Anda di halaman 1dari 21

Referat

TONSILITIS

Preseptor

: dr. Al Hafiz, Sp.THT-KL

Disusun oleh :
Santy Septina

0910312145

Fitria Ramanda

0910312137

Muhammad Ryan

1010313064

BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN KEPALA LEHER
RSUP DR. M. DJAMIL FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat-Nya,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan clinical science session yang berjudul
TONSILITIS. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam
mengikuti kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Telinga Hidung tenggorokan
Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Al-Hafiz, Sp.THT-KL selaku
pembimbing clinical science session ini, serta seluruh residen Bagian Ilmu
Telinga Hidung tenggorokan Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Padang, September 2014

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar

BAB I

1
1.1

Latar Belakang

1.2

Batasan Masala

1.3

Tujuan Penulisan

1.4

Metode Penulisan

1.5

Manfaat Penulisan

BAB II

3
2.1

Tonsilitis

2.2

Tonsilitis Akut

2.3

Tonsilitis Membranosa

2.4

Tonsilitis Kronik

11

2.5

Tonsilektomi

12

Kesimpulan

19

BAB III
3.1
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila
yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan
bakteri pathogen dalam kripta. Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina
yang merupakan bagian dari cincin waldeyer.
Tonsilitis dibedakan menjadi beberapa klasifikasi, yaitu tonsilitis akut,
tonsilitis membranosa dan tonsilitis kronis. Tonsilitis akut dibagi lagi menjadi
tonsilitis viral dan tonsilitis bakteriologis., sedangkan tonsilitis membranosa di
bagi menjadi tonsilitis difteri, tonsilitis septik, Angina plaut vincet dan tonsilitis
akibat penyakit darah.
Manifestasi tonsilitis secara umum adalah adanya nyeri sewaktu menelan,
disertai gejala anoreksia, demam, malaise, dan gejala klinis sesuai etiologi
tonsilitis tersebut. Menegakkan diagnosis tonsilitis dapat diliat dari gejala klinis,
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan lainnya. Untuk
tatalaksana tonsilitis juga disesuaikan dengan etiologi atau penyebab terjadinya
tonsilitis tersebut.
1.2. Batasan masalah
Clinical science session ini membahas mengenai defenisi, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan dari tonsilitis.

1.3. Tujuan penulisan


Mengetahui defenisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
dan penatalaksanaan dari tonsilitis.

1.4. Metode penulisan


Penulisan clinical science session ini merujuk pada berbagai kepustakaan dan
literatur.
1.5. Manfaat penulisan
Menambah pengetahuan penulis tentang tonsilitis serta menjadi tambahan
ilmu bagi rekan-rekan dokter muda yang membaca.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan
tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati,
dan bakteri pathogen dalam kripta1. Tonsilitis merupakan peradangan tonsil
palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer. Fungsi cincin waldeyer
adalah sebagai ben-teng bagi saluran makanan maupun saluran napas terhadap
serangan kuman-kuman yang ikut masuk bersama makanan/ minuman dan udara
pernapasan. Selain itu, anggota-anggota cincin waldeyer ini dapat menghasilkan
antibodi dan limfosit2. Tonsilitis paling sering disebabkan oleh adanya infeksi
virus atau bakteri, dengan gejala terbanyak tonsilitis sakit tenggorokan dan
demam3.
Macam-macam tonsilitis yaitu :
1. Tonsilitis akut4,5
a. Tonsilitis viral, yaitu Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai
commond cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang
paling sering adalah virus Epstein Barr.
b. Tonsilitis bakterial, yaitu radang akut tonsil dapat disebabkan kuman
grup A stereptococcus beta hemoliticus yang dikenal sebagai strept
throat, pneumococcus, streptococcus viridian dan streptococcus
piogenes. Detritus merupakan kumpulan leukosit bakteri yang mulai
mati.

2. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis difteri, yaitu penyebab yaitu oleh kuman coryne bacterium
diphteriae, kuman yang termasuk gram positif dan hidung disalurkan
napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring.
b. Tonsilitis septik, yaitu Penyebab sterptococcus hemoliticus yang
terdapat dalam susu sapi seningga menimbulkan epidemi. Oleh karena
itu di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara paste urisasi
sebelum di minum maka penyakit ini jarang di temukan.
c. Angina plaut vincet, yaitu Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri
spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan
higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C.
3. Tonsilitis kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
2.2 Tonsilitis Akut
2.2.1

Etiologi

Tonsilitis bakterial supurativa akut paling sering dihubungkan dengan


Grup A Streptococcus beta hemolitikus. Meskipun pneumokokus, stafilokokus
dan Haemophilus influenzae. Kadang-kadang streptokokus non hemolitikus atau
streptokokus viridans, ditemukan pada biakan, biasanya pada kasus-kasus berat 1,3.
Pada penelitian Hsieh dkk di taiwan didapatkan penyebab tonsilitis eksudatif akut
pada anak adalah virus. Beberapa virus yang paling banyak dikaitkan dengan
kejadian tonsilitis eksudatif akut pada anak adalah adenovirus, enterovirus
(coxsackie A,B, Echo, Nontypable enterovirus), virus influenza, Parainfluenza,
Herpes simpleks tipe I dan Respiratory syncytial virus4.

2.2.2

Patofisiologi

Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan


reaksi radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk
detritus. Detritus ini merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel
yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai
bercak kuning. Perbedaan strain atau virulensi dari penyebab tonsilitis dapat
menimbulkan variasi dalam fase patologi sebagai berikut:5
1. Peradangan biasa pada area tonsil saja
2. Pembentukan eksudat
3. Selulitis pada tonsil dan daerah sekitarnya
4. Pembentukan abses peritonsilar
5. Nekrosis jaringan
Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis
folikularis, bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur
maka akan terjadi tonsillitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga
terbentuk membrane semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil1,5.

Gambar 10. Tonsilitis Akut

2.2.3

Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri
waktu menelan dan pada kasus berat penderita menolak makan dan minum
melalui mulut. Biasanya disertai demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa
nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. Rasa nyeri di
telinga ini karena nyeri alih melalui N.Glosofaringeus. Seringkali disertai
adenopati servikalis disertai nyeri tekan.

Pada pemeriksaan tampak tonsil

membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau


tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri
tekan 1,2,3,4,5.
2.2.4

Penatalaksanaan

Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya


tirah baring, pemberian cairan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral efektif
untuk mengurangi nyeri. Tonsilitis yang disebabkan oleh virus tidak dianjurkan
untuk diberikan antibiotik, karna pada tonsilitis viral antibiotik tidak dapat
memperpendek usia infeksi virus tersebut. Terapi antibiotik diberikan pada
tonsilitis bakterialis dan dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang sesuai.
Golongan penisilin masih merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat resistensi
atau penderita sensitive terhadap penisilin. Kasus resistensi tersebut eritromisin
atau antibiotik spesifik yang efektif melawan organisme sebaiknya digunakan.
Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai sepuluh hari. Jika hasil
biakan

didapatkan

streptokokus

beta

hemolitikus

terapi

yang

adekuat

dipertahankan selama sepuluh hari untuk menurunkan kemungkinan komplikasi


non supurativa seperti nefritis dan jantung rematik.

Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan, terutama apakah cairan dapat


berkontak dengan dinding faring, karena dalam beberapa hal cairan ini tidak
mengenai lebih dari tonsila palatina. Akan tetapi pengalaman klinis menunjukkan
bahwa dengan berkumur yang dilakukan secara rutin menambah rasa nyaman
pada penderita dan mungkin mempengaruhi beberapa tingkat perjalanan penyakit
1,2,3,4,5

2.3 Tonsilitis Membranosa


Tonsillitis membranosa adalah radang akut tonsil disertai pembentukan
selaput atau membran pada permukaan tonsil yang dapat meluas kesekitarnya.
Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak menyerupai
membran. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna
putih kekuning-kuningan. Penyakit-penyakit yang termasuk ke dalam tonsilitis
membranosa adalah :1
a. Tonsilitis difteri
b. Tonsilitis septik (septic sore throat)
c. Angina plaut vincent
d. Penyakit kelainan darah seperti leukemia akut, anemia pernisiosa,
neutropenia maligna serta infeksi mono-nukleosis
e. Proses spesifik lues dan tuberkulosis
f. Infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis dan blastomikosis
g. Infkesi virus morbili, pertusis dan skarlatina
2.3.1

