidup lalu setelah itu dengan
pemberian obat.Tujuan penatalaksanaan hipertensi ini adalah untuk menurunkan mortalitas
dan morbiditas yang berhubungan atau karena seseorang menderita hipertensi (Tika, 2021).

2.6 Pengendalian Hipertensi


Pencegahan dan pengendalian hipertensi menurut Kemenkes (2021), risiko untuk
mengidap hipertensi dapat dikurangi dengan :
a) Mengurangi konsumsi garam (jangan melebihi 1 sendok teh per hari)
b) Melakukan aktivitas fisik teratur (seperti jalan kaki 3 km/ olahraga 30 menit per hari
minimal 5x/minggu)
c) Tidak merokok dan menghindari asap rokok
d) Diet dengan Gizi Seimbang
e) Mempertahankan berat badan ideal
f) Menghindari minum alkohol

23
Literatur lain menyebutkan bahwa untuk menghindari hipertensi dapat dilakukan
dengan mengurangi berat badan, menjalani pola makan sehat, membatasi konsumsi garam,
rutin berolahraga, mengurangi stress, berhenti merokok dan konsumsi alkohol, mngonsumsi
obat-obatan antihipertensi dengan resep dokter (Cv et al., n.d.)

2.7 Faktor determinan yang dapat mempengaruhi kejadian hipertensi

1. Umur

Hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur, semakin tua usia seseorang maka
pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu. Endapan kalsium di dinding pembuluh
darah menyebabkan penyempitan pembuluh darah (arteriosklerosis) (Artiyaningrum, 2016)

2. Jenis Kelamin

Pada umumnya pria lebih banyak menderita hipertensi dibdaningkan dengan perempuan,
dengan rasio sekitar 2,29% untuk peningkatan tekanan darah sistolik.

3. Keturunan (Genetik)

Faktor keturunan kemungkinan memainkan beberapa peran dalam tekanan darah tinggi,
penyakit jantung dan kondisi terkait lainnya. Namun, kemungkinan juga orang dengan riwayat
keluarga dengan tekanan darah tinggi memiliki lingkungan yang sama dan faktor potensial lain
yang meningkatkan risiko hipertensi (CDC, 2020)

4. Obesitas

Obesitas terkait dengan tingkat kolesterol dan trigliserida yang lebih tinggi dan untuk
menurunkan kadar kolesterol Selain tekanan darah tinggi, mengalami obesitas juga bisa
memicu penyakit jantung dan diabetes (CDC, 2020)

5. Aktivitas Fisik

Olahraga sangat bermanfaat bagi kesehatan kardiovaskuler dan menurunkan berat badan.
Kurangnya aktivitas fisik dapat mengakibatkan arteri-arteri kecil yang mulai mengerut
sehingga hormon pengatur tekanan darah juga dapat menjadi malas dan tidak terkontrol
kerjanya. (Sulistiyowati, 2010). Menurut WHO,2005 dalam penelitian (Artiyaningrum, 2016),

24
aktivitas fisik Baik (jika ≥ 30 menit, < 3 kali per minggu. Cukup (jika 30 menit, < 3 kali per
minggu dan Kurang (<30 menit, <3 kali per minggu) (Wahyuni et al., 2022)

6. Merokok

Penggunaan tembakau meningkatkan risiko tekanan darah tinggi. Merokok dapat merusak
jantung dan pembuluh darah. Nikotin meningkatkan tekanan darah, dan menghirup karbon
monoksida yang dihasilkan dari merokok tembakau mengurangi jumlah oksigen yang dapat
dibawa darah (CDC, 2020)

7. Konsumsi Natrium
American Heart Association merekomendasikan tidak lebih dari 2.300 miligram (mg)
sehari dan batas ideal tidak lebih dari 1.500 mg per hari untuk kebanyakan orang dewasa,
terutama bagi mereka yang memiliki tekanan darah tinggi. Bahkan mengurangi 1.000 mg sehari
dapat meningkatkan tekanan darah dan kesehatan jantung (American Heart Association, 2016 )

