Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

AN. J DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIPERTROPHY TONSIL PRO


ADENOTONSILECTOMY DI RUANG IBS (INSTALASI BEDAH
SENTRAL) RSUA UNAIR AIRLANGGA SURABAYA

OLEH:
Jufikri Akbar
2021-01-14901-033

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN IX
TAHUN 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan ini disusun oleh :


Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Jufikri Akbar
NIM : 2021-01-14901-033
Program Studi : Profesi Ners
Angkatan : IX (Sembilan)
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Dengan Diagnosa Medis Hipertrophy Tonsil Pro
Adenotonsilectomy Di Ruang IBS (Instalasi Bedah
Sentral) RSUA UNAIR Airlangga Surabaya

Telah melakukan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh stase Keperawatan Medika Bedah II Pada Progarm Studi Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK
Pembimbing Klinik Pembimbing Klinik

Haris Widodo, S.Kep.,Ns.,M.Kep Prieza Ferdania, S.Kep.,Ns


LEMBAR PERSETUJUAN
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Konsep Dasar Penyakit


1.1.1 Definisi Tongsilitis
Tonsil merupakan terdapatnya peradangan umum dan pembengkakan dari
jaringan tonsil dengan lekosit, sel-sel epitel mati dan bakteri pathogen dalam kripta.
Tanda dan gejala tonsillitis ini adalah nyeri tenggorokan, nyeri telan dan kesulitan
menelan, demam, pembesaran tonsil mulut berbau dan kadang telinga terasa sakit
(North American Nursing Diagnosis Associatioan, 2012).
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel (Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ). Berikut adalah gambar tonsilitis :

Tonsilitis adalah infeksi amandel pada kelenjar di kedua sisi belakang


tenggorokan. Amandel adalah bagian dari sistem kekebalan, yang melindungi dan
membantu tubuh untuk melawan infeksi. Tonsilitis sangat umum dan dapat terjadi
pada semua usia. Hal ini paling umum pada anak-anak dan dewasa muda.
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus
beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga
disebabkan oleh virus. (Mansjoer,A. 2000)
Tonsilitis sebagian besar disebabkan oleh virus dan sering didahului oleh
dingin (hidung meler, batuk dan sakit mata). sedikit kasus (sekitar satu dari tujuh)
yang disebabkan oleh bakteri. paling jenis umum dari bakteri yang terlibat adalah
streptokokus (juga dikenal sebagai 'radang' tenggorokan). Tonsilektomi adalah
suatu tindakan pembedahan dengan mengambil atau mengangkat tonsil. (Arsyad
Soepardi,1995)

1.1.2 Anatomi Fisiologi


Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil.
Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah kosong di atasnya dikenal
sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus
konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.
Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih
tonsil dapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi
velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan
tonsil tersering adalah ke arah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya
anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung
3 unsur utama:
1. Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf.
2. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda.
3. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium
Tabel 1:Gambar Tonsilitis
Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada
daerah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak anak dilahirkan dan
mulai berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas
“warisan” dari ibu mulai menghilang dari tubuh anak. Pada saat itu (usia lebih
kurang 1 tahun) tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas utama pada anak,
karena jaringan limfoid lain yang ada di seluruh tubuh belum bekerja secara
optimal.
Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas
seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat “memakan“ kuman dan
virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral bekerja karena adanya sel
(limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh
kuman dan virus.
Kuman yang “dimakan” oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang
tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi amandel yang
kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan
menyebabkan tonsil dan adenoid “bekerja terus “ dengan memproduksi sel-sel imun
yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat
melebihi ukuran yang normal.
Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat
menjadi sumber infeksi (fokal infeksi) sehingga anak menjadi sering sakit demam
dan batuk pilek.Selain itu folikel infeksi pada amandel dapat menyebabkan
penyakit pada ginjal (Glomerulonefritis), katup jantung (Endokarditis), sendi
(Rhematoid Artritis) dan kulit. (Dermatitis). Penyakit sinusitis dan otitis media pada
anak seringkali juga disebabkan adanya infeksi kronis pada amandel dan adenoid.

1.1.3 Etiologi/Predisposisi
1.1.3.1 Tonsillitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus group A,Misalnya: Pneumococcus,
staphylococcus, Haemalphilus influenza, sterptoccoccus non hemoliticus
atau streptoccus viridens.

