MENINGITIS TB
Oleh :
FITRIA RAMANDA (0910312137)
Kelompok 1
Preseptor :
Prof.Dr.dr.Darwin Amir, Sp.S (K)
dr.Syarif Indra, Sp.S
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningitis tuberkulosa (TB) adalah radang selaput otak, merupakan salah satu
komplikasi TB primer. Fokus primer biasanya di tempat lain dan yang terbanyak
adalah di paru. Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya
buruk. Kejadian meningitis TB bervariasi tergantung pada tingkat sosio-ekonomi,
kesehatan masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik yang menentukan
respon imun seseorang.
pendidikan yang mendidik dan melatih dari seorang penduduk sipil menjadi
Tentara Nasional Indonesia angkatan udara, mereka harus melalui berbagai
macam tes kesehatan secara lengkap termasuk didalamnya pemeriksaan terhadap
kemungkinan adanya infeksi tuberkulosa
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini hanya akan di batasi defenisi, etiologi, klasifikasi, gejala klinis,
diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis meningitis TB.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang
defenisi, etiologi, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan
prognosis meningitis TB.
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk ke beberapa
literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Meningitis adalah peradangan yang mengenai sebagian atau seluruh selaput
otak (meningen) yang ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan
serebrospinal11.
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak
(meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosa.
1.2 Diagnosis
Diagnosis kerja ke arah meningitis dapat dipikirkan apabila menemukan
gejala dan tanda-tanda klinis meningitis. Gejala dan tanda dari infeksi akut,
peningkatan tekanan intrakranial dan rangsang meningeal perlu diperhatikan.
Untuk mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium berupa
tes darah dan cairan sumsum tulang belakang8.
Dari anamnesis: adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran
(tergantung stadium penyakit), adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis
(baik yang menunjukkan gejala, maupun yang asimptomatik), adanya gambaran
klinis yang ditemukan pada penderita (sesuai dengan stadium meningitis
tuberkulosis). Pada neonatus, gejalanya mungkin minimalis dan dapat menyerupai
sepsis, berupa bayi malas minum, letargi, distress pernafasan, ikterus, muntah,
diare, hipotermia, kejang (pada 40% kasus), dan ubun-ubun besar menonjol (pada
33,3% kasus)9.
Gejala:
* demam (tidak terlalu tinggi)
* rasa lemah
* nafsu makan menurun (anorexia)
* nyeri perut
* sakit kepala
* tidur terganggu
* mual, muntah
* konstipasi
* apatis
* irritable
Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan manifestasi yang
sering ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan
perubahan suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi,
apatis, mungkin saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten.
Kejang bersifat umum dan didapatkan sekitar 10-15%. Jika sebuah tuberkel
pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan berlangsung
singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke stadium III.
1. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen.
Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk
diatas lengkung serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan
Brudzinski (+) kecuali pada bayi. Dengan berjalannya waktu, terbentuk
Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau
strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi.
Gejala:
* pernapasan irregular
* demam tinggi
* edema papil
* hiperglikemia
* kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk,
stupor, koma, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme, opistotonus,
pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali.
* nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur
* hiperpireksia
* akhirnya, pasien dapat meninggal.
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu
dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu
sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebit berlangsung
selama 1 minggu.
Multiplikasi
Penyebaran hematogen
Meningens
Membentuk tuberkel
MENINGITIS.
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak
dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan
rotasi kepala.
b. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa
rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut
135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.
10
11
hipoglikorazia.
Adapun
kadar
glukosa
normal
pada
liquor
12
Meningitis
Meningitis
Meningitis
Bakterial
Virus
TBC
Tekanan
Meningkat
Biasanya
Bervariasai
LP
Keruh
Normal
Xanthochrom
Warna
1000 ml
Jernih
Jumlah Sel
Predominan PMN
< 100/ml
Jenis sel
Sedikit meningkat
Predominan
Bervariasi
Protein
Normal/menurun
MN
Predominan
Normal/meningkat
MN
Biasanya normal
Meningkat
Glukosa
Rendah
13
14
dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml. Konsentrasi puncak di darah, sputum,
dan liquor cerebrospinalis dapat dicapai dalam waktu 1-2 jam dan menetap
paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid terdapat dalam air susu ibu yang
mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta. Isoniazid
mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik dan neuritis perifer.
Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak terjadi pada pasien
dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Untuk
mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan piridoksin dengan dosis
25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg isoniazid.
Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat
memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui
sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan
kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan dalam bentuk
oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per
hari dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan
dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari
dan dosis isoniazid 10 mg/ kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas
ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Distribusi
rifampisin ke dalam liquor cerebrospinalis lebih baik pada keadaan selaput
otak yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan normal. Efek
samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum, dan
air mata menjadi warma oranye kemerahan. Efek samping lainnya adalah
15
Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman
ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk
membunuh kuman intraselular. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam
pengobatan tuberkulosis, tetapi penggunaannya penting pada pengobatan fase
intensif meningitis tuberkulosis dan MDR-TB (multi drug resistenttuberculosis). Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40
mg / kgBB / hari, maksimal 1 gram / hari, dan kadar puncak 45-50 g / ml
dalam waktu 1-2 jam. Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang
meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang.
16
Streptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura dan
diekskresi melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat
kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita
tuberkulosis berat. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial
VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran, dengan gejala berupa
telinga berdengung (tinismus) dan pusing. Streptomisin dapat menembus
plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita
hamil karena dapat merudak saraf pendengaran janin, yaitu 30% bayi akan
menderita tuli berat .
Etambutol
Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat
bakterid jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain
itu, berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi
terhadap obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari,
maksimal 1,25 gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 g
dalam waktu 24 jam. Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500
mg. Etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada
pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi
baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. Kemungkinan
toksisitas utama etambutol adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau,
sehingga seringkali penggunaannya dihindari pada anak yang belum dapat
diperiksa tajam penglihatannya. Penelitian di FKUI menunjukkan bahwa
pemberian etambutol dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari tidak menimbulkan
kejadian neuritis optika pada pasien yang dipantau hingga 10 tahun pasca
17
DOSIS
Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari
Anak : 20 mg/kgBB/hari
+ piridoksin 50 mg/hari
Streptomisin
Etambutol
Rifampisin
Anak 10-20
mh/kgBB/hari
Mencegah perlekatan
Indikasi Steroid :
Kesadaran menurun
Defisit neurologist fokal
Dosis steroid :
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena
selama 2 minggu selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan. . Prednison
dengan dosis 1-2 mg / kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah itu dilakukan
penurunan dosis secara bertahap (tappering off) selama 4-6 minggu sesuai dengan
lamanya pemberian regimen.
19
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. P
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 22 tahun
Alamat
: Pesisir Selatan
Status
:Belum menikah
Agama
: Islam
Tanggal Masuk
: 17 November 2014
ANAMNESIS : alloanamnesis
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran yang didahului oleh demam
20
Riwayat demam sejak 1 bulan yll, terus menerus tidak terlalu tinggi,
tidak menggigil, berkeringat malam (+), beserta dengan nyeri kepala
terutama dibagian belakang.
21
10 batang/hari sejak 6 tahun ini. Riwayat sex bebas (-), narkoba (-), minum
alcohol (-), tattoo (-).
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: Soporus
Tanda-tanda Vital
- Nadi
- Pernapasan
: 35 x/menit
- Suhu
: 38,8 0C
- TD
: 140/80 mmHg
STATUS GENERALIS
Status Generalis
Kepala dan leher
- Kepala
- Mata
- Hidung
- Telinga
- Mulut
- Leher
: Normochepal
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
: Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-).
: Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
: bibir kering (+), bibir simetris, sianosis (-)
: Pembesaran KGB (-), tiroid (-).
Thoraks
Paru
-
Inspeksi
22
Perkusi
Auskultasi
bronkovesikuler
(+/+),
rhonki
(-/-),
wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra
Abdomen
Inspeksi
lien,
tidak teraba.