Tonsilitis difteri

Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi bayi


dan anak. Penyebab penyakit ini adalah kuman Coryne bacterium diphteriae,

kuman gram positif dan hidup di saluran nafas bagian atas (hidung, laring,
faring). Seseorang akan terinfeksi tergantung pada keadaan titer anti toksin
dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 satuan per cc darah dapat
dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai dalam tes
Schick.
Penyakit ini sering ditemui pada anak usia < 10 tahun dan frekuensi antara
2 5 tahun walau pun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit
ini1,5.
A. Gejala klinis1,5
Dibagi kedalam 3 golongan :
1. Gejala umum, sama seperti gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu,
nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan
nyeri menelan.
2. Gejala lokal, tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran
semu. Kemudian dapat meluas hingga palatum mole, uvula, nasofaring,
laring, trakea dan bronkus sehingga dapat menghambat saluran nafas.
Membran semu ini melekat pada dasarnya, sehinggabila diangkat akan
mudah berdarah. Bila penyakit ini berkembang terus, kelenjar limfe leher
akan membengkak dan disebut bull neck (leher sapi) atau burgemeesters
hals.
3. Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman akan menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis
sampai dekompensasi cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan

10

kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal


menimbulkan albuminuria.
B. Diagnosis1,5
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan
preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membran
semu dan didapatkan kuman corynebacterium diphteriae.
C. Terapi
Anti difteri serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur
dengan dosis 20.000 100.000 unit tergantung dari umur dan berat penyakt.
Antibiotika penilisilin atau eritromisin 25 50 mg/kgbb dibagi dalam 3
dosis selama 14 hari.1
Kortikosteroid 1,2 mg/kgbb/hari. Antipiretik untuk simtomatis. Karena
penyakit ini menular, pasien harus diisolasi. Perawatan pasien harus istirahat
(bed rest) selama 2 3 minggu1.
D. Komplikasi 1,5
-

dapat terjadi laringitis difteri dengan cepat, membran semu menjalar ke


laring dan menyebabkan sumbatan. Makin muda usia pasien makin cepat
timbul komplikasi ini. Pasien disarankan untuk trakeostomi.

Mikokarditis dapat menyebabkan payah jantung atau dekompensasi cordis.

Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi, otot faring
serta otot laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan, suara parau dan
kelumpuhan otot-otot pernafasan.

Albuminuria sebagai akibat komplikasi ke ginjal.

2.3.2

Tonsilitis septik1

Penyebabnya adalah streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu


sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi

11

dimasak dulu sebelum dikonsumsi dengan cara pasteurisasi maka penyakit ini
jarang ditemukan. Gejala antara lain demam tinggi, sakit sendi, malaise, nyeri
kepala, mual dan muntah. Tanda klinis : mukosa faring dan tonsil hiperemis,
bercak putih, edema sampai uvula, mulut bau. Terapi yaitu berupa pemberian
antibiotik dan terapi simptomatik.
2.3.3

Angina plaut vincent (stomatitis ulsero membranosa)1

Penyebabnya adalah bakteri spirochaetta atau triponema yang didapatkan pada


penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C.
a. Gejala
Demam sampai 39C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang-kadang terdapat
gangguan pencernaan, rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah
berdarah.
b. Pemeriksaan
Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di
atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau
(foetor ex ore) dan kelenjar sub mandibula membesar.
c. Terapi
Antibiotika spektrum lebar selama 1 minggu. Memperbaiki higiene mulut.
Vitamin C dan vitamin B kompleks.
2.3.4

Penyakit kelainan darah1

Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, angina agranulositosis dan


infeksi mononukleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membran
semu. Kadang-kadang terdapat perdarahan di selaput lendir mulut dan faring
serta pembesaran kelenjar submandibula.

12

Leukemia akut

Gejala utama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa mulut, gusi


dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil membengkak
ditutupi membran semua tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri hebat di
tenggorok.