1.1.3.2 Bakteri merupakan penyebab pada 50% kasus. Antara lain streptococcus B
hemoliticus grup A, streptococcus, Pneumoccoccus,Virus, Adenovirus,
Virus influenza serta herpes.
1.1.3.3 Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil
berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya
sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh
bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang,
menyebabkan tonsillitis. (Adam,1999; Iskandar,1993; Firman,2006)

1.1.4 Klasifikasi
Macam-macam tonsillitis
1. Tonsillitis akut
Dibagi lagi menjadi 2, yaitu : a.
Tonsilitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok.
Penyebab paling tersering adalah virus Epstein Barr.
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta
hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus,
streptococcus viridian dan streptococcus piogenes. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri yang mulai mati.
2. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis Difteri
Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman
yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas
yaitu hidung, faring dan laring.
b. Tonsilitis Septik
Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi
sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi
dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka
penyakit ini jarang ditemukan.

3. Angina Plout Vincent


Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan
defisiensi vitamin C. Gejala berupa demam sampai 39° C, nyeri kepala ,
badan lemah dan kadang gangguan pecernaan.
4. Tonsilitis kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak
adekuat kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang

1.1.5 Patofisiologi
Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut,amandel
berperan sebagai filter, menyelimuti organism yang berbahaya tersebut sel-sel
darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada amandel.Hal ini akan
memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan
tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.Infeksi
bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsillitis.
Bakteri atau virus menginfeksi lapisan epitel tonsil-tonsil epitel menjadikan
terkikis dan terjadi peradangan serta infeksi pada tonsil.Infeksi tonsil jarang
menampilkan gejala tetapi dalam kasus yang ekstrim pembesaran ini dapat
menimbulkan gejala menelan.Infeksi tonsil yang ini adalah peradangan di
tenggorokan terutama dengan tonsil yang abses (abses peritonsiler).Abses besar
yang terbentuk dibelakang tonsil menimbulkan rasa sakit yang intens dan demam
tinggi (39C-40C).abses secara perlahan-lahan mendorong tonsil menyeberang ke
tengah tenggorokan.
Dimulai dengan sakit tenggorokan ringan sehingga menjadi parah.pasien
hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan.Tonsilitis
dapat menyebabkan kesukaran menelan,panas,bengkak,dan kelenjar getah bening
melemah didalam daerah submandibuler,sakit pada sendi dan otot,kedinginan,
seluruh tubuh sakit,sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga.Sekresi yang
berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan,belakang tenggorokan akan
terasa mengental.Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir
setelah 72 jam. (Edward,2001 Reeves,Charlene J.Roux,Gayle dkk,2001 ).
1.1.6 Manifestasi Klinik
a. Sakit tenggorokan dan leher
b. Nyeri ketika menelan
c. Drooling pada anak-anak
d. Demam (suhu tubuh yang lebih 37.5ºC untuk orang dewasa dan lebih dari 38
º C pada anak-anak)
e. Kehilangan nafsu makan, dan merasa umumnya 'tidak sehat
f. Amandel merah dan bengkak (dengan nanah)
g. Bengkak dan kelenjar getah bening tender (kelenjar) di kedua sisi leher
h. Perubahan suara mereka (seperti terdengar 'Serak' atau teredam).
Anak-anak mungkin mengeluh sakit perut tanpa sakit yang tenggorokan, dan
mereka mungkin muntah. Anak-anak kecil mungkin hanya mengalami demam.

1.1.7 Komplikasi
Faringitis merupakn komplikasi tonsilitis yang paling banyak didapat. Demam
rematik, nefritis dapat timbul apabila penyebab tonsilitisnya adalah kuman
streptokokus. Komplikasi yang lain dapat berupa :
a. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini
terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh
streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
b. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi)
dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur
spontan gendang telinga ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).

c. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-
sel mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
d. Laringitis
Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx.
Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus,
bakter, lingkungan, maupunmkarena alergi ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
e. Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau lebih
dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi
udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa ( Reeves, Roux,
Lockhart, 2001 ).
f. Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan
nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, dan pengumpulan riwayat
kesehatan yang cermat untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang
berkaitan. Usap tonsilar dikultur untuk menentukan adanya infeksi bakteri. Jika
tonsil adenoid ikut terinfeksi maka dapat menyebabkan otitis media supuratif
yang mengakibatkan kehilangan pendengaran, pasien harus diberikan
pemeriksaan audiometik secara menyeluruh sensitivitas/ resistensi dapat
dilakukan jika diperlukan

1.1.9 Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan


tonsillitis secara umum:
a. Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut ) selama 10 hari,
jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
b. Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi ) dilakukan jika:
1) Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih /tahun.
2) Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
3) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
4) Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

Penatalaksanaan tonsillitis adalah : a.


