Anda di halaman 1dari 59

FOCUSED GROUP DISCUSSION

SKENARIO 1
Berat Badan Bayi Lahir Rendah

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5:

1. Trias Ditia Bunga Pratiwi 17710178


2. Ahmad Tio Syafrizal 19710002
3. Anggi Agustinasari Widodo 19710008
4. Talitha Ivana Astri Islamey 19710009
5. M. Raihan Rustan 19710010
6. Cynthia Mustika Anggraini 19710024
7. Findri Adi Asy’ari 19710068

PEMBIMBING : Prof. H. Didik Sarudji, M.Sc

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Berkat rahmat

dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan skenario pada Focus Group

Discussion ini.

Kami ucapkan terimakasih kepada Prof. H. Didik Sarudji, M.Sc yang telah

membimbing kami dalam menganalisa kasus pada skenario ini serta kepada

semua pihak yang membantu dalam penyusunan laporan ini sehingga laporan ini

dapat kami selesaikan tepat waktu. Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh

dari kata sempurna,maka dari itu, kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat kami harapkan guna mengembangkan laporan ini.

Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat dan dapat berguna di

kemudian hari bagi kita semua.

Surabaya, Agustus 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGATAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI….....................................................................................................ii

BAGIAN KESATU: IDENTIFIKASI MASALAH DAN RUMUSAN

MASALAH

A. Skenario..........................................................................................................1
1. Skenario....................................................................................................1
2. Learning Objective...................................................................................2
B. Identifikasi Masalah.......................................................................................2
C. Analisis dan Pembahasan...............................................................................3
D. Pembahasan....................................................................................................3
E. Diagram Fish Bone.........................................................................................8
F. Rumusan Masalah..........................................................................................9
G. Tujuan.............................................................................................................9
1. Tujuan Umum...........................................................................................9
2. Tujuan Khusus..........................................................................................9

ii
BAGIAN KEDUA: LAPORAN FOCUSSED GROUP DISSCUSSION

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................10
B. Rumusan Masalah..........................................................................................13
C. Tujuan ............................................................................................................13
1. Tujuan Umum...........................................................................................13
2. Tujuan Khusus..........................................................................................13

BAB II ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis...........................................................................................................14
1. Identifikasi masalah.................................................................................14
2. Analisis masalah......................................................................................14
3. Konsep sebab-akibat...............................................................................22
B. Pembahasan....................................................................................................24
1. Input........................................................................................................24
2. Process....................................................................................................25
3. Environment............................................................................................27

BAB III PENYUSUNAN PROGRAM BBLR

A. Upaya promosi Kesehatan tentang BBLR......................................................30


B. Upaya Menurunkan Faktor Resiko BBLR.....................................................34
C. Upaya Pengaktifan Pelayanan ANC...............................................................34
D. Upaya Penatalaksanaan Kasus BBLR............................................................35

BAB IV PENYUSUNAN KEGIATAN PRIORITAS

A. Jenis Kegiatan.................................................................................................37
B. Penentuan Prioritas Kegiatan.........................................................................37
C. Kegiatan Prioritas...........................................................................................38
D. Rencana Kegiatan Prioritas............................................................................39

iii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.....................................................................................................42
B. Saran...............................................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAGIAN KESATU

IDENTIFIKASI MASALAH

DAN

RUMUSAN MASALAH
1

IDENTIFIKASI MASALAH DAN RUMUSAN MASALAH

A. Skenario

BERAT BAYI LAHIR RENDAH

1. Skenario

dr. Eva seorang dokter di Puskesmas Anggrek. Di wilayah kerja dr.

Eva merupakan daerah terpencil dimana masyarakatnya hanya

mengandalkan hutan sebagai sumber mata pencahariannya, mayoritas

penduduk hanya menamatkan Sekolah Dasar. Terlebih lagi anak

perempuan disana banyak yang menikah dini dengan alasan untuk

meringankan beban orang tua. Masih banyak dijumpai kasus BBLR di

Wilayah Puskesmas Anggrek. Berdasarkan data laporan Tahunan

Puskesmas Anggrek diperoleh data BBLR sebagai berikut:

Tahun Tahun Tahun

2013 2014 2015

15,8 % 16,1 % 16,5 %

Ibu hamil enggan untuk memeriksakan kehamilannya, padahal

banyak dijumpai ibu hamil dengan kondisi anemia dan status gizi kurang.

Diperparah dengan kurang aktifnya Posyandu yang tidak konsisten dalam

memberikan pelayanan pada masyarakat. Hanya 50% dari ibu hamil yang

melakukan ANC dan 40% K4. Apa yang harus dilakukan dr. Eva untuk

mengatasi hal tersebut.


2

2. Learning obyektif

Setelah membahas skenario ini mahasiswa mampu :

a. Menjelaskan masalah BBLR di Indonesia

b. Menjelaskan penyebab BBLR

c. Menjelaskan tanda – tanda BBLR

d. Mahasiswa mengetahui program penanggulangan BBLR

e. Mahasiswa mampu membuat RPK untuk penurunan angka BBLR

B. Identifikasi Masalah

Dari Skenario diatas, dapat diperoleh masalah sebagai berikut:

1) Wilayah penduduk merupakan daerah terpencil

2) Tingkat Pendidikan yang rendah

3) Banyaknya anak perempuan yang menikah dini

4) Tingkat ekonomi yang rendah

5) Semakin meningkatnya kasus BBLR

6) Ibu hamil enggan memeriksakan kehamilannya

7) Banyak ibu hamil dengan kondisi anemia

8) Banyak ibu hamil dengan status gizi kurang

9) Kurang aktifnya posyandu dalam memberikan pelayanan pada

masyarakat

10) Hanya 50% ibu hamil yang melakukan ANC

11) Hanya 40% ibu hamil yang melakukan K4

C. Analisis dan Pembahasan


3

Konsep Sebab (faktor resiko) dan Akibat (masalah Kesehatan)

SEBAB AKIBAT

o daerah terpencil

o penduduk hanya menamatkan Sekolah Dasar

o menikah dini

o meringankan beban orang tua

o enggan untuk memeriksakan kehamilannya BBLR

o kondisi anemia TERUS

o status gizi kurang MENINGKAT

o kurang aktifnya Posyandu

o Hanya 50% dari ibu hamil

o 40% K4.

D. Pembahasan

1. Hubungan Daerah Terpencil dengan Angka kejadian BBLR

Desa yang terpencil sering kali memiliki masalah pada kesehatan,

karena pada daerah terpencil mengakses fasilitas kesehatan sedikit susah.

Hal itu dapat menyebabkan malasnya atau tidak patuhnya ibu hamil

untuk memeriksakan kandungannya dengan baik dan benar. Karena

kurangnya perhatian dari pihak kesehatan maka dapat menjadi salah satu

faktor pencetus terjadinya bayi dengan berat lahir lahir rendah.

Desa yang terpencil sering kali berkaitan dengan tingkat

pendapatan yang rendah karena sumber daya penghasilannya hanya dari


4

satu sumber yaitu hutan. Rendahnya tingkat penghasilan penduduk di

sekitar Puskesmas Anggrek memberikan dampak pada pengetahuan dan

status gizi dari sang ibu yang dimana juga akan berdampak pada sang

bayi yaitu memmiliki berat badan lahir yang rendah.

2. Hubungan Tingkat Pendidikan Rendah dengan Angka Kejadian BBLR

Penduduk sekitar puskesmas anggrek merupakan masyarakat

dengan tamatan sekolah dasar. Tingkat pendidikan di desa sekitar

puskesmas Anggrek cendurung rendah. Tingkat pendidikan yang rendah

menyebabkan informasi yang didapat juga menjadi sedikit dan

pengertian mengenai kesehatan janin pun juga kurang ibu menjadi

kurang patuh dalam memeriksakan kadungannya, Dengan kurangnya

pengetahuan dari kesehatan Janis dan ibu, maka dapat menyebabkan

masalah kesehatan yang beresiko menyebabkan bayi lahir dengan berat

badan yang rendah.

