Anda di halaman 1dari 69

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA KUSTA

UNTUK DOKTER UMUM


dr. Agustina Tri Pujiastuti SpKK
• Pengantar
• Definisi
• Etiologi
• Pathogenesis
• Transmisi
• Diagnosis
• Diagnosis Banding
• Klasifikasi
• Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
• Tatalaksana
• Kusta saat ini disebut sebagai Neglected Tropical Disease
endemik di beberapa bagian benua Asia, Afrika dan
Amerika
• Berdasarkan data pada tahun 2017 World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa Indonesia
termasuk dalam 3 besar negara dengan angka kejadian
kasus baru kusta di dunia
• India, Brazil, dan Indonesia berkontribusi terhadap kejadian
kasus baru kusta di seluruh dunia sebanyak 80.2%
• Sering memberikan stigma → disabilitas dan deformitas
Kusta
• Penyakit infeksi kronis granulomatosus yang
secara primer menyerang kulit dan saraf perifer
• Disebabkan oleh Mycobacterium leprae
• Jaringan lain→ mata, saluran pernapasan atas,
tulang, otot dan testis
Etiologi
• Mycobacterium leprae dan Mycobacterium lepromatosis
• Mycobacterium leprae :
 Gerhard Armauer Hansen pada tahun 1873 pertama kali menggambarkan basil M. leprae
 Bakteri tahan asam obligat intraseluler
 Berukuran 4-7 μm dan hanya bisa dikultur pada telapak kaki tikus atau Armadillo
 Tropisme terhadap sel-sel sistem retikuloendotelial dan sistem saraf perifer (sel Schwann)
 M. leprae tumbuh lambat dan sangat terbantu oleh suhu dingin

• Mycobacterium lepromatosis :
 Ditemukan sebagai penyebab kusta pada tahun 2008 di Mexico
 Fenomena Lucio
Transmisi
• Droplet aerosol dari pasien kusta dapat berinokulasi
pada mukosa nasal individu sehat
• Kontak kulit lama dapat juga menyebabkan transmisi
terutama kontak dengan pasien Lepromatous leprosy
akibat banyaknya kuman M. leprae pada dermis
superficial
• Masa inkubasi : 3-10 tahun
• 90% manusia memiliki kekebalan alami terhadap M.
leprae
DIAGNOSIS
CARDINAL SIGN:
• Bercak hipopigmentasi (atau eritematosa)
bersifat anastesi pada kulit, atau
• Keterlibatan saraf perifer, ditunjukkan dengan
penebalan dan anastesi, atau
• Hapusan kulit positif untuk bakteri tahan asam
atau kuman ditemukan pada biopsi
Diagnosis Banding
 Makula hipopigmentasi : leukoderma, vitiligo, tinea
versicolor, pitiriasis alba, morfea dan skar
 Plak eritema : tinea korporis, lupus eritematosus,
granuloma anulare, sifilis sekunder, sarkoidosis,
leukemia kutia, dan mikosis fungoides
 Ulkus : ulkus diabetik, ulkus kalosum, frambusia, dan
penyakit Raynaud dan Buerger
 Neuropati perifer : neuropati diabetik, amiloidosis
saraf, dan trauma
Klasifikasi
• Klasifikasi untuk kepentingan riset • Klasifikasi untuk kepentingan program
menggunakan klasifikasi Ridley- kusta berkaitan dengan pengobatan
Jopling (1962) (WHO 1988)
1. Tuberculoid (TT) 1. Pausibasilar (PB)
Kusta tipe TT, dan BT sesuai klasifikasi
2. Borderline Tuberculoid (BT) Ridley dan Jopling dan tipe I dengan
3. Borderline-borderline Mid- BTA negatif.
borderline (BB) 2. Multibasilar (MB)
4. Borderline-lepromatous (BL) Kusta tipe BB, BL, LL menurut
klasifikasi Ridley dan Jopling dan
5. Lepromatosa (LL) semua tipe kusta dengan BTA positif
Klasifikasi Ridley Jopling
I TT BT BB BL LL
Lesi kulit Makula Plak infiltrat Plak infiltrat Plak dan lesi Makula, plak, Makula, papula,
punched-out papula infitratif nodula, infiltrasi
berbentuk kubah difus

Jumlah 1-5, sering 1-5, sering Tunggal, biasanya Banyak Banyak Sangat banyak
hipopigmentasi hipopigmentasi disertai lesi
satelit, atau >5
lesi

