Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

Gastroenteritis

Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan


mengikuti kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Pirngadi Medan.

DISUSUN OLEH :
Arifsyah Sulaiman Batubara
(71210891019)

PEMBIMBING
dr. Anjelimeri Paulina Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD Dr. PIRNGADI
KOTA MEDAN
2021

2
LEMBAR PENGESAHAN

Telahdibacakan tanggal :

Nilai :

Dokter Pembimbing

dr. Anjelimeri, Sp.A

3
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Laporan Kasus”ini guna
memenuhi persyaratan mengikuti Persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dengan
judul “Gastroenteritis”
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada
dr. Anjelimeri, M.Ked (Ped),Sp.A atas segala bimbingan dan arahannya dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah
Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dan dalam pembuatan laporan kasusini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangannya,
oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
guna memperbaiki laporan kasus ini di kemudian hari.

Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan bagi kita semua serta dapat menjadi arahan dalam
mengimplementasikan ilmu kedokteran dalam praktik di masyarakat.

Medan, Oktober 2021

Penulis

4
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................3

KATA PENGANTAR ............................................................................................4

DAFTAR ISI ...........................................................................................................5

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................6

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................8

2.1 Gastroenteritis ...............................................................................................8

2.1.1 Definisi ..................................................................................................8

2.1.2 Epidemiologi .........................................................................................8

2.1.3 Etiologi ................................................................................................10

2.1.4 Klasifikasi ............................................................................................13

2.1.5 Patogenesis ..........................................................................................14

2.1.6 Manifestasi Klinis ................................................................................16

2.1.7 Diagnosis .............................................................................................17

2.1.8 Penatalaksanaan ...................................................................................18

2.1.9 Komplikasi...........................................................................................25

2.1.10 Prognosis ...........................................................................................25

LAPORAN KASUS ..............................................................................................33

BAB III PENUTUP ..............................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gastroenteritis atau diare sampai saat ini masih merupakan masalah


kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Menurut
Suharyono (2008) gastroenteritis akut didefinisikan sebagai buang air besar dengan
tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung
kurang dari 14 hari. Sedangkan menurut Priyanto (2008) gastroenteritis kronik yaitu
yang berlangsung lebih dari 14 hari. Gastroenteritis atau diare dapat disebabkan
infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab gastroenteritis yang terbanyak adalah
gastroenteritis infeksi. Gastroenteritis atau diare infeksi dapat disebabkan virus,
bakteri, dan parasit.

Menurut Word Health Organization (WHO), di negara maju walaupun sudah


terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden gastroenteritis
atau diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1
dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang
berobat ke praktek umum menderita gastroenteritis atau diare infeksi. Tingginya
kejadian gastroenteritis di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan
waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter
jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan
Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (Sinaga, 2009)

Di Indonesia dari 2.812 pasien gastroenteritis atau diare yang disebabkan


bakteri yang datang kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Jawa,
Sumatra yang dianalisa dari 2004 s/d 2005. Menurut Mary Phillips (2010) penyebab
terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp,
V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01,
dan Salmonella paratyphi A. Berdasarkan data profil kesehatan 2011, jumlah kasus
diare di Jawa Tengah berdasarkan laporan puskesmas sebanyak 420.587 sedangkan
kasus gastroenteritis dirumah sakit sebanyak 7.648 sehingga jumlah keseluruhan

6
penderita yang terdeteksi adalah 428.235 dengan jumlah kematian adalah sebanyak
54 orang. Dari laporan surveilan terpadu tahun 2010 jumlah kasus diare didapatkan
15,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,20% pada penderita rawat inap dan
0,05 % pasien rawat jalan. ( Haryawan, 2011). Cakupan penemuan penderita diare
selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan, meskipun masih dibawah yang
diharapkan yaitu sebesar 80%. Peningkatan cakupan pada tahun 2010 cukup tinggi,
disebabkan adanya peningkatan pengiriman laporan dari kab/kota. Peningkatan
cakupan penemuan penting karena mengurangi kematian akibat terlambatnya
pertolongan kasus diare. Hal ini kalau tidak segera ditangani akan mengancam
keselamatan klien misalnya, jika terjadi dehidrasi akan menyebabkan syok
hipovolemik, serta dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan hai ini disebabkan
oleh kurangnya makanan yang tidak dapat diserap oleh tubuh dan
kurangnyamasukan makanan yang masuk dalam tubuh.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gastroenteritis
2.1.1 Definisi
Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana terdapat inflamasi pada bagian
mukosa dari saluran gastrointestinal ditandai dengan diare dan muntah. Diare
adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau lebih
dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair
(kandungan air pada feses lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau
200ml/24jam). Gastroenteritis akut adalah diare dengan onset mendadak dengan
frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari disertai dengan muntah dan berlangsung
kurang dari 14 hari .