Angina agranulositosis

Penyebabnya adalah akibat keracunan obat golongan amidopirin, sulfa dan


arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring serta di
sekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia
dan saluran cerna.

Infeksi mononukleosis

Terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa bilateral. Membran semu


yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan. Terdapat
pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regioinguinal. Gambaran darah
khas yaitu terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah besar. Tanda khas lain
ialah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah
domba (reaksi paul bunnel).
2.4 Tonsilitis Kronik
Faktor predisposisinya berupa rangsangan menahun dari rokok, hygiene
mulut yang kurang, dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Bakteri
penyebabnya sama dengan tonsillitis akut1,6.
Proses radang yang berulang pada tonsil menyebabkan terbentuknya
jaringan parut pada tonsil, sehingga kripti melebar. Tonsil di isi dengan dedritus.
Pada anak bisa ditemukan pembesaran kelenjer getah bening submandibula1.

13

Pada tonsillitis kronis sering ditemui dengan gejala tonsil membesar,


dengan permukaan tidak rata, kripti melebar dan beberapa kripti diisi oleh
dedritus.. rasa ada yang mengganjal di tenggorokan dan nafas yang berbau1.
Tonsillitis kronis ditatalaksana dengan melakukan tonsilektomi, untuk
mencegah terjadinya tonsillitis yang berulang, terganggunya pernafasan saat
tidur (OSAS), dan adanya gangguan dalam menelan1,7.
2.5 TONSILEKTOMI1,5
Merupakan tindakan pembedahaan mengangkat tonsil palatina seutuhnya
bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa
meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya seperti uvula dan
pilar.

Gambar 2. Klasifikasi Ukuran Tonsil


2.5.1 Indikasi Tonsilektomi
a. Indikasi absolut:

Pembesaran tonsil yang mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan


napas, disfagia yang sangat mengganggu, gangguan tidur, atau
adanya komplikasi terhadap kardiopulmonal.

14

Abses peritonsilar yang tidak berespon terhadap antibiotik dan


tindakan drainase.

Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam.

Tonsil yang diperlukan untuk dilakukan biopsi untuk menilai


keadaan patologinya.

Adnya kecurigaan keganasan

b. Indikasi relatif:

Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi tiga kali atau lebih
dalam setahun dan telah diberi penatalaksanaan medis yang
adekuat).

Tonsilitis yang berulang atau kronik dengan infeksi streptokokkus


yang telah resisten terhadap antibiotik golongan beta laktam.

Gambar 3. Obstruktif Tonsillar Hiperplasia


2.5.2

Kontraindikasi Tonsilektomi

Gangguan pembekuan darah

Memiliki risiko yang buruk pada tindakan anestesi atau memiliki


penyakit yang tidak terkontrol obat-obatan

15

2.5.3

Anemia

Infeksi akut

Metode Tonsilektomi

1. Tonsilektomi metode Dissection - Snare


2. Tonsilektomi metode Sluder Ballenger
3. Tonsilektomi metode Kriogenik
4. Tonsilektomi metode elektrokoagulasi
5. Tonsilektomi menggunakan sinar laser
2.5.4

Komplikasi
a. Perdarahan
Komplikasi perdarahan dapat tejadi selama operasi belangsung
atau segera setelah penderita meninggalkan kamar operasi (24 jam
pertama post operasi) bahkan meskipun jarang pada hari ke 5 -7 pasca
operasi dapat terjadi perdarahan disebabkan oleh terlepasnya membran
jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan luka operasi, karena
infeksi di fossa tonsilaris atau trauma makanan keras.

Untuk

mengatasi perdarahan, dapat dilakukan ligasi ulang, kompresi dengan


gas ke dalam fossa, kauterisasi atau penjahitan ke pilar dengan anastesi
lokal atau umum.
b. Infeksi
Luka operasi pada fossa tonsilaris merupakan port dentre bagi
mikroorganisme, sehingga merupakan sumber infeksi dan dapat terjadi
faringitis, servikal adenitis dan trombosis vena jugularis interna, otitis
media atau secara sistematik dapat terjadi endokarditis, nefritis dan

16

poliarthritis, bahkan pernah dilaporkan adanya komplikasi meningitis


dan abses otak serta terjadi trombosis sinus cavernosus. Komplikasi
pada paru-paru serperti pneumonia, bronkhitis dan abse paru biasanya
terjadi karena aspirasi waktu operasi. Abses parafaring dapat timbul
sebagai akibat suntikan pada waktu anastesi lokal.

Pengobatan

komplikasi infeksi adalah pemberian antibiotik yang sesuai dan pada


abses parafaring dilakukan insisi drainase.
c. Nyeri pasca bedah
Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat menyebar ke telinga
akibat iritasi ujung saraf sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme
faring. Sementara dapat diberikan analgetik dan selanjutnya penderita
segera dibiasakan mengunyah untuk mengurangi spasme faring.
d. Trauma jaringan sekitar tonsil
Manipulasi terlalu banyak saat operasi dapat menimbulkan
kerusakan yang mengenai pilar tonsil, palatum molle, uvula, lidah,
saraf dan pembuluh darah. Udem palatum molle dan uvula adalah
komplikasi yang paling sering terjadi.
e. Perubahan suara
Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas esofagus,
tetapi bagian medial serabut otot ini berhubungan dengan ujung
epligotis.

Kerusakan otot ini dengan sendirinya menimbulkan

gangguan fungsi laring yaitu perubahan suara yang bersifat temporer


dan dapat kembali lagi dalam tempo 3 4 minggu.

17

f. Komplikasi lain
Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau
copotnya gigi, luka bakar di mukosa mulut karena kateter, dan laserasi
pada lidah karena mouth gag.

18

BAB III
KESIMPULAN

Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan


tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati,
dan bakteri pathogen dalam kripta.

Tonsilitis merupakan peradangan tonsil

palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer. Tonsilitis paling sering
disebabkan oleh adanya infeksi virus atau bakteri, dengan gejala terbanyak
tonsilitis sakit tenggorokan dan demam. Klasifikasi tonsilitis, yaitu tonsilitis akut,
tonsilitis membranosa dan tonsilitis kronis. Tonsilitis akut dibagi lagi menjadi
tonsilitis viral dan tonsilitis bakteriologis., sedangkan tonsilitis membranosa di
bagi menjadi tonsilitis difteri, tonsilitis septik, Angina plaut vincet dan tonsilitis
akibat penyakit darah.
Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahaan mengangkat tonsil
palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris
bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya seperti
uvula dan pilar. Ada beberapa kriteria tonsilektomi, yaitu kriteria absolut dan
kriteria relatif.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga


Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2011; 221-225.
2. Shenoy PK.MD, Acute Tonsillitis if Left Untreated Could Cause Severe
Fatal Complications, Campbellton Regional Hospital, Canada, Journal of
Current Clinical Care Volume 2 ; 2012.
3. Sembiring, RO, Identifikasi Bakteri Dan Uji Kepekaan Terhadap
Antibiotik Pada Penderita Tonsilitis Di Poliklinik THT-KL BLU RSU.
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode November 2012-Januari 2013,
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, Manado, Jurnal
e-Biomedik (eBM), Volume 1, Nomor 2 ;2013.
4. Hsieh TH et.al, original article : Are empiric antibiotics for acute
exudative tonsillitis needed in children?, Department of Pediatrics,
Taichung Veterans General Hospital, Taichung, Taiwan, Journal of
Microbiology Immunology and Infection, 2011 ; 328-332.
5. Adams

LG,

Boies

RL,

Higler

AP,

BOIES

Fundamentals

of

Otolaryngology. 7th Ed. Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2012;


263-368.
6. G Raju, Esther Mary Selvam, 2012. Evaluation of Microbial Flora in
Chronic Tonsillitis and the Role of Tonsillectomy. Bangladesh J
Otorhinolaryngol . Vol 18(2): 109-113.
7. Reis, G et.al. 2013.

Tonsillar Hyperplasia and Recurrent Tonsillitis:

Clinical-Histological Correlation. Braz J Otorhinolaryngol. Vol;79(5):603608.

20

Anda mungkin juga menyukai