Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL PENELITIAN

EFEKTIVITAS TERAPI TERTAWA TERHADAP TINGKAT


PENURUNAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI GRIYA
LANSIA GERBANG MAS LUMAJANG

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi


Penelitian Dosen Pengampu: Ns.Prestasianita Putri, S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :
RISWANDA AULIA DITYAWARDANI
19C ILMU KEPERAWATAN
19010131

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan proposal penelitian ini dapat
terselesaikan. Proposal penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Metodologi Penelitian dengan judul “Efektivitas Terapi Tertawa Terhadap
Tingkat Penurunan Hipertensi Pada Lansia”.
Selama proses penyusunan proposal penelitian ini penulis dibimbing dan
dibantu oleh berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Drs. H. Said Mardijanto, S.Kep., Ns., MM selaku Rektor Universitas dr.
Soebandi
2. Ns. Hella Meldy Tursina, S.Kep.,M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas dr.Soebandi
3. Ns. Irwina Angelia Silvanasari, S.Kep., M.Kep. selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas dr. Soebandi
4. Ns.Prestasianita Putri, S.Kep., M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah
metodologi penelitian.
Dalam penyusunan tugas ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan di masa mendatang.

Jember, 21 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
DAFTAR TABEL............................................................................................iii
DAFTAR BAGAN...........................................................................................iv
DAFTAR SINGKATAN..................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................3
1.3 Tujuan............................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................3
1.4 Manfaat..........................................................................................4
1.4.1 Manfaat Praktis..................................................................4
1.4.2 Manfaat Teoritis.................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................5
2.1 Konsep Lansia.............................................................................5
2.1.1 Proses Penuaan (Aging Process)........................................5
2.1.2 Batasan Lanjut Usia (Lansia).............................................5
2.1.3 Penyakit yang sering terjadi pada lansia............................6
2.2 Konsep Hipertensi.......................................................................7
2.2.1 Pengertian Hipertensi.........................................................7
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi.........................................................7
2.2.3 Faktor Hipertensi................................................................8
2.3 Konsep Terapi Tertawa...............................................................9
2.3.1 Pengertian Terapi Tertawa.................................................9
2.3.2 Manfaat Terapi Tertawa.....................................................10
2.3.3 Indikasi dan Kontra Indikasi Terapi Tertawa....................13
2.3.4 Tahapan Terapi Tertawa....................................................13
Halaman
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS..................................19
3.1 Kerangka Konsep........................................................................19
3.2 Hipotesis......................................................................................20
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN.....................................................21
4.1 Desain Penelitian.........................................................................21
4.2 Populasi.......................................................................................21
4.3 Sampal Penelitian........................................................................21
4.4 Teknik Sampling.........................................................................21
4.5 Variabel Penelitian......................................................................21
4.6 Definisi Operasional....................................................................22
4.7 Instrumen Penelitian....................................................................23
4.8 Pengumpulan Data.......................................................................23
4.9 Analisa Statistik...........................................................................25
4.10 Etika Penelitian...........................................................................26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................28
LAMPIRAN....................................................................................................29
Lembar Observasi.............................................................................................29
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi.......................................................................
Tabel 4.6 Definisi Operasional Efektivitas Terapi Tertawa terhadap
tingkat penurunan hipertensi pada lansia di Griya Lansia
Gerbang Mas Lumajang..................................................................
DAFTAR BAGAN

Halaman
Bagan 3.1 : Kerangka Teori Efektivitas Pemberian Terapi Tertawa
terhadap Tingkat Penurunan Hipertensi Pada Lansia ..................
DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization


Lansia : Lanjut Usia
UHH : Usia Harapan Hidup
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut WHO, lansia atau lanjut usia adalah kelompok umur yang
telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan proses alamiah yang
terjadi pada seseorang yang telah mencapai fase akhir. Proses ini terjadi
secara berkesinambungan seiring seseorang mengalami perubahan yang
mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh yang disebut sebagai aging
process atau proses penuaan. Di kawasan Asia Tenggara populasi lansia
sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa. Sedangkan di Indonesia sendiri pada
tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan sekitar 80.000.000 (WHO, 2020).
Peningkatan usia harapan hidup (UHH) lansia merupakan tanda keberhasilan
pembangunan, terutama pembangunan kesehatan. Lansia merupakan salah
satu kelompok berisiko (population at risk) yang semakin meningkat
jumlahnya. Dari segi aspek kesehatan, lansia menjadi kelompok yang rentan
mengalami penurunan derajat kesehatan, baik secara alami maupun akibat
proses penyakit (Kiik et al., 2018).
Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan
darah tinggi secara terus menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140
mmHg, tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih. Peningkatan tekanan darah
pada lansia umumnya terjadi akibat penurunan fungsi organ pada sistem
kardiovaskuler. Katup jantung menebal dan menjadi kaku, serta terjadi
penurunan elastisitas dari aorta dan arteri-arteri besar lainnya (Smeltzer &
Bare, 2002). Hipertensi sering disebut “the silent killer” karena sering terjadi
tanpa keluhan, sehingga penderita tidak mengetahui dirinya menyandang
hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi. Hipertensi
merupakan penyebab kematian ke-3 setelah stroke dan tuberculosis,
jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua
umur di Indonesia. Maka dari itu, penting untuk meningkatkan dan
merencanakan berbagai program kesehatan yang ditujukan pada kelompok
lansia (P2PTM Kemenkes RI, 2019).
Penatalaksanaan diperlukan sebagai upaya dalam melaksanakan
program kesehatan khususnya untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Penalataksanaan hipertensi dapat dilakukan secara farmakologi dan non
farmakologi. Penatalaksanaan farmakologi yaitu dengan obat-obatan anti
hipertensi. Dalam laporan Duthie dan Katz menjelaskan bahwa penggunaan
tersebut, dapat menimbulkan beberapa efek negatif, antara lain efek samping
obat, efek ketergantungan obat, tingginya biaya dan masalah lainnya yang
semakin memperberat pasien lansia. Sedangkan penatalaksanaan non
farmakologi yaitu terapi untuk mengurangi stres, penurunan berat badan,
meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga, membatasi mengkonsumsi
alkohol, natrium dan rokok, modifikasi diet makanan, menghentikan
kebiasaan merokok (Martaliana, 2019). Selain itu, penatalaksanaan non
farmakologi dilakukan dengan terapi komplementer, salah satunya dengan
terapi tawa (Martaliana, 2019).
Terapi tertawa merupakan suatu terapi untuk mencapai kegembiraan
di dalam hati yang dikeluarkan melalui mulut dalam bentuk suara tawa, atau
senyuman yang menghias wajahnya, perasaan hati yang lepas dan
bergembira, dada yang lapang, peredaran darah yang lancar, yang bisa
mencegah penyakit dan memelihara kesehatan. Tertawa 5-10 menit bisa
merangsang pengeluaran endorphin dan serotonin, yaitu sejenis morfin alami
tubuh dan juga melatonin. Ketiga zat ini sangat baik untuk otak sehingga kita
bisa merasa lebih tenang. Efeknya sangat luar biasa, bahkan dapat
menyembuhkan pasien dengan gangguan mental akibat stress berat dan
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi (Arminda, 2020).
Tertawa merupakan perpaduan dari peningkatan dan penurunan sistem
saraf simpatik, peningkatannya berfungsi untuk memberikan tenaga bagi
gerakan pada tubuh, namun hal ini kemudian juga diikuti oleh penurunan
sistem saraf simpatik yang salah satunya disebabkan oleh adanya perubahan
kondisi otot yang menjadi rebih rileks, dan pengurangan pemecahan terhadap
nitric oxide yang membawa kepada pelebaran pembuluh darah, sehingga rata-
rata tertawa menyebabkan peningkatan aliran darah sebesar 20%, sementara
stress menyebabkan penurunan aliran darah sekitar 30% (Hasan,2009). Terapi
tertawa ini sebaiknya dilakukan pada pagi hari di tempat terbuka yang rileks
seperti taman. Jumlah total pernafasan, tawa, dan peregangan, sebaikya tidak
lebih dari 15-20 menit. Di negara barat sesi ketawa didadakan sekali atau dua
kali dalam seminggu (Setyawan tony, 2012). Pada penelitian terdahulu juga
telah menunjukkan bahwa terapi tertawa sangat berpengaruh terhadap pasien
lansia dengan hipertensi (Rafdi, 2008).
Berdasarkan paparan diatas dalam intervensi untuk hipertensi tidak
hanya dengan menggunakan obat, ada juga terapi nonfarmakologi yang
mampu menurunkan tekanan darah, salah satunya yaitu terapi tertawa. Terapi
tertawa ini tidak hanya membuat lansia sehat secara fisik saja tetapi secara
psikis dan sosial, karena dengan terapi tertawa lansia akan lebih akrab dan
dapat bersosilisasi dengan baik dengan lansia di sekitarnya yang mengikuti
program prolanis dan lansia juga akan lebih aktif. Selain itu juga, lansia tidak
akan merasakan efek samping seperti ketika menerapkan pengobatan
farmakologis dan juga tidak perlu mengeluarkan biaya yang mahal untuk
menurunkan hipertensinya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Efektivitas Terapi Tertawa Terhadap Tingkat
Penurunan HIpertensi pada Lansia”.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat efektivitas terapi tertawa terhadap tingkat penurunan
hipertensi pada lansia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui adakah pengaruh terapi tertawa terhadap tingkat penurunan
hipertensi pada lansia
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum
dilakukan tindakan terapi tertawa pada lansia dengan hipertensi
b. Mengetahui rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik sesudah
dilakukan tindakan terapi tertawa pada lansia dengan hipertensi
c. Mengetahui pengaruh terapi tertawa terhadap tingkat penurunan
hipertensi pada lansia.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
1) Memperkaya materi mata kuliah keperawatan medikal bedah.
2) Menambah wawasan terkait terapi nonfarmakologi pada pasien
lansia dengan hipertensi.
b. Bagi Responden
1) Menambah wawasan tentang terapi yang dapat dilakukan untuk
menurunkan tekanan darah
2) Membantu responden dalam upaya menurunkan hipertensi
melalui terapi tertawa.
1.4.2 Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi
1) Memberikan tambahan literatur tentang pengaruh terapi tertawa
terhadap tingkat penurunan hipertensi pada lansia.
2) Sebagai Evidance Based Practice baru untuk sumber referensi
dikalangan akademis dan sebagai bahan masukan yang digunakan
untuk bahan pengembangan penelitian selanjutnya.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan dan dasar untuk riset selanjutnya dalam penelitian
untuk memperoleh data yang berhubungan dengan pengaruh terapi
tertawa terhadap tingkat penurunan hipertensi pada lansia.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian tentang hipertensi telah banyak dilakukan sebelumnya tetapi sejauh
penelusuran yang telah dilakukan peneliti belum ada penelitian yang sama
dengan penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian ini berbeda dengan
penelitian sebelumnya, perbedaanya terdapat pada subyek, tempat dan hal
yang diteliti. Subjek pada penelitian ini adalah lansia dan tempat penelitian
berada di Griya Lansia Gerbang Mas Lumajang serta intervensi yang
digunakan adalah terapi tertawa, yang mana penelitian tentang terapi tertawa
pada subjek dan tempat ini belum pernah dilakukan sebelumnya sehingga
penelitian ini bersifat asli.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lanjut Usia (Lansia)


