Tonsilitis
PEMBIMBING :
Dr. Budhy Parmono. Sp. THT-KL
PENYUSUN :
Indah Aprilyani K D
1102013132
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkanberkat dan kasihNya dalam kehidupan ini. Dengan penyertaan dan kasih
setia-Nya referat ini dapat selesai dikerjakan sebagai tugas kepaniteraan bagian
Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi di RSUD KOTA CILEGON .
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Budhy
Parmono. Sp. THT-KL dan dr. Puji Sulastri. Sp. THT-KL yang selalu memberikan
dorongan dan bimbingan hingga referat ini dapat terselesaikan denganbaik.
Penulis berharap semoga dengan penulisan referat ini, pengetahuanpenulis
dalam bidang Neurologi dapat semakin bertambah sebagai bekaldalam menjalankan
profesi untuk menjadi dokter yang berkompeten. Penulisjuga berharap referat ini
dapat bermanfaat bagi siapapun yangmembacanya.Penulis sangat menyadari bahwa
referat ini masih jauh darikesempurnaan. Dengan demikian penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan dalam penulisan
berikutnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual.
Gejala pada tonsillitis akut adalah rasa gatal/ kering ditenggorokan, anoreksia,
otalgia, tonsil membengkak. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga
menjadi parah, sakit menelan, kadang muntah. Pada tonsillitis dapat mengakibatkan
kekambuhan sakit tenggorokan dan keluarnya nanah pada lekukan tonsil
(Mansjoer,2000).
Tanda klinisnya dijumpai tonsil membengkak dan meradang. Tonsila biasanya
bercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat. Eksudat ini mungkin keabu-
abuan dan kekuningan. Eksudat ini dapat berkumpul, membentuk membran dan pada
beberapa kasus dapat terjadi nekrosis jaringan lokal (Boies, 1997).
Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung
desinfektan. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien
merasa sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil
(tonsilektomi).
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria dan furunkulosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual. Tonsil palatina yang biasa
disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Tonsil dibatasi oleh pilar anterior
yang berisi m. Palatoglossus, pilar posterior yang berisi m. Palatopharingeus dan
bagian lateral dibatasi oleh m. Constrictor pharingeus superior.
1. Pharyngeal tonsil
2. Palatine tonsil
3. Lingual tonsil
4. Epiglottis
TONSILITIS
1. Tonsilitis Akut
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan
tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan
bakteri pathogen dalam kripta.
2. Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua
penyakit tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik
adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut
yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis akut yang tidak
adekuat. Radang pada tonsil dapat disebabkan kuman Grup A Streptococcus beta
hemolitikus, Pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus piogenes.
Gambaran klinis bervariasi dan diagnosa sebagian besar tergantung pada infeksi.
3.1 Patogenesa
Pada umumnya tonsilitis kronis memiliki dua gambaran, yaitu terjadi
pembesaran tonsil dan pembentukan jaringan parut. Terlihat gambaran pembesaran
kripta pada beberapa kasus tonsilitis kronis. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel
jaringan tonsil dalam waktu lama akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya
sel limfosit dan basofil sehingga timbul detritus. Detritus merupakan kumpulan
leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis, detritus ini mengisi
kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Bercak detritus ini, dapat melebar
sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil. Proses
berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan
perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Dari hasil biakan tonsil, pada
tonsilitis kronis didapatkan bakteri dengan virulensi rendah dan jarang ditemukan
Streptococcus beta hemolitikus.
3.3 Terapi
Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung
desinfektan. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien merasa
sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).
Indikasi Absolut Tonsilektomi :
1.Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur
3. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penuruna berat badan
penyerta.
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan atau limfoma
5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan
sekitarnya.
3.4 Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria dan furunkulosis.
3. Tonsilitis difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada
bayi dan anak. Penyebab tonsillitis difteri adalah Coryne bacterium diphteriae, kuman
yang termasuk gram positif dan hidup di saluran nafas bagian atas yaitu hidung faring
dan laring.
Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun
dan frekuensi tertinggi pada usia2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih
mungkin menderita penyakit ini.
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala
lokal, dan gejala akibat eksotoksin.
Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya: kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta
keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu.
Membrane ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring,laring, trakea, dan
bronkus yang dat menyumbat saluran nafas. Membrane semu ini melekat erat pada
dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit
ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfe leher akan membengkak sedemikian
besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga
BurgemeesterS hals.
Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis
samapi decompensasio cordis, mengenai saraf cranial menyebabkan kelumpuhan otot
palatum dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminoria.
Diagnosa tonsillitis difteri ditegakakan berdasarkan gambaran klinik dan
pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah
membrane semu dan didapatkan kuman coryne bacterium diphteriae.
IV. TONSILEKTOMI
Tonsilektomi dilakukan jika terjadi infeksi yang berulang atau kronik,
gejala sumbatan serta curiga adanya keganasan.
Indikasi tonsilektomi;
1. sumbatan
hyperplasia tonsil dengan sumbatan jalan nafas
sleep apnea
gangguan menalan
gangguan bicara
2. infeksi
infeksi telinga tengah berulang
rhinitis dan sinusitis yang kronis
peritonsiler abses
abses kelenjar limfe leher berulang.
Tonsillitis kronis dengan nsafas bau
Tonsil sebagai fokal infeksi dari organ lain
Tonsillitis kronis dengan gejala nyeri tenggorok berulang.
3. kecurigaan adanya tumor jinak atau ganas.
DAFTAR PUSTAKA
4. Djaafar, Z. 2001. Kelainan Telingan Tengah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung dan Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: 49-62
5. Wikipedia. 2005. http://en.wikipedia.org/wiki/Ear. Wikipedia Ecyclopedia