Penatalaksanaan tonsillitis akut
1) Antibiotik golongan penelitian atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur
atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau
klidomisin.
2) Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk
mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
3) Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi
kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3 kali negatif
4) Pemberian antipiretik
b. Penatalaksanaan tonsillitis kronik
1) Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
2) Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi
konservatif tidak berhasil.
Tonsilektomi menurut Firman S (2006), yaitu : a.
Perawatan Prabedah
Diberikan sedasi dan premedikasi, selain itu pasien juga harus dipuasakan,
membebaskan anak dari infeksi pernafasan bagian atas.
b. Teknik pembedahan
Anestesi umum selalu diberikan sebelum pembedahan,pasien diposisikan terlentang
dengan kepala sedikit direndahkan dan leher dalam keadaan ekstensi mulut ditahan
terbuka dengan suatu penutup dan lidah didorong keluar dari jalan. Penyedotan
harus dapat diperoleh untuk mencegah inflamasi dari darah. Tonsil diangkat dengan
diseksi quillotine. Metode apapun yang digunakan penting untuk mengangkat tonsil
secara lengkap. Perdarahan dikendalikan dengan menginsersi suatu pak kasa ke
dalam ruang post nasal yang harus diangkat setelah pembedahan. Perdarahan yang
berlanjut dapat ditangani dengan mengadakan ligasi pembuluh darah pada dasar
tonsil.
c. Perawatan paska-bedah
1) Berbaring kesamping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.
2) Memantau tanda-tanda perdarahan:
- Menelan berulang
- Muntah darah segar
- Peningkatan denyut nadi pada saat tidur
3) Diet
a) Memberikan cairan bila muntah telah reda.
- Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar (lebih
nyaman dari adanya kepingan kecil)
- Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan)
b) Menawarkan makanan
- Es cream, crustard dingin, sup krim, dan jus.
- Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat dinikmati
pada pagi hari setelah perdarahaan.
- Hindari jus jeruk,minuman panas, makanan kasar atau banyak bumbu
selama 1 minggu
c) Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan
- Menggunakan ice color (kompres es) bila mau
- Memberikan analgesik (hindari aspirin) - Melaporkan segera tanda-tanda
perdarahan.
- Minum 2-3 liter / hari sampai bau mulut hilang.
d) Mengajari pasien mengenal hal berikut
- Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung
segera selama 1-2 minggu
- Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.
- Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan
ke-8 setelah operasi.
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan Tonsilitis
1.2.1 Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : – kelemahan
– kelelahan (fatigue)
b. Sirkulasi
Tanda : – Takikardia
– Hiperfentilasi (respons terhadap aktivitas)
c. Integritas Ego
Gejala : – Stress
– Perasaan tidak berdaya
Tanda : – Tanda- tanda ansietas, mual : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit.
d. Eliminasi
Gejala : – Perubahan pola berkemih
Tanda : – Warna urine mungkin pekat
e. Maknan / cairan
Gejala : – Anoreksia
– Masalah menelan
– Penurunan menelan
Tanda : – Membran mukosa kering
– Turgor kulit jelek
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : – Nyeri pada daerah tenggorokan saat digunakan untuk menelan.
– Nyeri tekan pada daerah sub mandibula.
– Faktor pencetus : menelan ; makanan dan minuman yang dimasukkan
melalui oral, obat-obatan.
Tanda : – Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat,
berkeringat, perhatian menyempit.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Pre Operasi
a. Resiko kurang nutrisi dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan respon inflamasi
c. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi
d. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh
e. Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi tonsilektomi.
2. Post operasi
a. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret
b. Resiko kekurangan volume cairan peredaran yang berlebihan
c. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan luka
terbuka. (Edward, 2001 Reeves, Charlene J.Roux, Gayle dkk. 2001)