Distribusi Bervariasi Lokal, asimetris Tidak difus, Tampak Cenderung Simetris


simetris Asimetris simetris
Batas lesi Tidak selalu jelas Batas jelas Batas jelas Batas tak jelas Batas tak jelas Batas tak jelas
dan sukar
dibedakan
dengan kulit
normal

Sensasi sensoris Terganggu Mati rasa Mati rasa Berkurang Berkurang Tidak terganggu

Bakteri pada lesi Biasanya tidak Tidak ditemukan Sedikit Banyak Banyak Banyak (globi)
kulit ditemukan ditemukan
(1+)
Bentuk kusta lain:
Kusta Neural
• Kusta tipe neural murni atau disebut juga pure neural
leprosy atau primary neuritic leprosy merupakan
infeksi M. leprae yang menyerang saraf perifer
disertai hilangnya fungsi saraf sensoris pada area
distribusi dermatomal saraf tersebut, dengan atau
tanpa keterlibatan fungsi motoris, dan tidak
ditemukan lesi pada kulit
Kusta Histoid
• Merupakan bentuk kusta lepromatosa dengan
karakteristik klinis, histopatologis, bakterioskopis,
dan imunologis yang berbeda
• Faktor yang berpengaruh antara lain: pengobatan
ireguler dan inadekuat, resistensi dapson, relaps
setelah release from treatment (RFT), atau
adanya organisme mutan Histoid bacillus serta
dapat juga merupakan kasus de novo
PEMERIKSAAN KUSTA
Pemeriksaan Penunjang
1. Bakterioskopik: sediaan slit skin smear atau kerokan
jaringan kulit dengan pewarnaan Ziehl Neelsen
2. Bila diagnosis meragukan, dapat dilanjutkan dengan
pemeriksaan biopsi dan histopatologi, serta
pemeriksaan serologi (PGL-1) atau PCR
Pengambilan sediaan pemeriksaan
bakteri tahan asam
• Jumlah pengambilan sediaan hapus jaringan kulit minimal dilaksanakan di tiga tempat, yaitu :
– Cuping telinga kiri
– Cuping telinga kanan
– Bercak yang paling aktif
Langkah-langkah
pewarnaan Ziehl nelson
• Permukaan kulit pada bagian yang akan di ambil dibersihkan dengan kapas alcohol 70%

• Jepitlah kulit pada bagian tersebut dengan forcep atau dengan jari tangan untuk menghentikan
aliran darah kebagian tersebut

• Dengan pisau kecil steril (pisau celup spiritus kemudian dibakar) kulit disayat kurang lebih 5mm.
dalamnya 2mm agar mencapai dermis. Bila terjadi pedarahan, bersihkan dengan kapas
• Keroklah tepi dasar sayatan secukupnya dengan menggunnakan punggung mata pisau seperti di
dapat semacam bubur jaringan dari dermis dan epidermis. Kemudian dikumpulkan dengan skapel
pada kaca objek

• Lakukan fiksasi di atas nyala api

• Sediaan yang telah jadi diwarnai dengan pewarnaan baku Ziehl Nielsen
Index morfologi : jumlah M.Leprae yang berberntuk utuh/solid per 100 M.Leprae
IM : Jumlah BTA yang utuh x 100%
Jumlah seluruh BTA
Pemeriksaan fisik meliputi:
1. Inspeksi
• Dengan pencahayaan yang cukup (sebaiknya dengan sinar oblik), lesi kulit (lokasi dan
morfologi) harus diperhatikan
2. Palpasi
• Kelainan kulit: nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus, khususnya pada tangan dan kaki
• Kelainan saraf: pemeriksaan saraf tepi (pembesaran, konsistensi, nyeri tekan, dan nyeri
spontan)
3. Tes fungsi saraf
• Tes sensoris: rasa raba, nyeri, dan suhu
• Tes otonom
• Tes motoris: voluntary muscle test (VMT)
Saraf yang paling umum terkena pada kusta
Pemeriksaan saraf

• Pemeriksaan Nervus Auricularis Magnus


• Pemeriksaan Nervus Ulnaris
• Pemeriksaan Nervus Peroneus Komunis
• Pemeriksaan Nervus Tibialis Posterior
Pemeriksaan penebalan saraf
nervus auricularis magnus

1/3 atas m.scm,cari bentukan seperti kabel menyilang m.scm kemudian digulirkan
Pemeriksaan penebalan saraf nervus ulnaris

Raba nervus ulnaris didalam sulkus nervus ulnaris yaitulekukan diantara olecranon dan epicondilus medialis
Pemeriksaan penebalan saraf nervus Peroneous comunis/
poplitea latelaris