2.1.2 Epidemiologi

Di seluruh dunia, 68% penyakit diare terjadi pada anak-anak. Penyakit diare
adalah penyebab utama kelima dari kematian pada anak-anak di seluruh dunia,
terhitung sekitar 2,5 juta kematian. Di Amerika Serikat, gastroenteritis akut adalah
bukan penyebab utama kematian tetapi menyebabkan morbiditas yang signifikan,
terutama pada anak-anak di bawah lima tahun, ada sekitar 1,5 juta kunjungan ke
rumah sakit, 200.000 rawat inap, dan300 kematian pada anak-anak setiap tahun.
Gastroenteritis akut pada anak-anak di negara-negara industri, umumnya
disebabkan oleh infeksi virus yang menyumbang sekitar 75% untuk 90% dari
kejadiaan gastroenteritis akut pada masa anak-anak. Sekitar 20% kasus disebabkan
oleh bakteri. Diare berlanjut setidaknya selama 14 hari lebih sering disebabkan oleh
parasit infeksi, yang menyumbang kurang dari 5% kasus gastroenteritis akut.
Mikroorganisme penyebab spesifik bervariasi dengan musim dan iklim(Hartman et
al., 2019).

8
Virus adalah etiologi yang paling penting dan bertanggung jawab untuk
sekitar 70% dari gastroenteritis akut pada anak-anak. Di seluruh dunia, rotavirus
masih merupakan virus yang paling umum menyebabkan penyakit ini dan
menyumbang sekitar 30% hingga 72% dari semua rawat inap dan 4-24%
gastroenteritis akut di tingkat komunitas. Hampir semua anak telah terinfeksi
rotavirus pada usia 3 tahun. Infeksi rotavirus bersifat musiman di daerah beriklim
sedang, memuncak pada akhir musim dingin, meskipun terjadi sepanjang tahun di
daerah tropis. Usia puncak infeksi berkisar antara 6 bulan sampai 2 tahun. Virus
umum lainnya yang menyebabkan gastroenteritis termasuk calicivirus, adenovirus,
dan astrovirus. Secara global virus ini bertanggung jawab untuk episode diare pada
anak-anak yang dirawat di rumah sakit, dengan tingkat deteksi yang bervariasi.
Tingkat infeksi virus serupa di negara berkembang dan negara kurang berkembang.
Infeksi bakteri menyumbang 10% sampai 20% dari semua gastroenteritis akut.
Penyebab bakteri yang paling umum adalah, spesies Salmonella, spesies
Campylobacter, spesies Shigella dan spesies Yersina. Vibrio cholerae tetap menjadi
penyebab utama diare, terutama setelah bencana di mana sanitasi terganggu.
Giardia lamblia adalah infeksi protozoa yang paling umum yang menyebabkan
gastroenteritis, meskipun cenderung dikaitkan dengan diare yang lebih persisten.
Protozoa lain termasuk spesies Cryptosporidium dan Entamoeba histolytica.
Namun, negara-negara kurang berkembang memiliki tingkat infeksi parasit dan
Escherichia coli yang lebih tinggi yang keduanya relatif jarang terjadi di negara-
negara industri. Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan sanitasi tidak akan
menurunkan prevalensi penyakit infeksi virus tetapi dapat membantu dalam
pencegahan parasit dan infeksi bakteri(Chow et al., 2010).

Penyakit diare telah lama menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas
di negara berkembang. Ancaman ini terus menimbulkan masalah kesehatan utama
di daerah ini untuk anak-anak yang naif secara imunologis dan pengunjung dari
negara-negara industri. Studi telah melaporkan bahwa antara 30-50% dari
pengunjung ke daerah yang berkembang akan meningkatkan perkembangan dari
kejadian diare. Di Indonesia, berdasar hasil survei rumah tangga mengungkapkan
bahwa diare penyakit ini adalah penyebab utama ketiga morbiditas, dengan tingkat

9
morbiditas 7,8 per 1.000 penduduk per tahun. Selain itu, penyakit diare di Indonesia
merupakan penyebab utama kematian pada bayi, menyebabkan 24,1% dari semua
kematian bayi dan 40% dari semua kematian dalam 2 tahun pertama
kehidupan(Oyofo et al., 2002).

2.1.3 Etiologi

Gastroenteritis akut bisa disebabkan oleh berbagai faktor, menurut dari


World Gastroenterology Organisation, ada beberapa agen yang bisa menyebabkan
terjadinya gastroenteritis akut yaitu agen infeksi dan non-infeksi. Lebih dari 90 %
diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10 % karena sebab lain
yaitu :
1. Faktor Infeksi

a. Virus

Di negara berkembang dan industrial penyebab tersering dari


gastroenteritis akut adalah virus, beberapa virus penyebabnya antara lain :
• Rotavirus

Merupakan salah satu terbanyak penyebab dari kasus rawat inap di


rumah sakit dan mengakibatkan 500.000 kematian di dunia tiap tahunnya,
biasanya diare akibat rotavirus derat keparahannya diatas rerata diare pada
umumnya dan menyebabkan dehidrasi. Pada anak-anak sering tidak terdapat
gejala dan umur 3 – 5 tahun adalah umur tersering dari infeksi virus ini.
• Human Caliciviruses (HuCVs)