2.1.1 Proses Penuaan (Aging Process)
Menurut WHO, lansia atau lanjut usia adalah kelompok umur yang
telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan proses alamiah
yang terjadi pada seseorang yang telah mencapai fase akhir. Proses
menua (aging process) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup
yang tidak hanya dimulai dari satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Proses penuaan juga merupakan proses alamiah
yang berarti seseorang telah memulai tahap-tahap kehidupanya, yaitu
neonatus, toddler, pra school, school, remaja, dewasa, dan lansia
(Padilla, 2013).
Sedangkan proses penuaan menurut Santoso (2009) adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
2.1.2 Batasan Lanjut Usia (Lansia)
Menurut World Health Organisation (WHO, 2013) usia yang
dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar
antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan lanjut
usia adalah sebagai berikut :
1. Usia Pertengahan (middle age) kelompok usia 45-59 tahun.
2. Usia Lanjut (elderly) antara 60-70 tahun.
3. Usia Lanjut tua ( old) antara 75-90 tahun.
4. Usia Sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
Sedangkan batasan lansia menurut (Departemen Kesehatan RI,
2013) :
1. Kelompok lansia dini (55-64 tahun)
2. Kelompok lansia pertengahan (65 tahun ke atas)
3. Kelompok lansia dengan resiko tinggi (70 tahun keatas)
2.1.3 Penyakit yang sering terjadi pada lansia
Menurut Padilla (2013), penyakit yang sering muncul pada saat lanjut
usia yaitu :
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama
atau lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih
tinggi dari 90 mmHg, yang terjadi karena menurunnya elastis arteri
karena proses menua. Bila tidak segera ditangani hipertensi dapat
memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah
(arterosclerosis), serangan atau gagal jantung, dan gagal ginjal.
b. Penyakit jantung koroner
Penyempitan pembuluh daraah jantung sehingga aliran darah menuju
jantung tergaggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak
nafas, pingsan, hingga kebingungan.
c. Disritmia
Insidensi disritmia dan ventrikuler meningkat pada lansia karena
perubahan struktural dan fungsional pada penuaan. Masalah dipicu
oleh distitmia dan tidak terkoordinasinya jantung sering
dimenifestasikan sebagai perubahan perilaku, palpitasi, sesak nafas,
keletihan, dan jatuh.
d. Penyakit Vaskular Perifer
Gejala yang paing sering adalah rasa terbakar, kram, atau nyeri yang
sangat pada saat beraktifitasdan menghilang pada saat beristirahat.
Ketika penyakit semakin berkembang, nyeri tidak lagi dapat hilang
dengan istirahat. Jika klien mempertahankann gaya hidup yanng
kurang gerak, penyakit ini mungkin telah berlanjut ketika nyeri
pertama muncul.
e. Penyakit Katup Jantung
Menifestasi klinis dari penyakit katup jantung itu bervariasi dari fase
kompensasi sampai pada fase pascakompensasi. Lansia dapat turut
berperan dalam fase ini melaui peningkatan gaya hidup yang
menghaisakan sebagian besar waktunya dengan kurang gerak yang
menempatkan tuntutan kebutuhan yang lebih pada jantung untuk
curah jantungnya
2.2 Konsep Hipertensi
2.2.1 Pengertian Hipertensi
Menurut World Health Organization (WHO), hipertensi merupakan
suatu keadaan dimana peningkatan darah sistolik berada diatas batas
normal yaitu lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih
dari 90 mmHg. Kondisi ini menyebabkan pembuluh darah terus
meningkatkan tekanan. Sedangkan menurut Azizah (2016), hipertensi
adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara
abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan
darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor resiko yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah
secara normal. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
diastoliknya diatas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi di
definisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik
90 mmHg.
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi
Tabel 2.2.2 Klasifikasi Hipertensi
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistolik Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-90 mmHg
Stadium 1 (Hipertensi 140-159 mmHg 90-99 mmHg
ringan)
Stadium 2 (Hipertensi 160-179 mmHg 100-109 mmHg
ringan)
Stadium 3 (Hipertensi 180-209 mmHg 110-119 mmHg
ringan)
Stadium 4 (Hipertensi 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau
ringan) lebih
2.2.3 Faktor Hipertensi
Faktor-faktor penyebab terjadinya hipertensi yang dapat dirubah
menurut (Black & Hawks, 2014) diantaranya :
a. Faktor yang tidak dapat diubah :
1) Kecenderungan genetik yang membuat keluarga tertentu lebih
rentan terhadap hipertensi, mungkin berhubungan dengan
peningkatan kadar natrium intraseluler danpenurunan rasio
kalsium-kalsium yang lebih sering ditemukam pada orang
berkulit hitam.
2) Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun.
Hipertensi meningkat pada usia 50-60% yang berumur lebih daari
60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140 mmHg.
3) Jenis Kelamin
Hipertensi banyak terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita
sampai kira-kira usia 55 tahun.resiko pada pria dan wanita hampir
sama antara usia 55 sampai 74 tahun, kemudian, setelah usia 74
tahun, wanita beresiko lebih besar.
b. Faktor yang dapat diubah :
1) Diabetes
Diabetes mempercepat atrerosklerosis dan menyebabkan
hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah besar
2) Stress
Stress menyebabkan vascular perifer dan curah jantung serta
menstimulasi aktifitas saraf simpatis. Stresor bisa dari banyak hal,
mulai dari suara, infeksi, peradangan, nyeri, berkurangnya suplai
oksigen, panas, dingin, obat-obatan, penyakit, pembedahan, dan
pengobatan medis dapat memicu stress.
3) Obesitas
Obesitas terutama pada tubuh bagian atas (tubuh berbentuk apel)
dengan meningkatnya jumlah lemak sekitar diafragma, pinggang,
daan perut, dihubungkan dengan pengembangan hipertesi.
4) Nutrisi
Mengosumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam
perkembangan hipertensi esensial. Hipertensi akan sensitif