Jari telunjuk&jari tengah pemeriksa pada pertengahan betis bagian luar


Sambil meraba ke atas sampai menemukan caput fibula kemudian meraba n.peroneus 1cm ke arah belakang
• Setiap selesai melakukan pemeriksaan masing-
masing pemeriksaan harus diberikan kesimpulan.
Contoh :
– Terdapat / tidak pembesaran saraf nervus
auriculris magnus dextra/sinistra
– Jika terdapat deskripsikan : size (membesar/tidak),
shaped (keras), texture (seperti kabel), tenderness
(nyeri)
PEMERIKSAAN MOTORIK (KEKUATAN OTOT)

• Fungsi motorik Nervus Fascialis


• Fungsi motorik Nervus Radialis
• Fungsi motorik Nervus Ulnaris
• Fungsi motorik Nervus Medianus
• Fungsi motorik Nervus Peroneous Comunis
Pemeriksaan fungsi motorik nervus fascialis

• Memejamkan mata, dilihat ada celah


atau tidak
• Meminta pasien menahan sekuat
mungkin kemudian pemeriksa
membuka palpebra sup&inf
bersamaan
• Bandingkan kanan kiri
Pemeriksaan fungsi motorik
nervus radialis
• Menggerakan pergelangan tangan px yang terkepal ekstensi
• Px bertahan pada posisi ekstensi,pemeriksa menekan ke bawah
Pemeriksaan fungsi motorik
nervus ulnaris
• Telapak tangan px menghadap ke atas dan posisi ekstensi
• Minta px adduksi dan abduksi kelingking dari jari-jarinya
Pemeriksaan fungsi motorik
nervus medianus
• Telapak tangan px menghadap ke atas dan posisi ekstensi
• Ibu jari px ditegakkan ke atas sehingga tegak lurus telapak tangan
• Jari telunjuk pemeriksa menekan pangkal ibu jari px
Pemeriksaan nervus
peroneus comunis
• Mengangkat ujung kaki dengan tumit dilantai
• Pemeriksa menekan punggung kaki ke bawah
PEMRIKSAAN SENSIBILITAS

• Pemeriksaan suhu
• Pemeriksaan rasa nyeri
• Pemeriksaan rasa raba
Pemeriksaan suhu

Suhu panas : 40 derajat,suhu dingin : 20 derajat


Pada area kulit normal dahulu kemudian bergantian
Pemeriksaan rasa nyeri

Pada area normal dahulu kemudian pasien menutup mata dilakukan bergantian area lesi dan non lesi
Pemeriksaan rasa raba

Ujung dari kapas secara tegak lurus pada lesi yang dicurigai
(dari tengah ke tepi lesi)
Px menunjuk kulit yang kita sentuh dan dilakukan dengan mata terbuka
TATALAKSANA
Tujuan Pengobatan
 Menyembuhkan pengidap kusta
 Memutuskan rantai penularan
 Mencegah terjadinya kecacatan atau bertambahnya
cacat sebelum pengobatan
Dosis anak dibawah 5 tahun disesuaikan dengan berat badan:
a. Rifampisin : bulanan 10 – 15 mg/kgBB
b. Dapson : bulanan atau harian 1 – 2 mg/kgBB
c. Klofazimin : bulanan : 6 mg/kgBB, harian : 1 mg/kgBB
Rifampicin
• Derivat semisintetik Rifamycin
• Bakterisid kuat
• Menghambat sintesis RNA bakteri M. leprae
• Dapat melewati sawar darah otak dan plasenta
• Efek samping : perubahan warna pada urine, keringat
menjadi merah-oranye, pruritus, ruam kulit, loss of
appetite, mual, muntah, diare, malaise, purpura, epistaksis,
flu like syndrome, ikterus (gangguan fungsi liver), dan gagal
ginjal
Dapson
• Golongan Sulfa (4.4 diaminodiphenyl sulfone)
• Bakteriostatik dan anti inflamasi
• Menghambat metabolisme folat dari bakteri
• Efek samping : anemia hemolitik pada defisiensi
G6PD, ruam gatal-gatal kemerahan, kerusakan hepar,
gangguan GIT, drug hypersensitivity syndrome
Klofazimin
• Antibakterial lemah, antiinflamasi
• Efek samping: hiperpigmentasi kulit, kekeringan kulit
serta gangguan GIT
Pemakaian regimen MDT-WHO pada pasien
dengan keadaan khusus

