Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman / RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Oleh :
Devy Pratiwi Ibrahim
1710029031
Pembimbing :
dr. Susilo Siswonoto, Sp.S M.Si Med
1.3 Manfaat
Hasil dari referat ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan
dan proses pembelajaran bagi dokter muda mengenai nyeri kepala terutama nyeri
kepala tegang otot (tension headache).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Etiologi
Otot wajah, leher dan kulit kepala menjadi tegang karena:5
Anxietas atau stress
Bertahan pada satu posisi dalam waktu lama
Injury, seperti kecelakaan mobil
Depresi
Nyeri kepala juga dapat dipicu oleh:5
Tidur yang terlalu sedikt atau terlalu banyak
Makan yang terlalu sedikt atau terlalu banyak
Minum alkohol berlebihan
Bekerja keras indoor atau outdoor
c. Epidemiologi
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala.
TTH dan nyeri kepala servikogenik adalah dua tipe nyeri kepala yang paling sering
dijumpai. TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi
hingga dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH
setidaknya sekali dalam hidupnya.
TTH episodik adalah nyeri kepala primer yang paling umum terjadi, dengan
prevalensi 1-tahun sekitar 38–74%.7 Rata-rata prevalensi TTH 11-93%. Satu studi
menyebutkan prevalensi TTH sebesar 87%.6 Prevalensi TTH di Korea sebesar 16,2%
sampai 30,8%,8,9 di Kanada sekitar 36%,10 di Jerman sebanyak 38,3%,11 di Brazil
hanya 13%. Insiden di Denmark sebesar 14,2 per 1000 orang per tahun. Suatu survei
populasi di USA menemukan prevalensi tahunan TTH episodik sebesar 38,3% dan
TTH kronis sebesar 2,2%.
TTH dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak adalah 25-30 tahun, namun
puncak prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun. Sekitar 40% penderita TTH
memiliki riwayat keluarga dengan TTH, 25% penderita TTH juga menderita migren.
Prevalensi seumur hidup pada perempuan mencapai 88%, sedangkan pada laki-laki
hanya 69%. Rasio perempuan : laki-laki adalah 5:4. Onset usia penderita TTH adalah
dekade ke dua atau ke tiga kehidupan, antara 25 hingga 30 tahun. 7,16 Meskipun
jarang, TTH dapat dialami setelah berusia 50-65 tahun.
d. Faktor Resiko
1. Buruknya upaya kesehatan diri sendiri (poor self-related health),
2. Gangguan tidur, tidur beberapa jam setiap malam,
3. Usia muda.
4. Ketegangan mental dan stres
Pencetus TTH :
Kelaparan, dehidrasi, pekerjaan/beban yang terlalu berat (overexertion), perubahan
pola tidur, caffeine withdrawal, dan fluktuasi hormonal wanita.
e. Patofisiologi
Pada penderita tension headache didapati gejala yang menonjol yaitu nyeri
tekan yang bertambah pada palpasi jaringan miofascial perikranial. Impuls nosiseptif
dari otot perikranial yang menjalar ke kepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala
dan nyeri yang bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat insersinya.
Tension headache adalah kondisi stress mental, non-physiological motor stress,
dan miofasial lokal yang melepaskan zat iritatif ataupun kombinasi dari ke tiganya
yang menstimuli perifer kemudian berlanjut mengaktivasi struktur persepsi
supraspinal pain, kemudian berlanjut lagi ke sentral modulasi yang masing-masing
individu mempunyai sifat self limiting yang berbeda-beda dalam hal intensitas nyeri
kepalanya.
Pengukuran tekanan palpasi terhadap otot perikranial dilakukan dengan alat
palporneter sehingga dapat mendapatkan skor nyeri tekan terhadap otot tersebut.
Langemark & Olesen tahun 1987 (yang dikutip oleh Bendtsen) telah menemukan
metode palpasi manual untuk penelitian nyeri kepala dengan cara palpasi secara cepat
bilateral dengan cara memutar jari ke 2 dan ke 3 ke otot yang diperiksa, nyeri tekan
yang terinduksi dinilai dengan skor Total Tenderness Scoring system. Yaitu suatu
sistem skor dengan 4 point penilaian kombinasi antara reaksibehaviour dengan reaksi
verbal dari penderita.