3. Hubungan Pernikahan Dini dengan Angka Kejadian BBLR

Pernikahan dini pada penduduk sekitar Puskesmas Anggrek sangat

tinggi. Pernikahan dini ini dilakukan karena ingin meringankan beban

dari keluarga atau orang tua. Pernikahan dini dilakukan oleh perempuan

yang masih belum cukup umur untuk menikah secara legal. Selain itu

pernikahan dini dapat mengakibatkan munculnya resiko kesehatan bagi

perempuan. Pada hal ini pernikahan dini dapat mengakibatkan BBLR

karena kehamilan remaja masih beresiko dalam kesehatan bayi dan janin.

4. Hubungan Tingkat Ekonomi Rendah dengan Angka Kejadian BBLR


5

Tingkat ekonomi berpengaruh pada kesehatan janin dan ibu. Pada

tingkat ekonomi yang tinggi maka kebutuhan ibu terhadap Bayi dapat

dengan mudah dipenuhi dan janin dapat tumbuh dengan baik. Sedangkan

pada tingkat ekonomi yang rendah ibu cenderung tidak dapat memenuhi

kebutuhan ibu beserta janin, gizi dan suplemen tidak dapat di dapatkan

dengan mudah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya bayi dengan berat

badan lahir rendah. Tingkat ekonomi yang rendah sendiri dapat di

sebabkan oleh lokasi desa yang terpencil dan tidak beragamnya lapangan

kerja di desa tersebut.

5. Hubungan Ibu Hamil yang enggan memeriksakan kehamilannya terhadap

angka kejadian BBLR

Ibu hamil yang enggan memeriksakan kehamilannya tidak lepas

dari kurangnya kesadaran diri ibu hamil terhadap pentingnya pemeriksaan

antenatal untuk mencegah masalah kesehatan dalam kehamilan yang

dalam hal ini khusunya mencegah BBLR. Kurangnya keaktifan posyandu

ditambah rendahnya tingkat Pendidikan berpengaruh dalam hal ini.

Selanjutnya, masalah kesehatan kehamilan yang mungkin akan timbul

tidak dapat diatasi yang dapat merupakan faktor resiko terjadinya BBLR

6. Hubungan Ibu Hamil dengan Anemia terhadap Angka Kejadian BBLR

Ibu hamil yang mengalami anemia dapat disebabkan oleh

rendahnya tingkat pendidikan, karena kurangnya pengetahuan mengenai


6

gizi apa saja yang diperlukan saat hamil. Ibu hamil memerlukan kebutuhan

zat Besi dua kali lipat apabila tidak dipenuhi dapat menyebabkan kelainan

pada janin atau bahkan ibunya. Zat besi sendiri juga berguna dalam

pembentukan serta penumbuhan saraf dan otak bayi Karena itu

kekurangan zat Besi pada bayi dapat menyebabkan gagal tumbuh.

7. Hubungan Ibu Hamil dengan Status Gizi Kurang terhadap Angka Kejadian

BBLR

Tingkat ekonomi yang rendah serta tingkat pendidikan yang rendah

pula dapat menyebabkan seorang ibu hamil susah untuk memenuhi

kebutuhannya saat hamil. Pada saat hamil ibu di anjurkan untuk makan

makanan yang bergizi untuk ibu maupun untuk perkembangan janin.

Apabila gizi tidak terpenuhi maka pertumbuhan janin juga akan

mengalami kelainan dan dapat mengakibatkan lahirnya bayi dengan berat

badan rendah.

8. Hubungan Kurang Aktifnya Posyandu terhadap Angka Kejadian BBLR

Kurang aktifnya posyandu ditambah dengan tingkat pendidika

yang rendah di wilayah Puskesmas Anggrek dapat menyebabkan

kurangnya kesadaran diri ibu hamil untuk memeriksakan kehamilanya dan

menurunnya jumlah kunjungan ibu hamil. Begitu juga halnya menurut

Fatimah et al tahun 2017 mengenai ibu hamil yang menerima kualitas

pelayanan antenatal yang buruk karena tidak mendapatkan pelayanan

standar ANC dengan lengkap lebih beresiko melahirkan bayi BBLR.


7

9. Hubungan kurang berjalannya program ANC terhadap Angka kejadian

BBLR

Kunjungan ANC sangat penting bagi ibu hamil sebagai sarana

untuk mendapatkan promosi kesehatan dan pelayanan kesehatan sebagai

upaya preventif terhadap berbagai masalah kesehatan dalam kehamilan

untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian

kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan. Jika ibu hamil mau

melakukan pemeriksaan melalui kunjungan ANC, maka kelainan yang

mungkin akan timbul cepat diketahui dan segera diatasi sebelum

berpengaruh buruk pada kehamilan. Salah satu tujuan pemeriksaan

kehamilan ini adalah agar bayi dapat lahir dengan tumbuh kembang secara

normal sehingga dapat mencegah BBLR.

10. Hubungan Kurang Patuhnya Pemeriksaan K4 terhadap Angka Kejadian

BBLR

Jumlah kunjungan pemeriksaan ibu hamil terhadap kesehata

kehamilan juga berpengaruh terhadap angka kejadian BBLR. Penelitian

dari Fatimah et al tahun 2017 mengatakan bahwa ibu yang melakukan

pemeriksaan kehamilan atau ANC kurang dari 4 kali lebih beresiko

melahirkan bayi BBLR. Dari uraian tersebut, terlihat bahwa pemeriksaan

kehamilan memiliki keterkaitan dengan angka kejadian BBLR.

E. Diagram Fish Bone


Tingkat
8

pendapatan
PROCES
PROCES rendah
INPUT
INPUT
SS
Kurangny
a
Desa lapangan
METHO pekerjaa
terpe
D n
ncil
MON
EY
M
AN
Tingkat
Pendidik
an dan FACILITY
MANAG pendap
EMENT atan
rendah
Kurang Kurangn
berjalann Perni Status ya
ya kaha gizi sarana

F. Rumusan Masalah
program n yang dan
kerja dini kurang prasara
Posyandu na PENINGKAT
AN KASUS
BBLR
KEBIJA
KAN
ORGANI
SASI Tidak ada
Desa informasi
terpenc Pengendalian
il dan BBLR
9

Dari identifikasi permasalahan dan hasil analisis di atas maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana cara menanggulangi

kejadian BBLR di Puskesmas Anggrek ?”

G. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui cara penanggulangan Kejadian BBLR di Puskesmas

Anggrek

2. Tujuan khusus

a. Upaya/kegiatan promosi kesehatan sebagai pencegahan BBLR

pada masyarakat disekitar Puskesmas Anggrek.

b. Upaya/kegiatan menurunkan faktor resiko BBLR disekitar

Puskesmas Anggrek.

c. Upaya/kegiatan perbaikan program ANC (Ante Natal Care) untuk

penurunan angka BBLR disekitar Puskesmas Anggrek.

d. Upaya/kegiatan penatalaksanaan bayi lahir dengan BBLR.


BAGIAN KEDUA

LAPORAN FOCUSSED GROUP DISCUSSION

SKENARIO: BBLR
10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi yang lahir

dengan berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan prediktor

tertinggi angka kematian bayi, terutama dalam satu bulan pertama kehidupan

(Kemenkes RI, 2015). Bayi BBLR mempunyai risiko kematian 20 kali lipat

lebih besar di bandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal.

Lebih dari 20 juta bayi di seluruh dunia lahir dengan BBLR dan 95.6% bayi

BBLR lahir di negara yang sedang berkembang, contohnya di Indonesia.

Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2014-2015, angka

prevalensi BBLR di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 9% dengan

sebaran yang cukup bervariasi pada masing-masing provinsi.Angka terendah

tercatat di Bali (5,8%) dan tertinggi di Papua (27%),sedangkan di Provinsi

Jawa Tengah berkisar 7% (Kemenkes RI,2015).