Termasuk famili Calciviridae, dua bentuk umumnya yaitu Norwalk-


like viruses (NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang sekarang disebut
Norovirus dan sapovirus. Norovirus merupakan penyebab utama terbanyak
diare pada pasien dewasa dan menyebabkan 21 juta kasus per tahun.
Norovirius merupakan penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa
dan sering menimbulkan wabah dan menginfeksi semua umur. Sapoviruses

10
umumnya menginfeksi anak – anak dan merupakan infeksi virus tersering
kedua selain Rotavirus.
• Adenovirus
Umumnya menyerang anak – anak dan menyebabkan penyakit pada
sistem respiratori. adenovirus merupakan family dari Adenoviridae dan
merupakan virus DNA tanpa kapsul, diameter 70 nm, dan bentuk icosahedral
simetris. Ada 4 genus yaitu Mastadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus,
dan Siadenovirus (Worldgastroenterology, 2021).
a. Bakteri

Infeksi bakteri juga menjadi penyebab dari kasus gastroenteritis akut


bakteri yang sering menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic Escherichia
coli, Shigella species, Vibrio cholera, Salmonella. Beberapa bakteri yang
dapat menyebabkan gastroenteritis akut adalah :
• Diarrheagenic Escherichia- coli

Penyebarannya berbeda – beda di setiap negara dan paling sering


terdapat di negara yang masih berkembang. Umumnya bakteri jenis ini tidak
menimbulkan bahaya jenis dari bakterinya adalah :
- Enterotoxigenic E. coli (ETEC)

- Enteropathogenic E. coli (EPEC)

- Enteroinvasive E. coli (EIEC)

- Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)

• Campylobacter Bakteri jenis ini umumnya banyak pada orang yang


sering berhubungan dengan perternakan selain itu bisa menginfeksi akibat
masakan yang tidak matang dan dapat menimbulkan gejala diare yang sangat
cair dan menimbulkan disentri.
• Shigella species Gejala dari infeksi bakteri Shigella dapat berupa
hipoglikemia dan tingkat kematiannya sangatlah tinggi. Beberapa tipenya
adalah :
- S. Sonnei

11
- S. flexneri

- S. dysenteriae

• Vibrio cholera

Memiliki lebih dari 2000 serotipe dan semuanya bisa menjadi pathogen
pada manusia. Hanya serogrup cholera O1 dan O139 yang dapat
menyebabkan wabah besar dan epidemic. Gejalanya yang paling sering
adalah muntah tidak dengan panas dan feses yang konsistensinya sangat
berair. Bila pasien tidak terhidrasi dengan baik bisa menyebabkan syok
hipovolemik dalam 12 – 18 jam dari timbulnya gejala awal.
• Salmonella

Salmonella menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme.


Beberapa toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang menstimulasi
sekresi aktif cairan dan elektrolit mungkin dihasilkan. Pada onset akut
gejalanya dapat berupa mual, muntah dan diare berair dan terkadang disentri
pada beberapa kasus.

• Parasitic agents Cryptosporidium parvum, Giardia L, Entamoeba


histolytica, and Cyclospora cayetanensis infeksi beberapa jenis protozoa
tersebut sangatlah jarang terjadi namun sering dihubungkan dengan traveler
dan gejalanya sering tak tampak. Dalam beberapa kasus juga dinyatakan
infeksi dari cacing seperti Stongiloide stecoralis, Angiostrongylus C.,
Schisotoma Mansoni, S. Japonicum juga bisa menyebabkan gastroenteritis
akut (Worldgastroenterology, 2021).

2.Non–Infeksi

a. Malabsorpsi/ maldigesti

Kurangnya penyerapan seperti :

• Karbohidrat : Monosakrida (glukosa), disakarida (sakarosa)

12
• Lemak : Rantai panjang trigliserida

• Asam amino

• Protein

• Vitamin dan mineral

b. Imunodefisiensi

Kondisi seseorang dengan imunodefisiensi yaitu


hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit
granulomatose kronik, defisiensi IgA dan imunodefisiensi IgA heavy
combination.
c. Terapi Obat

Orang yang mengonsumsi obat- obatan antibiotic, antasida dan masih


kemoterapi juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut.
d. Lain-lain

Tindakan gastrektomi, terapi radiasi dosis tinggi, sindrom Zollinger-


Ellison, neuropati diabetes sampai kondisi psikis juga dapat menimbulkan
gastroenteritis akut. (Worldgastroenterology, 2021).

2.1.4 Klasifikasi
Jenis-jenis gastroenteritisMenurut Suratun & Lusianah (RI, 2011) jenis-jenis
diare :

1.Gastroenteritis akutadalah gastroenteritis yang serangannya tiba-tiba dan


berlangsung kurang dari 14 hari. Gastroenteritis akut diklasifikasikan :

a.Gastroenteritis non inflamasi, gastroenteritis ini disebabkan oleh enterotoksin


dan menyebabkan gastroenteritis cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan
darah. Keluhan abdomen jarang atau bahkan tidak sama sekali.

b.Gastroenteritis inflamasi, gastroenteritis ini disebabkan invasi bakteri dan


pengeluaran sitotoksin di kolon. Gejala klinis di tandai dengan mulas sampai nyeri
seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, gejala dan tanda dehidrasi. Secara

13
makroskopis terdapat lendir dan darah pada pemeriksaan feses rutin, dan secara
mikroskopis terdapat sel leukosit polimorfonuklear.