Pada penelitian Bendtsen tahun 1996 terhadap penderita chronic tension type
headache (yang dikutip oleh Bendtsen) ternyata otot yang mempunyai nilai Local
tenderness score tertinggi adalah otot Trapezeus, insersi otot leher dan otot
sternocleidomastoid. Nyeri tekan otot perikranial secara signifikan berkorelasi dengan
intensitas maupun frekwensi serangan tension type headache kronik. Belum diketahui
secara jelas apakah nyeri tekan otot tersebut mendahului atau sebab akibat daripada
nyeri kepala, atau nyeri kepala yang timbul dahulu baru timbul nyeri tekan otot. Pada
migren dapat juga terjadi nyeri tekan otot, akan tetapi tidak selalu berkorelasi dengan
intensitas maupun frekwensi serangan migren.
Nyeri miofascial adalah suatu nyeri pada otot bergaris termasuk juga struktur
fascia dan tendonnya. Dalam keadaan normal nyeri miofascial di mediasi oleh serabut
kecil bermyelin (Aoc) dan serabut tak bermyelin (C), sedangkan serabut tebal yang
bermyelin (Aα dan Aβ) dalam keadaan normal mengantarkan sensasi yang ringan /
tidak merusak (inocuous). Pada rangsang noxious dan inocuous event, seperti
misalnya proses iskemik, stimuli mekanik, maka mediator kimiawi terangsang dan
timbul proses sensitisasi serabut Aα dan serabut C yang berperan menambah rasa
nyeri tekan pada tension type headache.
Pada zaman dekade sebelum ini dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala dan
leher yang dapat menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting dalam tension
type headache sehingga pada masa itu sering juga disebut muscle contraction
headache. Akan tetapi pada akhir-akhir ini pada beberapa penelitian yang
menggunakan EMG (elektromiografi) pada penderita tension type headache ternyata
hanya menunjukkan sedikit sekali terjadi aktifitas otot, yang tidak mengakibatkan
iskemik otot, jika meskipun terjadi kenaikan aktifitas otot maka akan terjadi pula
adaptasi protektif terhadap nyeri. Peninggian aktifitas otot itupun bisa juga terjadi
tanpa adanya nyeri kepala.
Nyeri myofascial dapat di dideteksi dengan EMG jarum pada miofascial trigger
point yang berukuran kecil beberapa milimeter saja (tidak terdapat pada semua otot)
Mediator kimiawi substansi endogen seperti serotonin (dilepas dari platelet),
bradikinin (dilepas dari belahan precursor plasma molekul kallin) dan Kalium (yang
dilepas dari sel otot), SP dan CGRP dari aferens otot berperan sebagai stimulant
sensitisasi terhadap nosiseptor otot skelet. Jadi dianggap yang lebih sahih pada saat
ini adalah peran miofascial terhadap timbulnya tension type headache.
Untuk jenis tension type headache episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer
terhadap nosiseptor, sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses
kontraksi otot sefalik secara involunter, berkurangnya supraspinal descending pain
inhibitory activity, dan hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif amat
berperan terhadap timbulnya nyeri pada Tension type Headache. Semua nilai ambang
pressure pain detection, thermal & electrical detection stimuli akan menurun di
sefalik maupun ekstrasefalik.
Stress dan depresi pada umumnya berperan sebagai faktor pencetus (87%),
exacerbasi maupun mempertahankan lamanya nyeri kepala. Prevalensi life time
depresi pada penduduk adalah sekitar 17%. Pada penderita depresi dijumpai adanya
defisit kadar serotonin dan noradrenalin di otaknya.
Pada suatu penelitian dengan PET Scan, ternyata membuktikan bahwa
kecepatan biosintesa serotonin pada pria jauh lebih cepat 52% dibandingkan dengan
wanita. Dengan bukti tersebut di asumsikan bahwa memang terbukti bahwa angka
kejadian depresi pada wanita lebih tinggi 2- 3 kali dari pria.
g. Manifestasi Klinis
Gejala yang ditemukan pada TTH diantaranya :
1. Nyeri tumpul di kedua sisi kepala yang menetap atau konstan, dengan intensitas
bervariasi, juga melibatkan nyeri leher. Nyeri kepala ini terkadang dideskripsikan
sebagai ikatan kuat di sekitar kepala. Nyeri kepala dengan intensitas ringan–
sedang (nonprohibitive) dan kepala terasa kencang. Kualitas nyerinya khas,
yaitu: menekan (pressing), mengikat (tightening), tidak berdenyut (non-
pulsating). Rasa menekan, tidak enak, atau berat dirasakan di kedua sisi kepala
(bilateral), juga di leher, pelipis, dahi. Leher dapat terasa kaku. TTH tidak
dipengaruhi aktivitas fisik rutin.