2.8 Penelitian Terkait


Penelitian serupa oleh Sari (2018), mengenai determinan hipertensi di Puskesmas Cempaka
Banjarmasin dengan faktor yang diteliti adalah jenis kelamin, IMT, riwayat keluarga, aktivitas
fisik, dan kebiasaan merokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
menderita hipertensi (64,6%) dengan faktor risiko terbanyak adalah Sebagian besar penderita
hipertensi adalah perempuan, dengan berat badan yang normal, tidak memiliki riwayat keturunan
hipertensi, memiliki aktivitas fisik yang kurang, pola makan yang cukup, dan tidak banyak yang
memiliki kebiasaan merokok. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disimpulkan bahwa faktor
determinan yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi yaitu jenis kelamin, riwayat keluarga
dengan hipertensi, pola makan dan kebiasaan merokok.

25
2.7 Kerangka Teori (Siregar et al., 2021)

Hipertensi dan Pengendaliannya

Faktor Risiko Hipertensi:


1. Usia Kejadian Hipertensi
2. Jenis kelamin
3. Riwayat keluarga
4. Pola makan
5. Aktivitas fisik
6. Merokok
7. Konsumsi alkohol
8. Obesitas

2.8 Kerangka Konsep

Variabel Independen

Faktor Risiko Hipertensi:


a) Usia Variabel Dependen
b) Jenis Kelamin
c) Riwayat keluarga
Kejadian Hipertensi
d) Pola makan
e) Aktivitas fisik
f) Merokok
g) Konsumsi alkohol
h) Obesitas

26
2.9 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini antara lain:
1 Ada hubungan faktor usia dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit TK II Putri
Hijau Medan
2 Ada hubungan faktor jenis kelamin dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit
TK II Putri Hijau Medan
3 Ada hubungan faktor riwayat hipertensi dalam keluarga dengan kejadian
hipertensi di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
4 Ada hubungan faktor kebiasaan pola makan dengan kejadian hipertensi di Rumah
Sakit TK II Putri Hijau Medan
5 Ada hubungan faktor aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit
TK II Putri Hijau Medan
6 Ada hubungan faktor kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi di Rumah
Sakit TK II Putri Hijau Medan
7 Ada hubungan faktor kebiasaan konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi di
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
8 Ada hubungan faktor obesitas dengan kejadian hipertensi di Rumah Sakit TK II
Putri Hijau Medan

27
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik korelasi dengan rancagan Cross sectional
dengan pendekatan kuantitatif. Desain penelitian Cross sectional dilakukan untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor–faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatann, observasi
atau pengumpulan data dimana cara pengambilan data variabel independen dan variabel
dependen dilakukan sekali waktu pada saat yang bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada Bulan Januari hingga Bulan April 2023.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini terdiri dari pasien dewasa dengan usia 26 sampai dengan ≥ 65
tahun yang berkunjung pada Bulan September sampai Bulan Desember tahun 2022. Data jumlah
pasien hipertensi pada setiap keempat bulan tersebut kemudian dijumlah dan dirata-rata. Jumlah
hasil rata-rata dinyatakan sebagai jumlah populasi untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam
rumus perhitungan sampel.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik accidental sampling
yaitu sampel peluang dengan jumlah populasi yang telah ditentukan sesuai data hasil observasi.
Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel pada penelitian ini adalah Slovin.
Sebagai langkah untuk menghindari sampel yang drop out maka dilakukan koreksi sebesar 10%
dari populasi.
𝑁
n = 1+𝑁 (𝑑)2

Keterangan:
n = jumlah sampel

28
N = jumlah populasi
d = tingkat signifikan (0,1)

3.4 Metode Pengumpulan Data


3.4.1 Validitas
Validitas menunjukkan nilai ketepatan atau kecermatan suatu instrumen dalam
pengukuran (Dewi, 2018). Pengujian validitas pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan program SPSS dengan metode product moment. Teknik atau cara menguji
validitas menggunakan metode product moment yaitu dengan cara mengkorelasikan masing-
masing skor item dengan skor total. Skor total ditentukan dengan menjumlahkan skor pada
masing-masing item. Nilai r hitung dicocokkan dengan rtabel product moment pada taraf
signifikansi 5%. Jika r hitung > r tabel maka butir soal kuesioner dinilai valid.
3.4.2 Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan seberapa konsisten instrument pengukuran yang digunakan.
Suatu instrumen dikatakan reliabel ketika instrumen tersebut dapat memberikan hasil yang
tepat. Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi pengukuran, apakah alat ukur
tersebut dapat diandalkan dan tetap konsisten jika dilakukan pengulangan (Dewi, 2018).
Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan metode Cronbach Alpha. Metode
Cronbach Alpha digunakan untuk mengukur reliabilitas skala atau kuesioner dapat
digunakan. Perhitungan uji reliabilitas skala diterima apabila hasil r hitung > r tabel.