2.Gastroenteritis kronik yaitu gastroenteritis yang berlangsung selama lebih dari


14 hari. Mekanisme terjadinya gastroenteritis yang akut maupun yang kronik dapat
dibagi menjadi gastroenteritis sekresi, gastroenteritis osmotrik, gastroenteritis
eksudatif, dan gangguan motilitas.

a. Gastroenteritis sekresi,gastroenteritis dengan volume feses banyak biasanya


disebabkan oleh gangguan transport elektrolit akibat peningkatan produksi dan
sekresi air dan elektrolit namun kemampuan absorbsi mukosa keusus kedalam
lumen usus menurun.Penyebabnya adalah toksin bakteri (seperti toksin kolera),
pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, dan hormon intestinal

b. Gastroenteritis osmotic, terjadi bila terdapat partikel yang tidak dapat diabsorbsi
sehingga osmolaritas lumen meningkat dan air tertarik dari plasma ke lumen usus
sehingga terjadilah gastroenteritis.

c. Gastroenteritis eksudatif, inflamassi akan mengakibatkan kerusakan mukosa


baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat
infeksi bakteri atau non infeksi atau akibat radiasi.

d. Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu


transit makanan/minuman di usus menjadi lebih cepat. Pada kondisi tirotoksin,
sindroma usus iritabel atau diabetes melitus bisa muncul gastroenteritis ini.

2.1.5 Patogenesis

Patogenesisdiarekarena infeksibakteri/parasit terdiriatas:

a. Diarekarena bakterinon-invasif(enterotoksigenik)

Diare jenis ini biasanya disebut juga sebagai diare tipe sekretorik
dengan konsistensi berair dengan volume yang banyak.Bakteri yang
memproduksi enterotoksin ini tidak merusak mukosa seperti V.cholerae

14
Eltor,Eterotoxicgenic E.coli (ETEC) dan C.Perfringens. V.cholerae Eltor
mengeluarkan toksin yang terkait pada mukosa usus halus15-30 menit
sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan
berlebihan nikotinamidadenindi nukleotid pada dinding selusus,sehingga
meningkatkan kadar adenosin 3’-5’-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel
yangmenyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang
diikuti oleh air, ionbikarbonat,kation, natriumdan kalium. (Dwipoerwantoro,
Hegar and Witjaksono, 2016)

b. Diarekarena bakteri/parasiteinvasive (enterovasif)

Diare yang diakibatkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare


Inflammatory. Bakteriyang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasive E.
coli (EIEC), Salmonella, Shigella,Yersinia, C. perfringens tipe C. diare
disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupanekrosis dan ulserasi. Sifat
diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampurlendir dan darah.
Kuman salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S. paratyphiB,
Styphimurium, S enterriditis, S choleraesuis. Penyebab parasite yang sering
yaitu E.histolitika danG.lamblia.
c. Diareinflammatory
Diare ditandai dengan kerusakan dan kematian enterosit,dengan
peradangan minimal sampai berat,disertai gangguan absorbs dan
sekresi.Setelah kolonisasi awal, kemudian terjadi perlekatan bakteri ke sel
epitel dan selanjutnya terjadi invasi bakteri kedalam sel epitel, atau pada IBD
mulai terjadinya inflamasi. Tahap berikutnya terjadi pelepasan sitokin antara
lain interleukin1 (IL-l),TNF-α,dan kemokin seperti interleukin 8 (IL-8) dari
epitel dan subepitel miofibroblas. IL8 adalah molekul kemostatik yang akan
mengaktifkan sistim fagositosis setempat dan merangsang sel-sel fagositosis
lainnya ke lamina propia. Apabila substansi kemotaktik(IL-8) dilepas oleh sel
epitel,atau oleh mikroorganisme lumenusus (kemotaktik peptida) dalam
konsentrasi yang cukup kedalam lumen usus,makaneutrofil akan bergerak

15
menembus epitel dan membentuk abses kripta,dan melepaskan berbagai
mediator seperti prostaglandin,leukotrin,platelet actifating factor,dan
hydrogen peroksida dari sel fagosit akan merangsang sekresi usus oleh
enterosit, dan aktifitas saraf usus.

