Anda di halaman 1dari 13

Nama : Vivi Widianto Tjan

NIM : 1710029063

1. Healing Process
a. Fase inflamasi (inflammatory response phase)
Karakteristik : kalor, rubor, dolor, function laesa. Terjadi vasokonstriksi sementara
akibat perubahan hemodinamik dan respons untuk menghentikan perdarahan berupa
spasme vaskuler, clotting, koagulasi darah dan pembentukan jaringan fibrosa.
Kemudian sel rusak akan melepaskan mediator kimia inflamasi, mengakibatkan
vasodilatasi dan peningkatan aliran darah ke jaringan yang rusak. Meningkatnya
aliran darah menimbulkan hiperemi dan hangat pada lokasi tersebut. Leukosit dan
sel-sel fagosit yang berada di aliran darah akan melokalisasi trauma dan membuang
produk sampingan luka seperti darah dan sel yang rusak lewat fagositosis. Terjadi
peningkatan permeabilitas dinding sel yang mempermudah aktivitas sel darah putih
dan sel-sel fagosit ke daerah trauma. Keluarnya cairan dan sel-sel tersebut ke
ekstravaskuler akan menmbentuk eksudat dan menyebabkan pembengkakan.
b. Fase proliferasi (fibroblastic repair phase)
Karakteristik : respons inflamasi (kalor, rubor, dolor) berkurang, nyeri masih terasa
tetapi seiring dengan pembentukan scar dan jaringan menjadi lebih kuat maka nyeri
akan sembuh. Pada fase ini terjadi kekurangan oksigen pada area trauma sehingga
akan terbentuk kapiler baru untuk membantu proses penyembuhan secara aerobik
dan menjaga aliran nutrisi yang diperlukan. Fibroblas yang terakumulasi di daerah
trauma akan tersusun menyesuaikan pertumbuhan kapiler dan mulai mensistesis
matriks ekstra seluler yang terdiri dari kolagen, elastin, substansi dasar,
glikosaminoglikan dan cairan. Serat kolagen akan tersusun secara acak disepanjang
scar. Kolagen akan berproliferasi dan meningkatkan kemampuan regangan dari
jaringan baru.
c. Fase remodeling (maturation remodeling phase)
Fase ini ditandai dengan meningkatnya kemampuan regang dan menurunnya jumlah
fibroblast. Fase ini merupakan proses panjang penataan kembali serabut kolagen
yang membentuk scar. Proses penataan ini bergantung pada stress dan strain yang
diberikan terhadap jaringan tersebut dan secara bertahap menjadi normal dalam
penampakan dan fungsi. Proses remodelling memungkinan kekuatan jaringan baru
yang terbentuk bisa mendekati aslinya, pada 3 minggu pertama setelah cedera,
kekuatan ini hanya berkisar 20% dari semula, dalam proses remodelling akan terjadi
penggantian serabut kolagen dengan serabut yang lebih besar disertai oleh penguatan
crosslinking dari masing masing serabut yang membentuk jaringan yang lebih kuat.
Kekuatan maksimal yang bisa dicapai oleh jaringan parut baru hanyalah 70% dari
kulit yang normal.
Bone healing