Pengobatan kusta selama kehamilan dan menyusui


WHO : MDT Belum ada
standar aman laporan mengenai
Obat dapat
Sering selama masa Tidak diperlukan efek simpang
melewati air susu
eksaserbasi pada kehamilan dan perubahan dosis obat pada bayi
ibu dalam jumlah
masa kehamilan menyusui baik pada MDT kecuali
kecil
untuk ibu pewarnaan kulit
maupun bayinya akibat klofazimin
Pengobatan kusta pada penderita TB
• Obat anti TB tetap diberikan bersamaan dengan pengobatan MDT untuk
kusta
• Pasien TB yang menderita kusta tipe PB : pengobatan kusta cukup
ditambahkan dapson 100 mg karena rifampisin sudah diperoleh dari obat
TB, lama pengobatan tetap sesuai dengan jangka waktu pengobatan PB
• Pasien TB yang menderita kusta tipe MB : pengobatan kusta cukup dengan
dapson dan lampren karena rifampisin sudah diperoleh dari obat TB, lama
pengobatan tetap disesuaikan dengan jangka waktu pengobatan MB
• Jika pengobatan TB sudah selesai, maka pengobatan kusta kembali sesuai
blister MDT
Pengobatan kusta pada penderita
yang disertai infeksi HIV
• Manajemen pengobatan pasien kusta yang disertai
infeksi HIV sama dengan menajemen untuk
penderita non HIV
TATALAKSANA ALTERNATIF
 Penyebab : alergi obat, menderita penyakit penyerta hepatitis kronis, atau terinfeksi
dengan kuman yang resisten dengan rifampisin
 Pasien dengan kuman resisten terhadap rifampisin, biasanya resisten juga terhadap DDS
Pasien yang menolak klofazimin Pasien yang tidak dapat mengonsumsi DDS
Klofazimin dalam MDT 12 bulan : • Bila dapson menyebabkan terjadinya efek
simpang berat, seperti sindrom dapson (sindrom
 Ofloksasin 400 mg/hari atau minosiklin hipersensitivitas obat) -> segera dihentikan
100 mg/hari selama 12 bulan atau • Pasien MB : MDT tetap dilanjutkan tanpa
 Rifampisin 600 mg/bulan, ofloksasin dapson selama 12 bulan
400 mg/bulan dan minosiklin 100 • Pasien PB : dapson diganti dengan klofazimin
mg/bulan selama 24 bulan dengan dosis sama dengan MDT tipe MB selama
6 bulan
Non Medikamentosa
 Rehabilitasi medik : fisioterapi, penggunaan
protease dan terapi okupasi
 Rehabilitasi non medik : rehabilitasi mental, karya
dan sosial
 Edukasi kepada pasien, keluarga, dan masyarakat :
menghilangkan stigma
 Setiap kontrol harus dilakukan pemeriksaan untuk
pencegahan disabilitas
• Release From Treatment (RFT) : dinyatakan setelah
dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan
laboratorium (PB : 6-9 bulan, MB :12-18 bulan)
• Putus obat (default) : Penderita Kusta PB tidak
mengambil/minum obatnya lebih dari 3 bulan dan
Penderita Kusta MB lebih dari 6 bulan secara
kumulatif
Relaps
• Relaps atau kambuh : sebelumnya penderita kusta sudah pernah dinyatakan sembuh atau
telah menyelesaikan pengobatan MDT → timbul lesi kulit baru di tempat yang berbeda dan
bukan lesi lama yang bertambah aktif
• Relaps juga jika terdapat penebalan saraf baru yang disertai defisit neurologis yang
sebelumnya tidak ada
• Relaps MB : pada pemeriksaan ulang BTA setelah RFT terjadi peningkatan Indeks Bakteri 2+
atau lebih bila dibandingkan dengan indeks bakteri saat diagnosis
• Apabila tidak dilakukan pemeriksaan BTA saat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan Indeks
Morphology → positif → relaps
• MDT maksimal 24 bulan dengan follow up pemeriksaan MI setiap 3 bulan → MI negatif →
MDT dihentikan
• Jika di akhir bulan ke 24 hasil MI masih positif maka harus dilakukan pemeriksaan resistensi
MDT
Kesimpulan
• Kusta merupakan penyakit infeksi kronis granulomatosus
yang secara primer menyerang kulit dan saraf perifer
• Transmisi melalui kontak erat pada manusia melalui droplet
aerosol
• Penegakkan diagnosis melalui 3 tanda kardinal
• Penegakkan diagnosis yang tepat, baik melalui pemeriksaan
fisik maupun BTA penting untuk menentukan pemberian
regimen terapi MDT dan memutus rantai penularan
penyakit kusta

Anda mungkin juga menyukai