BBLR disebabkan oleh usia kehamilan yang pendek (prematuritas),

dan IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) yang dalam bahasa Indonesia

disebut Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau keduanya. Kedua penyebab

ini dipengaruhi oleh faktor risiko, seperti faktor ibu, plasenta, janin dan

lingkungan. Faktor risiko tersebut menyebabkan kurangnya pemenuhan

nutrisi pada janin selama masa kehamilan. Bayi dengan berat badan lahir

rendah
11

umumnya mengalami proses hidup jangka panjang yang kurang baik. Apabila

tidak meninggal pada awal kelahiran, bayi BBLR memiliki risiko tumbuh dan

berkembang lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat

badan normal. Selain gangguan tumbuh kembang, individu dengan riwayat

BBLR mempunyai faktor risiko tinggi untuk terjadinya hipertensi, penyakit

jantung dan diabetes setelah mencapai usia 40 tahun (Juaria dan Henry,

2014).

Di tambah lagi pada jurnal penelitian Media Gizi Indonesia, Vol. 10,

No. 1 Januari–Juni 2015: hlm. 57–63 oleh Hidayatush Sholiha dan Sri

Sumarmi Universitas Airlangga Surabaya dengan hasil yaitu, Usia ibu saat

hamil, tingkat pendidikan, dan umur kehamilan memiliki hubungan terhadap

bayi BBLR. Hanya umur kehamilan menjadi faktor risiko bayi BBLR. Ibu

yang melahirkan pada usia kehamilan kurang bulan (<37 minggu) berisiko 66

kali melahirkan bayi BBLR daripada ibu yang melahirkan cukup bulan

pada primigravida. Tingkat pendapatan, frekuensi ANC, kualitas ANC, dan

tabu makanan tidak memiliki hubungan dan bukan menjadi faktor risiko

terhadap kejadian bayi BBLR. Diharapkan ibu menghindari kehamilan pada

usia berisiko (<20 tahun dan >35 tahun) dan adanya sosialisasi kepada ibu

hamil terkait factor penyebab kehamilan berisiko. Sosialisasi tersebut juga

perlu diberikan pada calon pengantin wanita sehingga dapat mempersiapkan

kehamilan dengan baik sehingga dapat menjadi upaya preventif

menanggulangi kejadian BBLR di Kabupaten Probolinggo.


12

Pada masa sekarang ini, sudah dikembangkan tatalaksana awal

terhadap bayi BBLR dengan menjaga suhu optimal bayi, memberi nutrisi

adekuat dan melakukan pencegahan infeksi. Meskipun demikian, masih

didapatkan 50% bayi BBLR yang meninggal pada masa neonatus atau

bertahan hidup dengan malnutrisi, infeksi berulang dan kecacatan

perkembangan neurologis. Oleh karena itu,pencegahan insiden BBLR lebih

diutamakan dalam usaha menekan Angka Kematian Bayi

(Prawiroharjo,2014). Development Goals yang ke IV yaitu menurunkan

angka kematian anak terutama di negara berkembang, perlu dilakukan upaya

pencegahan kejadian BBLR di masa mendatang, salah satunya dengan

melakukan pengawasan ketat terhadap faktor-faktor risiko yang

mempengaruhi kejadian BBLR. Berdasarkan data diatas, maka perlu diteliti

faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR di Puskesmas

Anggrek.

Berdasarkan skenario BBLR di Puskesmas Anggrek terdapat kejadian

BBLR yang terus meningkat dari tahun 2013 ke tahun 2015 antara 15% s.d. 16,5%

yang dipicu oleh faktor risiko yaitu wilayah penduduk merupakan daerah terpencil,

tingkat pendidikan rendah, pernikahan dini, tingkat ekonomi rendah, ibu hamil

enggan memeriksakan kehamilannya, ibu hamil dengan kondisi anemia, banyak

ibu hamil dengan gizi kurang, kurang aktifnya posyandu memberikan pelayanan

terhadap masyarakat, hanya 50% ibu hamil melakukan ANC, dan hanya 40% ibu

hamil yang melakukan K4, sehingga memerlukan langkah-langkah “Bagaimana

penanggulangan BBBLR di Puskesmas Anggrek.”


13

B. Rumusan Masalah

Dari identifikasi permasalahan dan hasil analisis di atas maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimana cara menanggulangi BBLR

di Puskesmas Anggrek ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui cara penanggulanga kejadian BBLR di Puskesmas

Anggrek.

2. Tujuan Khusus

a. Upaya/kegiatan promosi kesehatan sebagai pencegahan BBLR pada

masyarakat disekitar Puskesmas Anggrek.

b. Upaya/kegiatan menurunkan faktor resiko BBLR disekitar

Puskesmas Anggrek.

c. Upaya/kegiatan perbaikan program kerja posyandu untuk penurunan

angka BBLR disekitar Puskesmas Anggrek.

d. Upaya/kegiatan penatalaksanaan bayi lahir dengan BBLR.


14

BAB II

ANALISIS DAN PEMBAHASAN MASALAH

A. Analisis

1. Identifikasi masalah

Dari Skenario diatas, dapat diperoleh masalah sebagai berikut:

a. Wilayah penduduk merupakan daerah terpencil

b. Tingkat Pendidikan yang rendah

c. Banyaknya anak perempuan yang menikah dini

d. Tingkat ekonomi yang rendah

e. Semakin meningkatnya kasus BBLR

f. Ibu hamil enggan memeriksakan kehamilannya

g. Banyak ibu hamil dengan kondisi anemia

h. Banyak ibu hamil dengan status gizi kurang

i. Kurang aktifnya posyandu dalam memberikan pelayanan pada

masyarakat

j. Hanya 50% ibu hamil yang melakukan ANC

k. Hanya 40% ibu hamil yang melakukan K4

2. Analisis masalah

a. Daerah terpencil
15

Daerah terpencil merupakan salah satu alasan mengapa

kurang diperhatikannya kesehatan dari penduduk, karena jauhnya

jarak dan susah untuk di jangkau. Suatu penelitian pada tahun 2016

mengatakan Bahwa tidak adanya hubungan antara Daerah terpencil

dengan kajadian berat badan lahir rendah.

b. Tingkat Pendidikan rendah

Dalam skenario dikatakan bahwa tingkat pendidikan dari

masyarakat hanya sampai sekolah dasar. Tingkat pendidikan yang

rendah dapat mempengaruhi kejadian BBLR. Pendapat ini didukung

oleh hasil penelitian Devi Kurniasari dan Veni Yunita Sari pada

tahun 2016 dalam judul Faktor – Faktor yang Mempengaruhi

Kunjungan Kehamilan di Puskesmas Kesumadadi Kabupaten

Lampung Tengah Tahun 2016 yang dilakukan di wilayah Puskesmas

Kesumadadi didapatkan hasil bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan semakin mudah menerima informasi, informasi

kesehatan yang cukup pada ibu hamil mempengaruhi perilaku ibu

hamil dalam melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan, hal ini

secara tidak langsung dapat memperkecil angka kematian dan

kecacatan pada ibu dan bayi.

c. Pernikahan dini

Dalam skenario dikatakan bahwa banyak perempuan muda

atau di bawah umur menikah untuk meringankan beban dari orang


16

tua. Pada suatu penelitian dari Pratika tahun 2017, mengatakan

bahwa kehamilan pada remaja atau pernikahan dini beresiko 1,8 kali

melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Sedangkan pada

masyarkat atau ibu hamil dengan tingkat pendidikan yang rendah

menurut Nuryani dan Rahmawati tahun 2017 mengatakan bahwa

resiko terjadinya berat badan lahir rendah juga tinggi yaitu 45,5%.

d. Tingkat ekonomi rendah

Dalam skenario dikatakan bahwa penghasilan dari

masyarakat sekitar Puskesmas Anggrek hanya dari hutan saja dan

tingkat pendidikan dari masyarakat hanya sampai sekolah dasar.