terhadap garam, dan kelebihan garam sehingga menjadi
penyebab pencetus hipertensi. Diet tinggi garam mungkin
menyebabkan pelepasan hormon natriuretik yang berlebihan yang
mungkin secara tidak langsung meningkatkan tekanan darah.
2.3 Konsep Terapi Tertawa
2.3.1 Pengertian Terapi Tertawa
Terapi tertawa adalah salah satu cara untuk mencapai kondisi
rileks. Terapi tertawa juga merupakan salah satu cara yang baik untuk
mencegah terjadinya penyakit, bahkan dengan tertawa dapat
menghilangkan rasa sakit. Tertawa juga bisa mengurangi stress,
menurunkan tekanan darah, memperbaiki fungsi sel otak, dan
menambah daya tahan tubuh (Hans, 2017).
Tertawa merupakan panduan dari peningkatan sistem syaraf
simpatetik dan juga penurunan kerja syaraf simpatetik. Peningkatan
berfungsi untuk memberikan tenaga bagi gerakan pada tubuh, namun
hal ini kemudian juga diikuti oleh penurunan sistem syaraf simpatetik
yang salah satunya disebabkan oleh adanya perubahan kondisi otot
yang menjadi lebih rileks, dan pengurangan pemecahan terhadap nitric
oxide, yang membawa pada pelebaran pembuluh darah, sehingga rata-
rata tertawa menyebabkan aliran darah sebesar 20%, sedangkan stress
menyebabkan penurunan aliran darah sekitar 30%. Disamping tertawa,
membentuk wajah dengan ekspresi tertentu juga akan mempengaruhi
pengalaman emosional yang disebut dengan facial feedback hypothesis
(Desinta, 2013). Tertawa 5-10 menit bisa merangsang pengeluaran
endorphin dan serotonin, yaitu sejenis morfin alami tubuh dan juga
melatonin. Ketiga zat ini sangat baik untuk otak sehingga kita bisa
merasa lebih tenang. Efeknya sngat luar biasa, bahkan dapat
menyembuhkan pasien dengan gangguan mental akibat stress berat dan
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi (Padila, 2013).
2.3.2 Manfaat Terapi Tertawa
Menurut Setyawan tony (2012), manfaat terapi tertawa yaitu :
a. Menghilangkan Stress
Tawa adalah penangkal stres yang pang baik, murah, dan mudah.
Tawa adalah salah satu cara terbaik untuk mengendurkan otot. Tawa
memperlebar pembuluh darah dan mengirim lebih banyak darah
hingga ke ujung-ujung dan kesemua otot di seluruh tubuh. Satu
putaran tawa yang bagus juga mengurangi tingkat hormone stres,
epinephrine dan cortisol. Bisa dikatakan tawa adalah sebentuk
meditasi dinamis atau rileks.
b. Meragsang Mood dan Jaringan Otak
Hormon stress akan menekan sistem kekebalan, sehingga
meningkatkan jumlah platelet (sesutu yang dapat menyebabkan
gangguan dalam arteri) dan meningkatkan tekanan darah. Tawa pada
dasarnya akan membawa keseimbangan pada semua komponen dan
unsur dalam sistem kekebalan. Menurunkan tekanan darah tinggi.
Tertawa akan meningkatkan aliran darah dan oksigen dalam darah,
yang dapat membantu pernapasan.
c. Mencegah Tekanan Darah Tinggi
Ada sejumlah penyebab tekanan darah tinggi, seperti faktor
keturunan, kegemukan, merokok, dan konsumsi lemak berlebih.
Tetapi stress adalah salah atu faktor yang dominan, dan faktor
utamanya adalah karena tekanan jiwa atau pikiran. Saat seseorang
tengah kumat darah tingginya, maka seluruh tekanan darahnya akan
naik sehingga kondisi ini mempengaruhi tingkat emosi seseorang.
Ketika tekanan darah meningkat tanpa bisa dikontrol, maka emosi
seseorang juga sulit dikendalikan akhirnya meledak menjadi amarah
yang tak karuan, kalau sudah begini maka pandangannya biasanya
menjadi gelap semua. Inginnya mengamuk. Dengan hal ini tertawa
dapat mengontrol tekana darah, dengan mengurangi pelepasan
hormon-hormon yang berhubungan dengan stress dengan
memberikan efek relaksasi.
d. Mencegah Penyakit Jantung
Tawa akan mengendalikan dan menghentikan penyakit jantung.
Tawa bisa menjadi obat pencegahan yang baik terhadap penyakit
tersebut. Dari kebanyakan yang ikut klub tawa. Mereka yang
menderita penyakit jantung dan keadaanya telah menjadi stabil
karena penggunaan obat-obatan. Tetapi dengan tertawa akan
merasakan bahwa tawa membiki sirkulasi darah dan pasokan
oksigen ke otot-otot jantung. Karena dengan meningkatnya sirkulasi
darah, maka kemungkinan terjadinya penggumpalan akan berkurang.
e. Memperkuat Sistem Kekebalan
Sistem kekebalan memainkan peranan yang sangat penting dalam
menjaga kesehatan tubuh dan menjauhkan diri dari infeksi,
alergi,dan kanker. Telah dibuktikan oleh para psikoneuroimunolog
bahwa semua emosi negatif, seperti kecemasan, depresi, atau
kemarahan akan memperlemah sistem kekebalan tubuh dan dengan
demikian mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.
Menurut Dr. Lee S. Berk dari Universitas Loma Limba, California,
Amerika Serikat, tawa membantu meningkatkan jumlah sel-sel
pembunuh alami (sel Nksemacam sel putih) dan juga menaikkan
tingkat antibodi. Para peneliti telah menemukan bahwa, setelah
mengikuti terapi tawa, para peserta mengalami peningkatan antibodi
(immunoglobulin A) dalam lender di hidung dan di saluran
pernafasan, yang dipercaya mempunyai kemampuan melawan virus,
bakteri, dan mikroorganisme lain. Ada banyak anggota Klub Tawa
yang mengalami penurunan frekuensi terserang pilek, sakit
tenggorokan, dan sesak nafas. Dampak tawa pada sistem kekebalan
dianggap sangat besar dalam hubungannya dengan penyakit-
penyakit mematikan seperti AIDS dan kanker.
f. Mengurangi Bronkhitis dan Asma
Tawa merupakan salah satu latihan terbaik untuk mereka yang
menderita asma dan bronchitis. Tawa meningkatkan kapasitas paru-
paru dan tingkat oksigen dalam darah. Para dokter menyarankan
fisioterapi dada untuk mengeluarkan lender (dahak) dari saluran
pernafasan.Meniup kedalam sebuah alat atau balon merupakan salah
satu latihan yang biasa diberikan kepada penderita asma. Tawa
melakukan hal yang sama, dan cara ini lebih mudah dilakukan serta
nyaris tanpa ongkos. Salah satu penyebab penyakit asma yang paling
umum adalah infeksi. Terapi tawa menaikkan tingkat antibodi dalam
selaput lender saluran pernafasan, dengan begitu mengurangi
frekuensi infeksi pernafasan. Terapi tawa juga meningkatkan sistem
pembersihan lender di saluran pernafasan. Stres adalah faktor lain
yang bisa memicu serangan asma. Dengan mengurangi stres, tawa