a. Fase inflamasi/hematom
Berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan
nyeri. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan
darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan
mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk
memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan
spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi mikro yang sesuai untuk :
 Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra
membran pada tempat fraktur,
 Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan
 Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan
osifikasi endokondral yang mengiringinya.
b. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang
fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan
invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur
kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir
pada minggu ke 4 – 8.
c. Fase pembentukan kalus
Mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai
tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Tulang rawan
dibagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Perlu
waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau
jaringan fibrous. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur
dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang
paling dominan dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming
Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam
pengaturan differensiasi dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler.
Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan
penting pada proses angiogenesis selama penyembuhan fraktur.
Beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus tersebut berada terbentuk
kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam waktu 2 minggu
Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur tidak bersambung.
Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus secara perlahan-lahan.
Kalus eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah periosteum periosteal
callus terbentuk di antara periosteum dan tulang yang fraktur. Interfragmentary
callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi celah fraktur di antara tulang
yang fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam medulla tulang di sekitar daerah
fraktur.
d. Fase konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang
immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang
ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada
daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen
dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa
bulan sebelum tulang cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
e. Fase remodelling
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang
berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus
lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga
medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran
semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama
pada anak-anak.
2. Penilaian resiko ulkus dekubitus
Skala Norton
PENILAIAN 4 3 2 1
Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat buruk
Status mental Sadar Apatis Bingung Stupor
Aktifitas Jalan sendiri Jalan dengan Kursi roda Ditempat tidur
bantuan
Mobilitas Bebas bergerak Agak terbatas Sangat terbatas Tidak mampu
betgerak
Inkontinensia Kontinensia Kadang Selalu Inkotinensia
inkotinensia inkotinensia
urin urin
Skor
TOTAL SKOR
definisi risiko:
< 12 : Resiko tinggi terjadi dekubitus
12-15 : Resiko sedang terjadi dekubitus
16-20 : Resiko rendah terjadi dekubitus
3. Tipe dan karakter sendi (artikulasio)
- Berdasarkan gerak
Sendi yang tidak dapat bergerak (sinarthrosis)
Articulatio fibrosa, hubungan antar tulang dengan fibrous seperti pada sutura tulang
tengkorak
b. Synarthrosis, disatukan oleh jaringan fibrosa
c. Syndemosis, hubungan antar tulang dengan jaringan fibrosa yang banyak dan
hanya sedikit terjadi gerakan
d. Gomphosis, hubungan tulang berupa tonjolan dan soket
Sendi dengan gerakan sedikit (amphiarthrosis)
Articulatio cartilaginea, hubungan antar tulang disatukan oleh tulang rawan cartillago
hyalin atau fibro cartillago
a. Syncondrosis, hubungan antar tulang yang bersifat temporer
b. Symphisis, hubungan antar tulang disatukan oleh jaringan fibrocartilago
Sendi yang banyak bergerak
Articulatio synovialis (dhiarthrosis), terdapat ruangan spesifik sehingga gerakan sendi
menjadi lebih bebas.
a. Sendi peluru (articulatio globaidea/ball and socket), gerakan fleksi, ekstensi,
abduksi, adduksi, rotasi dan sirkumduksi (articulatio humeri dan articulatio
coxae).
b. Sendi bujur telur (articulatio ellipsoidea), gerakan fleksi, ekstensi, abduksi dan
adduksi (sendi metacarprophalangea dan jari-jari tangan).
c. Sendi geser (gliding, arthrodial, plane), gerakan menggeser (pada tulang-tulang
tarsal dan carpal, processus articularis dari vertebrae).
d. Sendi putar (articulatio trocoidea), gerakan transversal dan longitudinal
(articulatio radioulnar)
e. sendi engsel (articulatio throchlearis), gerakan fleksi dan ekstensi
f. Sendi pelana (articulatio sellaris), gerakan fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi
(articulatio carpometacarpal ibu jari)
- Berdasarkan axis
Articulatio Monoaxial
Hanya mempunyai satu axis. Contoh: sendi ruas-ruas jari (articulatio interphalangea),
sendi antara humerus dan ulna (articulatio humeraulnaris).
Articulatio Biaxial
Mempunyai dua axis. Contoh: hubungan antara humerus dan radius
(articulatiohumeroradialis) dan sendi lutut (articulatio genus).
Articulatio Triaxial
Mempunyai tiga axis. Contoh: sendi bahu (articulatio humeri), dan sendi pinggul
(articulatio coxae).
4. Fungsi luhur
Fungsi yang memungkinkan manusia dapat memnuhi kebutuhan jasmani dan rohani
sesuai dengan nilai moral yang berlaku. terdiri dari kognisis, memori, bahasa, emosi dan
visuospatial.
a. Fungsi kognisi
- Suatu proses mental untuk memperoleh pemahaman/pengertian terhadap sesuatu
- Rangkaian proses: sensasi, persepsi, asosiasi, pikiran, perhatian, pertimbangan,
memori
- Fungsi otak dalam proses berpikir sehingga akan melahirkan tindakan