Tingkat ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi angka kejadian

BBLR seperti yang dikatakan oleh Supriyatun pada penelitiannya.

Pada penelitiannya Supriyatun mengatakan bahwa faktor

sosial ekonomi yang rendah berpengaruh terhadap berat badan lahir

rendah, hal ini dikarenakan tidak terpenuhinya kebutuhan gizi yang

baik pada Ibu saat hamil.

e. Peningkatan kasus BBLR

Berat badan lahir merupakan salah satu indikator dalam

tumbuh kembang anak hingga masa dewasanya dan menggambarkan

status gizi yang diperoleh janin selama dalam kandungan. Pada

negara berkembang, berat bayi lahir rendah (BBLR) masih menjadi

salah satu permasalahan defi siensi zat gizi. BBLR ialah bayi yang
17

dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2.500 gram, tanpa

memandang masa gestasi (Kosim, 2012). WHO dan UNICEF (2013)

menyatakan bahwa terjadi peningkatan kejadian BBLR (periode

2009-2013) dari 15,5% menjadi 16% dan sebesar 95,6% dari jumlah

tersebut berada di negara berkembang. Prevalensi BBLR di

Indonesia dari tahun 2007 (11,5%) hingga tahun 2013 (10,2%)

terjadi penurunan namun lambat dalam 7 tahun terakhir (Kemenkes

RI, 2014). Sementara itu, berdasarkan jumlah kelahiran yang

ditimbang persentase BBLR di Jawa Timur meningkat dari 2,79%

pada tahun 2010 menjadi 3,32% pada tahun 2013. BBLR menjadi

penyebab utama kematian neonatal di Jawa Timur yaitu 38,03%

(Dinkes Provinsi Jatim, 2013). Bayi yang lahir dengan berat badan

lahir rendah berisiko tinggi mengalami mortalitas dan morbiditas

pada masa pertumbuhanya (Manuaba, 2012).

Secara garis besar, BBLR dipengaruhi oleh dua faktor yaitu

faktor maternal dan faktor janin. Faktor maternal yang

mempengaruhi kejadian BBLR adalah usia ibu saat hamil (35 tahun

dan jarak persalinan dengan kehamilan terlalu pendek), keadaan ibu

(riwayat BBLR sebelumnya, bekerja terlalu berat, social ekonomi,

status gizi, perokok, mengguna obat terlarang, alkohol), dan ibu

dengan masalah kesehatan (anemia berat, pre eklamsia, infeksi

selama kehamilan) sedangkan dari faktor bayi (cacat bawaan dan

infeksi selama dalam kandungan), (Depkes RI, 2009). Usia, paritas,


18

jarak kehamilan, penambahan berat badan, anemia dan pre eklamsia

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap BBLR (Dian, 2012).

Tanda-tanda BBLR dibagi menjadi 2 yaitu tanda-tanda bayi

pada kurang bulan dan tanda-tanda bayi pada bayi kecil untuk masa

kehamilan (KMK).

1) Tanda-tanda Bayi Kurang Bulan Tanda-tanda bayi kurang bulan

meliputi: kulit tipis dan mengkilap, tulang rawan telinga sangat

lunak karena belum terbentuk sempurna, lanugo masih banyak

ditemukan terutama pada bagian punggung, jaringan payudara

belum terlihat, puting masih berupa titik, pada bayi perempuan

labia mayora belum menutupi labia minora, pada laki-laki

skrotum belum banyak lipatan, testis kadang belum turun, rajah

telapak kaki kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk,

kadang disertai dengan pernapasan tidak teratur, aktifitas dan

tangisnya lemah, serta reflek menghisap dan menelan tidak

efektif/lemah (Depkes RI, 2008).

2) Tanda-tanda Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK) Tanda-

tanda bayi kecil untuk massa kehamilan meliputi: umur bayi

cukup, kurang atau lebih bulan tetapi beratnya kurang dari 2.500

gram, gerakannya cukup aktif, tangisnya cukup kuat, kulit

keriput, lemak bawah kulit tipis, payudara dan puting sesuai

masa kehamilan, bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora

menutupi labia minora, bayi laki-laki testis mungkin telah turun,


19

rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian, serta menghisap cukup

kuat (Depkes RI, 2008).

f. Ibu hamil enggan memeriksa kehamilannya

Dikatakan dalam skenario Ibu hamil enggan untuk memeriksakan

kehamilannya padahal banyak dijumpai ibu hamil dengan kondisi

anemia dan status gizi yang kurang. Jika ibu hamil teratur dalam

kunjungannya, maka akan menurunkan angka kejadian BBLR.

Pernyataan tersebut diperkuat dengan data dalam penelitian

Nurhayati Fatimah pada tahun 2017 dengan judul Hubungan

Antenatal Care dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah pada Ibu

Aterm di RSUP Dr. M. Djamil Padang, dimana angka kejadian

BBLR di Indonesia adalah sebesar 10,2% pada tahun 2012 dari yang

sebelumnya 6% pada tahun 2011, angka kejadian BBLR meningkat

sejalan dengan menurunnya angka kunjungan Ibu Hamil ke

posyandu menjadi 92,2% dari 94% pada tahun 2011.

g. Ibu hamil dengan kondisi anemia

Dalam seknario dikatakan bahwa banyak ibu hamil yang

mengalami anemia. Anemia ini sendiri disebabkan Karena

rendahnya tungkat ekonomi dan rendahnya tingakat pendidikan dari

masyarakat sekitar puskesmas Anggrek.


20

Pada penelitian Siti Novianti dengan Iseu Siti Aisyah pada

tahun 2018 mengatakan bahwa sebanyak 80% Ibu hamil yang

mengalami anemia melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.

h. Ibu hamil dengan status gizi kurang

Tingkat ekonomi yang rendah dapat menyebabkan tidak

terpenuhinya gizi pada Ibu hamil, yang menyebabkan status gizi Ibu

menjadi buruk dan dapat berpengaruh pada bayi. Pada penelitian

yang dilakukan oleh Elisa Murti pada tahun 2018 mengatakan bahwa

sebesar 65,0% Ibu dengan status gizi kurang melahirkan bayi dengan

berat badan lahir rendah.

i. Kurang aktifnya posyandu

Dalam skenario dijelaskan angka kejadian BBLR diperparah

dengan kurang aktifnya Posyandu yang tidak konsisten dalam

memberikan pelayanan pada masyarakat sehingga membuat Ibu

Hamil enggan untuk memeriksakan kehamilannya. Menurut

Muhammad Ali Akbar dalam penelitiannya yang berjudul Studi

Ketidakaktifan kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas

Paramasan, Banjar, Kalimantan Selatan pada tahun 2015, keaktifan

posyandu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jumlah kader

yang kurang, kader tidak aktif, serta kurangnya penghargaan untuk

kader. Maka jika ada salah satu faktor yang tidak terpenuhi akan
21

mengakibatkan tidak terlaksananya posyandu dengan baik dan

pelayanan yang kurang maksimal.

j. Rendahnya pemeriksaan ANC

Dalam skenario disebutkan bahwa hanya 50% dari ibu hamil

yang melakukan ANC, hal ini dipercaya mengakibatkan tingginya

BBLR di wilayah tersebut. Antenatal care dapat digunakan sebagai

screening awal terhadap kondisi bayi yang akan lahir. Bayi dapat

lahir dengan kondisi bayi lahir dengan berat badan tinggi, normal

ataupun rendah.

