Anda di halaman 1dari 9

1.

Wound healing
a. Fase inflamasi

Berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Netrofil merupakan sel
radang pertama yang dijumpai pada daerah luka, biasanya muncul 24 jam pertama
setelah kerusakan, fungsi utamanya untuk mengeliminasi benda asing, bakteri, sel
dan matrik jaringan yang rusak. Sel Mast merupakan sel yang kaya dengan granula
berisi berbagai macam enzim, Histamin dan berbagai jenis mediator kimia lain yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi pada daerah sekitar luka. Bahan
aktif yang dilepaskannya akan memicu serangkaian proses yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga sel monosit bisa dengan mudah
bermigrasi kedalam jaringan yang luka.
Sel Monosit dalam darah akan menjadi teraktivasi dan menjadi Makrofag setelah
48 jam. Sifat fagositik dari Makrofag bertujuan untuk mengeliminasi sel dan matrik
yang rusak, netrofil yang penuh dengan patogen, benda asing dan sisa bakteri yang
masih tersisa. Adanya Wound Macrophage menandakan akhir proses inflamasi dan
segera dimulainya proses proliferasi.
b. Fase proliferasi
Fase proliferasi terdiri atas proses reepitelialisasi, neovaskularisasi, dan
pembentukan jaringan granulasi, dalam fase ini peran TGF-β yang dilepaskan oleh
trombosit, makrofag memegang peranan penting sebagai pengatur fungsi Fibroblas.
TGF-β memiliki beberapa peran penting dalam pembentukan matrik ekstraselular,
yaitu meningkatkan pergerakan sel epidermis, pembentukan kolagen, proteoglikan,
dan fibronektin, serta mengurangi produksi dari enzim protease yang merusak
matrik.
Fibroblas akan berikatan dengan serabut dari matrik fibrin dan mulai
memproduksi kolagen. Pembentukan kolagen dimulai dari pembentukan prokolagen
dengan karakter khas triple helix, setelah di sekresikan ke dalam ruang ekstraselular,
kemudian akan mengalami hidroksilasi dan kemudian mengalami pembelahan pada
gugus terminal peptida prokolagen N dan C oleh enzim Lysyl Oxydase yang
memungkinkan terjadinya crosslink yang lebih stabil. Kolagen normal pada kulit
tersusun teratur dan memiliki kekuatan regangan yang setara dengan baja, namun
pada jaringan parut, ukurannya lebih kecil dan tidak beraturan, sehingga lebih lemah
dan mudah sekali rusak dibandingkan jaringan sekitarnya.
Reepitelialisasi terjadi dalam beberapa jam setelah terjadi luka, dan Sitokin yang
berperan adalah EGF dan TGFα yang dihasilkan oleh Platelet, Makrofag, dan
keratinosit. Karena proses ini memiliki aktivitas metabolik yang tinggi, maka akan
timbul peningkatan kebutuhan oksigen dan nutrisi. Penurunan pH, oxygen tension,
dan peningkatan laktat dilokasi sekitar luka akan memicu serangkaian proses yang
mendorong terbentuknya pembuluh darah baru atau yang lazim dikenal sebagai
angiogenesis atau neovaskularisasi, yang terutama dipengaruhi oleh VEGF, bFGF
dan TGF-β. Proses ini vital dalam kelangsungan proses selanjutnya yaitu pembentuk
jaringan granulasi pada hari ke 4-7.
c. Fase remodelling

