Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

Tonsilitis

PEMBIMBING :
Dr. Budhy Parmono. Sp. THT-KL

PENYUSUN :
Indah Aprilyani K D
1102013132

KEPANITERAAN KLINIK THT


RSUD PANGGUNG RAWI CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 29 JANUARI 2018 – 3 MARET 2018
KATA PENGANTAR

 
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkanberkat dan kasihNya dalam kehidupan ini. Dengan penyertaan dan kasih
setia-Nya referat ini dapat selesai dikerjakan sebagai tugas kepaniteraan bagian
Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi di RSUD KOTA CILEGON .
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Budhy
Parmono. Sp. THT-KL dan dr. Puji Sulastri. Sp. THT-KL yang selalu memberikan
dorongan dan bimbingan hingga referat ini dapat terselesaikan denganbaik.
Penulis berharap semoga dengan penulisan referat ini, pengetahuanpenulis
dalam bidang Neurologi dapat semakin bertambah sebagai bekaldalam menjalankan
profesi untuk menjadi dokter yang berkompeten. Penulisjuga berharap referat ini
dapat bermanfaat bagi siapapun yangmembacanya.Penulis sangat menyadari bahwa
referat ini masih jauh darikesempurnaan. Dengan demikian penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan dalam penulisan
berikutnya.

Cilegon , Februari 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual.
Gejala pada tonsillitis akut adalah rasa gatal/ kering ditenggorokan, anoreksia,
otalgia, tonsil membengkak. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga
menjadi parah, sakit menelan, kadang muntah. Pada tonsillitis dapat mengakibatkan
kekambuhan sakit tenggorokan dan keluarnya nanah pada lekukan tonsil
(Mansjoer,2000).
Tanda klinisnya dijumpai tonsil membengkak dan meradang. Tonsila biasanya
bercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat. Eksudat ini mungkin keabu-
abuan dan kekuningan. Eksudat ini dapat berkumpul, membentuk membran dan pada
beberapa kasus dapat terjadi nekrosis jaringan lokal (Boies, 1997).
Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung
desinfektan. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien
merasa sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil
(tonsilektomi).
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria dan furunkulosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual. Tonsil palatina yang biasa
disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Tonsil dibatasi oleh pilar anterior
yang berisi m. Palatoglossus, pilar posterior yang berisi m. Palatopharingeus dan
bagian lateral dibatasi oleh m. Constrictor pharingeus superior.
1. Pharyngeal tonsil
2. Palatine tonsil
3. Lingual tonsil
4. Epiglottis

II. Anatomi Tonsil


Tonsil berbentuk oval, tipis terletak pada bagian samping belakang orofaring
dalam fossa tonsilaris atau sinus tonsilaris. Bagian atas fossa tonsilaris kosong
dinamakan fossa supratonsiler yang merupakan jaringan ikat longgar. Berat tonsil
pada laki-laki berkurang dengan bertambahnya umur, sedangkan pada wanita
berat bertambah pada masa pubertas dan kemudian menyusut kembali.
Permukaan lateral tonsil meletak pada fascia faring yang sering juga disebut
capsula tonsil. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan
mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel
squamous yang juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan
leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Kripta pada
tonsil palatina lebih besar, bercabang dan berlekuk-lekuk dibandingkan dengan
sistem limfoid lainnya, sehingga tonsil palatina lebih sering terkena penyakit.
Selama peradangan akut, kripta dapat terisi dengan koagulum yang menyebabkan
gambaran folikuler yang khas pada permukaan tonsil.

III. Peredaran Darah Tonsil


Tonsil mendapatkan peredaran darah dari arteri tonsilaris yang merupakan
cabang dari arteri maksilaris eksterna dan arteri palatina asenden. Arteri tonsilaris
berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor faringeus superior. Arteri palatina
asenden masuk tonsil melewati pinggir atas atas m. konstriktor faringeus. Tonsil juga
mendapatkan peredaran darah dari arteri lingualis dorsalis dan arteri palatina
desenden.
IV. Persarafan Tonsil
Persarafan tonsil berasal dari saraf trigeminus dan saraf glossopharingeus.
Nervus trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang
melewati ganglion sphenopaltina yaitu n. palatina. Bagian bawah tonsil dipersarafi n.
glossopharingeus.

TONSILITIS
1. Tonsilitis Akut
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan
tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan
bakteri pathogen dalam kripta.