29
3.5 Definisi Operasional dan Variabel Penelitian
3.5.1 Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel
independen
1 Usia Usia berkaitan dengan Kuesioner 26 sampai ≥ Rasio
indikator yang 65 tahun
mempengaruhi
tekanan darah.
Semakin bertambah
usia seseorang, maka
semakin berisiko
terkena hipertensi.
2 Jenis Jenis kelamin Kuesioner Perempuan Nominal
Kelamin berkaitan dengan dan laki-laki
risiko hipertensi yang
berbeda antara laki-
laki atau perempuan
3 Riwayat Riwayat keluarga yang Kuesioner Tidak ada Ordinal
keluarga dimaksud adalah ada riwayat
atau tidaknya data hipertensi, ada
keluarga yang riwayat
memiliki riwayat hipertensi
hipertensi. Riwayat
keluarga ini
berhubungan dengan
risiko hipertensi
karena ditinjau dari
faktor genetik.
Pola makan Pola makan Kuesioner Ya (skor 1) Ordinal

30
menunjukkan perilaku Tidak (skor 2)
manusia dalam
memenuhi konsumsi
atau kebutuhan
makanan hariannya.
Indikator pengukuran
pola makan pasien
hipertensi:
-diet rendah garam
-diet rendah kolesterol
atau lemak
-diet tinggi serat dan
rendah kalori
Aktivitas Aktivitas fisik Kuesioner -Baik, jika Ordinal
fisik menunjukkan faktor dilakukan >30
kebiasaan kegiatan menit dan >3
fisik seseorang sehari- kali per
hari dengan frekuensi minggu (skor
rutin atau sering. 1)
-Cukup, jika
dilakukan >30
menit dan <3
kali per
minggu (skor
2)
-Kurang, jika
dilakukan <30
menit dan <3
kali per
minggu (skor
3)

31
Kebiasaan Kebiasaan merokok Kuesioner -Tidak Ordinal
merokok berkaitan dengan merokok (skor
bahaya dari zat-zat 3)
kimia yang terkandung -Merokok
dalam rokok kepada ringan (<20
risiko terkena batang rokok
hipertensi dalam sehari)
(skor 2)
-Merokok
berat (20
batang rokok
dalam sehari)
(skor 1)
Kebiasaan Kebiasaan konsumsi Kuesioner Ya (skor 1) Ordinal
konsumsi alcohol berkaitan Tidak (skor 2)
alkohol dengan bahaya jangka
Panjang pada organ
jantung dan
meningkatkan risiko
hipertensi
8 IMT IMT berkaitan dengan Kuesioner BB kurang Ordinal
(Indeks kategori berat badan (<18,5), BB
Massa seseorang. Korelasi normal (18,5-
Tubuh) IMT dengan tekanan 24,9), BB
darah adalah jika lebih (>25),
seseorang berada Pra-Obesitas
dalam kondisi berat (25-29,9),
badan berlebih Obesitas Tk. 1
(obesitas) maka akan (30-34,9),
lebih berisiko terkena Obesitas Tk. 2
hipertensi. IMT (35-39),

32
dihitung berdasarkan Obesitas Tk. 3
data berat badan dan (>40)
tinggi badan.
Variabel
dependen
1 Kejadian Hipertensi adalah Tensimeter Tidak Ordinal
hipertensi kondisi dimana nilai dan mengalami
tekanan darah stetoskop hipertensi, dan
seseorang lebih dari mengalami
140 mmHg/90 mmHg. hipertensi

3.5.2 Variabel Penelitian


Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel independen dan dependen. Variabel
independen pada penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, pola makan,
aktivitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi alkohol, dan obesitas. Variabel dependen
pada penelitian ini adalah kejadian hipertensi.