1.2.3 Fokus Intervensi dan Rasional


1. Pre Operasi
a. Resiko kurang nutrisi dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat ditandai dengan ancroksia, disfagia keperawatan kebutuhan nutrisi
pasien adekuat
Kriteria hasil : Kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada tanda-tanda
malnutrisi, mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
atau dibutuhkan
Intervensi
a. Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi
R : Memberikan informasi sehubungan dengan kebutuhan nutrisi dan
keefektifan terapi
b. Auskultasi bunyi usus
R : Makan hanya dimulai setelah bunyi usus membaik setelah operasi
c. Mulai dengan makan kecil dan tingkatkan sesuai toleransi
R : Kandungan makan dapat mengakibatkan ketidak toleransian, memerlukan
perubahan pada kecepatan/tipe formula
d. Berikan diet nutrisi seimbang (makan cair atau halus) atau makanan selang
yang sesuai indikasi
R:-
(Doenges,2000)

b. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan respon inflamasi


Tujuan : nyeri berkurang/terkontrol
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang,
skala nyeri menurun
Intervensi
a. Monitoring perkembangan nyeri
R : Mengetahui perkembangan tindakan dari yang dilakukan
b. Monitoring tanda-tanda vital darah dan nadi
R : Mengetahui keadaan pasien
c. Berikan tindakan nyaman dan akivitas hiburan
R :Meningkatkan relaksasi dan membantu pasien memfokuskan perhatian
pada sesuatu disamping diri sendiri/ketidaknyamanan. Dapat menurunkan
kebutuhan dosis analgetik
d. Selidiki perubahan karakeristik nyeri,periksa mulut,tenggorokan
R : Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi
lanjutan
e. Catatan indikator non-verbal respon automatic terhadap nyeri evaluasi efek
samping
R : Dapat meningkatkan kerjasama dan partisipasi dalam program pengobatan
(Doenges,2000)

c. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan suhu tubuh normal
Kriteria hasil : suhu tubuh normal (36-37ºC) tubuh tidak terasa panas, pasin tidak
gelisah
Intervensi
a. Pantau suhu pasien (derajad dan pola) perhatikan menggigil/diaphoresis
R : Suhu 38,9-41,1 menunjukkan proses penyakit infeksius
b. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai indikasi R
: Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
c. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alcohol
R : Dapat membantu mengurangi demam
d. Berikan antipiretik misalnya ASA (aspirin) asetaminofon
R : Gunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus meskipun demam mungkin dapatberguna dalam mengatasi
pertumbuhan organism dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang
terinfeksi
(Doenges,2000)

d. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh


Tujuan : tidak mengalami harga diri rendah
Kriteria hasil : 1. menyatakan pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri
pada situasi yang ada 2. Mengidentifikasi persepsi diri negative
Intervensi
a. Diskusikan situasi atau dorong pernyataan takut atau masalah, jelaskan
hubungan antara gejala dengan asal penyakit R : Pasien sangat sensitif
terhadap perubahan tubuh

b. Dukung dan dorong pasien, berikan perawatan yang positif, perilaku


bersahabat
R : Pemberian perawatan kadang-kadang memungkinkan penilaian
perasaan pasien untuk memuat upaya untuk membantu pasien merasakan nilai
pribadi.
c. Dorong keluarga/orang terdekat untuk menyatakan perasaa, berkunjung atau
berpartisipai pada perawatan
R : Anggota keluarga dapagt merasa bersalah tentang kondisi pasien dan
takut terhadap kematian.
d. Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenai penyembuhan
fungsi tubuh ataupun kemandirian pasien
R : Mengkonsolidasikan keberhasilan membantu menurunkan perasaan
marah dan ketidakberdayaan dan menimbulakn perasaan adanya
perkembangan
e. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik
R : Membantu peningkatan rasa harga diri dan kontorl atas salah satu
bagian kehidupan (Doenges,2000)

e. Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi tonsilektomi.


Tujuan : Kecemasan berkurang /hilang
Kriteria Hasil : Kecemasan berkurang ,monitor intensitas kecemasan.
Intervensi:
a. Kaji sejauh mana kecemasan klien.
R : Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien.
b. Informasikan pasien /orang terdekat tentang peran advokat perawat intra
operasi
R : Mengembangkan rasa percaya diri.
c. Identifikasikan tingkat rasa cemas.
R : Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien.
d. Validasi sumber rasa takut.
R : Mengidentifikasikan rasa takut yang spesifik.
e. Beritahu pasien kemungkinan dilakukan operasi.
R : Mengurangi rasa takut
(Doenges,2000)

