Anda di halaman 1dari 35

Case Report Session

MENINGITIS TB

Oleh :
FITRIA RAMANDA (0910312137)
Kelompok 1

Preseptor :
Prof.Dr.dr.Darwin Amir, Sp.S (K)
dr.Syarif Indra, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR.M.DJAMIL
PADANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningitis tuberkulosa (TB) adalah radang selaput otak, merupakan salah satu
komplikasi TB primer. Fokus primer biasanya di tempat lain dan yang terbanyak
adalah di paru. Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya
buruk. Kejadian meningitis TB bervariasi tergantung pada tingkat sosio-ekonomi,
kesehatan masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik yang menentukan
respon imun seseorang.

Akademi Angkatan Udara merupakan lembaga

pendidikan yang mendidik dan melatih dari seorang penduduk sipil menjadi
Tentara Nasional Indonesia angkatan udara, mereka harus melalui berbagai
macam tes kesehatan secara lengkap termasuk didalamnya pemeriksaan terhadap
kemungkinan adanya infeksi tuberkulosa
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini hanya akan di batasi defenisi, etiologi, klasifikasi, gejala klinis,
diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis meningitis TB.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang
defenisi, etiologi, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan
prognosis meningitis TB.
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk ke beberapa
literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Meningitis adalah peradangan yang mengenai sebagian atau seluruh selaput
otak (meningen) yang ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan
serebrospinal11.
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak
(meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosa.
1.2 Diagnosis
Diagnosis kerja ke arah meningitis dapat dipikirkan apabila menemukan
gejala dan tanda-tanda klinis meningitis. Gejala dan tanda dari infeksi akut,
peningkatan tekanan intrakranial dan rangsang meningeal perlu diperhatikan.
Untuk mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium berupa
tes darah dan cairan sumsum tulang belakang8.
Dari anamnesis: adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran
(tergantung stadium penyakit), adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis
(baik yang menunjukkan gejala, maupun yang asimptomatik), adanya gambaran
klinis yang ditemukan pada penderita (sesuai dengan stadium meningitis
tuberkulosis). Pada neonatus, gejalanya mungkin minimalis dan dapat menyerupai
sepsis, berupa bayi malas minum, letargi, distress pernafasan, ikterus, muntah,
diare, hipotermia, kejang (pada 40% kasus), dan ubun-ubun besar menonjol (pada
33,3% kasus)9.

1.3 Gejala Klinik pada meningitis e.c bakteri tuberkulosa1,10 :


3

Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita.


Faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya
dengan perubahan patologi yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis
TB muncul perlahan-lahan dalam waktu beberapa minggu.
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke
tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh
mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu
tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap
hiperekstensi. Kesadaran menurun.tanda Kernigs dan Brudzinsky positif.
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia penderita serta
virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang
tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita
merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta
penglihatan menjadi kurang jelas.
Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel
muncul bercak pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan,
badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat
gerakan tidak beraturan.
Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan
dalam tiga stadium:
1.

Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)


Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu
Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan
neurologis.

Gejala:
* demam (tidak terlalu tinggi)
* rasa lemah
* nafsu makan menurun (anorexia)
* nyeri perut
* sakit kepala
* tidur terganggu
* mual, muntah
* konstipasi
* apatis
* irritable

Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan manifestasi yang
sering ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan
perubahan suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi,
apatis, mungkin saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten.
Kejang bersifat umum dan didapatkan sekitar 10-15%. Jika sebuah tuberkel
pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan berlangsung
singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke stadium III.
1. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen.
Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk
diatas lengkung serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan
Brudzinski (+) kecuali pada bayi. Dengan berjalannya waktu, terbentuk

infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar otak : menyebabkan gangguan


otak / batang otak.
Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan
kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema
ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan
fokal, saraf kranial dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul
disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark
bilateral atau edema otak yang berat.
Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala
utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak
yang lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya
makin menurun.
Gejala:
* Akibat rangsang meningen : sakit kepala berat dan muntah (keluhan utama)
* Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak:
- disorientasi
- bingung
- kejang
- tremor
- hemibalismus / hemikorea
- hemiparesis / quadriparesis
- penurunan kesadaran
* Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial:
Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII

Tanda: - strabismus - diplopia


- ptosis - reaksi pupil lambat
- gangguan penglihatan kabur

3. Stadium III (koma / fase paralitik)

Terjadi percepatan penyakit, berlandsung selama 2-3 minggu

Gangguan fungsi otak semakin jelas.

Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau
strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi.

Gejala:
* pernapasan irregular
* demam tinggi
* edema papil
* hiperglikemia
* kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk,
stupor, koma, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme, opistotonus,
pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali.
* nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur
* hiperpireksia
* akhirnya, pasien dapat meninggal.
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu

dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu
sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebit berlangsung
selama 1 minggu.

Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang


penyakitnya telah berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila
pengobatan terlambat atau tidak adekuat .

1.4 Gejala Klinik pada meningitis e.c virus368 :


Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih
serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise,
kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke
susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai
dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan
disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah,
leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis
Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku
leher, dan nyeri punggung.

1.5 Mekanisme terjadinya meningitis tuberkulosa3


Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke
meningen. Dalam perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula
terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen
selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB
kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat
terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak)

akibat trauma atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid.


Meningitis TB biasanya terjadi 36 bulan setelah infeksi primer.
Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebro spinal dalam bentuk
kolonisasi dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid,
parenkim otak, atau selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan
dapat menyebabkan aliran retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan
dura dapat disebabkan oleh fraktur , paska bedah saraf, injeksi steroid secara
epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt,
dll. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis.
Walaupun meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan
meningen dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak,
penyumbatan vena dan memblok aliran cairan serebrospinal yang dapat berakhir
dengan hidrosefalus, peningkatan intrakranial, dan herniasi.
Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa :
BTA masuk tubuh

Tersering melalui inhalasi


Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / focus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dormain


Bila daya tahan tubuh menurun

Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS.

1.6 Pemeriksaan Rangsangan Meningeal 2,3


a. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan
pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak
dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan
rotasi kepala.
b. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa
rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut
135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha
biasanya diikuti rasa nyeri.

c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)


Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah
kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala
dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bilapada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.

10

d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)


Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila
pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
kontralateral.

Pemeriksaan Penunjang Meningitis


a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batangbatang. Dapat juga berwarna xanthochrom bila penyakitnya telah berlangsung
lama dan ada hambatan di medulla spinalis.
Jumlah sel: 100 500 sel / l. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan limfosit
sama banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel polimorfonuklear lebih banyak
(pleositosis mononuklear). Kadang-kadang, jumlah sel pada fase akut dapat
mencapai 1000 / mm3.
Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm3). Hal ini
menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan pada
permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang menunjukkan
tingginya kadar fibrinogen

11

Kadar glukosa: biasanya menurun , pada liquor cerebrospinalis dikenal


sebagai

hipoglikorazia.

Adapun

kadar

glukosa

normal

pada

liquor

cerebrospinalis adalah 60% dari kadar glukosa darah.


Kadar klorida : normal pada stadium awal, kemudian menurun
Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor cerebrospinalis : dapat ditemukan
kuman.
Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal
selama 3 hari berturut-turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa menunggu
hasil pemeriksaan pungsi lumbal kedua dan ketiga .