3.6 Metode Analisis Data


3.6.1 Analisa univariat
Analisis ini bertujuan untuk mendeskripsikan setiap pertanyaan atau pernyataan kuesioner
yang diteliti. Analisa univariat pada penelitian ini dilakukan dengan penyajian data dalam bentuk
distribusi frekuensi/persentase dari masing-masing pertanyaan dengan narasi yang relevan.

3.6.2 Analisa bivariate


Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan Antara
variable bebas dengan variable terikat dengan menggunakan uji Chi-square..

3.6.3 Analisa multivariate

Analisis multivariate adalah sekumpulan model statistik yang memeriksa pola dalam data
multidimensi dengan mempertimbangkan, sekaligus, beberapa variable data yang merupakan
perluasan dari analisis data bivariate dengan menggunakan uji regresi logistik.

33
DAFTAR PUSTAKA

A, D. A., Sinaga, A. F., Syahlan, N., Siregar, S. M., Sofi, S., Zega, R. S., Annisa, A., & Dila, T.
A. (2022). Faktor - Faktor Yang Menyebabkan Hipertensi Di Kelurahan Medan Tenggara.
Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 10(2), 136–147.
https://doi.org/10.14710/jkm.v10i2.32252

Anwar, A., K, H., AS, A., I, S., W, Z., N, S., R, M., S, U., J, F., & G, A. (2018). Prevalence of
Clinical Signs and Symptoms of Hypertension: A Gender and Age Based Comparison.
Palliative Medicine & Care: Open Access, 5(2), 1–8. https://doi.org/10.15226/2374-
8362/5/2/00155

Badan Pusat Statistik Kota Medan. (n.d.). Retrieved November 6, 2022, from
https://medankota.bps.go.id/statictable/2019/11/16/127/jumlah-penderita-sepuluh-
penyakit-terbesar-seluruh-puskesmas-kota-medan-tahun-2018.html

Cv, P., Mitra, P., & Buku, J. (n.d.). Cetakan.

Damayanti, D., Wijayanti, W., Mustofa, L. A., Yuniarti, F., & Ishariani, Linda, 2021. (2021).
VOLUME 12 NOMOR 1 JUNI 2021 Jurnal. 12.

Dewi, D. A. N. N. (2018). Modul Uji Validitas Dan Hormonal. Universitas Diponegoro,


October, 14. https://www.researchgate.net/publication/328600462

Gabb, G. (2020). What is hypertension? Australian Prescriber, 43(4), 108–109.


https://doi.org/10.18773/austprescr.2020.025

Harrison, D. G., Coffman, T. M., & Wilcox, C. S. (2021). Pathophysiology of Hypertension: The
Mosaic Theory and beyond. Circulation Research, 847–863.
https://doi.org/10.1161/CIRCRESAHA.121.318082

Iqbal, A. M., & Jamal, S. F. (2022). Essential Hypertension. XPharm: The Comprehensive
Pharmacology Reference, 1–6. https://doi.org/10.1016/B978-008055232-3.60057-1

Istiana, D., Purqoti, D. N. S., Musmuliadin, M., Rispawati, B. H., Romadhonika, F., & Dingle,
K. (2022). The Relationship between Physical Activity and the Incidence of Hypertension
at the Work Area of the Ampenan Health Center. STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan,

34
11(1), 45–50. https://doi.org/10.30994/sjik.v11i1.884

Jehani, Y., Hepilita, Y., & Krowa, Y. R. R. (2022). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Hipertensi Pada Usia Dewasa Menengah Di Wilayah Kerja Puskesmas Wangko
Kecamatan Rahong Utara Tahun 2022. Jwk, 7(1), 2548–4702.