Pengaruh rendahnya pemeriksaan ANC terhadap kejadian

BBLR juga dijelaskan dalam penelitian Ribka Yulia Ruindungan

pada tahun 2017 yang berjudul Hubungan Pemeriksaan Antenatal

Care (ANC) dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di

Wilayah Kerja RSUD Tobelo dengan hasil penelitian menggunakan

uji chi-square di dapatkan p value 0,001 dan α 0,04 maka p value

kurang dari α sehingga Ha diterima. Interpretasi hasil uji ini adalah

terdapat hubungan pemeriksaan Antenatal Care dengan kejadian

BBLR.

k. Rendahnya pemeriksaan K4

Presentase 40% dari K4 pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja

Puskesma Anggrek juga diyakini bisa mempengaruhi meningkatnya

kejadian BBLR. Standar pemeriksaan antenatal di Indonesia minimal


22

4 kali selama kehamilan. Namun, kenyataanya tidak semua ibu hamil

melakukan pemeriksaan antenatal selama kehamilan, juga ada

beberapa ibu hamil yang melakukan pemeriksaan antenatal <4 kali

selama kehamilannya (Simanjuntak, Sondakh, & , Wagey, 2013)

bahwa jumlah pemeriksaan antenatal <4 kali berhubungan dengan

peningkatkan risiko kejadian asfiksia berat dan BBLR, sementara itu

wanita yang melakukan persalinan normal cenderung memiliki

riwayat melakukan pemeriksaan antenatal lebih banyak (>4 kali)

selama kehamilan.

3. Diagram fish bone

Dari hasil analisis tersebut dapt digambarkan hubngan sebab

dan akibat (causal and effect) sebagaimana diilustrasikan dalam

diagram fish bone sebagai berikut.


Tingkat
23

pendapatan
PROCES
PROCES rendah
INPUT
INPUT
SS
Kurangnya
lapangan
Desa
METHOD pekerjaan
terpe
ncil
MON
EY
MA
N
Tingkat
Pendidik
FACILITY
an dan
MANAGE pendapa
tan
MENT rendah
Kurangn
Kurang
ya
berjalanny Perni Status sarana
a program kaha gizi yang dan
kerja n dini kurang prasaran
Posyandu
a PENINGKATA
N KASUS
BBLR
KEBIJA
KAN
24

B. Pembahasan

1. INPUT

a. Man

Terjadinya pernikahan dini pada perempuan muda di Daerah

puskesmas Anggrek. Terjadinya pernikahan dini ini dikarenakan

untuk meringankan beban dari orang tua. Tingkat ekonomi yang

rendah pula dapat dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah.

Masyarakat sekitar Puskesmas Anggrek merupakan tamatan

sekolah dasar. Karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai

kesehatan janin ini lah yang menyebabkan ibu tidak patuh untuk

memeriksakan kehamilan mereka dan di perparah dengan program

posyandu yang tidak aktif.

Pendapatan yang rendah atau tingkat ekonomi yang rendah

dapat mengakibatkan anemia dan kekurangan gizi pada Ibu hamil

yang dapat bepengaruh terhadap keadaan status gizi Ibu dan

perkembangan janin.

Solusinya adalah dengan memberikan penyuluhan mengenai

kasus berat badan lahir rendah pada bayi, beserta efeknya dan

bagaimana pencegahannya. Untuk menanggulangi anemia dan

status gizi, bisa dilakukan program untuk suplai suplemen besi

untuk ibu-ibu hamil.


25

b. Money

Pendapatan yang rendah dapat diakibatkan karena lokasi desa

yang terpencil dan kurangnya mata pencaharian dari masyarakat di

sekitar puskesmas Anggrek. Karena mata pencaharian mereka

hanya tergantung pada hutan.

Solusi yang dapat di pertimbangkan adalah bekerjasama

dengan para pengusaha atau mencari ciri khas dari masrakat

tersebut seperti anyaman bambu, karena tempat tinggal mereka

dekat dengan hutan. Membuat program untuk mengasah

keterampilan atau mengajarkan keterampilan baru untuk

masyarakat.

c. Facility

Daerah terpencil merupakan salah satu alasan mengapa

kurang diperhatikannya kesehatan dari penduduk, selain karena

jauhnya jarak dan susah untuk di jangkau sarana dan prasana juga

kurang memadai. Karena susahnya di jangkau kesehatan ibu hamil

dan jadwal untuk periksa ke dokter juga jadi terhambat dan tidak

tepat waktu yang dapat berpengaruh pada kesehatan janin dan ibu.

Solusinya adalah dengan mengadakan kader-kader Kesehatan

yang dibawahi oleh puskesmas langsung agar kesehatan dari

masyarakat dapat di pantau dengan baik dan mengurangi kejadian

berat badan lahir rendah.


26

2. PROCESS

a. Method

Kurangnya edukasi serta kegiatan pencegahan BBLR di

wilayah kerja Puskesmas Anggrek disebabkan oleh rendahnya

tingkat pendidikan masyarakat di sekitar wilayah kerja Puskesmas

Anggrek sehingga menyebabkan tingginya angka BBLR di

wilayah tersebut.

Peran edukasi terhadap kehamilan sangat besar dalam hal

kesehatan reproduksi, ibu berpendidikan tinggi cenderung akan

mempunyai suatu pemikiran yang lebih baik untuk peningkatan

kesehatan sedangkan ibu yang berpendidikan rendah mempunyai

pengetahuan yang kurang tentang kesehatannya dan lebih bersifat

pasrah, menyerah pada keadaan tanpa ada dorongan untuk

memperbaiki nasibnya.

Solusinya dengan meningkatkan promosi kesehatan

mengenai BBLR, Sehingga ibu dapat lebih paham akan kesehatan

kehamilannya dan tahu apa saja yang harus dilakukan saat hamil.

b. Management

Salah satu faktor resiko BBLR dalam hal management adalah

ketidakaktifan Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Anggrek.

Menurut Muhammad Ali Akbar dalam penelitiannya yang berjudul

Studi Ketidakaktifan kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas

Paramasan, Banjar, Kalimantan Selatan pada tahun 2015, keaktifan


27

posyandu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jumlah

kader yang kurang, kader tidak aktif, serta kurangnya penghargaan

untuk kader. Kader merupakan motor penggerak posyandu,

sehingga hidup-matinya posyandu sangat tergantung dari aktif

tidaknya kader. Kegiatan posyandu sangat tergantung pada kader,

mereka dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan dasar, karena

merupakan ujung tombak sekaligus kepanjangan tangan

puskesmas.

Tidak aktifnya kader akan berdampak pada kurang

berjalannya program, kerja di posyandu. Hal ini disebabkan

ketergantungan posyandu pada kader, demikian pula

ketergantungan masyarakat pada informasi dari seorang kader

posyandu. Apabila masyarakat tidak hadir, maka posyandu tidak

akan berjalan karena masyarakatlah sasaran utama posyandu.

3. ENVIRONMENT

a. Kebijakan

Penyebab meningkatnya angka kejadian BBLR di sekitar

wilayah Puskesmas Anggrek apabila ditinjau dari segi kebijakan

adalah karena program dari puskesmas dan dinas kesehatan belum

terlaksana dengan optimal. sehingga solusi untuk puskesmas yang

berada di wilayah tersebut mulai menjalankan program-program

kesehatan yang sudah ada ataupun membuat program baru yang

lebih efektif dan bermanfaat untuk menanggulangi masalah


28

kesehatan di daerah tersebut misalnya dengan melakukan

sosialisasi ke daerah-daerah terpencil secara rutin mengenai

masalah kesehatan yang sedang terjadi di daerah tersebut.

b. Peran serta masyarakat

Kurangnya peran serta masyarakat menjadi salah satu faktor

peningkatan kasus BBLR di wilayah Puskesmas Anggrek. Hal ini

dapat dilihat dari rendahnya ibu hamil yang melakukan

pemeriksaan ANC yaitu 50% dan K4 yaitu 40%. Hal ini tidak lepas

dari tingkat pendidikan yang rendah pada wilayah tersebut.