Gambar : Lumbal pungsi

12

Tabel interpretasi lumbal pungsi


Tes

Meningitis

Meningitis

Meningitis

Bakterial

Virus

TBC

Tekanan

Meningkat

Biasanya

Bervariasai

LP

Keruh

Normal

Xanthochrom

Warna

1000 ml

Jernih

Jumlah Sel

Predominan PMN

< 100/ml

Jenis sel

Sedikit meningkat

Predominan

Bervariasi

Protein

Normal/menurun

MN

Predominan

Normal/meningkat

MN

Biasanya normal

Meningkat

Glukosa

Rendah

1.7 Pemeriksaan radiologi5,6


Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis.
Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukkan kelainan kirakira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal
CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah
basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus.
Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) kepala pada pasien meningitis tuberkulosis adalah normal pada awal
penyakit. Seiring berkembangnya penyakit, gambaran yang sering ditemukan

13

adalah enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang


disertai dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih dini. Selain
itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent, biasanya di daerah korteks
serebri atau talamus .
1.8 Penatalaksanaan11
Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, koreksi
gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial. Terapi harus
segera diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis ke arah meningitis
tuberkulosis.
Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yakni:
Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis,
yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Terapi
dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga
12 bulan.
Berikut ini adalah keterangan mengenai obat-obat anti tuberkulosis yang
digunakan pada terapi meningitis tuberkulosis:
Isoniazid
Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman
intrasel dan ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam selutuh jaringan dan cairan
tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan
kaseosa, dan memiliki adverse reaction yang rendah. Isoniazid diberikan
secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan adalah 5-15 mg / kgBB / hari,
dosis maksimal 300 mg / hari dan diberikan dalam satu kali pemberian.
Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg,

14

dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml. Konsentrasi puncak di darah, sputum,
dan liquor cerebrospinalis dapat dicapai dalam waktu 1-2 jam dan menetap
paling sedikit selama 6-8 jam. Isoniazid terdapat dalam air susu ibu yang
mendapat isoniazid dan dapat menembus sawar darah plasenta. Isoniazid
mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik dan neuritis perifer.
Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak terjadi pada pasien
dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Untuk
mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan piridoksin dengan dosis
25-50 mg satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg isoniazid.
Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat
memasuki semua jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui
sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan) dan
kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam. Rifampisin diberikan dalam bentuk
oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis maksimalmya 600 mg per
hari dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan bersamaan
dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari
dan dosis isoniazid 10 mg/ kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas
ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Distribusi
rifampisin ke dalam liquor cerebrospinalis lebih baik pada keadaan selaput
otak yang sedang mengalami peradangan daripada keadaan normal. Efek
samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum, dan
air mata menjadi warma oranye kemerahan. Efek samping lainnya adalah

15

mual dan muntah, hepatotoksik, dan trombositopenia. Rifampisin umumya


tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300 mg, dan 450 mg .
Pirazinamid
Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik
pada jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini
bersifat bakterisid hanya pada intrasel dan suasana asam dan diresorbsi baik
pada saluran cerna. Dosis pirazinamid 15-30 mg / kgBB / hari dengan dosis
maksimal 2 gram / hari. Kadar serum puncak 45 g / ml tercapai dalam waktu
2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena pirazinamid sangat
baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang
masih sangat banyak. Efek samping pirazinamid adalah hepatotoksis,
anoreksia, iritasi saluran cerna, dan hiperurisemia (jarang pada anak-anak).
Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500 mg .

Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman
ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk
membunuh kuman intraselular. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam
pengobatan tuberkulosis, tetapi penggunaannya penting pada pengobatan fase
intensif meningitis tuberkulosis dan MDR-TB (multi drug resistenttuberculosis). Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40
mg / kgBB / hari, maksimal 1 gram / hari, dan kadar puncak 45-50 g / ml
dalam waktu 1-2 jam. Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang
meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang.