Sebagian molekul kolagen terdegradasi oleh enzim kolagenase yang didapatkan


pada Fibroblas, Makrofag, dan Netrofil pada fase remodelling, disamping itu juga
terjadi kontraksi luka (wound contraction)yang merupakan suatu proses kompleks
dimana melibatkan berbagai jenis sel, matrik, dan Sitokin. Pada periode ini,
Fibroblas memiliki suatu gambaran fenotipe yang disebut myofibroblas, yang
mampu melakukan kontraksi, adanya fenomena ini menunjukan adanya pemadatan
dari jaringan ikat dan kontraksi dari luka. Proses ini diduga dipicu oleh TGF β1 atau
β2 dan PDFG.
Remodelling dari kolagen dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan
katabolisme kolagen. Degradasi kolagen pada luka juga dipengaruhi oleh beberapa
enzim proteolitik yang disebut MMP yang dihasilkan oleh sel Makrofag, epidermis,
endothel dan Fibroblas. Keseimbangan antara MMP dan inhibitor dari MMP akan
menentukan perkembangan penyembuhan luka. Proses remodelling memungkinan
kekuatan jaringan baru yang terbentuk bisa mendekati aslinya, pada 3 minggu
pertama setelah cedera, kekuatan ini hanya berkisar 20% dari semula, dalam proses
remodelling akan terjadi penggantian serabut kolagen dengan serabut yang lebih
besar disertai oleh penguatan crosslinking dari masing masing serabut yang
membentuk jaringan yang lebih kuat. Kekuatan maksimal yang bisa dicapai oleh
jaringan parut baru hanyalah 70% dari kulit yang normal.
Bone healing
a. Fase inflamasi/hematom
Berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena
terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi
ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat
fraktur untuk memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor
pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi mikro yang sesuai untuk :
 Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra
membran pada tempat fraktur,
 Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan
 Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan
osifikasi endokondral yang mengiringinya.
b. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-
benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur
kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir
pada minggu ke 4 – 8.
c. Fase pembentukan kalus
Mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang
mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Tulang
rawan dibagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Perlu
waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau
jaringan fibrous. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur
dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang
paling dominan dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming
Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam
pengaturan differensiasi dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler.
Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan
penting pada proses angiogenesis selama penyembuhan fraktur.
Beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada terbentuk
kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2 minggu Bridging
(soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak bersambung. Medullary
(hard) Callus akan melengkapi bridging callus secara perlahan-lahan. Kalus
eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah periosteum periosteal callus
terbentuk di antara periosteum dan tulang yang fraktur. Interfragmentary callus
merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi celah fraktur di antara tulang yang
fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar daerah fraktur.
d. Fase konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang
immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang ini
menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah
fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan
tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum
tulang cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
e. Fase remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk
yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella
yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla
akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya
tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak.

2. Penilaian risiko pasien jatuh dengan skala morse (Pasien dewasa)


FAKTOR RISIKO SKALA SKOR
HASIL STANDAR
Riwayat jatuh yang baru Ya 25
atau dalam 3 bulan
Tidak 0
terakhir
Diagnosa sekunder lebih Ya 15
dari 1 diagnosa Tidak 0
Berpegangan pada benda-benda
30
sekitar
Menggunakan alat bantu
Kruk, tongkat, walker 15
Bedrest/dibantu perawat 0
Menggunakan IV dan Ya 20
cateter Tidak 0
Gangguan (pincang/diseret) 20
Kemampuan berjalan Lemah 10
Normal/bed rest/immobile 0
Tidak sadar akan
15
Status mental kemampuannya/post op 24 jam
Orientasi sesuai kemampuan diri 0
Total skor

Kesimpulan skala morse


NILAI RISIKO
≥ 45 Tinggi
25-44 Sedang
0-24 Rendah

Penilaian risiko pasien jatuh dengan skala humphty dumpty (pasien anak)
PARAMETER KRITERIA NILAI SKOR
< 3 tahun 4
3-7 tahun 3
Usia
7-13 tahun 2
≥ 13 tahun 1
Laki-laki 2
Jenis kelamin
Perempuan 1
Diagnosis neurologi 4
Perubahan oksigenasi (diagnosis
Diagnostik
respiratorik, dehidradi, anemia, anoreksia, 3
sinkop, pusing, dsb)
Gangguan perilaku/psikiatri 2
Diagnosis lainnya 1
Tidak menyadari keterbatasan dirinya 3
Gangguan kognitif Lupa akan adanya keterbatasan 2
Orientasi baik terhadap diri sendiri 1
Riwayat jatuh/bayi diletakkan di tempat
4
tidur dewasa
Pasien menggunakan alat bantu/bayi
Faktor lingkungan diletakkan dalam tempat tidur bayi/perabot 3
rumah
Pasien diletakkan di tempat tidur 2
Area di luar rumah sakit 1
Dalam 24 jam 3
Pembedahan/sedasi Dalam 48 jam 2
anestesi >48 jam atau tidak menjalani
1
pembedahan/sedasi, anestesi
Penggunaan multipel: sedatif, obat hipnosis,
barbiturat, fenotiazin, antidepresan, 3
Penggunaan pencaharm diuretik, narkose
medikamentosa Penggunaan salah satu obat di atas 2
Penggunaan medikasi lainnya/tidak ada
1
medikasi
Jumlah skor Humpty Dumpty
Skor asessment risiko jatuh (skor minimum 7, skor maksimum 23)
skor 7-11: risiko rendah
skor ≥ 12 : risiko tinggi