Menurut penelitian Fatimah et al tahun 2017, kurangnya kepatuhan

ibu terhadap kunjungan antenatal dapat menyebabkan penurunan

kuantitas ibu dalam melakukan pemeriksaan ANC dimana ibu yang

melakukan ANC kurang dari 4 kali beresiko lebih besar untuk

melahirkan BBLR. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya

peran serta masyarakat terutama keluarga dalam mendukung

pemeriksaan kehamilan bagi ibu hamil.

Solusi yang dapat diambil yaitu melakukan program

kesehatan berupa penyuluhan agar dapat meningkatkan

pengetahuan masyarkat mengenai pentingnya pemeriksaan ANC

dan K4 sehingga dapat mengurangi dan mencegah kejadian BBLR.

c. Organisasi

Dalam aspek organisasi, kurangnya sumber daya masyarakat

(SDM) yang kompeten dapat menyebabkan program pelayanan


29

kesehatan tidak bisa berjalan dengan optimal sehingga

mengakibatkan peningkatan kasus BBLR pada wilayah Puskesmas

Anggrek yang termasuk wilayah terpencil. Dalam hal ini,

Posyandu masih belum konsisten dalam menjalankan program-

programnya dalam upaya pelayanan masyarakat. Jadi solusinya

adalah dengan melaksanakan kegiatan rutin oleh posyandu

misalnya membuat program kelas ibu hamil, program lain yang

bisa dilaksanakan secara rutin misalnya dapat berupa pelayanan

kesehatan untuk ibu hamil dan bayi. Selain untuk mengendalikan

kasus BBLR, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan

penatalaksaan pada kasus BBLR.


30

BAB III

PENYUSUNAN PROGRAM BBLR

A. Upaya Promosi Kesehatan tentang BBLR

1. Pengertian BBLR

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari

2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi

kurang bulan (<37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth

restriction)(Pudjiadi, dkk., 2010).

2. Penyebab BBLR

Beberapa penyebab BBLR berasal dari ibu diantaranya:

 Umur ibu hamil

kehamilan remaja dengan usia dibawah 20 tahun

mempunyai risiko: sering mengalami anemia,

gangguan tumbuh kembang janin, keguguran,

prematuritas atau BBLR, gangguan persalinan,

preeklampsi dan perdarahan antepartum.

Manuaba(2010)

 Status gizi ibu

Ibu yang kurang gizi pada umumnya mempunyai

kapasitas fisik yang kurang optimal yang akan

berpengaruh terhadap kapasitasnya dalam memberikan


31

pelayanan secara optimal pada keluarga terutama janin

yang dikandungnya.

 Status ekonomi rendah

Keadaan sosial ekonomi merupakan tolak ukur kualitas

rumah tangga karena keadaan tersebut erat kaitannya

dengan ketahanan pangan, keadaan gizi, pendidikan

dan kesehatan rumah tangga.

 Penyakit Penyerta

Kesehatan dan pertumbuhan janin dipengaruhi oleh

kesehatan ibu. Bila ibu mempunyai penyakit yang

berlangsung lama atau merugikan kehamilannya, maka

kesehatan dan kehidupan janin pun terancam.

 Jarak kehamilan

Seorang ibu yang jarak kehamilannya dikatakan

berisiko apabila hamil dalam jangka kurang dari dua

tahun, karena dapat menimbulkan gannguan hasil

konsepsi, sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat

bawaan atau janin lahir dengan BBLR. Keadaan ini

disebabkan karena kurangnya suplai darah nutrisi akan

oksigen pada placenta yang akan berpengaruh pada

fungsi plasenta terhadap janin.


32

 Pekerjaan

Pekerjaan terkait pada status sosial ekonomi dan

aktifitas fisik ibu hamil. Dengan keterbatasan status

sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap keterbatasan

dalam mendapatkan pelayanan antenatal yang adekuat,

pemenuhan gizi, sementara ibu hamil yang bekerja

cenderung cepat lelah sebab aktifitas fisiknya

meningkat karena memiliki pekerjaan diluar rumah.

 Pendidikan rendah

Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendasari

pengambilan keputusan. Semakin tinggi pendidikan ibu

akan semakin mampu mengambil keputusan bahwa

pelayanan kesehatan selama hamil dapat mencegah

gangguan sedini mungkin bagi ibu dan janinnya.

Pendidikan juga sangat erat kaitannya dengan tingkat

pengetahuan ibu tentang perawatan kehamilan dan gizi

selama masa kehamilan (Simarmata, 2010).

 Anemia

Sebagian besar penyebab anemia pada ibu hamil adalah

kekurangan zat besi yang diperlukan untuk

pembentukan hemoglobin. Anemia gizi besi terjadi


33

karena tidak cukupnya zat gizi besi yang diserap dari

makanan sehari-hari guna pembentukan sel darah

merah sehingga menyebabkan ketidakseimbanga antara

pemasukan dan pengeluaran zat besi dalam tubuh. Hal

ini dapat menyebabkan distribusi oksigen ke jaringan

akan berkurang yang akan menurunkan metabolisme

jaringan sehingga pertumbuhan janin akan terhambat

dan berakibat BBLR (Trihardiani, 2011).

3. Tanda-tanda BBLR

 Umur bayi cukup, kurang atau lebih bulan tetapi beratnya kurang

dari 2.500 gram,

 Kulit keriput,

 Lemak bawah kulit tipis,

 Bayi perempuan bila cukup bulan labia mayora menutupi labia

minora,

 Bayi laki-laki testis mungkin telah turun,

 Aktifitas dan tangisnya lemah,

 Reflek menghisap dan menelan tidak efektif/lemah

(Depkes RI, 2008).

4. Edukasi tentang BBLR

1. Sasaran dan target


34

1) Ibu hamil dan Wanita belum menikah

2) Masyarakat didaerah Puskesmas Anggrek

2. Kelompok kerja

1) Petugas Kesehatan

2) Kader Posyandu

3. Dana dan Perlengkapan

Anggaran belanja dan perlengkapan penyuluhan yang diusulkan ke

pemerintahan daerah setempat

4. Materi Edukasi

1) Pentingnya perencanan kehamilan;

2) Penyebab terjadinya BBLR;

3) Risiko BBLR;

4) Cara mencegah BBLR;

5) Pentingnya pemeriksaan waktu kehamilan (ANC)

5. Teknik penyampaian pesan melalui poster

1) Uji coba 3 drat/ rancangan poster

2) Evaluasi draft poster;

3) Pemilihan dan penyempurnaan poster;

4) Produksi poster;

5) Pemasangan poster.

6. Evaluasi
35

Evaluasi pelaksanaan promosi kesehatan dilaksanakan dengan

mengedarkan kuesioner evaluasi pada bulan ke dua dan ketiga setelah

pemasangan poster.

B. Menurunkan Faktor Risiko BBLR

1. Memberikan edukasi pada kesempatan adanya perkumpulan ibu-ibu PKK,

posyandu, pengajian daerah mengenai berbagai faktor resiko BBLR

2. Meningkatkan asupan gizi ibu hamil dengan Pemberian Makanan

Tambahan (PMT)

PMT pada ibu hamil merupakan bentuk suplementasi gizi berupa biskuit

lapis yang dibuat dengan formulasi khusus dan difortifikasi dengan vitamin

dan mineral yang diberikan kepada ibu hamil dengan kategori KEK untuk

mencukupi kebutuhan gizi. Makanan tambahan ibu hamil ini mengandung

energi 270kkal, 6gram protein, minimum 1gram lemak. Makanan tambahan

ibu hamil diperkaya dengan 11 macam vitamin (A, D, E, B1, B2, B3, B5,

B6, B12, C, Asam Folat) dan 7 macam mineral (Besi, Kalsium, Natrium,

Seng, Iodium, Fosfor, Selenium).(Gelora M,2019)

3. Membuka lapangan pekerjaan baru yang menunjang perekonomian

setempat

4. Edukasi kepada para calon pengantin

C. Mengaktifkan Pelayanan ANC

1. Mengaktifkan kegiatan Posyandu


36

Keaktifan posyandu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

jumlah kader yang kurang, kader tidak aktif, serta kurangnya

penghargaan untuk kader. Pengurus Posyandu sekurang-kurangnya

terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Berikut ini beberapa kriteria

pengelola Posyandu.

i. Sukarelawan dan tokoh masyarakat setempat.

ii. Memiliki semangat pengabdian, berinisiatif tinggi, dan mampu

memotivasi masyarakat.

iii. Bersedia bekerja secara sukarela bersama masyarakat.