16

Streptomisin berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura dan
diekskresi melalui ginjal. Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat
kecurigaan resistensi awal terhadap isoniazid atau jika anak menderita
tuberkulosis berat. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial
VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran, dengan gejala berupa
telinga berdengung (tinismus) dan pusing. Streptomisin dapat menembus
plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita
hamil karena dapat merudak saraf pendengaran janin, yaitu 30% bayi akan
menderita tuli berat .
Etambutol
Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat
bakterid jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain
itu, berdasarkan pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi
terhadap obat-obat lain. Dosis etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari,
maksimal 1,25 gram / hari dengan dosis tunggal. Kadar serum puncak 5 g
dalam waktu 24 jam. Etambutol tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan 500
mg. Etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak pada
pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi
baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. Kemungkinan
toksisitas utama etambutol adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau,
sehingga seringkali penggunaannya dihindari pada anak yang belum dapat
diperiksa tajam penglihatannya. Penelitian di FKUI menunjukkan bahwa
pemberian etambutol dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari tidak menimbulkan
kejadian neuritis optika pada pasien yang dipantau hingga 10 tahun pasca

17

pengobatan. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan


tuberkulosis pada anak, etambutol dianjurkan penggunaannya pada anak
dengan dosis 15-25 mg / kgBB / hari. Etambutol dapat diberikan pada anak
dengan TB berat dan kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak
tersedia atau tidak dapat digunakan .
Pada bulan pertama pengobatan, pasien harus tirah baring total
Regimen : RHZE / RHZS
Nama Obat
INH

DOSIS
Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari

Anak : 20 mg/kgBB/hari

+ piridoksin 50 mg/hari
Streptomisin

20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan

Etambutol

25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertama


Dilanjutkan 15 mg/kgBB/hari

Rifampisin

Dewasa : 600 mg/hari

Anak 10-20
mh/kgBB/hari

Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan


deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatanperlekatan antara araknoid dan otak. Bukti klinis mendukung penggunaan steroid
pada meningitis tuberkulosis sebagai terapi ajuvan. Penggunaan steroid selain
sebagai anti inflamasi, juga dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati
edema otak
Steroid diberikan untuk:

Menghambat reaksi inflamasi


18

Mencegah komplikasi infeksi

Menurunkan edema serebri

Mencegah perlekatan

Mencegah arteritis/infark otak

Indikasi Steroid :

Kesadaran menurun
Defisit neurologist fokal

Dosis steroid :
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena
selama 2 minggu selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan. . Prednison
dengan dosis 1-2 mg / kgBB / hari selama 4-6 minggu, setelah itu dilakukan
penurunan dosis secara bertahap (tappering off) selama 4-6 minggu sesuai dengan
lamanya pemberian regimen.

19

BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. P

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 22 tahun

Alamat

: Pesisir Selatan

Status

:Belum menikah

Agama

: Islam

Tanggal Masuk

: 17 November 2014

ANAMNESIS : alloanamnesis

Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran yang didahului oleh demam

Riwayat Penyakit Sekarang :

Penurunan kesadaran sejak 3 hari SMRS, terjadi berangsur-angsur saat


pasien sedang dirawat di RSUD, dimana pasien tampak gelisah dan
meracau, kemudian pasien menjadi tidak berespon lagi terhadap
lingkungan

Kelemahan anggota gerak (-), kejang (-)

20

Muntah selama 2 hari sebelum dirawat, saat masih di rumah 5


kali/hari.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien telah dirawat di RSUD Painan selama 3 hari, dengan kecurigaan


ensefalitis, pasien telah mendapat obat ciprofloxasin dan ranitidine. Pasien
kemudian dirujuk ke RS M.Djamil.

Riwayat demam sejak 1 bulan yll, terus menerus tidak terlalu tinggi,
tidak menggigil, berkeringat malam (+), beserta dengan nyeri kepala
terutama dibagian belakang.

Riwayat batuk-batuk lama sejak 2 yll, batuk berdahak, warna


kekuningan.

Nafsu makan berkurang sejak 2 bulan yll, sehingga BB turun 10 Kg


sejak 2 bulan ini.

Riwayat infeksi gigi, telinga, sinus (-)

Riwayat menderita tumor (-)

Riwayat makan OAT (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk-batuk lam. Tidak ada
anggota keluarga yang sakit seperti ini.
Riwayat Kebiasaan
Pasien seorang tukang perabot, tinggal dengan kakak ibu, ibu sudah
meninggal sejak pasien usia 5 tahun karena tumor di perut. Riwayat merokok

21

10 batang/hari sejak 6 tahun ini. Riwayat sex bebas (-), narkoba (-), minum
alcohol (-), tattoo (-).