Penilaian risiko terjadi dekubitus dengan skala norton


PENILAIAN 4 3 2 1
Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat buruk
Status mental Sadar Apatis Bingung Stupor
Aktifitas Jalan sendiri Jalan dengan Kursi roda Ditempat tidur
bantuan
Mobilitas Bebas bergerak Agak terbatas Sangat terbatas Tidak mampu
betgerak
Inkontinensia Kontinensia Kadang Selalu Inkotinensia
inkotinensia inkotinensia
urin urin
Skor
TOTAL SKOR
definisi risiko:
< 12 : Resiko tinggi terjadi dekubitus
12-15 : Resiko sedang terjadi dekubitus
16-20 : Resiko rendah terjadi dekubitus
3. Tipe dan karakter sendi (artikulasio)
Sendi yang tidak dapat bergerak
Articulatio fibrosa, hubungan antar tulang dengan fibrous seperti pada sutura tulang
tengkorak
a. Synarthrosis, disatukan oleh jaringan fibrosa
b. Syndemosis, hubungan antar tulang dengan jaringan fibrosa yang banyak dan
hanya sedikit terjadi gerakan
c. Gomphosis, hubungan tulang berupa tonjolan dan soket
Sendi dengan gerakan sedikit
Articulatio cartilaginea, hubungan antar tulang disatukan oleh tulang rawan cartillago
hyalin atau fibro cartillago
a. Syncondrosis, hubungan antar tulang yang bersifat temporer
b. Symphisis, hubungan antar tulang disatukan oleh jaringan fibrocartilago
Sendi yang banyak bergerak
Articulatio synovialis (dhiarthrosis), terdapat ruangan spesifik sehingga gerakan sendi
menjadi lebih bebas.
a. Sendi peluru (articulatio globaidea/ball and socket), gerakan fleksi, ekstensi,
abduksi, adduksi, rotasi dan sirkumduksi (articulatio humeri dan articulatio
coxae).
b. Sendi bujur telur (articulatio ellipsoidea), gerakan fleksi, ekstensi, abduksi dan
adduksi (sendi metacarprophalangea dan jari-jari tangan).
c. Sendi geser (gliding, arthrodial, plane), gerakan menggeser (pada tulang-tulang
tarsal dan carpal, processus articularis dari vertebrae).
d. Sendi putar (articulatio trocoidea), gerakan transversal dan longitudinal
(articulatio radioulnar)
e. sendi engsel (articulatio throchlearis), gerakan fleksi dan ekstensi
f. Sendi pelana (articulatio sellaris), gerakan fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi
(articulatio carpometacarpal ibu jari)

4. Fungsi luhur
adalah fungsi yang memungkinkan manusia dapat memnuhi kebutuhan jasmani dan
rohani sesuai dengan nilai moral yang berlaku. terdiri dari kognisis, memori, bahasa,
emosi dan visuospatial.
a. fungsi kognisi
 suatu proses mental untuk memperoleh pemahaman/pengertian terhadap
sesuatu
 rangkaian proses: sensasi, persepsi, asosiasi, pikiran, perhatian,
pertimbangan, memori
 fungsi otak dalam proses berpikir sehingga akan melahirkan tindakan

b. fungsi memori
 kemampuan untuk menyimpan informasi/pengalaman dan mengemukakan
setiap saat
 mekanisme: resepsi (tahap pemasukan informasi), retensi (tahap
penyimpanan informasi), recall (tahap pengeluaran/pengingatan kembali)
 jenis:
Immediate Korteks prefrontal
Milidetik
memory
Short term
Hipokampus, lobus temporal Beberapa detik
Recent memory
sampai beberapa
memory
menit
Hampir seluruh hemisfer serebri Jam, hari, bulan,
Remote Long term
tahun → ingatan
memory memory
permanen

c. fungsi bahasa
 sebagai alat komunikasi
 Verbal: ungkapan hasil peikiran/konsep/opini dengan menggunakan
simbol bahasa dan tata bahasa memalui bentuk lisan maupun tulisan
 Non verbal: ekspresi emosi untuk memperjelas bahasa verbal (intonasi,
gerakan mata, kepala, badan, isyarat, body language)
 daerah fungsi bahasa:
o daerah reseptif
 area wernicke (area 22) untuk bahasa yang didengar
 area girus angularis (area 39) untuk bahasa yang dilihat
o daerah ekspresif
 area broca (area 44)
d. fungsi emosi
 perasaan kompleks (menyenagkan atau tidak menyenangkan) yang
melibatkan perubahan aktivitas organ tubuh terutama organ visceral
sehinggan mendorong munculnya respon atau perilaku tertentu
 emosi dasar: rasa senang, marah, takut, kasih sayang
 berkaitan dengan sistem limbik (batas antara diensefalon dan cerebrum):
o amigdala
o corpus mamillare
o hipokampus
o girus singulata
o thalamus anterior dan hipotalamus
e. fungsi visouspatial
 fungsi hemisfer kanan yang behubungan dengan fungsi pengamatan dan
perlindungan diri dan lingkungan

5. Autonomic disreflxia
adalah suatu sindrom dimana tekanan darah terlalu tinggi secara tiba-tiba. Hal ini umum
terjadi pada orang yang mengalami cedera tulang belakang (T6 atau di atas). Gejala
berupa sakit kepala, wajah memerah dan/atau bercak kemarahan pada kulit, berkeringat,
mual, bradikardi.

Anda mungkin juga menyukai