Keberhasilan pengelolaan Posyandu memerlukan dukungan yang

kuat dari berbagai pihak, baik dukungan moril, materil, maupun finansial.

Selain itu diperlukan adanya kerjasama, tekanan dan pengabdian para

pengelolanya termasuk kader Posyandu.

2. Pemberian tambahan vitamin (vit.A,B kompleks, Asam Folat, Tablet Fe)

dan asupan gizi kepada ibu hamil

3. Mengadakan tim kerja puskesmas keliling untuk pemantauan ibu hamil

D. Penatalaksanaan BBLR

1. Pemberian ASI Ekslusif

Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi baru lahir, baik bayi

yang dilahirkan cukup bulan (matur) maupun kurang bulan (prematur)/ bayi

dengan BBLR. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian

ASI memberikan banyak keuntungan fisiologis maupun emosional. World


37

Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI secara

eksklusif sekurangnya selama usia 6 bulan pertama, dan rekomendasi serupa

juga didukung oleh American Academy of Pediatrics (AAP), Academy of

Breastfeeding Medicine, demikian pula oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia

(IDAI).

 Kemampuan bayi untuk menyusu bergantung pada kematangan

fungsi refleks hisap dan menelan. Bayi dengan usia kehamilan

ibu di atas 34 minggu (berat di atas 1800 gram) dapat disusukan

langsung kepada ibu karena refleks hisap dan menelannya

biasanya sudah cukup baik.

 Bayi yang usia kehamilan ibu 32 minggu hingga 34 minggu

(berat badan 1500-1800 gram) seringkali refleks menelan cukup

baik, namun refleks menghisap masih kurang baik, oleh karena

itu, Ibu dapat memerah ASI dan ASI dapat diberikan dengan

menggunakan sendok, cangkir, atau pipet.

 Jika bayi lahir dengan usia kehamilan ibu kurang dari 32 minggu

(berat badan 1250-1500 gram), bayi belum memiliki refleks

hisap dan menelan yang baik, maka ASI perah diberikan dengan

menggunakan pipa lambung/orogastrik (sonde).

2. Pengaturan suhu badan bayi dengan berat lahir rendah

BBLR mudah mengalami hipotermia, oleh sebab itu suhu tubuhnya

harus dipertahankan dengan ketat. (Sarwono, Pelayanan kesehatan


38

maternal dan neonatal 2006: 377). yaitu dengan cara :

 Kontak kulit atau Kangaroo Mother Care (KMC) atau

perawatan bayi lekat (PBL)

 Inkubator.

3. Medikamentosa

 Pemberian vitamin K1:

Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau Per oral 2 mg sekali

pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari,

dan umur 4-6 minggu)


39

BAB IV

PENYUSUNAN KEGIATAN PRIORITAS

A. Jenis Kegiatan

1. Promosi kesehatan

2. Pengendalian faktor risiko BBLR

3. Perbaikan program ANC

4. Upaya penanggulangan BBLR

B. Penentuan Prioritas Kegiatan

Efektivitas Efisiens Hasil


i
P=

No Alternatif Jalan Keluar M I V C

1 Upaya edukasI tentang BBRL 5 5 4 3 33,3

2 Upaya pengendalian faktor resiko BBRL 4 4 4 5 12,8

3 Upaya perbaikan program ANC 4 3 4 4 12

4 Upaya penatalaksanaan bayi lahir dengan 5 2 3 5 6


BBLR
39

Keterangan :

M : Magnitude, yaitu besarnya masalah yang bisa diatasi apabila solusi/kegiatan ini dilaksanakan (turunnya
prevalensi dan besarnya masalah lain)

I : Implementasi, yaitu sensitifnya dalam mengatasi masalah

V : Viability, yaitu kelanggengan selesainya masalah apabila kegiatan ini dilaksanakan.

C : Cost, biaya yang diperlukan untuk mengatasi masalah

P : Prioritas kegiatan/ pemecahan masalah

C. Kegiatan Prioritas

Program kegiatan dalam penanggulangan kejadian BBLR di Wilayah Puskesmas Anggrek terdiri atas:

1. Upaya edukasi tentang BBLR;

2. Upaaya pengendalian faktor resiko BBRL;

3. Upaya perbaikan pelayanan ANC;

4. Upaya penatalaksanaan bayi lahir dengan BBLR.


40

Dari hasil skoring untuk menentukan kegiatan prioritas penanggulangan BBLR tersebut diperoleh “Upaya edukasI tentang

BBRL” dengan nilai tertinggi yaitu 33,3 sehingga kelompok menetapkan kegiatan tersebut sebagai kegiatan prioritas dalam

penanggulangan di Wilayah Puskesmas Anggrek. Sebagaimana program yang telaah disusun dalam Bab III bahwa dalam upaya

mencegah atau menekan terjadinya BBLR diantaranya dilakukan “edukasi tentang BBLR dengan kegiatan sebagai berikut:

Kegiatan edukasi tentang BBLR

1. Menentukan sasaran dan target yaitu :

a. Ibu hamil dan Wanita belum menikah

b. Masyarakat didaerah Puskesmas Anggrek

2. Membentuk kelompok kerja

a. Petugas Kesehatan

b. Kader Posyandu

3. Mengusulkan dana dan perlengkapan


41

Anggaran belanja dan perlengkapan penyuluhan yang diussulkan ke Pemerintah Daerah setempat (Bupati atau Walikota).

4. Materi Edukasi (CONTOH)



a. Pentingnya perencanan kehamilan;

b. Penyebab terjadinya BBLR;

c. Risiko BBLR;

d. Cara mencegah BBLR;

e. Pentingnya pemeriksaan waktu kehamilan (ANC)

5. Teknik penyampaian pesan melalui poster

a. Uji coba 3 drat/ rancangan poster

b. Evaluasi draft poster;

c. Pemilihan dan penyempurnaan poster;

d. Produksi poster;

e. Pemasangan poster.
42

6. Evaluasi

Evaluasi pelaksanaan promosi kesehatan dilaksanakan dengan mengedarkan kuesioner evaluasi pada bulan ke dua dan ketiga

setelah pemasangan poster.