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Soporus

Tanda-tanda Vital

- Nadi

: 108 x/menit, reguler.

- Pernapasan

: 35 x/menit

- Suhu

: 38,8 0C

- TD

: 140/80 mmHg

STATUS GENERALIS
Status Generalis
Kepala dan leher
- Kepala
- Mata
- Hidung
- Telinga
- Mulut
- Leher

: Normochepal
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
: Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-).
: Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
: bibir kering (+), bibir simetris, sianosis (-)
: Pembesaran KGB (-), tiroid (-).

Thoraks
Paru
-

Inspeksi

: simetris, retraksi dinding dada (-/-)

22

Palpasi : tidak dapat dilakukan

Perkusi

: sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

bronkovesikuler

(+/+),

rhonki

(-/-),

wheezing (-/-)
Jantung

Inspeksi

: iktus kordis terlihat pada ICS 5 midclavikula sinistra

Palpasi

: iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavikula sinistra

Perkusi
: Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra

Auskultasi : BJ I-II ireguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-), hepar,

: tidak tampak membuncit

lien,
tidak teraba.

Perkusi

: timpani pada seluruh abdomen, asites (-)

Auskultasi

: BU (+) normal pada 4 kuadran

Ekstremitas

Atas

Bawah : akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-)

: akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-)

STATUS NEUROLOGIK
Kesadaran

: sopor

23

Rangsang Meningeal
- Kaku Kuduk

: (+)

- Lasegue sign

: tidak terbatas/ tidak terbatas

- Kernig sign

: (+)

- Brudzinski I

: (+)

- Brudzinski II

: (-)

SARAF KRANIAL
N.I (Olfaktorius)

Daya pembau

tidak dapat dilakukan

N.II (Optikus)

KANAN

KANAN

KIRI
tidak dapat dilakukan
KIRI

Visus

: tidak dapat dilakukan

tidak dapat dilakukan

Lapang pandang

: tidak dapat dilakukan

tidak dapat dilakukan

Funduskopi

: tidak dapat dilakukan

24

N.III(Okulomotorius)

KANAN

Ptosis

Ukuran pupil

3 mm

Bentuk pupil

bulat

KIRI

3mm
(isokor)

bulat(isokor)
Gerakan bola mata

: Sulit dinilai

:
:
:
:

Atas
Bawah
Medial
Dolls eye

Refleks cahaya
-

Refleks cahaya direk


Reflek cahaya indirek

N.IV (Trokhlearis)
Gerakan mata ke medial bawah
N.V(Trigeminus)

+
+

+
+

KANAN

KIRI

susah dinilai

susah dinilai

KANAN

KIRI

Menggigit

belum dapat dinilai

Membuka mulut

belum dapat dinilai

Sensibilitas
Refleks kornea
N.VI(Abdusens)
Gerak mata ke lateral
N.VII(Fasialis)

KANAN

KIRI

sulit dinilai
KANAN

KIRI

Kerutan kulit dahi

tidak dapat dinilai

Lipatan nasolabialis

tidak dapat dinilai

Menutup mata

tidak dapat dinilai

Mengangkat alis

tidak dapat dinilai

Menyeringai

normal

Daya kecap lidah 2/3 depan

tidak dapat dinilai

N.VIII(Vestibulokokhlearis)

KANAN

KIRI

Tes bisik

belum dapat dinilai

Tes rinne

belum dapat dinilai

Tes weber

belum dapat dinilai

Tes schwabach

belum dapat dinilai

Past pointing test

belum dapat dinilai

N.IX&X

KANAN

KIRI

Daya kecap lidah 1/3 belakang

belum dapat dinilai

Uvula secara pasif

sulit dinilai

Menelan

belum dapat dinilai

Refleks muntah

belum dapat dinilai

N.XI(Aksesorius)