b. Fungsi memori
- Kemampuan untuk menyimpan informasi/pengalaman dan mengemukakan setiap
saat
- Mekanisme: resepsi (tahap pemasukan informasi), retensi (tahap penyimpanan
informasi), recall (tahap pengeluaran/pengingatan kembali)
- Jenis:
Immediate Korteks prefrontal
Milidetik
memory
Short term
Hipokampus, lobus temporal Beberapa detik
Recent memory
sampai beberapa
memory
menit
Hampir seluruh hemisfer serebri Jam, hari, bulan,
Remote Long term
tahun → ingatan
memory memory
permanen
c. Fungsi bahasa
- Sebagai alat komunikasi
- Verbal: ungkapan hasil peikiran/konsep/opini dengan menggunakan simbol bahasa
dan tata bahasa memalui bentuk lisan maupun tulisan
- Non verbal: ekspresi emosi untuk memperjelas bahasa verbal (intonasi, gerakan
mata, kepala, badan, isyarat, body language)
- Daerah fungsi bahasa:
Daerah reseptif : area wernicke (area 22) untuk bahasa yang didengar
area girus angularis (area 39) untuk bahasa yang dilihat
Daerah ekspresif : area broca (area 44)
d. Fungsi emosi
- Perasaan kompleks (menyenagkan atau tidak menyenangkan) yang melibatkan
perubahan aktivitas organ tubuh terutama organ visceral sehinggan mendorong
munculnya respon atau perilaku tertentu
- Emosi dasar: rasa senang, marah, takut, kasih sayang
- Berkaitan dengan sistem limbik (batas antara diensefalon dan cerebrum):
 Amigdala
 Corpus mamillare
 Hipokampus
 Girus singulata
 Thalamus anterior dan hipotalamus
e. Fungsi visouspatial
Fungsi hemisfer kanan yang behubungan dengan fungsi pengamatan dan
perlindungan diri dan lingkungan
5. Autonomic disreflxia/ hyperreflexia
Suatu kondisi di mana sistem saraf otonom bereaksi berlebihan terhadap rangsangan
eksternal atau rangsangan tubuh.. Hal ini umumnya terjadi pada orang yang mengalami
cedera tulang belakang (T6 atau di atas).
Walaupun tubuh kehilangan kemampuan sensorik dan motorik terhadap otot sesuai dengan
persarafan yang terkena, tubuh tetap menghasilkan banyak sinyal yang mengkomunikasikan
fungsi tubuh, seperti status kandung kemih, usus, dan pencernaan. Sinyal-sinyal ini tidak
dapat diproses di otak karena tidak dapat melewati cedera tulang belakang. Namun, pesan
masih masuk ke bagian sistem saraf otonom simpatis dan parasimpatis yang beroperasi di
bawah cedera tulang belakang. Sinyal kemudian memicu system simpatis dan parasimpatis,
tetapi otak tidak dapat secara tepat menanggapi mereka sehingga mereka tidak lagi bekerja
secara efektif sebagai sebuah tim.
Apabila terdapat suatu rangsangan ringan, seperti kandung kemih yang penuh, pesan
tersebut akan diproses oleh system otonom dan menghasilkan efek vasokontriksi sehingga
tekanan darah akan meningkat. Apabila tekanan darah meningkat maka otak akan berusaha
mengatur tuubuh untuk menurunkan tekanan darah tetapi otak tidak dapat mengirimkan
pesan karena jalur saraf yang cedera. Sehingga efek simpatis dan parasimpatis yang terjadi
akan di luar kendali seperti tekanan darah tinggi, bradikardi dan dapat berlanjut menjadi
stroke, serangan jantung, atau kejang.
Resume Rehab Medik
Hal yang sudah didapat :
1. Perbedaan impairment, disability, handicap
2. Ranah rehab medik
3. Modalitis, mekanisme kerja, indikasi dan kontraindikasi,
4. Healing process, wound healing, bone healing
5. Pressure ulcer
6. Jenis-jenis sendi dan pergerakannya
7. Range of motion, pembahasan sesuai kasus dan penanganannya

Hal tambahan yang ingin dipelajari


1. Assessment dan terapi/penanganan awal terhadap anak dengan global developmental delay
yang lebih spesifik
2. Cara menentukan goal ter-optimal per kasus/pasien sehingga penanganan pasien dapat
optimal dan pasien tidak dirugikan

Saran :
1. Waktu untuk diskusi diperbanyak
2. DM mendapatkan kesempatan melihat langsung assessment pada pasien rm

Anda mungkin juga menyukai

  • Kortikosteroid Pada Polip Nasi
    Kortikosteroid Pada Polip Nasi
    Dokumen5 halaman
    Kortikosteroid Pada Polip Nasi
    Chyntiananda Prabu Hening
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading
    Journal Reading
    Dokumen23 halaman
    Journal Reading
    Chyntiananda Prabu Hening
    Belum ada peringkat
  • Mata
    Mata
    Dokumen48 halaman
    Mata
    Chyntiananda Prabu Hening
    Belum ada peringkat
  • Penyapu Jalan
    Penyapu Jalan
    Dokumen14 halaman
    Penyapu Jalan
    Chyntiananda Prabu Hening
    Belum ada peringkat
  • Absen
    Absen
    Dokumen3 halaman
    Absen
    Chyntiananda Prabu Hening
    Belum ada peringkat
  • Scribd Antioksidan
    Scribd Antioksidan
    Dokumen10 halaman
    Scribd Antioksidan
    Chyntiananda Prabu Hening
    Belum ada peringkat