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Atas
STATUS NEUROLOGIK
Kesadaran
: sopor
23
Rangsang Meningeal
- Kaku Kuduk
: (+)
- Lasegue sign
- Kernig sign
: (+)
- Brudzinski I
: (+)
- Brudzinski II
: (-)
SARAF KRANIAL
N.I (Olfaktorius)
Daya pembau
N.II (Optikus)
KANAN
KANAN
KIRI
tidak dapat dilakukan
KIRI
Visus
Lapang pandang
Funduskopi
24
N.III(Okulomotorius)
KANAN
Ptosis
Ukuran pupil
3 mm
Bentuk pupil
bulat
KIRI
3mm
(isokor)
bulat(isokor)
Gerakan bola mata
: Sulit dinilai
:
:
:
:
Atas
Bawah
Medial
Dolls eye
Refleks cahaya
-
N.IV (Trokhlearis)
Gerakan mata ke medial bawah
N.V(Trigeminus)
+
+
+
+
KANAN
KIRI
susah dinilai
susah dinilai
KANAN
KIRI
Menggigit
Membuka mulut
Sensibilitas
Refleks kornea
N.VI(Abdusens)
Gerak mata ke lateral
N.VII(Fasialis)
KANAN
KIRI
sulit dinilai
KANAN
KIRI
Lipatan nasolabialis
Menutup mata
Mengangkat alis
Menyeringai
normal
N.VIII(Vestibulokokhlearis)
KANAN
KIRI
Tes bisik
Tes rinne
Tes weber
Tes schwabach
N.IX&X
KANAN
KIRI
sulit dinilai
Menelan
Refleks muntah
N.XI(Aksesorius)
KANAN
KIRI
Memalingkan kepala
Mengangkat bahu
N.XII(Hipoglosus)
Sikap lidah
: (-)
Fasikulasi lidah
: (-)
MOTORIK
Kekuatan Otot
SENSORIK
hipertonus, eutrofi
: baik
Defekasi
: baik
REFLEK FISIOLOGI
Reflek bisep
: (+++/+++)
Reflek trisep
: (+++/+++)
: (+++/+++)
Reflek achilles
: (+++/+++)
REFLEK PATOLOGIS
Babinski
: (+/+)
Chaddock
: (+/+)
Oppenheim
: (+/+)
Gordon
: (+/+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb
: 10,3
g/dl
Ht
: 32
Leukosit
: 5,3
103/ul
Trombosit
: 261
103/%
pH
: 7,9
Elektrolit
: Na 135,3 mEq/L
Kalium 4,17 mEq/L
Kalsium 1.10 mEq/L
EKG
Irama sinus, HR 110x/I, ST elevasi (-), ST depresi (-), T inverted (-),
SV1+RV5 < 35 menit.Kesan dalam batas normal.
Pemeriksaan Radiologi
Rontgen foto thorax PA : tampak infiltrate di paru kiri, tampak corakan
vaskuler meningkat di lapangan paru ki-ka. Costofrenikus kiri menumpul denga
perelubungan di lapangan paru kiri. CTR < 55%. Kesan TB paru sinistra dengan
efusi pleura (s) + bronkopneumonia (D).