KANAN

KIRI

Memalingkan kepala

belum dapat dinilai

Mengangkat bahu

belum dapat dinilai

N.XII(Hipoglosus)
Sikap lidah

: belum dapat dinilai

Atrofi otot lidah

: (-)

Fasikulasi lidah

: (-)

MOTORIK
Kekuatan Otot
SENSORIK

hipertonus, eutrofi

Nyeri : Ektremitas Atas

: belum dapat dinilai

Ekstremitas Bawah : belum dapat dinilai


Raba : Ektremitas Atas

: belum dapat dinilai

Ekstremitas Bawah : belum dapat dinilai


Suhu : Ektremitas Atas

: belum dapat dinilai

Ekstremitas Bawah : belum dapat dinilai


FUNGSI VEGETATIF
Miksi

: baik

Defekasi

: baik

REFLEK FISIOLOGI
Reflek bisep

: (+++/+++)

Reflek trisep

: (+++/+++)

Reflek brachioradialis : (+++/+++)


Reflek patella

: (+++/+++)

Reflek achilles

: (+++/+++)

REFLEK PATOLOGIS
Babinski

: (+/+)

Chaddock

: (+/+)

Oppenheim

: (+/+)

Gordon

: (+/+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

Hb

: 10,3

g/dl

Ht

: 32

Leukosit

: 5,3

103/ul

Trombosit

: 261

103/%

pH

: 7,9

Elektrolit

: Na 135,3 mEq/L
Kalium 4,17 mEq/L
Kalsium 1.10 mEq/L

EKG
Irama sinus, HR 110x/I, ST elevasi (-), ST depresi (-), T inverted (-),
SV1+RV5 < 35 menit.Kesan dalam batas normal.
Pemeriksaan Radiologi
Rontgen foto thorax PA : tampak infiltrate di paru kiri, tampak corakan
vaskuler meningkat di lapangan paru ki-ka. Costofrenikus kiri menumpul denga
perelubungan di lapangan paru kiri. CTR < 55%. Kesan TB paru sinistra dengan
efusi pleura (s) + bronkopneumonia (D).
Pmeriksaan Lumbal Pungsi
Warna jernih, aliran lancer, none (+), pandy (++)

Diagnosis
Diagnosis klinis

: meningitis TB akut (meningitis TB stadium III)

Diagnosis topic

: leptomeningen

Diagnosis etiologi

: infeksi Mycobacterium tuberculosis

Diagnosis sekunder

: susp.Tb paru+efusi pleura sinistra


Sepsis e.c CAP
Hiponatremi+hipokalemi
Anemia ringan

PENATALAKSANAAN
Umum :
Khusus :
-

Elevasi kepala 30
Pasang IV line
Infus NaCl 0,9%
NGT-diet MCTKTP
Antibiotik : ceftriaxon 2x 2gr
Antipiretik : parasetamol 4x500mg
Kortikosterid : deksametason
Ranitidine : 2x50mg
OAT : rifampisin 1x450, isoniazid 1x300, pirazinamid 1x1000,
etambutol 1x 750,
B6 1x10g

FOLLOW UP (18 November)


Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan :

Kesadaran

: sopor

Tanda-tanda Vital

- Nadi

: 80 x/menit

- Pernapasan

: 20 x/menit

- Suhu

: 38,8 0C

- TD

: 130/80 mmHg

TRM : KK(+)
Nervus cranial : reflek cahaya direct/indirect (+/+), pupil bulat isokor
diameter 3 mm /3 mm
Motorik : tidak ada lateralisasi
Sensorik : sulit dinilai

REFLEK FISIOLOGI
Reflek bisep

: (+++/+++)

Reflek trisep

: (+++/+++)

Reflek brachioradialis : (+++/+++)


Reflek patella

: (+++/+++)

Reflek achilles

: (+++/+++)

REFLEK PATOLOGIS
Babinski

: (+/+)

Chaddock

: (+/+)

Oppenheim

: (+/+)

30

Gordon

: (+/+)

FOLLOW UP (19 November)


Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan :

Kesadaran

: sopor

Tanda-tanda Vital

- Nadi

: 80 x/menit

- Pernapasan

: 20 x/menit

- Suhu

: 38,8 0C

- TD

: 130/80 mmHg

TRM : KK(+)
Nervus cranial : reflek cahaya direct/indirect (+/+), pupil bulat isokor
diameter 3 mm /3 mm
Motorik : tidak ada lateralisasi
Sensorik : sulit dinilai

REFLEK FISIOLOGI
Reflek bisep

: (+++/+++)

Reflek trisep

: (+++/+++)

Reflek brachioradialis : (+++/+++)


Reflek patella

: (+++/+++)

Reflek achilles

: (+++/+++)

REFLEK PATOLOGIS
Babinski

: (+/+)

31

Chaddock

: (+/+)

Oppenheim

: (+/+)

Gordon

: (+/+)

Laboratorium
Na/K/Cl : 128/3,5/94 Hiponatremi

32

BAB III
DISKUSI
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran, penurunan kesadaran
didahului oleh demam. Dari pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan tanda
rangsang meningeal (+). Dari rontgen pasien didapatkan gambaran TB paru. Hal
ini meunjukkan bahwa pasien ini menderita meningitis.
Penatalaksanaan umum pada pasien ini berupa IVFD NaCl 0,9% 12/kolf,
diet makanan cair. Penatalaksanaan khususnya berupa, ceftriaxon 2x2gr (iv),
parasetamol 4x500mg (po), deksametason 4x5mg(iv), OAT : rifampisin 1x450,
isoniazid 1x300, pirazinamid 1x1000, etambutol 1x 750, B6 1x10g.

33

BAB V
KESIMPULAN
Diagnosis mengarah kepada adanya infeksi ssp; meningitis karena pada
pemeriksaan fisik didapatkan tanda rangsang meningeal (+) juga terdapat
kesadaran yang menurun dan suhu febris. Pemeriksaan anjuran untuk menegakan
diagnosis infeksi ssp yaitu pemeriksaan Lumbal pungsi. Penatalaksanaan dengan
memberikan terapi untuk pasien dengan tuberculosis.

34

DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan RI. Buku Saku Antropometri. Diakses melalui
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/11/buku-skantropometri-2010.pdf tanggal 30 Desember 014.
2. Lumbantobing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012. p. 17.
3. Mayo
Clinic,
2013.Meningitis.

Diakses

melalui

http://www.mayoclinic.com/health/meningitis/DS00118/DSECTION=treat
ments-and-drugs tanggal 30 Desember 2014.
4. Meningitis tatalaksana perawatan penunjang pemantauan dan komplikasi.
Diakses

melalui

http://www.ichrc.org/652-meningitis-tatalaksana-

perawatan-penunjang-pemantauan-komplikasi tanggal 30 Desember 2014.


5. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 Diakses
melalui http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.html

tanggal

30

Desember 2014.
6. Mardjano M, Sidharta P. Neurologi Klinik Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
2009. p.g 416.
7. Hill,

Mark. 2008.

Mycobacterium

tuberculosis.

Diakses

melalui

http://embryology.med.unsw.edu.au/Defect/images/Mycobacteriumtuberculosis.jpg tanggal 31 Desember 2014.


8. Microbiology Bytes. 2007. Mycobacterium tuberculosis. Diakses melalui
http://www.microbiologybytes.com/video/Mtuberculosis.html tanggal 31
Desember 2014.
9. Meningitis Research Foundation. 2008. Understand Meningits And
Septicaemia. http://www.meningitis.org/ tanggal 31 Desember 2014.
10. TBIndonesia,

2012.

Meningitis

Tuberkulosa.

Diakses

melalui

http://www.tbindonesia.or.id/2014/04/21/meningitis-tuberkulosa/

tanggal

30 Desember 2014.
11. Depkes, 2007. Pedoman Nasional penanggulangan Tuberkulosis, Depkes,
2007.

35

Anda mungkin juga menyukai