43

D. Rencana Kegiatan Prioritas (Lihat Tabel).

Rencana Kegiatan Prioritas (Plan of Activity/POA) Edukasi tentang BBLR pada masyarakat di Wilayah Puskesmas
Anggrek

NO KEGIATAN SASARAN TARGET VOLUME RINCIAN LOKASI TENAGA JADWAL KEBUTUHAN


KEGIATAN KEGIATAN PELAKSANAAN PELAKSANAAN PELAKSANAA
N
1. Menentukan -Masyarakat -75% -1hari -Mendata wanita Puskesmas Anggrek Petugas Kesehatan 13 Agustus -Alat tulis
sasaran dan di daerah masyarakat belum menikah, Puskesmas dan 2020 -Laptop
target Puskesmas -100% ibu, wanita hami Dokter -Meja dan kursi
Anggrek wanita -Mengobservasi
-Wanita belum faktor-faktor
belum menikah yang
menikah -100% Ibu mempengaruhi
-Ibu hamil hamil meningkatnya
BBLR
-Membuat rincian
kegiatan
44

2. Membentuk -Petugas -Petugas -10 Petugas -Membagi tugas Puskesmas Anggrek Petugas Kesehatan 14 Agustus -Alat Tulis
kelompok Kesehatan Kesehatan Kesehatan -Menyiapkan Puskesmas dan 2020 -Proposal
kerja 100% tempat Dokter Kegiatan
pelaksanaan
-Menyiapkan
barang keperluan
kegiatan
-Mengirimkan
proposal kegiatan
kepada kepala
puskesmas
Anggrek

3. Mengusulkan -Dana -100% dana -Anggaran -Perencanaan Puskesmas Anggrek Bendahara 18 Agustus -Dana dan
dana dan - dari belanja yang Biaya kelompok kerja 2020 perlengkapan
perlengkapan Perlengkapapemerintaha sesuai -Pengajuan administrasi
n n (Wakikota -Perlengkapan Usulan keuangan
atau Bupati) yang -Persetujuan dana -Sarana
-100% diperlukan -Pengajuan Promosi
Perlengkap perlengkapan Kesehatan
an tersedia
4. Materi Edukasi -Masyarakat -100% -1x pemberian Puskesmas Anggrek -Kelompok kerja 22 Agustus
di daerah Masyarakat Edukasi -Menyiapkan Promosi Kesehatan 2020 -Alat tulis
Kesehatan materi untuk -Laptop
edukasi
Puskesmas Yang -Tenaga kesehatan -Poster
Anggrek Datang puskesmas
-Wanita Paham
45

belum Mengenai
menikah Perencanaan
kehamilan,
-Ibu dan Faktor
wanita hamil Resiko
BBLR,
pencegahan
BBLR,
Pentingnya
ANC

5. Teknik -Seluruh -Seluruh -1x -Rancangan poster -Kelompok kerja 24 Agustus -Perlengkapan
Penyampaian Masyarakat masyarakat -evaluasi poster pembuatan dan
edukasi melalui -penyempurnaan pemasangan poster
poster poster
-produksi poster
-pemasangan
poster
-wilayah sekitar 2020
puskesmas Anggrek
-Tenaga kesehatan
puskesmas
46
42

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis pada skenario, dapat disimpulan bahwa Kejadian

BBLR di Puskesmas Anggrek disebabkan oleh faktor-faktor risiko sebagai

berikut:

1. Daerah terpencil

2. Tingkat pendidikan rendah

3. Pernikahan dini

4. Tingkat ekonomi rendah

5. Peningkatan kasus BBLR

6. Ibu hamil enggan untuk memeriksakan kehamilannya

7. Ibu hamil dengan kondisi anemia

8. Ibu hamil dengan status gizi kurang

9. Rendahnya pemeriksaan ANC

10. Kurang aktifnya posyandu

11. Rendahnya pemeriksaan K4

B. Saran-saran

Masalah-masalah yang terjadi di Puskesmas Anggrek agar dapat

diselesaikan dengan upaya/kegiatan promosi kesehatan sebagai pencegahan

BBLR pada masyarakat disekitar Puskesmas Anggrek. Kegiatan yang sudah


43

disusun dalam program penyuluhan tersebut untuk memberikan informasi

kepada masyarakat tentang bagaimana cara pencegahan BBLR di wilayah

Puskesmas Anggrek yaitu:

1. Puskesmas Anggrek harus inten melakukan promosi kesehatan tentang

BBLR kepada masyarakat sekitar.

2. Puskesmas Anggrek harus melakukan edukasi secara konsisten kepada

masyarakat agar dapat menurunkan faktor risiko BBLR.

3. Puskesmas Anggrek harus mengaktifkan pelayanan ANC kepada

masyarakat.

4. Puskesmas Anggrek harus melayani dan memfasilitasi masyrakat dalam

penatalaksanaan BBLR.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi NKP & Martha E. 2020. Efek Pelatihan Penanganan BBLR pada Kader

Posyandu di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah. Jurnal Ilmiah Kesehatan,

Vol. XIII(I).

Dian O & Sri W. 2011. Analisis Faktor yang Mempengaruhi BBLR di RSUD Dr.

Saiful Anwar Malang. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.

Dinkes Provinsi Jawa Timur. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Tahun 2012. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Fatimah N, Utama BI & Sastri S. 2017. Hubungan Antenatal Care dengan

Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah pada Ibu Aterm di RSUP Dr. M.

Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, Vol. 6(3).

Gelora M.,R.Trikoriyanto K.,Mirna W.A.,Rananda J.,Omega P.I.K.,Ristia

W./Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 No.1 (2019) 111-115

Hidayatush Sholiha dan Sri Sumarmi, 2015. Analisis Risiko Kejadian Berat Bayi

Lahir Rendah (Bblr) Pada Primigravida. Jurnal Media Gizi Indonesia

Vol. 10, No. 1 Januari–Juni 2015: hlm. 57–63. Unair.

Juaria, Henry, 2014. Hubungan antara umur dan paritsa dengan kejadian berat

badan lahir rendah Maret 2014. Volume 3, pp. 48-50.

Kemenkes. 2014. Profil Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI

Kosim, M. Sholeh, dkk. Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir

Untuk Dokter, Perawat, Bidan di Rumah sakit Rujukan Dasar. IDAI.

MNHJHPEGO Indonesia ; 2005. h. 10, 42-48.


Kosim, M.S., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, G I., Usman, A,. 2012. Buku Ajar

Neonatologi. Jakarta; badan Penerbit IDAI

Kurniasari D & Sari VY. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kunjungan

Kehamilan di Puskesmas Kesumadadi Kabupaten Lampung Tengah

Tahun 2016. Jurnal Kebidanan, Vol. 2(4)

Manuaba IBG. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga


Berencana. Jakarta: EGC.

Manuaba. (2012). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana

Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Muqni AD, Hadju V & Jafar N. 2012. Hubungan Berat Badan Lahir dan

Pelayanan KIA Terhadap Status Gizi Anak Balita di Kelurahan

Tamamaung Makassar. Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol. 1(2).

Novianti S & Aisyah IS. 2018. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dan BBLR.

Jurnal Siliwangi, Vol. 4(1).

Nuryani & Rahmawati. 2017. Kejadin Berat Badan Lahir Rendah di Desa Tinelo

Kabupaten Gorontalo dan Faktor yang memengaruhinya. Jurnal Gizi

Pangan, Vol. 12(1).

Paputungan R, Solang SD & Imbar H. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan

dengan Pemeriksaan Kehamilan di Puskesmas Tanoyan Kabupaten

Bolaang Mongondow. Jurnal Ilmiah Bidan, Vol. 2(4).

Prawirohardjo, S. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.


Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Prawirohardjo Sarwono. Jakarta:

PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Puspitaningrum EM. 2018. Hubungan Status Gizi Ibu Hamil dengan Kejadian

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RSIA Annisa Kota Jambi Tahun

2018. Jurnal Scientia, Vol. 7(2).

Ruindungan RY & Kundre R. 2017. Hubungan Pemeriksaan Antenatal Care

(ANC) dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah

Kerja RSUD Tobelo. e-Jurnal Keperawatan, Vol. 5(1).

Supriyatun. Hubungan Status Sosial Ekonomi dengan Kejadian Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR). Diakses tanggal 10 Agustus 2020.

Syifaurrahmah M, Yusrawati & Edward Z. 2016. Hubungan Anemia dengan

Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah pada Kehamilan Aterm di RSUD

Achmad Darwis Suliki. Jurnal Kesehatan Andalas, Vol. 5(2)

UNICEF. 2013. Improving Child Nutrition: The achievable imperative for global.

Wahyuhidaya P. 2017. Hubungan Kehamilan Remaja dengan Kejadian Berat

Bayi Lahir Rendah di RSUD Wates. Naskah Publikasi. Universitas

‘Aisyiyah, Yogyakarta.

World Health Organization. 2013. Childhood Stunting: Context, Causes,

Consequences. Geneva: WHO

Anda mungkin juga menyukai