2.1.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi, dari salah
satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual (93%), muntah (81%)
atau diare (89%) dan nyeri abdomen (76%) umumnya merupakan gejala yang
paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Selain itu terdapat tanda – tanda
dehidrasi sedang sampai berat, seperti membrane mukosa yang kering, penurunan
turgor kulit, atau perubahan status mental, terdapat <10% pada pemeriksaan. Gejala
pernafasan yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea dilaporkan
sekitar 10%.
Sedangkan gastroenteritis akut karena infeksi bakteri yang mengandung
atau memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik ( watery diarhhae)
dengan gejala – gejala mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya
ringan, disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek atau cair.
Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau
minuman yang terkontaminasi.
Diare sekretorik (watery diarhhae) yang berlangsung beberapa waktu tanpa
penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena
kekurangan cairan yang menyebabkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolic yang lanjut. Karena kehilangan cairan,
seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, turgor kulit menurun serta
suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonic.
Sedangkan kehilangan bikarbonas atau asam karbonas berkurang yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernafasan sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (pernapasan
kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas agar
pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik

16
yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda – tanda denyut nadi yang cepat,
tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat,
ujung – ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis karena kehilangan kalium.
Pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

2.1.7 Diagnosis
Anamnesa
 Pola pemberian makanan ( komponen penting dalam manajemen diare)
 Frekuensi buang air besar (BAB)
 Lama diare
 Adanya darah di tinja
 Adanya kejadian kolera di lingkungan
 Riwayat pemberian antibiotic sebelum diare
 Adanya rasa nyeri yang menyertai
 Keadaan fisik anak tampak pucat

Pemeriksaan Fisik
 Penilaian dehidrasi dan derajatnya
 Status gizi
 Darah di tinja
 Massa intra abdomen
 Distensi abdomen
 Penuruna kesadaran
 Sesak nafas

Pemeriksaan Penunjang
 Darah :
- Darah perifer lengkap
- Serum elektrolit : Na+, K+, Cl-

17
- Analisa gas darah apabila didapatkan gangguan
keseimbangan asam basa (pernapasan kussmaul)
- Immonuassay : toksin bakteri (C. difficile), antigen virus
(rotavirus), antigen protozoa (Giardia E. Histolytica)

 Feses :
- Feses lengkap (mikroskopis : peningkatan jumlah leukosit di
feses pada inflammatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk
tropozoit, hypha pada jamur)
- Biakan dan resistensi feses (colok dubur)

Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut


karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan sampai pada
terapi defenitif.

2.1.8 Penatalaksanaan
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana
Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai
diterapkan di rumah sakit-rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam
penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga
menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan
menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita
anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,
yaitu(Subagyo & Santoso, 2009)

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru.

Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit
ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik
daripada oralit formula lama dan osmolaritas oralit baru ini lebih mendekati

18
osmolaritas plasma sehingga akan meminimalisir risiko terjadinya hipernatremia.
Oralit baru dengan osmolaritas yang lebihh rendah ini juga menurunkan kebutuhan
suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta
mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.

Komposisi oralit baru adalah sebagai berikut (WHO, 2006) :

Komposisi mmol/L
Natrium 75
Klorida 65
Glukosa, anhydrous 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total osmolaritas 245

Cara membuat larutan olarit :

 Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk
persediaan 24 jam.
 Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan
ketentuan sebagai berikut:
Untuk anak berumur < 1 tahun :berikan 50-100 ml tiap kali BAB.
Untuk anak > 1 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB.
 Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka
sisa larutan harus dibuang.

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut.

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir
karena memiliki evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah

19
membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10
hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien.
Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera
dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.

Zinc termasuk mironutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara


kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis,
zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan
seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc
juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial
pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam
pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap
struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna
selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan aborpsi air dan
elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok
diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak
masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan
yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat
menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan
risiko terjadinya dehidrasi pada anak.

Dosis zinc untuk anak-anak :

 Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari.


 Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari.

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau
oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam
air matang atau oralit.

3. ASI dan makanan tetap diteruskan.

20
Sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk
mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Pada diare
berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan
menandakan fase kesembuhan.

4. Antibiotik selektif.

Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang
lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium
difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu,
pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman
terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada
penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap
antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan
trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik
terjadi melalui mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh
bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan
permeabilitas membrane terhadap antibiotik.

Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh
karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan
tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10 – 20%) yang
disebabkan oleh bakteri patogen seperti V. cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.
coli, Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya.

21
5. Nasihat kepada orang tua.

Kembali segera jika demam, tinja berdarah,berulang, makan atau minum


sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.

Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat
membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat
memperpendek lamanya sakit dan memberantas organisme penyebabnya.
Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan negara
berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya
masih dalam keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil
dengan dehidrasi lebih berat dan memerlukan perawatan di sarana kesehatan.
Perkiraan secara kasar menunjukkan dari 1000 kasus diare yang ada di masyarakat,
900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi sedang dan 10
dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai komplikasi serta penyakit
penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data diatas, sesuai
dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana

22
yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral serta melanjutkan pemberian
makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan
dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan
elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat.

Di dalam melakukan prosedur tatalaksana diare, petugas kesehatan harus


melakukan tahap demi tahap untuk membantu ibu/pengasuh dari balita penderita
diare dapat terlibat aktif dalam pengobatan diarebalitanya. Untuk mengatasi diare
dengan tanpa atau adanya dehidrasi dapat dilakukan sesuai dengan perencanaan
berikut (Kemenkes RI, 2011) :

Rencana pengobatan diare dibagi menjadi tiga (3) berdasarkan derajat


dehidrasi yang dialami oleh balita :

1. Rencana Terapi A, jika penderita diare tidak mengalami dehidrasi.

2. Rencana Terapi B, jika penderita diare mengalami dehidrasi ringan/sedang.

3. Rencana Terapi C, jika penderita diare mengalami dehidrasi berat.

23
24
2.1.9 Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera, kehilangan
cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok hipovolemik.
Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya hipokalemia dan
asidosis metabolic
Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok
hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut ginjal
dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila
penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak
tercapai
Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh
EHEC. Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni
12-14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi EHEC dengan 15
penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya dengan penggunaan antibiotik
masih kontroversial
Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut, merupakan
komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien
Guillain – Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Pasien
menderita kelemahan motorik dan mungkin memerlukan ventilasi mekanis.
Mekanisme penyebab sindrom Guillain – Barre belum diketahui.2 Artritis
pascainfeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp
2.1.10 Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik

25
BAB III

PENUTUP

Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, dapat


disimpulkan bahwa pasien atas namaJIYP, berusia 7Tahun 5 bulan, berjenis
kelamin perempuan di diagnosa gastroenteritis akut. Awalnya pasien menderita
diaresebelum di rawat inap ruangan. Pada pasien ini sudah diberikan terapi medis
berupa IVFD RL 20 gtt/i, inj. cefotaxim 1 gr/12 jam, inj. ranitidine 35 mg/8 jam,
PCT 500 mg 4x1, stesolid sup k/p, antasida syr 3x6 cc, domperidon syr 3x6 cc, zinc
20 mg 1x1, cefixime 2x1/2 cth, L-Bio 2x1,
Prognosis penyakit ini adalah dubia ad bonam untuk quo advitam quo
functionam, dan quo sanationam karena pasien sudah diberikan perawatan dan
terapi yang adekuat dan memberikan kesan perbaikan kesehatan yang baik. Setelah
5 hari dirawat inap di RSUD Pirngadi Medan, pasien telah sembuh dan
diperbolehkan pulang.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Fadli M.Y, Pratignyo, R.B, Ferdiansyah, Mutiara H, Astika D. 2016. Faktor-


faktor yang Mempengaruhi Diare Akut pada Balita. J Medula Unila.
Volume 6 (1).
2. Chow, C. M., Leung, A. K. C., & Hon, K. L. (2010). Acute gastroenteritis:
From guidelines to real life. Clinical and Experimental Gastroenterology,
3(1), 97–112. https://doi.org/10.2147/ceg.s6554
3. Hartman, S., Brown, E., Loomis, E., & Russell, H. A. (2019).
Gastroenteritis in children. Clinical evidence.
4. Oyofo, B. A., Lesmana, M., Subekti, D., Tjaniadi, P., Larasati, W., Putri,
M., Simanjuntak, C. H., Punjabi, N. H., Santoso, W., Muzhar, Sukarma,
Sriwati, Sarumpaet, S., Abdi, M., Tjindi, R., Ma’ani, H., Sumardiati, A.,
Handayani, H., Campbell, J. R., … Corwin, A. L. (2002). Surveillance of
bacterial pathogens of diarrhea disease in Indonesia. Diagnostic
Microbiology and Infectious Disease, 227–234.
5. Worldgastroenterology.org. (2021). English | World Gastroenterology
Organisation. [online] Available at: http://www.worldgastroenterology.org
/guidelines/global-guidelines/acutediarrhea/acute-diarrhea-english
[Accessed juli 2021]
6. Jurnalis YD, Sayoeti Y, Dewi S. Profil Gangguan Elektrolit Dan
Keseimbangan Asam Basa Pada Pasien Diare Akut Dengan Dehidrasi
Berat Di Ruang Rawat Inap Bagian Anak Rs Dr. M. Djamil Padang. Maj
Kedokt Andalas. 2018;32(1).
7. Pujiarto PS. Gastroenteritis Akut. Gastroentritis Akut. 2015. 1–8 p.
8. Kemenkes RI. (2011). Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Balita.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
9. Subagyo, B., & Santoso, N. B. (2009). Buku Ajar Gastroenternologi-
Hepatologi IDAI: Vol. Jilid 1 (pp. 90–125).
10. WHO. (2006). ORAL REHYDRATION SALTS Production of the New
ORS. In Department of Child and Adolescent Health and Development
(CAH) World Health Organization: Vol. WHO/FCH/CA.
https://doi.org/10.21088/per.2321.1644.4116.6

27
11. Pujiarto P sujud. Gastroenteritis Akut (GEA) Pada Anak. InHealth Gaz.
2014:1-8. https://www.mendeley.com/catalogue/8c7b0927-fad5-3898-
a3e6-85383b02b733/.
12. Wedayanti DP. Gastroenteritis Akut.; 2017.

28
29
LAMPIRAN
Grafik pertumbuhan CDC
BB/TB sesuai persentil usia

30
BMI sesuai persentil usia

31
Grafik Nellhaus

32
LAPORAN KASUS

I. Anamnesa Pribadi O.S


Nama : JIYP
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 08/04/2014
Agama : Protestan
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Kenari Raya, Medan, Sumatera Utara
Nama Ayah :J
Nama Ibu :I
Tanggal Masuk : 03/10/2021
No. RM : 00.93.87.75
Berat Badan : 31 kg.
Tinggi Badan : 130 cm.
Lingkar Kepala : 51 cm.
Status Gizi : Overweight

II. Anamnesa Mengenai Orang Tua O.S


Identitas Ayah Ibu
Nama J I
Umur 29 tahun 29 tahun
Suku/Bangsa Batak/Indonesia Batak/Indonesia
Agama Protestan Protestan
Pendidikan SD SMA
Pekerjaan Pekerjaan tidak tetap Wiraswasta

III. Riwayat Kelahiran O.S


Bayi lahir pada tanggal 08 April 2014 secara SC ditolong oleh dokter dengan
berat badan lahir 3600 gram dengan panjang badan lahir 50 cm, lingkar kepala

33
tidak diingat oleh ibu. Bayi segera menangis saat dilahirkan dan tidak ada
kelainan kongenital.

IV. Anamnesa Makanan


ASI : 6 bulan.
Susu formula : 6 bulan.
Bubur susu : 10 bulan.
Nasi tim :12 bulan.
Makanan dewasa : 14 bulan.

V. Imunisasi
BCG : 1 kali.
Polio : 3 kali.
Hepatitis B : 2 kali.
DPT : 3 kali.
Campak : 2 kali.
Kesan : lengkap dan teratur.

VI. Anamnesa Mengenai Penyakit O.S


(Keterangan didapat dari keluarga pasien/aloanamnesa)
Keluhan utama : diare.
Telaah : OS datang ke RSUD Pirngadi dan dirawat inap pada
tanggal 3 September 2021 dengan keluhan diare yang sudah dialami pasien sejak
1 hari yang lalu dengan frekuensi BAB lebih dari 3-4x/hari, konsistensi BAB air
lebih banyak dari pada ampas dan mengandung darah. Keadaan umum pasien
pada saat datang lemas namun tidak dijumpai tanda dehidrasi. OS juga
mengeluhkan nyeri perut sejak 1 hari yang lalu disertai mual muntah. Nyeri
dirasakan setiap kali OS merasa ingin buang air besar. OS juga mengalami
demam yang dirasakan sejak 1 hari yang lalu. Demam dikatakan mulai muncul

34
setelah pasien mengalami diare dan muncul secara mendadak tinggi. OS masih
mau untuk makan dan minum walaupun hanya sedikit-sedikit. Untuk aktivitas
BAK normal dengan frekuensi 4-5x/hari.

Riwayat penyakit terdahulu : pasien sebelumnya tidak pernah mengalami diare


yang sama seperti yang dikeluhkan saat sakit. Riwayat diare lama juga disangkal
oleh pihak keluarga. OS memiliki riwayat kejang sebelumnya.

Riwayat penggunaan obat : pasien belum sempat untuk mengkonsumsi obat anti
diare ataupun meminum larutan air gula dan garam.

Riwayat penyakit keluarga : tidak ada anggota keluarga yang mengalami


keluhan diare yang sama seperti yang dialami OS.

VII. Pemeriksaan Jasmani


Pemeriksaan Umum
Kesan Umum
Kesadaran : CM.
Tekanan Darah : 110/75 mmHg.
Frekuensi Nadi : 88x/menit.
Frekuensi Nafas : 24x/menit.
Suhu : 38oC.
BB : 31 kg.
TB : 130 cm.
Lingkar Kepala : 51 cm.
Status Gizi :

Status Lokalis
a) Kepala : normosefali.
Mata : refleks pupil (+/+), cekung (-/-), konjungtiva palpebra
anemis (-/-).

35
Hidung : deviasi septum nasi (-), pernapasan cuping hidung (-).
Telinga : discharge (-), hiperemis (-).
Mulut : lidah kotor (-).
b) Leher : pembesaran KGB (-).
c) Thorax
Jantung : I : ictus cordis tidak tampak.
P : ictus cordis tidak teraba.
P :dalam batas normal.
A : bunyi jantung I>bunyi jantung II, desah sistol (-).

Paru-paru :I : simetris fusiformis (+), retraksi dada (-).


P : stemifremitus kanan = kiri.
P : dalam batas normal.
A : suara pernapasan vesikuler, suara tambahan (-).
d) Abdomen: I : simetris.
A : peristaltik (+).
P : nyeri tekan (+) pada regio hipokondria kanan-kiri, hati dan
limpa dalam batas normal.
P : dalam batas normal.
e) Extremitas: Atas : akral hangat (+/+), sianosis(-), CRT <3 detik.
Bawah : akral hangat (+/+), sianosis(-), CRT <3 detik.
f) Genitalis : tidak dilakukan pemeriksaan.

36
Pemeriksaan darah rutin tgl 03/10/2021

WBC 15.33 103/μL 4-10


RBC 4.24 106/μL 3,5-5,5
HGB 11.6 g/dl 11-16
HCT 34.4 % 37-54
MCV 81.0 fL 80-100
MCH 27.4 Pg 27-34
MCHC 33.8 g/dl 32-36
PLT 286 103/μL 100-300
RDW-CV 12.7 % 11-16
RDW-SD 37.3 fL 35-56
MPV 7.8 fL 6.5-12
PDW 15.4 15-17
P-LCC 32 103/μL 30-90
P-LCR 11.1 % 11-45
PCT 0.223 % 0.108-0.282
Neutrofil# 13.22 103/μL 2-7
Limfosit# 1.26 103/μL 0.8-4
Monosit# 0.84 103/μL 0.12-1.2
Eosinophil# 0.00 103/μL 0.02-0.5
Basophil# 0.01 103/μL 0.0-0.1
IMG# 0.03 103/μL 0.0-99.9
Neutrofil 86.3 % 50-70
Limfosit 8.2 % 20-40
Monosit 5.4 % 3-12
Eosinofil 0.0 % 0.5-5
Basofil 0.1 % 0.0-1
IMG 0.2 % 0.0-100

37
Pemeriksaan Faeces Rutin tgl 04/10/2021

Pemer Hasil Nilai Rujukan


iksaan
Mikroskopis - warna Merah- 0.00 – 0.00
Mikroskopis - Encer - 0.00 – 0.00
konsistensi
Mikroskopis - lendir Positif/leukosit 0.00 – 0.00
>100/lpb-
Mikroskopis - darah Positif/eritrosit 0.00 – 0.00
>100/lpb-
Mikroskopis – Amuba Negatif- Negatif
Mikroskopis –Kista Negatif- Negatif
Mikroskopis –Telur Negatif- Negatif
Mikroskopis –Telur Negatif- Negatif
Ascaris
Mikroskopis – Telur Negatif- Negatif
Hookworm
Mikroskopis – Telur Negatif- Negatif
Oxyuris
Mikroskopis - Negatif- Negatif
TelurTrichuris

Rapid Tes Antigen SARS Cov-2 07/09/2021

Imunologi Hasil
Rapid Tes Antigen SARS Cov-2 Negatif

38
Foto thoraks tgl 03/10/2021

Rontgen Thoraks

Sinus costophrenicus kanan/kiri lancip, diaphragma kanan/kiri baik, jantung


bentuk dan ukuran baik, ctr<50%, corakan bronkovaskular kedua paru baik,
tidak tampak infiltrat dan aktif spesifik, tidak tampak infiltrat, konsolidasi dan
nodul opaque di paru kanan/kiri, tulang – tulang costa kanan/kiri, intacht.
Kesan Tidak Tampak Kelainan radiologi pada cor dan pulmo

Pemeriksaan Elektrolit tgl 03/10/2021


Pemer Hasil Nilai Rujukan
iksaan
Glukosa adrandom 117.00 mg/dL <140 mg/dL

Natrium 135.00 mmol/L 136.00 – 155.00


Kalium 3.70 mmol/L 3.50 – 5.50
Klorida 106.00 mmol/L 95.00 – 103.00

Diagnosa Banding

- Gastroenteritis akut

- Disentri (Shigelosis/Amebiasis

- Kolera

Diagnosa Kerja

- Gastroenteritis Akut tanpa Dehidrasi

39
Tata laksana

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj Cefotaxim 1 mg/ 8 jam

- Inj Ranitidin 35 mg/ 8 jam

- Paracetamol 4 x 500 mg

- Probiotik 1 x 1

- Diet M-II

Follow Up Pasien

04-10-2021 S : demam (+), diare (+)


nyeri perut (+)
O : sense : compos mentis
HR : 88 x/i.
RR : 22 x/i
T : 40 oC
peristaltik (+)
A : gastroenteritis tanpa
dehidrasi
P : IVFD RL 20 gtt/i
Inj Cefotaxim 1 gr/ 8
jam
Inj Ranitidin 35 mg/ 8
jam
Pct 4 x 500 mg
Probiotik 1 x 1
05-10-2021 Diet bubur ayam Rencana EEG

40
S : demam (-), diare (+)
O : sense : compos
mentis,
HR : 84 x /i
RR : 24 x /i
T : 36.5 oC
peristaltik (+)
A : gastroenteritis akut
P : Cefixim 2x1 ½ cth
Zinc 1x20 mg
L-bio 2x1
06-10-2021 diet M-II

S : demam (-) diare (-)


O : sense : compos mentis
HR : 80 x/ i
RR : 29 x/i
T : 36 oC
peristaltik (+)
A : gastroenteritis akut
P : Cefixim 2x1 ½ cth
Zinc 1 x 20 mg
07-10-2021 L-bio 2 x 1
Diet M-II

S : demam (-), diare (-)


O : sense : compos mentis
HR : 82 x/i
RR : 22 x/i
T : 36.5 C

41
A = gastroenteritis akut
P = Cefixim 2x1 ½ cth
Zinc 1 x 20 mg
L-bio 2 x 1
Diet M-II

42

Anda mungkin juga menyukai