2. Post Operasi
a. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
Tujuan : jalan nafas sefektif
Kriteria hasil : setelah dilakukan keperawatan resiko ketidakefektifan bersihan
jalan nafas dapat teratasi ditandai dengan tidak adanya sekret
Intervensi
a. Pantau irama atau frekuensi irama pernafasan
R : Pernafasan dapat melambatkan dan frekuensi ekspirasi memanjang di
banding inspirasi
b. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya: mengi, krekel,
ronki
R : Bunyi nafas mengi, krekels, dan ronki terdengar pada inspirasi dan
atau ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan secret
c. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
R : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi namun, pasien dengan distresi berat akan
mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas
d. Dorong pasien untuk mengeluarkan lender secara perlahan
R : Membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi
pernafasan (Doenges,2000)

b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang


berlebihan
Tujuan : berkurangnya volume cairan yang terjadi
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko kekurangan
volume cairan dapat terstasi ditandai dengan tanda vital stabil, membran mukosa
lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat
Intervensi
a. Kaji atau ukur dan catat jumlah pendarahan
R : Potensial kekurangan cairan, khususnya bila tidak ada tambahan cairan
b. Awasi tanda vital: bandingkan dengan hasil normal pasien/sebelumnya. Ukur
TD dengan posisi duduk atau berbaring serta ukur nadi
R : Perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan
darah, missal nadi diduga 25% penurunan >110
c. Catat respon fisiologi individual pasien terhadap perdarahan, misalnya
perubahan mental, kelemahan, gelisah, anietas, pucat, berkeringant, takipnea,
peningkatan suhu
R : Simtomatologi dapat berguna dalam mengukur berat badan atau lamanya
episode perdarahan. Memburuknya gejala dapat menunjukkan berlanjutnya
perdarahan atau tidak adekuatnya penggataian cairan

d. Awasi batuk dan bicara karena akan mengiritasi luka dan menambah
perdarahan
R : Aktivitas batuk dan bicara meninkakan tekanan intraabdomen dan dapat
mencetuskan perdarahan langit
(Doenges,2000)
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang, skala
nyeri terkontrol
Intervensi
a. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya tajam, konstan, ditusuk, selidiki
perubahan karakter atau lokasi atau intensitas nyeri
R : Nyeri biasanya ada dalam beberapa derajat, juga dapat menimbulkan
komplikasi
b. Anjurkan klien untuk mengurangi nyeri dengan:
- minum air dingin atau air es
- hindarkan makanan pedas, panas, asam dan keras
- melakukan teknik relaksasi
R : Tindakan non-analgetik diberikan dengan cara alternative untuk
mengurangi nyeri dan menghilangkan ketidaknyamanan
c. Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R : Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
d. Pantau tanda vital
R : Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alas an lain untuk perubahan tanda vital
telah terlihat
(Doenges,2000)

d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan luka
terbuka
Tujuan : menyatakan pemahaman penyebab atau fakto resiko individu
Kriteria hasil : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan
resiko infeksi, menunjukkan tehnik atau perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang nyaman
Intervensi
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas walaupun menggunakan sarung
tangan steril
R : Mengurangi kontaminasi silang
b. Tetap ada fasilitas control infeksi steril dan prosedur aseptic
R : Tetapkan mekanisme yang dirancang untuk mencegah infeksi
c. Siapkan lokasi operasi menurut produsen khusus
R : Meminimalkan jumlah bakteri pada lokasi operasi
1.2.4 Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah diterapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam: 2001).

1.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Nursalam, 2001).Adapun evaluasi dari tiap - tiap masalah di atas adalah:
a. Nyeri berkurang atau teratasi
Kriteria hasil : Reflek menelan baik, tidak ada masalah saat makan, tidak mengalami
batuk saat menelan, menelan secara normal, menelan dengan nyaman.
b. Keseimbangan cairan terpenuhi
Kriteria hasil : Mukosa bibir lembab, Turgor kulit baik, tanda-tanda vital stabil
c. Nutrisi tubuh terpenuhi
Kriteria hasil : Nafsu makan klien bertambah, mual dan muntah berkurang,
peningkatan berat badan.
d. Suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam rentang normal 36-370C, keadaan, kulit dalam
batas normal tidak mengalami turgor kulit yang jelek, nadi dan pernapasan dalam
batas normal yaitu 80 x/menit dan pernapasan 18 x/menit.
e. Cemas tidak terjadi, kenyamanan pasien meningkat
Kriteria hasil : Ansietas berkurang, klien bisa mengendalikan tingkat kecemasannya,
mengetahui penyebab mengalami kecemasan.
f. Pola nafas efektif
Kriteria hasil : Tidak mengalami sesak nafas, pernafasan dalam batas normal, tidak
terjadi batuk

BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Jufikri Akbar


NIM : 2021-01-14901-033
Ruang Praktek : Instalasi Bedah Sentral (IBS)
Tanggal Praktek : 30 Mei 2022
Tanggal & Jam Pengkajian : 31 Mei 2022