2. Nyeri mulai atau makin memburuk dengan stress, fatigue atau emosi.
3. Pemeriksaan neurologik tidak menunjukkan adanya kelainan.
4. Gangguan konsentrasi dan sulit tidur.
5. Anorexia, tanpa mual dan muntah.
6. Photophobia (sensasi nyeri/tidak nyaman di mata saat terpapar cahaya) atau
phonophobia (sensasi tak nyaman karena rangsang suara). Penderita TTH kronis
sangat sensitif terhadap rangsang.
h. Penegakkan Diagnosis
Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis
komprehensif adalah kunci evaluasi klinis TTH dan dapat menyediakan petunjuk
potensial terhadap penyebab penyakit (organik, dsb) yang mendasari terjadinya TTH.
Anamnesis
- Keluhan Utama : Nyeri kepala
- Onset : <7 hari yang lalu (episodik), >15 hari yang lalu (kronik)
- Letak : Frontal bilateral dan nucho-oksipital
- Kualitas : Seperti diikat, tidak berdenyut, bilateral, tidak diperberat
rutinitas normal
- Kuantitas : 30 menit – 7 hari (episodik) dan 15 hari/bulan selama
6 bulan (kronik)
- Faktor memperingan : Istirahat (refreshing), tidur cukup, pola makan yang
baik
- Faktor memperberat : Stress, depresi, gelisah
- Kronologi : Rasa pusing muncul saat pasien sedang dalam tekanan
atau stress
- Keluhan lain : Insomnia, sulit berkonsentrasi, adanya mual, muntah
dan kelaian visual seperti adanya fonofobia dan fotofobia, tidak ada gejala
atau tanda nyeri kepala sekunder.
Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan TTH diperoleh pemeriksaan fisik dan neurologis yang normal.
Beberapa pasien mengeluh tender spots atau taut bands pada otot pericranial atau
cervical (trigger points). Nyeri bertambah dengan fleksi leher dan pergangan dari
otot leher. Pada palpasi manual gerakan memutar kecil dan tekanan kuat dengan jari
ke dua dan ke tiga di daerah frontal, temporal, masseter, pterygoid,
sternocleidomastoid, splenius, dan otot-otot trapezius, dijumpai pericranial muscle
tenderness, dapat dibantu dengan palpometer. Pericranial tenderness dicatat dengan
Total Tenderness Score. Menurut referensi lain, prosedurnya sederhana, yaitu:
delapan pasang otot dan insersi tendon (yaitu: otot-otot masseter, temporal, frontal,
sternocleidomastoid, trapezius, suboccipital, processus coronoid dan mastoid)
dipalpasi. Palpasi dilakukan dengan gerakan rotasi kecil jari kedua dan ketiga selama
4-5 detik.
Tenderness dinilai dengan empat poin (0,1,2, dan 3) di tiap lokasi (local
tenderness score); nilai dari kedua sisi kiri dan kanan dijumlah menjadi skor
tenderness total (maksimum skor 48 poin). Penderita TTH diklasifikasikan sebagai
terkait (associated) (skor tenderness total lebih besar dari 8 poin) atau tidak terkait
(not associated) (skor tenderness total kurang dari 8 poin) dengan pericranial
tenderness.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis tension headache adalah dari klinis. Seperti nyeri kepala primer
lainnya, tidak ada test diagnostik spesifik untuk tension headache. Diagnostik
penunjang untuk TTH dapat digunakan pencitraan (neuroimaging) otak atau cervical
spine, analisis CSF, atau pemeriksaan serum dengan laju endap darah (erythrocyte
sedimentation rate), atau uji fungsi tiroid.
Studi Imaging
Studi neuroimaging penting untuk mengesampingkan penyebab sekunder
nyeri kepala, termasuk neoplasma dan cerebral hemorrhage.