Tonsilitis bakterial supurativa akut paling sering disebabkan oleh


stretokokus beta hemolitikus grup A. Meskipun pneumokokus, stafilokokus dan
Haemophilus influenzae juga virus patogen dapat dilibatkan. Kadang-kadang
streptokokus non hemolitikus atau streptokokus viridans, ditemukan pada biakan,
biasanya pada kasus-kasus berat.
Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan
reaksi radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus.
Detritus ini merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas.
Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis
folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur maka
akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk
membrane semu (Pseudomembran) yang menutupi tonsil.
Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri
waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lelu, rasa nyeri pada
sendi-sendi, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri di telinga ini karena
nyeri alih melalui n Glosofaringeus. Seringkali disertai adenopati servikalis disertai
nyeri tekan. Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat
detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar
submandibula membengkak dan nyeri tekan.
Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya
tirah baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral efektif untuk
mengurangi nyeri. Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang
tepat. Penisilin masih merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat resistensi atau
penderita sensitive terhadap penisilin. Pada kasus tersebut eritromisin atau antibiotik
spesifik yang efektif melawan organisme sebaiknya digunakan. Pengobatan
sebaiknya diberikan selama lima sampai sepuluh hari. Jika hasil biakan didapatkan
streptokokus beta hemolitikusterapi yang adekuat dipertahankan selama sepuluh hari
untuk menurunkan kemungkinan komplikasi non supurativa seperti nefritis dan
jantung rematik.

2. Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua
penyakit tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik
adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut
yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis akut yang tidak
adekuat. Radang pada tonsil dapat disebabkan kuman Grup A Streptococcus beta
hemolitikus, Pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus piogenes.
Gambaran klinis bervariasi dan diagnosa sebagian besar tergantung pada infeksi.

3.1 Patogenesa
Pada umumnya tonsilitis kronis memiliki dua gambaran, yaitu terjadi
pembesaran tonsil dan pembentukan jaringan parut. Terlihat gambaran pembesaran
kripta pada beberapa kasus tonsilitis kronis. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel
jaringan tonsil dalam waktu lama akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya
sel limfosit dan basofil sehingga timbul detritus. Detritus merupakan kumpulan
leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis, detritus ini mengisi
kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Bercak detritus ini, dapat melebar
sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil. Proses
berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan
perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Dari hasil biakan tonsil, pada
tonsilitis kronis didapatkan bakteri dengan virulensi rendah dan jarang ditemukan
Streptococcus beta hemolitikus.

3.2 Gejala dan Tanda


Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, rasa
mengganjal pada tenggorokan, tenggorokan terasa kering, nyeri pada waktu menelan,
bau mulut , demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-
sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini
dikarenakan nyeri alih (referred pain) melalui n. Glossopharingeus (n.IX). Pada
pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk
folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula membengak
dan nyeri tekan.

3.3 Terapi
Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung
desinfektan. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien merasa
sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).
Indikasi Absolut Tonsilektomi :
1.Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur
3. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penuruna berat badan
penyerta.
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan atau limfoma
5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan
sekitarnya.

3.4 Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria dan furunkulosis.

3. Tonsilitis difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada
bayi dan anak. Penyebab tonsillitis difteri adalah Coryne bacterium diphteriae, kuman
yang termasuk gram positif dan hidup di saluran nafas bagian atas yaitu hidung faring
dan laring.
Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun
dan frekuensi tertinggi pada usia2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih
mungkin menderita penyakit ini.
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala
lokal, dan gejala akibat eksotoksin.
Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya: kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta
keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu.
Membrane ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring,laring, trakea, dan
bronkus yang dat menyumbat saluran nafas. Membrane semu ini melekat erat pada
dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit
ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfe leher akan membengkak sedemikian
besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga
BurgemeesterS hals.
Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis
samapi decompensasio cordis, mengenai saraf cranial menyebabkan kelumpuhan otot
palatum dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminoria.
Diagnosa tonsillitis difteri ditegakakan berdasarkan gambaran klinik dan
pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah
membrane semu dan didapatkan kuman coryne bacterium diphteriae.

IV. TONSILEKTOMI
Tonsilektomi dilakukan jika terjadi infeksi yang berulang atau kronik,
gejala sumbatan serta curiga adanya keganasan.
Indikasi tonsilektomi;
1. sumbatan
hyperplasia tonsil dengan sumbatan jalan nafas
sleep apnea
gangguan menalan
gangguan bicara
2. infeksi
 infeksi telinga tengah berulang
 rhinitis dan sinusitis yang kronis
 peritonsiler abses
 abses kelenjar limfe leher berulang.
 Tonsillitis kronis dengan nsafas bau
 Tonsil sebagai fokal infeksi dari organ lain
 Tonsillitis kronis dengan gejala nyeri tenggorok berulang.
3. kecurigaan adanya tumor jinak atau ganas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ashae, R. 2005. http://www.kidsource.com/ASHA/otitis.html. What is Tonsilitis?


2. Gates, G.A. 2005. http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/otitism.asp. Journal of
Tonsilitis.
3. Ramsey, D.D. 2003. http://www.illionisuniv.com/infection/Midear.html. Tonsilitis

4. Djaafar, Z. 2001. Kelainan Telingan Tengah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung dan Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: 49-62
5. Wikipedia. 2005. http://en.wikipedia.org/wiki/Ear. Wikipedia Ecyclopedia

6. Robertson, J.S. 2004. http://www.emedicine.com/emerg/topic351.htm. Journal of


Tonsilitis.

Anda mungkin juga menyukai