2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : An. J
Umur : 12 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Suku/Bangsa : Mangoloid/Indonesia
Agama : Katolik
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Simolawang Baru III/5
Tgl MRS : 30 Mei 2022
Diagnosa Medis : Hipertrophy Tonsil Pro Adenotonsilectomy

2.1.2 RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


1. Keluhan Utama /Alasan di Operasi
Orang tua klien mengatakan klien sakit tengorokan karena amandelnya
membesar dan terasa sakit
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Orang tua klien mengatakan klien menderita amandel sejak masik kecil usia
± 1 tahun, namun pada saat masih kecil klien tidak pernah merasakan keluhan
seperti sakit tenggorokan, pada saat itu orang tua juga jarang memonitor
amandel klien karena klien tidak ada keluhan, dan pada saat usia sekarang 12
tahun klien pas saat bulan puasa klien ada salah makan dan klien mengeluh
sakit tengorokan, dan pada saat itu orang tua klien membawa klien ke dokter
THT, dan cuman diberikan obat untuk berkumur, dan akibat klien masih
merasakan sakit tengorokan akhirnya orang tua memutuskan untuk dilakukan
tindakan operasi untuk menghilangkan amandel yang di tengorokan klien.
Jadwal operasi dilakukan pada hari selasa, 31 Mei 2022, pada pukul 8- 10
WIB, dengan tindakan anastesi umum, Pro
Adenotonsilektomi.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi) Orang
tua klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit sebelumnya
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Orang tuang klien mengatakan tidak ada memiliki riwayat penyakit keluarga

GENOGRAM KELUARGA :
2.1.3 PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kondisi klien sedang, klien terlihat rapi, kesadaran klien compos menthis,
terpasang infus RL 20 tpm di tangan sebelah kanan klien
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,1 0C  Axilla  Rektal  Oral
b. Nadi/HR : 88 x/menit
c. Pernapasan/RR : 20 x/menit
d. Tekanan Darah/BP : 128/78 mmHg

2.1.4 DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATURIUM, PENUNJANG


LAINNYA) Laboratorium:
HB 15,6
PLT 414.000
LEU 7160
NEU 57,5
PPT/APTT 11.3/31.8
GOA 121
OT/PT 15/21
BUN/SK 12.6/0.58

Radiologi:
Thorax AP/lat : dalam batas normar
Skul AP/lat HV raho o,578

2.1.5 PENATALAKSANAAN MEDIS (Preoperatif, Premedikasi, Post Operatif)


1. Pre operiatif
Pasien puasa makan terakhir pukul 24.00 wib
Puasa minum terakhir pukul 05.00 wib
Tanda-tanda vital 2 jam sebelum operasi, TD: 119/71 mmHg, N: 85, RR:
20x/m, S: 36,3oC, SpO2 99%
Terpasang infus RL 80 ml/jam
2. Premedikasi
Pasien datang ke ruang IBS dan dipersiapkan untuk di antarkan ke ruang
operasi. Diberikan Ciprofloxacin 500 mg
3. Intra Operasi
Diagnosa pre operiatif : Hipertrophy Adenetonsilitis
Posisi pasien : Supinasi
Sifat operasi : Adenotonsilektomi
Jenis operasi: Bersih-kontaminasi
Infus sanbe, Cefrazone 2gr
TTV : TD: 119/71mmHg, HR: 85x/m, RR: 20x/m S: 35.0ºC
Anestesi : Fentanyl 150mg IV, Propofol 180mg IV, Rocuionium: 40mg IV,
Dexa: 5 mg IV, Metamizole: 500 mg IV, Metoclopramide: 10mg IV,Asam
Tranek 1 gr IV
4. Post Operatif
Pasien dalam keadaan pengaruh bius. Warna kulit pasien tampak pucat,
pernfasan 20 x/menit dapat bernafas dalam, TTV tekanan darah dalam
keadaan normal TD: 128/78 mmHg, N:88x/menit, RR : 20x/menit, S : 36.1ºC,
kesadaran pasien somnolen Eye: 3 (dengan rangsangan nyeri), verbal: 2 (suara
saja), motorik: 5 (melokalisir nyeri). Total nilai GCS: 10
(masih bisa dibangun dengan rangsangan namun cepat kembali tidur).
Terpasang Infusan RL