MRI imaging menunjukkan struktrur cerebral yang detail dan khususnya
dalam mengevaluasi fossa posterior.
CT scan dengan kontras merupakan alternatif lain tetapi lebih rendah daripada
MRI dalam memperlihatkan struktur fosa posterior.
Neuroimaging terutama direkomendasikan untuk nyeri kepala dengan pola
atipikal, riwayat kejang, abnormalitas pada pemeriksaan neurologis, penyakit
simtomatis seperti: AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), tumor,
atau neurofibromatosis. Pemeriksaan funduskopi untuk papilloedema atau
abnormalitas lainnya penting untuk evaluasi nyeri kepala sekunder.
Pengobatan Fisik
1. Latihan postur dan posisi.
2. Massage, ultrasound, manual terapi, kompres panas/dingin.
3. Akupuntur TENS (transcutaneus electrical stimulation). Obat anastesi ataupun
bahan lain pada trigger point.
Terapi Behaviour
Bisa dilakukan biofeedback, stress management terapi, reassurance,
konseling, relaxation terapi, kognitif behaviour terapi). Harus diberikan penerangan
yang jelas mengenai patofisiologi sederhana dan pengobatannya dan tension type
headache bukanlah penyakit yang serius seperti tumor otak, perdarahan otak dan
sebagainya sehingga dapat mengurangi ketegangannya. Penanganan Psikologis
Dalam hal ini harus diberikan penerangan agar penderita bisa menerima hasil yang
didapat yang sekedar cukup realistik.
1994;14:97-106.12.
9. Arruda MA, Guidetti V, Galli F, Albuquerque RC, Bigal ME. Primary
headaches in childhood: A population-based study. Cephalalgia 2010;
30:1056-64.13.
10. Schwartz BS, Stewart WF, Simon D, Lipton RB. Epidemiology of tension-
type headache. JAMA 1998;279(5):381-3
11. Lyngberg AC, Rasmussen BK, Jørgensen T, Jensen R: Has the prevalence of
migraine and tension-type headache changed over a 12-year period? A Danish
population survey. Eur J Epidemiol 2005;20:243–9.
12. Roh JK, Kim JS, Ahn YO. Epidemiologic and clinical characteristics of
migraine and tension-type headache in Korea. Headache 1998;38: 356-65
13. Fernandez-de-las-Penas C, Lars Arendt-Nielsen L, Robert D. Gerwin RD
(Eds). Tension-Type and Cervicogenic Headache: Pathophysiology,
Diagnosis, and Management. Jones and Bartlell Publishers. USA. 2010.24.
14. Ashina M, Bendtsen L, Jensen R, Olesen J. Nitric oxide-induced headache in
patients with chronic tension-type headache. Brain 2000;123:1830-7.25.
15. Kaniecki RG. Tension-Type Headache. Continuum Lifelong Learning Neurol
2012;18(4):823–34.26.
16. Bendtsen L, Fernández-de-la-Peñas C. The role of muscles in tension-type
headache. Curr Pain Headache Rep Dec 2011;15(6):451-8.
17. Frishberg BM, Rosenberg JH, Matchar DB, et al. Evidence-based guidelines
in the primary care setting: neuroimaging in patients with nonacute headache.
Available at: www.aan.com/professionals/practice/pdfs/gl0088.pdf. Accessed
on August 8,2013.41.
18. Langemark M, Olesen J. Headache: A blind controlled study. Cephalalgia
1987;7:249-55.42.
19. Mercer S, Marcus DA, Nash J. Cervical musculoskeletal disorders in migraine
and tension type headache. Presented at the 68th Annual Meeting of the
American Physical Therapy Association;Cincinnati,OH;1993.43.
20. Loder E, Rizzoli P. Tension-type headache. BMJ 2008;336:88-92.44.
21. Bendtsen L, Evers S, Linde M, et al. EFNS (European Federation of
Neurological Societies) guideline on the treatment of tension-type headache:
report of an EFNS task force. Eur J Neurol 2010;17(11):1318-25.45.
22. Schachtel BP, Furey SA, Thoden WR. Nonprescription ibuprofen and
acetaminophen in the treatment of tension-type headache. J Clin Pharmacol
1996;36:1120-5.