Anda di halaman 1dari 27

TONSILITIS DIFTERI

PUTRI LISSANAWIDYA
217.40.1010.25

Pembimbing : dr. Endang Fitri M, Sp. THT-KL

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN THT-KL


RSUD SYARIFAH AMBAMI RATO EBU BANGKALAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2018
Latarbelakang
Difteri adalah suatu
penyakit infeksi akut yang
sangat menular, yang
disebabkan oleh karena
toksin dari bakteri Dari seluruh Referat ini, akan
Corynebacterium kasus difteri, membahas terkait:
Diphteriae. sebesar 37% -anatomi tonsil
tidak -difteri
Berdasarkan data dari mendapatkan -epidemiologi
Kemenkes RI 2016, vaksinasi -faktor resiko
(Kemenkes RI, -tanda dan gejala
jumlah kasus difteri pada
2016). -tatalaksana
tahun 2015 sebanyak 252 -cara pencegahan
kasus dengan jumlah
kasus meninggal
sebanyak 5 kasus
TONSIL
Anatomi

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang


dilapisi oleh epitel respiratori, yaitu epitel
squamosa.
Histologi

Secara histologis tonsil mengandung 3


unsur utama yaitu jaringan ikat atau
trabekula (sebagai rangka penunjang
pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel
germinativum (sebagai pusat
pembentukan sel limfoid muda) serta
jaringan interfolikel (jaringan limfoid dari
berbagai stadium) (Bluestone, 2006).
Vaskularisasi
Tonsil mendapat pendarahan dari
cabang-cabang arteri karotis
eksterna, yaitu:
-arteri maksilaris eksterna (arteri
fasialis) dengan cabangnya arteri
tonsilaris dan arteri palatina
asenden
-arteri maksilaris interna dengan
cabangnya arteri palatina
desenden
-arteri lingualis dengan cabangnya
-arteri lingualis dorsal
Fungsi

Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu;


1) Menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif.
2) Sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T
dengan antigen spesifik.
Ukuran tonsil :
T0: Tonsil normal
T1: Tonsil terbatas dalam Fossa Tonsilaris
T2: Tonsil sudah melewati pilar anterior, tetapi belum melewati garis
paramedian
T3: Tonsil sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis
median
T4: Tonsil sudah melewati garis median
DIFTERI
Difteri adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh Corynebacterium
Diphteria. Infeksi biasanya terdapat
pada faring, laring, hidung dan kadang
pada kulit, konjungtiva, gentalia dan
telinga.
Epidemiologi
Berdasarkan data dari Kemenkes RI 2016, jumlah kasus difteri pada tahun
2015 sebanyak 252 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 5
kasus sehingga CFR difteri sebesar 1,98%. Dari 13 provinsi yang
melaporkan adanya kasus difteri, kasus tertinggi terjadi di Sumatera Barat
dengan 110 kasus dan Jawa Timur sebanyak 67 kasus. Untuk itu telah
dilaksanakan Outbreak Respons Imunization (ORI). Dari seluruh kasus
difteri, sebesar 37% tidak mendapatkan vaksinasi (Kemenkes RI, 2016).
Etiologi
Bakteri ini berbentuk batang ramping berukuran 1,5-5 um x 0,5-1 um, tidak
berspora, tidak bergerak, termasuk Gram positif, memiliki banyak bentuk
(polymorph), memfermentasi glukosa, menghasilkan eksotoksin, dan tidak
tahan asam. Bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal
diperoleh pada suasana aerob.
Tonsilitis Difteri
Definisi
Tonsillitis Difteri merupakan peradangan yang terjadi pada tonsil yang
disebabkan oleh C. diphtheria. Pada tonsil sekitar lebih dari 75% merupakan
bagian yang paling sering terinfeksi
Cara Penularan

Masa inkubasi penyakit difteri ini 2-5 hari, masa penularan penderita 2-4 minggu
sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carier bisa sampai 6 bulan.
Patofisiologi
Diagnosis
Diagnosis
Banding
Tonsilitis akut adalah radang akut pada tonsil, dikarenakan infeksi kuman
terutama Streptokokus hemolitikus (50%) atau virus.

Ananmnesa : Pemeriksaan fisik :


 tampak tonsil membengkak, hiperemis
 nyeri tenggorok dan  terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau
nyeri sewaktu tertutup oleh mebran semu.
 kelenjar submandibula membengkak dan
menelan nyeri tekan
 demam dengan suhu  suara penderita terdengar seperti orang yang
mulutnya terisi penuh makanan
tubuh yang tinggi  mulut berbau busuk (foetor ex ore)
 rasa lesu, rasa nyeri  ludah menumpuk dalam kavum oris akibat
adanya nyeri telan yang hebat (ptialismus).
di sendi-sendi  Tonsil hiperemi, udem, permukaannya penuh
 tidak nafsu makan detritus, ismus fausium tampak menyempit.
 Kelenjar limfe didaerah jugulo-digastrikus
 rasa nyeri di telinga (dibelakang angulus mandibula) membesar
dan nyeri tekan.
Komplikasi

 Obstruksi jalan nafas


 Miokarditis
 Infeksi sekunder bakteri
Terapi

Tujuan pengobatan penderita difteria adalah menginaktivasi toksin

yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar

penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi C. diptheriae untuk

mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit

difteri.
Terapi Umum

Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan


tenggorok negatif 2 kali berturut-turut.
Terapi Khusus
Prognosis
Prognosis difteria setelah ditemukannya ADS dan antibiotik lebih
baik daripada sebelumnya.

Di Indonesia, daerah yang belum di imunisasi masih dijumpai kasus


difteria berat dengan prognosis buruk, yang disebabkan oleh :
 Obstruksi jalan nafas mendadak diakibatkan oleh terlepasnya membran
difteria
 Adanya miokarditis dan gagal jantung
 Paralisis diafragma sebagai akibat neuritis nervus frenikus.
Pencegahan
Terimakasih 

Anda mungkin juga menyukai