Pmeriksaan Lumbal Pungsi
Warna jernih, aliran lancer, none (+), pandy (++)
Diagnosis
Diagnosis klinis
Diagnosis topic
: leptomeningen
Diagnosis etiologi
Diagnosis sekunder
PENATALAKSANAAN
Umum :
Khusus :
-
Elevasi kepala 30
Pasang IV line
Infus NaCl 0,9%
NGT-diet MCTKTP
Antibiotik : ceftriaxon 2x 2gr
Antipiretik : parasetamol 4x500mg
Kortikosterid : deksametason
Ranitidine : 2x50mg
OAT : rifampisin 1x450, isoniazid 1x300, pirazinamid 1x1000,
etambutol 1x 750,
B6 1x10g
Kesadaran
: sopor
Tanda-tanda Vital
- Nadi
: 80 x/menit
- Pernapasan
: 20 x/menit
- Suhu
: 38,8 0C
- TD
: 130/80 mmHg
TRM : KK(+)
Nervus cranial : reflek cahaya direct/indirect (+/+), pupil bulat isokor
diameter 3 mm /3 mm
Motorik : tidak ada lateralisasi
Sensorik : sulit dinilai
REFLEK FISIOLOGI
Reflek bisep
: (+++/+++)
Reflek trisep
: (+++/+++)
: (+++/+++)
Reflek achilles
: (+++/+++)
REFLEK PATOLOGIS
Babinski
: (+/+)
Chaddock
: (+/+)
Oppenheim
: (+/+)
30
Gordon
: (+/+)
Kesadaran
: sopor
Tanda-tanda Vital
- Nadi
: 80 x/menit
- Pernapasan
: 20 x/menit
- Suhu
: 38,8 0C
- TD
: 130/80 mmHg
TRM : KK(+)
Nervus cranial : reflek cahaya direct/indirect (+/+), pupil bulat isokor
diameter 3 mm /3 mm
Motorik : tidak ada lateralisasi
Sensorik : sulit dinilai
REFLEK FISIOLOGI
Reflek bisep
: (+++/+++)
Reflek trisep
: (+++/+++)
: (+++/+++)
Reflek achilles
: (+++/+++)
REFLEK PATOLOGIS
Babinski
: (+/+)
31
Chaddock
: (+/+)
Oppenheim
: (+/+)
Gordon
: (+/+)
Laboratorium
Na/K/Cl : 128/3,5/94 Hiponatremi
32
BAB III
DISKUSI
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran, penurunan kesadaran
didahului oleh demam. Dari pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan tanda
rangsang meningeal (+). Dari rontgen pasien didapatkan gambaran TB paru. Hal
ini meunjukkan bahwa pasien ini menderita meningitis.
Penatalaksanaan umum pada pasien ini berupa IVFD NaCl 0,9% 12/kolf,
diet makanan cair. Penatalaksanaan khususnya berupa, ceftriaxon 2x2gr (iv),
parasetamol 4x500mg (po), deksametason 4x5mg(iv), OAT : rifampisin 1x450,
isoniazid 1x300, pirazinamid 1x1000, etambutol 1x 750, B6 1x10g.
33
BAB V
KESIMPULAN
Diagnosis mengarah kepada adanya infeksi ssp; meningitis karena pada
pemeriksaan fisik didapatkan tanda rangsang meningeal (+) juga terdapat
kesadaran yang menurun dan suhu febris. Pemeriksaan anjuran untuk menegakan
diagnosis infeksi ssp yaitu pemeriksaan Lumbal pungsi. Penatalaksanaan dengan
memberikan terapi untuk pasien dengan tuberculosis.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan RI. Buku Saku Antropometri. Diakses melalui
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/11/buku-skantropometri-2010.pdf tanggal 30 Desember 014.
2. Lumbantobing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. p. 17.
3. Mayo
Clinic,
2013.Meningitis.
Diakses
melalui
http://www.mayoclinic.com/health/meningitis/DS00118/DSECTION=treat
ments-and-drugs tanggal 30 Desember 2014.
4. Meningitis tatalaksana perawatan penunjang pemantauan dan komplikasi.
Diakses
melalui
http://www.ichrc.org/652-meningitis-tatalaksana-
tanggal
30
Desember 2014.
6. Mardjano M, Sidharta P. Neurologi Klinik Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
2009. p.g 416.
7. Hill,
Mark. 2008.
Mycobacterium
tuberculosis.
Diakses
melalui
2012.
Meningitis
Tuberkulosa.
Diakses
melalui
http://www.tbindonesia.or.id/2014/04/21/meningitis-tuberkulosa/
tanggal
30 Desember 2014.
11. Depkes, 2007. Pedoman Nasional penanggulangan Tuberkulosis, Depkes,
2007.
35