bisa memperbaiki prognosis penyakit asma.
g. Latihan aerobik terbaik
Sebuah manfaat yang didapat oleh hampir setiap orang adalah
perasaan enak. Setelah tertawa pagi selama lima belas menit, mereka
merasa segar sepanjang hari. Tidak ada obat semanjur tawa, yang
bisa memberi anda hasil yang langsung terasa. Penyebab perasaan
enak ini adalah karena anda menghirup lebih banyak oksigen saat
tertawa. Tawa bisa dibandingkan dengan aerobic, hanya saja anda
tidak perlu memakai sepatu atau pakaian khusus. anda tidak perlu
mengucurkan banyak keringat di atas jalur jogging. Menurut
William Fry dari Universitas Stanford, satu menit tawa sebanding
sepuluh menit latihan mendayung. Dengan kata lain, tawa
merangsang jantung dan sirkulasi darah dan sama sengan latihan
aerobik. Latihan tawa cocok untuk orang-orang yang banyak duduk
dan mereka yang tak bisa meninggalkan tempat tidur atau kursi roda.
h. Joging Internal
Ada banyak latihan yang bisa dilakukan untuk melatih otot-otot
anda, terapi tertawa memberikan pijatan yang bagus untuk semua
organ internal. Tawa memperlancar pasokan darah dan
meningkatkan efisiensinya. Orang membandingkan latihan ini
dengan jari-jari ajaib, yang menjangkau kedalam perut dan memijat
organ-organ anda. Pijakan terbaik tawa adalah pada usus. Hal ini
bisa meningkatkan persediaan darah dan membantu kerja usus.
i. Menghilangkan Rasa Sakit Alami
Tertawa melepaskan dua neuropeptide yaitu endhorpin dan
enkepalin. kedua zat penenang yang merupakan agen penghilang
rasa sakit yang secara alami dihasilkan oleh tubuh, kemampuan
tawa meredakan ketegangan otot dan menenangkan sistem saraf
simpatis, juga membantu mengendalikan rasa sakit seperti halnya
peningkatan sirkulasi. Dengan demikian tawa memiliki dampak
sebagai penghilang rasa sakit.
2.3.3 Indikasi dan Kontra Indikasi Terapi Tertawa
Menurut Setyawan Tony (2012) indikasi dan kontra indikasi terapi
tertawa diantanya :
a. Indikasi
Terapi tertawa diindikasikan pada klien yang mengalami masalah
psikologis, psikososial, hipertensi, dan seluruh klien yang tidak
sedang dalam keadaan kontra indikasi. Tertawa bisa meningkatkan
kapasitas paru dan kadar oksigen dalam darah.
b. Kontra Indikasi
Terapi tertawa tidak dapat diterapkan pada individu dengan
beberapa gangguan kesehatan seperti hernia, hemoroid, penyakit
jantung, sesak nafas, post operasi, TBC, dan glaucoma.
2.3.4 Tahapan Terapi Tertawa
a. Langkah Pertama
Pemanasan dengan tepuk tangan serentak semua anggota klub,
sambil mengucapkan ho ho ho... Ha ha ha ... tepuk tangan disini
sangat bermanfaat bagi peserta karena syaraf-syaraf ditelapak tangan
akan ikut terangsang sehingga menciptakan rasa aman dan
meningkatkan energi dalam tubuh.
b. Langkah Kedua
Pernapasan dilakukan seperti pernapasan biasa yang dilakukan
semua cabang-cabang olahraga pada awal latian yaitu: melakukan
pernapasan dengan mengambil napas melaui hidung, lalu napas
ditahan selama 15 detik dengan pernapasan perut. Kemudian
keluarkan perlahan-lahan melaui mulut. Hal ini dilakukan lima kali
berturt-turut.
c. Langkah Ketiga
Menutar engsel bahu kedepan dan kearah belakang. Kemudian
menganggukkan kepala ke bawah sampai dagu hampir menyentuh
dada, lalu mendongakkan kepala ke atas belakang. Lalu menoleh ke
kiri dan ke kanan. Melakukan gerakan ini harus dilakukan secara
perlahan.tidak dianjurkan untuk melakukan gerakan memutar leher,
karena bisa terjadi cidera pada otot leher. Peregangan dilakukan
dengan memutar pingang ke arah kanan kemudian ditahan beberapa
saat, lalu kembali ke posisi semula. Peregangan uini juga dapat
dilakukan dengan otot-otot bagian tubuh lainnya. Semua gerakan ini
dilakukan masing-masing lima kali.
d. Langkah Keempat: Tawa Bersemangat
Dalam tawa ini tutor memberikan aba-aba untuk memulai tawa, 1, 2,
3.... semua anggota klub tertawa serempak, diarapkan jangan ada
yang tertawa lebih dulu atau belakangan, harus kompak seperti
nyayian koor. Dalam tawa ini tangan diangkat ke atas beberapa saat
lalu diturunkan dan diangkat kembali, sedangkan kepala agak
mengdongak ke belakang. Melakukan tawa ini harus bersemangat.
Jika tawa bersemangat mau berakhir maka sang tutor mengeluarkan
kata, ho ho ho..... ha ha ha beberapa kali sambil bertepuk tangan.
Setiap selesai melakukan satu tahap dianjurkan menarik
napas secara pelan dan dalam.
e. Langkah Kelima: Tawa Sapaan
Tutor memberikan aba-aba agar peserta tawa tertawa dengan suara
suara sedang sambil medekat dan bertegur sapa satu sama lainnya.
Dalam melakukan sesi ini mata peserta memberikan diharapkan
saling memandang satu dengan lainnya. Peserta dianjurkan menyapa
sambil tertawa pelan, cara menyapa ini sesuai dengan kebiasaan
masing-masing. Misalnya orang India dengan cara mengatupkan
kedua tangan, orang Barat saling berjabat tangan, orang Timur
Tengah berpelukan dan ciuman pipi, serta orang Jepang saling
menundukkan badan dan tetap menjaga kontak mata. Setelah itu
peserta menarik napas secara pelan dan dalam.
f. Langkah Keenam: Tawa Penghargaan
Peserta membuat lingkaran kecil dengan menghuungkan ujung jari
telunjuk dengan ujung ibu jari. Kemudian tangan digerakkan ke
depan dan ke belakang sekaligus memandang anggota lainnya
dengan melayangkan tawa yang manis sehingga kita kelihatan
memberikan penghargaan kepada yang kita tuju. Kemudian
bersama-sama tutor mengucapkan, ho ho ho... ha ha ha ... sekaligus
bertepuk tangan. Setelah melakukan tawa ini kembali menarik napas
secara pelan dan dalam agar kemabali tenang.
g. Langkah Ketujuh: Tawa Satu Meter
Tangan kiri dijulurkan ke samping tegak lurus dengan badan,
sementara tangan kanan melakukan gerakan seperti melepaskan anak
panah, lalu tangan di tarik kebelakang seperti menarik anak panah
dan dilakukan dalam tiga gerakan pendek, seraya mengucapkan
ae...... ae.......aeee.... lalu tertawa lepas seraya merentangkan kedua
tangan dan kepala agak mendongak serta tertawa dari perut. Gerakan
seperti ini dilakukan ke arah kiri lalu ke arah kanan, hal serupa
diulangi antara 2 hingga 4 kali. Setelah selesai kembali menarik
napas secara pelan dan dalam.
h. Langkah Kedelapan: Tawa Milk Shake.
Anggota klub seolah-olah memegang dua gelas berisi susu, yang
satu di tangan kiri dan satu di tangan kanan. Saat tutor memebrikan
instruksi lalu susu dituang dari gelas yang satu ke gelas yang satunya
sambil mengucapkan Aeee.... dan kembali dituang ke gelas yang
awal sambil mengucapkan aeeee..... Setelah selesai melakukan
gerakan itu, para anggota klub tertawa sambil melakukan gerakan
seperti minum susu. Al serupa dilakukan sebanyak emapt kali, lalu
bertepuk tangan seraya mengucapkan, ho ho ho ..... ha ha ha ......
kembali lakukan tarik nafas pelan dan dalam.
i. Langkah Kesembilan: Tawa Hening tanpa Suara
Harus dilakukan hati-hati, sebab tawa itu tidak bisa dilakukan
dengan tenaga berlebihan, dapat berbahaya jika beban di dalam perut
mendapat tekanan secara berlebihan. Dalam melakukan gerakan ini
perasaan lebih banyak berperan dari pada penggunaan tenaga
berlebihan. Pada tawa ini mulut di buka selebar-lebarnyaseolah-olah
tertawa lepas tetapi tanpa suara, sekaligus saling meandang satu
sama lainnya dan membuat berbagai gerakan dengan telapak tangan
serta menggerak-gerakkan kepala dengan mimik-mimik lucu. Dalam
melakukan tawa hening ini otot-otot perut bergerak cepat sepeti
melakukan gerak tawa lepas. Kemudian kembali menarik napas
pelan dan dalam.
j. Langkah Kesepuluh: Tawa Bersenandung dengan Bibir Tertutup
Ini adalah gerakan tawa yang harus hati-hati dilakukan sebab tertawa
tanpa suara, sekaligus mengatupkan mulut yang dipaksakan akan
berdampak buruk karena menambah tekanan yang tidak baik dalam
ronga perut. Dalam pelaksanaan gerak ini peserta dianjurkan
bersenandung hmmmm...... dengan mulut tetap tertutup, sehingga
akan terasa bergema di dalam kepala. Dalam melakukan senandung
ini diharapkan semua pesert saling berpandangan dan saling
membuat gerakan-gerakan yang lucu sehingga memacu para peserta
lain semakin tertawa.
k. Langkah Kesebelas: Tawa Ayunan
Merupakan tawa yang banyak digemari para klub tawa karena tawa
ini seakan-akan bermain-main dan kompak. Pesert klub harus
mendengar aba-aba tutor, dan peserta dalam gerakan ini lebih baik
berbentuk lingkaran. Peseta disuruh mundur dua meter sambil
tertawa, untuk memperbesar lingkarab dan kemabli maju sekaligus
mengeluarkan ucapan, Ae ae aeeeeeeee....... dan seluruhnya
mengangkat tangan dan serempak tertawa lepas dan pada saat yang
sama semua bertemu di tengah-tengah dan melambaikan tangan
masing-masing. Tahap berikutnya mereka kembali pada posisi
semula, dan melanjutkan gerakan maju ke tengah dan mengeluarkan
ucapan, Aee..... Oooo.... Ee-Uu...... dan sekaligus tertawa lepas dan
serupa dilakukan bisa sampai emapat kali. Setelah selesai kembali
menarik napas dalam dan pelan.
l. Langkah Kedua belas: Tawa Singa
Ini merupakan tawa yang sangat bermanfaat buat otot-otot wajah,
lidah, dan memperkuat kerongkongan serta memperbaiki saluran dan
kalenjer tiroid sekaligus menjadikan peserta klub menghilangkan
rasa malu dan takut. Dalam gerakan ini mulut dibuka lebar-lebar dan
lidah dijulurkan ke luar semaksimal mungkin, mata dibuka lebar
seperti melotot, dan tangan diangkat ke depan di mana jari-jari di
baut seperti akan mencakar, seolah-olah seperti singa mau mencakar
mangsanya. Pada saat itula peserta tertawa dari perut. Setelah selesai
lakukan kemabali gerakan menarik napas secara dalam dan pelan.
m. Langkah Ketiga belas: Tawa Ponsel
Peserta dibagi dalam dua kelompok yang saling berhadapan dan
masing-masing seolah-olah memegang handphone. Dengan aba-aba
tutor mereka disuru saling menyeberang sambil memegang
handphone, pada saat itulah perserta tertawa sambil saling
berpandangan dan setelah itu kembali lagi ke posisi semula. Setelah
selesai tarik napas dalam dan pelan.
n. Langkah Keempat belas: Tawa Bantahan
Anggota kelompok dibagi dalam dua bagian yang bersaing dengan
dibatasi jarak. Biasanya mereka dibagi dengan kelompok pria dan
wanita. Dalam kelompok itu mereka saling berpandangan sekaligus
tertawa dan saling menuding dengan jari telunjuk kepada kelompok
yang dihadapannya. Gerakan ini sangat menarik para peserta karena
mereka akan bisa tertawa lepas. Setelah selesai tarik napas dalam
dan pelan agar kembali segar dan tenang.
o. Langkah Kelima belas: Tawa Memaafkan
Perserta klub memegang cuping telinga masing-masing sekaligus
menyilangkan lengan dan berlutut diikuti dengan tawa. Tawa
memaafkan ini mengajarkan kepada kita jika kita ada perselisihan
terhadap orang lain maka diajarkan saling memaafkan. Setelah
selesai tarik napas dalam dan pelan.
p. Langkah Keenam belas: Tawa Bertahap
Di sini tutor menginstruksikan agar semua anggota klub
mendekatinya. Dalam sesi ini tutor mengajak anggotanya untuk
tersenyum kemudian bertahap menjadi tertawa ringan, berlanjut
menjadi tawa sedang dan terakhir menjadi tertawa lepas penuh
semangat. Dalam melakukan tawa ini sesama anggota saling
berpandangan dari anggota yang lain ke anggota yang lainnya juga.
Tawa ini dilakukan selama satu menit. Setelah selesai tarik napas
dalam pelan. Setelah selesai akan terasa sekali bahwa badan kita
akan segar.
q. Langkah Ketujuh belas: Tawa dari Hati ke Hati
Tawa ini merupakan sesi terakhir dari tahapan terapi. Semua peserta
terapi saling berpegangan tangan sambil berdekatan sekaligus
bersama-sama tertawa dengan saling bertatapan dengan perasaan
lega. Peserta juga bisa saling bersalaman atau berpelukan sehingga
terjalin rasa keakraban yang mendalam. Setelah selesai melakukan
senam tawa setiap klub mempunyai cara masing-masing dalam
mengakhiri latihan terapi tawa. Ada yang melakukan tertawa secara
spontan dan lamanya 5 menit, sehingga tubuh lebih rileks dan segar.
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan gambaran dan arahan asumsi mengenai
variabel-variabel yang akan diteliti, atau memiliki arti hasil sebuah sintesis
dari proses berpikir deduktif maupun indukatif, kemudian dengan
kemampuan kreatif dan inovatif diakhiri konsep atau ide baru (Hidayat,
2017).
Faktor yang mempengaruhi
hipertensi :
Genetik
Usia
Jenis Kelamin HIPERTENSI LANSIA
Obesitas
Diabetes
Stress
Nutrisi Intervensi Terapi Nonfarmakologis:
Terapi Tertawa

Efek terapi tertawa :


Meningkatkan asupan oksigen ke paru-paru
Merangsang pengeluaran hormon endorfin dan
serotonin yang memberikan efek relaksasi
Melebarkan pembuluh darah, meningkatkan
elastisitas pembuluh darah dan melancarkan
peredaran darah sehingga tubuh menjadi rileks
dan tenang.

Keterangan :
: Diteliti

: Tidak Diteliti
Tingkat Penurunan Hipertensi

Bagan 3.1 : Kerangka Teori Efektivitas Pemberian Terapi Tertawa terhadap


Tingkat Penurunan Hipertensi Pada Lansia
3.2 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian. Hipotesis disusun sebelum penelitian dilaksanakan karena
hipotesis akan memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan data, analisa
dan interpretasi data (Polit, 2012). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah hipotesis kerja (H1), yaitu terdapat pengaruh atau adanya efektivitas
terapi tertawa terhadap tingkat penurunan hipertensi pada lansia di Griya
Lansia Gerbang Mas Lumajang.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis kuantitatif dengan desain penelitian quasi
experiment dengan jenis Pre-test and Post-test nonequivalent control group
yaitu desain penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara
variabel independen dan variabel dependen berdasarkan intervensi terapi
tertawa terhadap tingkat penurunan hipertensi pada lansia.
4.2 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan kumpulan kasus dimana seorang peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tersebut (Polit, 2012). Populasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah lansia yang mengalami hipertensi
sesuai hasil survei awal tahap 1 pada 1 bulan terakhir di Griya Lansia
Gerbang Mas Lumajang yaitu sebanyak 20 orang.
4.3 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari elemen populasi. Pengambilan sampel adalah
proses pemilihan sebagian populasi untuk mewakili seluruh populasi (Polit,
2012). Sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 20 responden yang terdiri
dari 2 kelompok yaitu 10 responden pada kelompok intervensi dan 10
responden pada kelompok kontrol.
4.4 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Total Sampling. Total Sampling yaitu seluruh populasi menjadi subjek
penelitian, sehingga sampel dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang
mengalami hipertensi sebanyak 20 orang di Griya Lansia Gerbang Mas
Lumajang.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel Independen
Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(Sugiyono, 2018:39). Variabel independen dalam penelitian ini adalah
terapi tertawa.
4.5.2 Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variable independen. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah tingkat penurunan hipertensi pada lansia.
4.6 Definisi Operasional
Definisi operasional berasal dari seperangkat prosedur atau tindakan
progresif yang dilakukan peneliti untuk menerima kesan sensorik yang
menunjukkan adanya atau tingkat eksistensi suatu variabel (Grove, 2014).

Tabel 4.6 Definisi Operasional Efektivitas Terapi Tertawa terhadap


tingkat penurunan hipertensi pada lansia di Griya Lansia
Gerbang Mas Lumajang.
Variabel Definisi Indikator Alat Skala Skor
Ukur
Independen Terapi - Persiapan SOP - -
tertawa - Inti Terapi
(Terapi adalah - Penutup tertawa
Tertawa) salah satu
cara untuk
mencapai
kondisi
rileks yang
diekspresi
kan
melalui
mulut
dalam
bentuk
suara
tawa,
senyuman,
dan
perasaan.
Dependen Tekanan Tekanan -Spygmo I a. Normal:
darah darah manome N <120/80
(Tekanan adalah sistolik dan ter T mmHg
Darah) jumlah diastolik -Stetos E b. Prehiper
tenaga dalam kop R tensi:
darah yang satuan - V 120-139
ditekan mmHg Lembar A mmHg /
terhadap menjadi observa L 80-90
dinding normal si mmHg
arteri saat c. Hiperten
jantung si tahap
memompa 1:
kan darah 140-160
ke seluruh mmHg /
tubuh 90-99
mmHg.

4.7 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
agar penelitian dapat berjalan dengan baik (Polit, 2012). Instrumen yang
digunakan pada variabel independen adalah SOP terapi tertawa dan pada
variabel dependen adalah spygmomanometer, stetoskop, dan lembar
observasi pengukuran tekanan darah.
4.8 Pengumpulan Data
4.8.1 Pengambilan Data
Langkah-langkah aktual untuk mengumpulkan data sangat spesifik
tergantung pada teknik desain dan pengukuran penelitian (Grove,
2014). Pengambilan data penelitian diperoleh langsung dari responden
sebagai data primer. Dimana akan dilakukan pengkajian dan observasi
terlebih dahulu dengan mengisi lembar observasi.
4.8.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengukuran teknik observasional melibatkan interaksi antara subjek dan
peneliti, dimana peneliti memiliki kesempatan untuk melihat subjek
setelah dilakukan perlakuan (Grove, 2014). Teknik pengumpulan data
yang akan digunakan penulis adalah teknik observasi.
Pada penelitian ini, peneliti membagi dengan beberapa langkah sebagi
berikut:
a. Pre test
Sebelum melakukan penelitian, peneliti akan menanyakan kesediaan
lansia menjadi responden terlebih dahulu dengan mengisi informed
consent. Kemudian peneliti menjelaskan prosedur yang akan
dilakukan. Selanjutnya, mengukur tekanan darah responden sebelum
diberikan intervensi.
b. Intervensi
Peneliti akan melakukan terapi tertawa kepada responden sebanyak 3
kali, 3 hari berturut-turut dalam seminggu dan intervensi ini akan
dilakukan selama 2 minggu. Terapi tertawa dilakukan selama 15-20
menit.
c. Post test
Setelah dilakukan terapi tertawa selama 3 kali kepada responden,
peneliti melakukan pengukuran tekanan darah responden dan peneliti
juga menggunakan lembar observasi post test.
4.8.3 Uji Validitas dan Reabilitas
Validitas instrumen adalah penentuan seberapa baik instrumen tersebut
mencerminkan konsep abstrak yang sedang diteliti. Reabilitas, bukanlah
fenomena yang sama sekali atau tidak sama sekali, melainkan diukur berkali-
kali dan terus berlanjut. Validitas akan bervariasi dari satu sampel ke sempel
yang lain dan satu situasi ke situasi yang lainnya. Oleh karena itu, pengujian
validitas bertujuan mengevaluasi penggunaan instrumen untuk kelompok
tertentu sesuai dengan ukuran yang diteliti (Polit, 2012).
Dalam penelitian ini tidak digunakan uji validitas dan reabilitas karena
Sudah menggunakan instrumen pengukuran yang baku, yaitu SOP dan juga
spygmomanometer dengan hasil yang telah ditentukan dalam rentang nilai.
4.9 Analisa Statistik
Analisa data berfungsi untuk mengatur dan memberi makna pada data.
Teknik statistik adalah prosedur analisis yang digunakan untuk memeriksa
dan memberi makna pada data numerik yang dikumpulkan dalam sebuah
penelitian dalam sebuah penelitian. Statistik dibagi menjadi dua ketegori
utama, yaitu deskriptif dan inferensial. Statistik deskriptif adalah statistik
ringkasan yang memungkinkan peneliti untuk mengatur data dengan cara
yang memberi makna dan memfasilitasi wawasan. Statistik iferensial
dirancang untuk menjawab tujuan, pertanyaan, dan hipotesis dalam penelitian
untuk memungkinkan kesimpulan dari sampel penelitian kepada populasi
sasaran. Analisis inferensial dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan,
memeriksa hipotesis, dan menentukan perbedaan kelompok dalam penelitian
(Grove, 2014).
Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data dengan cara
perhitungan statistik untuk menentukan besarnya efektivitas terapi tertawa
terhadap tingkat penurunan hipertensi pada lansia. Adapun proses pengolahan
data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu pertama editing: dilakukan untuk
memeriksa data yang telah diperoleh untuk memperbaiki dan melengkapi
data. Coding: dilakukan sebagai penanda responden dan penanda pertanyaan–
pertanyaan yang dibutuhkan. Tabulating: mentabulasi data yang diperoleh
dalam bentuk tabel menggunakan teknik komputerisasi (Polit, 2012).
1. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat
tergantung pada jenis datanya. Pada umumnya dalam analisa ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel
(Polit, 2012). Dalam penelitian ini analisa univariat digunakan pada
variabel dependen yaitu tekanan darah. Tekanan darah merupakan data
numerik yang akan dianalisa sebelum dan sesudah intervensi.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkolerasi (Polit, 2012). Analisis yang digunakan untuk
penelitian ini adalah uji-T test. Uji-T test digunakan untuk melakukan
pengujian terhadap suatu sampel yang mendapatkan suatu perlakuan yang
kemudian akan dibandingkan rata–rata dari sampel tersebut antara sebelum
dan sesudah perlakuan (Polit, 2012). Jika data yang didapatkan oleh
peneliti tidak berdistribusi normal maka peneliti melakukan uji Wilcoxon
Signed Rank Test. Uji Wilcoxon Signed Rank Test melibatkan perbedaan
antara skor berpasangan dan menentukan perbedaan absolute (Polit, 2012).
Dalam penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test.
4.10 Etik Penelitian
Peneliti dalam melakukan penelitian hendaknya memegang teguh sikap
ilmiah (secientific attitude) serta berpegang teguh pada etika penelitian,
meskipun mungkin penelitian yang dilakukan tidak merugikan atau
membahayakan bagi subjek penelitian (Sukidjo, 2010). Sebelum penelitian
ini dilakukan, peneliti perlu memperkenalkan diri secara lengkap, selain itu
juga menjelaskan tujuan dari penelitian yaitu untuk efektivitas terapi tertawa
terhadaptingkat penurunan hipertensi pada lansia di Griya Lansia Gerbang
Mas Lumajang. Penelitian ini akan dilaksanakan setelah mendapatkan
persetujuan dari responden, apakah bersedia atau tidak. Seluruh responden
yang bersedia akan diminta untuk menandatangani lembar persetujuan
setelah Informed Consent dijelaskan dan jika responden tidak bersedia maka
tidak akan dipaksakan. Subjek menpunyai hak untuk meminta bahwa data
yang diberikan harus dirahasiakan. Kerahasiaan informasi yang diberikan
oleh responden dijamin oleh peneliti. Berikut prinsip–prinsip dasar
penerapan etik penelitian kesehatan adalah:
a. Respect for person
Penelitian yang mengikutsertakan responden harus menghormati
martabat pasien sebagai manusia. Responden memilki hak dalam
menentukan pilihannya sendiri. Apapun pilihannya harus dihormati dan
tetap diberikan keamanan terhadap kerugian penelitian pada responden
yang memiliki kekurangan. Beberapa tindakan yang terkait dengan
prinsip menghormati harkat dan martabat responden adalah peneliti
mempersiapkan formulir persetujuan sebjek (Informed Consent) yang
diserahkan kepada para lansia di Griya Lansia Gerbang Mas Lumajang.
b. Beneficience & Maleficience
Penelitian yang dilakukan harus memaksimalkan kebaikan atau
keuntungan dan meminimalkan kerugian atau kesalahan terhadap
responden penelitian. Secara tidak langsung penelitian akan
meningkatkan layanan di Griya Lansia Gerbang Mas Lumajang.
c. Justice
Seluruh responden penelitian harus diperlakukan secara adil dalam hal
beban dan manfaat dalam penelitian. Peneliti harus mampu memenuhi
prinsip keterbukaan pada semua responden. Semua responden diberikan
perlakuan yang sama sesuai prosedur penelitian.
d. Confidentiality (Kerahasiaan)
Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi
maupun masalah–masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data
yang akan dilaporkan pada hasil riset.
DAFTAR PUSTAKA

Nurhusna, dkk. 2018. Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Penurunan Tekanan


Darah Penderita Hipertensi Di Puskesmas Olak Kemang Kota Jambi.
Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi. 1 (1) : 75-81. DOI:
https://doi.org/10.22437/jiituj.v2i1.5654.
https://online-journal.unja.ac.id/JIITUJ/article/view/5654/9118.

Martaliana. 2019. Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Penurunan Tekanan Darah


Pada Lansia Hipertensi Di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu. Mitra
Raflesia : Journal Of Health Science. 11 (1) : 1-5. DOI:
http://dx.doi.org/10.51712/mitraraflesia.v11i1.17
https://jurnal.stikesbhaktihusada.ac.id/index.php/MR/article/view/17

Ratnasari, dkk. 2018. Efektivitas Pemberian Terapi Tertawadalam Menurunkan


Tekanan Darah Padapasien Hipertensi Di Wilayah Kerjapuskesmas Jagong
Kecamatanpangkajene Kabupaten Pangkep. Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu
Keperawatan Indonesia. 6 (1) : 34-48. P-ISSN : 2338-4700 E-ISSN : 2722-
127X. https://bimiki.e-journal.id/bimiki/article/view/38

Grove, S. K., Burns, N., & Gray. J. (2004).Understanding Nursing Research Building
an evidence. Based Practice.Elsevier Health Sciences.

Padila, (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.

Polit, Denise F & Beck, Cheryl Tatano. (2012). Nursing Research: Generating and
Assessing Evidence Nursing Practice. Philadelphia: Lippincot Williams &
Wilkins.
LAMPIRAN

LEMBAR OBSERVASI EFEKTIVITAS TERAPI TERTAWA TERHADAP


TINGKAT PENURUNAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI GRIYA
LANSIA GERBANG MAS LUMAJANG
Intervensi (Terapi Tertawa)
Nama Inisial/ Kesimpulan
Hari ke-1 / Minggu ke-1
No. responden
Pre test Post test

Anda mungkin juga menyukai