Surabaya, 31 Mei 2022


Mahasiswa

Jufikri Akbar

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Pre Operatif : Pre Op Nyeri Akut
DS :
- Klien mengatakan
nyeri tenggorokan Pembengkakan tonsil
- Nyeri pada saat menelan
- Nyeri seperti tergorek
- Pada tenggorokan Rangsang Termogulasi
- Skala nyeri 6 (0-10) Hipotalamus
- Nyeri saat menelan
dan kadang timbul DO :
- Klien tampak Nyeri Akut
kesakitan/ meringis
- Klien tampak
memegang leher
- TTV
- TD: 119/71 mmHg
- N: 85x/menit
- RR: 20x/menit
- S: 36,3oC
- SpO2 99%

Intra Operatif : Intra OP Hipotermia


DS : -
DO :
- Klien dalam keadaan tidak Terpapar suhu lingkungan
sadar karena pengaruh rendah
anastesi
- Suhu tubuh klien teraba
dingin
- Terpasang infus Ringer
Lactate 20 tpm di tangan
sebelah kanan
- Klien berbaring dengan posisi Hipotermia
terlentang
- Klien dengan tubuh telanjang
diselimutin kain steril operasi
- Suhu ruangan 18ºC – 20ºC -
TTV:
TD : 119/71 mmHg
N : 85x/menit
S : 35,0 oC
R : 20 x/menit
Post Operatif : Post OP Intoleransi
DS : - DO Aktivitas
:
- Kesadaran klien belum pulih
karena pengaruh anastesi Pengaruh anastesi
- Terpasang alat monitor
- Klien tidak mampu
mengerakan tubuhnya Kelemahan otot
- TTV post op
TD : 128/78 mmHg, SpO2:
99% Ketidakmampuan untuk
Suhu :36,1 °C bergerak
Nadi :88 x/menit
RR :20 x/menit
Intoleransi aktivitas
PRIORITAS MASALAH
Pre Operatif :
Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan tonsil yang ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan nyeri tenggorokan
- Nyeri pada saat menelan
- Nyeri seperti tergorek
- Pada tenggorokan
- Skala nyeri 6 (0-10)
- Nyeri saat menelan dan kadang timbul DO :
- Klien tampak kesakitan/ meringis
- Klien tampak memegang leher
- TTV
- TD: 119/71 mmHg
- N: 85x/menit
- RR: 20x/menit
- S: 36,3oC
- SpO2 99%

Intra Operatif :
Hipotermia berhubungan dengan perubahan suhu ruangan yang ditandai dengan :
DS : - DO :
- Klien dalam keadaan tidak sadar karena pengaruh anastesi
- Suhu tubuh klien teraba dingin
- Terpasang infus Ringer Lactate 20 tpm di tangan sebelah kanan
- Klien berbaring dengan posisi terlentang
- Klien dengan tubuh telanjang diselimutin kain steril operasi
- Suhu ruangan 18ºC – 20ºC - TTV:
TD : 119/71 mmHg
N : 85x/menit
S : 35,0 oC
R : 20 x/menit

Post Operatif :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan luka insisi yang ditandai dengan :
DS : - DO :
- Kesadaran klien belum pulih karena pengaruh anastesi
- Terpasang alat monitor
- Klien tidak mampu mengerakan tubuhnya
- TTV post op
TD : 128/78 mmHg, SpO2: 99%
Suhu :36,1 °C
Nadi :88 x/menit
RR :20 x/menit
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : An. J
Ruang Rawat : Instalasi Bedah Central/OK
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
Nyeri akut Tingkat Nyeri (SLKI. Manajemen Nyeri (SIKI. I.08238) 1. Mengetahui dimana lokasi, dan seperti apa
berhubungan dengan L.08066) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas nyeri itu
pembengkakan tonsil Setelah dilakukan tindakan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Skala nyeri menjadi pantokan untuk
(SDKI. I. keperawatan selama 30 2. Identifikasi skala nyeri menentukan seberapa berat nyeri yang
menit nyeri klien dapat 3. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas dirasakan
berkurang, dengan kriteria hidup 3. Apakah nyeri tersebut menganggu
hasil: 4. Berikan teknik non farmakologi untuk aktifitas sehari-hari
1. Keluhan nyeri berkurang mengurangi rasa nyeri kompres hangat 4. Membantu mengurangi rasa nyeri
2. Klien tidak tampak atau dingin 5. Supaya klien dpat mengatasi nyerinya
meringin/gelisah 5. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk sendiri
3. Tanda-tanda vital dalam mengurangi rasa nyeri
batas normal
4. Frekuensi nadi menurun
Intra Operatif : Termoregulasi (SLKI. Manajemen Hipotermia (SIKI. I.14507) 1. Mengetahui keadaan suhu tubuh klien
Hipotermia L.14134)Setelah dilakukan 1. Monitor vital sign 2. Penyebab hipotermi sendiri bisa
berhubungan dengan tindakan keperawatan dan 2. Monitor suhu tubuh klien diakibatkan oleh suhu ruangan yang
perubahan suhu tindakan invasive selama 2 3. Identifikasi penyebab hipotermia rendah/dingin dibawah suhu normal
ruangan (SDKI. I. jam hipotermia dapat 4. Monitor tanda dan gejala akibat 3. Misalakan tubuh menjadi mengigil, kulit
dicegah, dengan kriteria hipotermia teraba dingin, dan terasa kaku
hasil: 5. Sediakan lingkungan yang hangat 4. Membantu menurunkan suhu tubuh yang
1. Tidak tampak mengigil 6. Ganti pakaian atau linen yang basah dingin
2. Takikardi menurun 7. Lakukan penghangatan pasif (mis 5. Menghindari tambahnya dingin
3. Suhu tubuh membaik selimut, menutup kepala, pakaian tebal) disebebkan pakaian atau linen yang
dalam batas normal basah
4. Suhu kulit teraba hangat 6. Memberikan rasa hangat terhadap tubuh