Kadir, A. (2018). Hubungan Patofisiologi Hipertensi dan Hipertensi Renal. Jurnal Ilmiah
Kedokteran Wijaya Kusuma, 5(1), 15. https://doi.org/10.30742/jikw.v5i1.2

Kartika, M., Subakir, S., & Mirsiyanto, E. (2021). Faktor-Faktor Risiko Yang Berhubungan
Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawang Kota Sungai Penuh Tahun 2020.
Jurnal Kesmas Jambi, 5(1), 1–9. https://doi.org/10.22437/jkmj.v5i1.12396

Kirom, A. Q., Fitria, N. A., & Erna, S. (2021). Pengaruh tingkat konsumsi diet tinggi natrium
dan lemak dengan prevalensi hipertensi pada masyarakat di Kabupaten Malang. Jurnal
Kedokteran Komunitas, 9(1), 1–9.

Larkin, K. T., & Cavanagh, C. (2016). Hypertension. Encyclopedia of Mental Health: Second
Edition, December, 354–360. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-397045-9.00008-2

Laurensia, E. (2022). Program Intervensi Pencegahan Peningkatan Kasus Hipertensi di Wilayah


Kerja Puskesmas Sindang Jaya. Pengabdian Kepada Masyarakat, 02(02), 9–25.

Legi, N. N., Rumagit, F. A., & Ansyu, E. Y. (2015). Asupan Lemak Dan Natrium Pada Penderita
Hipertensi Di Puskesmas Paceda Kecamatan Madidir Kota bitung. Infokes Volume, 10(1),
68–75.

Magder, S. (2018). 2018 The meaning of blood pressure. 1–10.

Nurarif, & Kusuma. (2020). Pengaruh Hipertensi terhadap perilaku hidup pada lansia. Poltekkes
Jogja, 2011, 8–25.

Nurhasanah, & Ardiani, E. (2017). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hipertensi pada usia
produktif di wilayah kerja Puskesmas Sumanda Kecamatan Pugung Kabupaten
Tanggamus. Viva Medika, 10(1), 12–19.

Pakpahan, J., Sarumpaet, S., & Lubis, R. (2018). Hubungan Dislipidemia dan Hipertensi
Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada Anggota Tentara Nasional Indonesian

35
(Tni) < 40 Tahun Di Rumah Sakit Tk Ii Putri Hijau Medan. Jurnal Muara Sains,
Teknologi, Kesehatan, Dan Ilmu Kesehatan, 2(1), 291–298.

Pencegahan dan pengendalian Hipertensi, mengurangi risiko Hipertensi - Direktorat P2PTM.


(n.d.). Retrieved November 14, 2022, from
https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic/pencegahan-dan-pengendalian-hipertensi-
mengurangi-risiko-hipertensi

PERKENI. (2019). Pedoman Pengelolaan Dislipidemi di Indonesia 2019. PB. Perkeni, 9.

Putri, M. P. D., Suyasa, I. P. G. E. A., & Budiapsari, P. I. (2021). Hubungan antara Dislipidemia
dengan Kejadian Hipertensi di Bali Tahun 2019. Aesculapius Medical Journal, 1(1), 8–12.

Sari, N. L. (2018). Faktor Determinan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Cempaka Banjarmasin.


Naskah Publikasi, 465. http://repository.unism.ac.id/166/1/SKRIPSI Noor Laila.pdf

Sarumaha, E. K., & Diana, V. E. (2018). Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Pada Usia Dewasa
Muda di UPTD Puskesmas Perawatan Plus Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan. Jurnal
Kesehatan Global, 1(2), 70. https://doi.org/10.33085/jkg.v1i2.3914

SIMATUPANG, G. (2020). Gambaran Peresepan Obat Antihipertensi Pasien Rawat Jalan Di


Puskesmassipahutar Kabupatentapanuliutara. Ilmiah Kesehatan Pencerah, 7(2), 122.

Suling, F. R. W. (2018). Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.

Tika, T. T. (2021). PENGARUH PEMBERIAN DAUN SALAM (Syzygium polyanthum)


PADA PENYAKIT HIPERTENSI : SEBUAH STUDI LITERATUR. Jurnal Medika,
03(01), 1260–1265.
http://www.jurnalmedikahutama.com/index.php/JMH/article/download/263/177

‫ خ‬.‫ ک‬.‫ ح‬.‫ و‬,‫اصل‬. (1386). No Title ‫مقدمه ایی بر کاربرد فناوری در پلیمرها‬.

36

Anda mungkin juga menyukai