Post Operatif : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign klien 1. Mengetahui keadaan umum klien
Intoleransi aktivitas keperawatan selama 5 menit 2. Identifikasi nyeri atau keluhan fisik 2. Mengetahui apa ada kendala melakukan
berhubungan dengan resiko infeksi dapat lainnya aktivitas misalkan nyeri pada lokasi yang
(SDKI. I. dikontrol dengan kriteria 3. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat dilakukan operasi
hasil: bantu (tongkat, kruk) 3. Membantu menyediakan falisitas upaya
1. Frekuensi nadi cukup 4. Libatkan keluarga untuk membantu mempermudah aktivitas pasien
2. Saturasi oksigen pasien dalam meningkatkan ambulasi 4. Adnya keluarga juga mempermudah
meningkat pasien untuk melakukan aktivitas ketika
3. Kekuatan tubuh bagian tidak ada perawat yang membantu
atas meningkat
4. Kekuatan tubuh bagian
bawah meningkat
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Jam Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Selasa, 31 Mei 2022 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S: Klien mengatakan nyeri masih
Pukul : 10.00 WIB durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri O:
2. Mengidentifikasi skala nyeri - Klien masih tampak sakit
3. Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada - TTV
kualitas hidup - TD: 119/71 mmHg
4. Memerikan teknik non farmakologi untuk - N: 85x/menit
mengurangi rasa nyeri kompres hangat
- RR: 20x/menit
atau dingin
- S: 36,3oC
5. Mengjarkan teknik nonfarmakologi untuk Jufikri
mengurangi rasa nyeri - SpO2 99%
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan dan memulai
tindakan pembedahan

Selasa, 31 Mei 2022 1. Mengobservasi vital sign klien S: -


Pukul : 10.00 – 12.00 2. Monitor suhu tubuh klien O: - Proses pembedahan sedang dilakukan
WIB 3. Identifikasi penyebab hipotermia - Tanda vital selama tindakan
4. Monitor tanda dan gejala akibat pembedahan
hipotermia - TD: 110/71 mmHg, N: 80x/m, SpO2:
5. Sediakan lingkungan yang hangat 99%, S: 36,5°C
6. Ganti pakaian atau linen yang basah - Terpasang infus Ringer Lactate 20 tpm Jufikri
7. Lakukan penghangatan pasif (mis A: Masalah teratasi
selimut, menutup kepala, pakaian P: Hentikan intervensi
tebal) - Observasi vital sign di ruang RR pasca
bedah
Selasa, 31 Mei 2022 1. Monitor vital sign klien S: -
Pukul : 12.20 WIB 2. Identifikasi nyeri atau keluhan fisik O:
lainnya -
Klien dapat mengerakan ekstremitas
3. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan atas dan bawah
alat bantu (tongkat, kruk) - TTV post op
4. Libatkan keluarga untuk membantu - TD : 120/80 mmHg,
pasien dalam meningkatkan - SpO2: 99% Jufikri A
ambulasi - Suhu :36,1 °C
- Nadi :89 x/menit
- RR :20 x/menit
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi
1 Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
1 Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai