Anda di halaman 1dari 109

1

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS


DENGAN ASUPAN KALSIUM PADA WANITA PREMONOPAUSE

(LITERATUR REVIEW)

Oleh:
Kris Kelana
(NIM : 2017.C.09a.0849)
(huruf kapital/besar)

YAYASAN EKA HARAP


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
2

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS


DENGAN ASUPAN KALSIUM PADA WANITA PREMONOPAUSE

Dibuat Sebagai Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan


(S.Kep) Pada Program Studi Serjana Keperawatan STIKes Eka Harap
Palangka Raya

Oleh:
Kris Kelana
(NIM : 2017.C.09a.0849)

YAYASAN EKA HARAP


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Kris Kelana


Tempat Tanggal Lahir : 28 Oktober 1999
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. G. Obos 16 Blok E
No. Handphone : 0853-4819-7232
Email : Krisnamaharja@gmail.com
Nama Orang Tua :
1. Ayah : Dewal S.Pd
2. Ibu : DIANA
Pekerjaan Orang Tua :
1. Ayah : PNS
2. Ibu : Pengurus Rumah Tangga
Alamat Orang Tua : Tumbang Dahuei
Riwayat Pendidikan :
1. SDN Rantau Pandan (2011)
2. SMP Negeri Satap 3 Bukit Raya (2014)
3. SMA Negeri 1 Katingan Hulu (2017)
4. STIKES Eka Harap, Palangka Raya (2017-
2021)

SURAT PERYATAAN
KEASLIAN KARYA TULIS BEBAS PLAGIAT

iii
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Kris Kelana
NIM : 2017.C.09a.0849
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul Karya Tulis : Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis
Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis tersebut secara


keseluruhan adalah murni karya saya sendiri, bukan dibuatkan oleh orang
lain, baik sebagian maupun keseluruhan, bukan plagiasi sebagian atau
keseluruhan dari karya tulis orang lain, kecuali pada bagian-bagian yang
dirujuk sebagai sember pustaka sesuai sengan aturan penulisan yang berlaku.
Apabila dikemudian hari didapatkan dibuktikan bahwa karya tulis saya
tersebut merupakan hasil karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan dan
plagiasi karya tulis orang lain, saya sanggup menerima sanksi peninjauan
kembali keseluruhan ssaya, pembatalan kelulusan saya, pembatalan
kelulusan, pembatalan dan penarikan ijazah saya.
Demikian peryataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh dan tanpa paksa
dari pihak manapun. Atas perhatiannya disampaikan terimakasih.

Palangka Raya,..……………….2021
Peneliti

Meterai
6000
Kris Kelana

LEMBAR PERSETUJUAN

iv
Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan
Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause
Nama : Kris Kelana
NIM : 2017.C.09a.0849

Skripsi ini telah disetujui untuk diuji


Tanggal, 22 Juli 2021

Pembimbing I Pembimbing II

(Maria Adelheid Ensia, S.Pd, M.Kes.) (Septian Mugi Rahayu, Ners., M.Kep.)

PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI

v
Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis
Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause
Nama : Kris Kelana
NIM : 2017.C.09a.0849

Skripsi ini Telah Diuji dan Disetujui Oleh Tim Penguji


Pada Tanggal, 2021

PANITIA PENGUJI

(TTD)

Ketua : Agustina Nugrahini, S.Kep., Ners., M.Si

Anggota I : Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes

Anggota II : Septian Mugi Rahayu, Ners., M.Kep

Mengetahui
Ketua unit pelaksana
Studi Sarjana Keperawatan,

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep.

PENGESAHAN SKRIPSI

vi
Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan
Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause
Nama : Kris Kelana
NIM : 2017.C.09a.0849

Skripsi Ini Telah Diuji dan Disetujui Oleh


Tim Penguji Pada Tanggal, 2021

TIM PENGUJI: TTD

Ketua : Agustina Nugrahini, S.Kep., Ners., M.Si (…………………….)

Anggota : Maria Adelheid Ensia,S.Pd., M.Kes. (…………………….)

Anggota : Septian Mugi Rahayu, Ners., M.Kep. (…………………….)

Mengetahui,

Mengetahui
Ketua Ketua unit pelaksana
STIKes Eka Harap, Studi Sarjana Keperawatan,

(Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes.) (Meilitha Carolina, Ners., M.Kep.)

MOTTO

“Tetap Bersyukur dan Berusaha Karena Semua Tidak

vii
Akan Menghianati Hasil”

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS


DENGAN ASUPAN KALSIUM PADA WANITA PREMONOPAUSE

viii
Kris Kelana, 2021

Program Studi Sarjana Keperawatan, STIKes Eka Harap di Palangka Raya


Pembimbing 1: Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes
Pembimbing 2: Septian Mugi Rahayu, Ners., M.Kep
XIV + 69 Halaman + 4 Tabel + 1 Bagan + 5 Lampiran

Email : krisnamaharja@gamil.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Premenopause apa masalahnya kaitkan dengan osteoporosis


lalu asupan kalisum bagamana?? Osteoporosis adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan jaringan tulang yang
megakibatkan menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan
tulang, sehingga menyebabkan tulang mudah patah. Pengetahuan dan sikap
secara bersama saling mendukung terhadap perilaku masyarakat dalam
memahami penyakit osteoporosis pada wanita premenopause. Usia
perimenopause wanita biasanya 45 tahun sampai terjadinya menopause.
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak dibutuhkan tubuh. Itu
artinya, kalsium berperan penting dalam hampir seluruh proses metabolisme
tubuh. Asupan kalsium yang cukup akan menjaga kesehatan tulang dan
mencegah osteoporosis pada wanita premenopause. (fenomena???)
Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan tentang
osteoporosis dengan asupan kalisum pada wanita premenopause.
Metode Penelitian : Menggunakan metode literature Review. Penelusuran jurnal
menggunakan dua database google scholar dan portal garuda yang dipublikasikan pada
tahun 2017-2021 menggunakan bahasa Indonesia. Desain penelitian yang digunakan
adalah cross sectional, pendekatan korelasi spearmans dan descriptive
observasional.
Hasil Penelitian : Diperoleh 4 artikel penelitian yang ditemukan adalah meliputi, 4
artikel mempunyai kriteria responden. Jumlah responden penelitian dalam artikel
bervariasi jumlah terbanyak yaitu 173 respoden dan paling sedikit sebanyak 30
responden. Rata-rata usia 40-50 tahun, dengan jenis kelamin didominasi oleh perempuan.
Hasil analisis penelitian semua menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara pengetahuan tentang osteoporosis dan konsumsi kalsium dalam tubuh,
sesuai hasil uji statistik Spearman menunjukan p = 0,002 dengan tingkat korelasi
r = 0,478. (hasil penelitian berupa hasil uji statistic semua)
Kesimpulan : Berdasarkan Study Literature Review yang sudah dilakukan pada 4
jurnal penelitian yang di analisis dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara hubungan pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium
pada wanita premenopause.
Kata Kunci : pengetahuan.. WANITA Premenopeuse, Osteo.., asupan kalsium Tingkat
Pengetahuan, Osteoporosis, Asupan Kalsium
Daftar Pustaka : 20 (2010 – 2021)

ix
CORRELATION OF KNOWLEDGE LEVEL OF OSTEOPOROSIS WITH
CALCIUM INTAKE IN PREMONOPAUSE WOMEN

Kris Kelana, 2021

Nursing Undergraduate Study Program, STIKes Eka Please in Palangka Raya


Advisor 1: Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes
Advisor 2: Septian Mugi Rahayu, Ners., M.Kep
XIV + 69 Pages + 4 Tables + 1 Chart + 5 Appendices

Email : krisnamaharja@gamil.com

ABSTRACT

Background : Osteoporosis is a disease characterized by reduced bone mass and bone


tissue which results in decreased bone strength and bone strength, causing bones to
break easily. Knowledge and attitudes mutually support each other's behavior in
understanding osteoporosis in premenopausal women. The age of perimenopause for
women is usually 45 years until menopause occurs. Calcium is the mineral most needed
by the body. That means, calcium plays an important role in almost all metabolic
processes of the body. Adequate calcium intake will maintain bone health and prevent
osteoporosis in premenopausal women.
Research Objectives : To determine the relationship between knowledge about
osteoporosis and calcium intake in premenopausal women.
Research Methods: Using the Literature Review. Journal searches use two databases,
Google Scholars and the Garuda Portal, which research in 2017-2021 uses Indonesian.
The research design used was cross sectional, spearman correlation approach and
observational descriptive.
Research Results : Obtained 4 research articles which include, 4 articles that have the
criteria of respondents being sendakan. The number of research respondents in the
article varies, with the highest number being 173 respondents and at least 30
respondents. The average age is 40-50 years, with the sex being dominated by women.
The results of the analysis of all research showed that there was a significant
relationship between knowledge about osteoporosis and calcium consumption in the
body, according to the results of the Spearman statistical test showing p = 0.002 with a
correlation level of r = 0.478.
Conclusion : Based on the Study Literature Review that has been conducted in 4
research journals, it can be analyzed that there is a significant relationship between
knowledge about osteoporosis and calcium intake in premenopausal women.
Keywords : Knowledge Level, Osteoporosis, Calcium Intake
Bibliography : 20 (2010 – 2021)

x
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis, panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul
“Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan Asupan
Kalsium Pada Wanita Premenopause” dengan baik dan lancar.
Penulis sangat menyadari bahwa pada penulisan ini masih menemukan
kesulitan, tetapi berkat bimbingan dan dorongan dan berbagai pihak akhirnya
penulis dapat memperbaiki dan melengkapinya sehingga terselesaikan dengan
baik. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengungkapkan banyak terimakasih
kepada yang terhormat:
1. Bapak DR, dr Andryansyah Arifin MPH, Selaku Ketua Yayasan Eka Harap
Palangka Raya yang telah menyediakan saranan dan prasrana kepada
penulis dalam menempuh pendidikan di STIKES Eka Harap.
2. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M. Kes. selaku ketua STIkes Eka Harap
yang menyediakan sarana prasaran kepada penulis dan mengikuti
pendidikan di STIKES Eka Harap palangka Raya dan sekaligus
Pembimbing I yang telah membantu dam membimbing saya dalam
pembuatan Skripsi ini, sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu.
3. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M. Kep. Selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
STIKES Eka Harap, yang memberikan dukungan dalam penyelesaian
Skripsi ini.
4. Ibu Septian Mugi Rahayu, Ners., M. Kep Selaku Pembimbing II yang juga
telah membantu saya dalam menyelesaikan Skripsi ini dan bersedia
membagikan ilmunya dalam membantu saya menyelesaikan Skripsi ini.
5. Ibu Agustina Nugrahini, S.Kep., Ners, M.Si. Selaku Ketua Penguji Skripsi
yang telah memberikan segala masukan.
6. Segenap Dosen dan Staf Program Studi Sarjana Keperawatan STIKES Eka
Harap Palangka Raya.
7. Kepada kedua orang tua saya, terimakasih atas dukungan serta doa yang
selalu diberikan kepada saya, terlebih lagi kepada Ranying Hatalla Langit

xi
karena penyertaan dan pimpinannya saya dapat menyelesaikan studi saya
tepat pada waktunya.
8. Selmi Aprinati yang telah memberikan bantuan, saran, semangat, dan
motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.
9. Untuk sahabat saya yang selau mendukung saya dalam penulisan Skripsi ini.
10. Seluruh rekan-rekan mahasiswa (i) Program Studi Sarjana Keperawatan
STIKES Eka Harap Palangka Raya Tingkat IVA Angkatan IX Tahun
2020/2021 yang telah memberikan bantuan, masukkan dan saran dalam
penyelesaian Skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu di harapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih. Semoga
penulisan Skripsi ini dapat berguna bagi pembaca khusunya untuk mahasiswa
keperawatan.

Palangka Raya, 2021

Penulis

xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
HALAMAN JUDUL.........................................................................................ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ii

KEASLIAN KERYA TULIS DAN BEBAS PLAGIASI..............................iv


LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................v
PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI..............................................vi
PENGESAHAN SKRIPSI..............................................................................vii
HALAMAN MOTTO.....................................................................................viii
ABSTRAK........................................................................................................ix
KATA PENGANTAR......................................................................................xi
DAFTAR ISI....................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL............................................................................................xv
DAFTAR BAGAN...........................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................xvii

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................1
1.2 RumusanMasalah.....................................................................................3
1.3 TujuanPenelitian......................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................3
1.4.1 Perkembangan IPTEK.....................................................................3
1.4.2 Mahasiswa.......................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar Pengetahuan.....................................................................4
2.1.1 Definisi Pengetahuan............................................................................5
2.1.2 Tingkat Pengetahuan.............................................................................6
2.1.3 Jenis Pengetahuan.................................................................................7
2.1.4 Cara-cara memperoleh Pengetahuan....................................................7
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan.................................8
2.1.6 Pengukuran Pengetahuan......................................................................9
2.2 Konsep Dasar Asupan Kalsium..............................................................10
2.2.1 Definisi Kalsium..................................................................................10
2.2.2 Fungsi Kalsium....................................................................................11
2.2.3 Sumber Kalsium..................................................................................12
2.2.4 Kebutuhan Kalsium dalam Tubuh.......................................................12
2.2.5 Metabolisme Kalsium..........................................................................12
2.2.6 Akibat dari Kurang Kalsium................................................................13
2.2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kalsium...................................... 14
2.3 Konsep Dasar Osteoporosis....................................................................18

xiii
2.3.1 Definisi Osteoporosis...........................................................................18
2.3.2 Etiologi.................................................................................................18
2.3.3 Klasifikasi............................................................................................19
2.3.4 Manifestasi Klinis................................................................................19
2.3.5 Patofisiologi........................................................................................ 20
2.3.6 Pencegahan Osteoporosis....................................................................21
2.3.7 Penatalaksanaan Medis........................................................................23
2.3.8 Pemeriksaan Diagnostik .....................................................................25

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Metode Penelitian...................................................................................28
3.2 Kriteria Kelayakan Literatur Review......................................................29
3.3 Sumber Literatur.....................................................................................29
3.4 Seleksi Literatur......................................................................................30
3.5 Tahap Pengumpulan Data.......................................................................31
3.6 Metode Analisis......................................................................................32

BAB 4 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHANSAN


4.1 Hasil Analisis......................................................................................... 35
4.1.1 Karakteristik Literatur......................................................................... 35
4.1.2 Karakteristik Responden..................................................................... 36
4.13. Analisi Studi Literatur......................................................................... 36
4.2 Pembahasan............................................................................................ 39
4.3 Keterbatasan Study Literatur................................................................. 49

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan............................................................................................ 50
5.2 Conflict Of Interst.................................................................................. 51

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................

xiv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1 Kriteria Kelayakan Literature Review Penelitian Hubungan Tingkat
Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada
Wanita Premenopause
Tabel 4.1 Daftar Karakteristik Literatur Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang
Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause
Tahun 2021
Tabel 4.2 Rangkuman Analisis Studi Literatur Review Hubungan Tingkat
Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada
Wanita Premenopause

xv
DAFTAR BAGAN
Hal
Bagan 3.1 Diagram Flow Seleksi Literature Review Hubungan Tingkat
Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan Asupan Kalsium Pada Wanita
Premenopause

DAFTAR LAMPIRAN

xvi
Hal
Lampiran 1 Artikel Penelitian “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang
Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause Di
Puskesmas Cinangka Banten Tahun 2017”
Lampiran 2 Artikel Penelitian “Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis
Pada Wanita Menopause Dengan Konsumsi Kalsium Dalam Tubuh
Di Lowokwaru Malang Tahun 2017
Lampiran 3 Artikel Penelitian “Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dan
Kepadatan Tulang Hubungannya Dengan Konsumsi Kalsium Pada
Wanita Dewasa Muda Tahun 2019”
Lampiran 4 Artikel Penelitian “Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dan
Perilaku Konsumsi Makanan Sumber Kalsium Pada Wanita
Premenopause Pundong Bantul Yogyakarta Tahun 2017”
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Pembimbing I dan II

xvii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perimenopause adalah masa sebelum, selama dan sesudah menopause.
Perimenopause terjadi karena turunnya jumlah folikel pada indung telur sehingga
estrogen mengalami penurunan jumlah produksi. Akibat dari penurunan estrogen
terjadi gejala- gejala seperti timbul misalnya rasa panas membakar di wajah yang
sering timbul pada malam hari, kekeringan pada vagina, siklus menstruasi tidak
teratur dan tanda perubahan lainnya. Usia perimenopause wanita biasanya 45
tahun sampai terjadinya menopause atau 5 tahun sebelum terjadinya menopause.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu/ mengetahui dan terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian
besar pengetahuan masyarakat atau manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Berdasarkan pengalaman dan penelitian bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Dengan begitu pentingnya pengetahuan pada wanita premenopause
agar mengetahui asupan kalsium yang cukup akan menjaga kesehatan tulang
(Wawan A. and Dewi M., 2017:14). Kalsium adalah mineral yang paling banyak
ditemukan dalam tubuh manusia, mencapai jumlah 2% dari berat total tubuh, 99%
kalsium tersebut berada dalam jaringan keras, tulang dan gigi, sedangkan 1%
berada dalam darah dan tersebar luas di dalam tubuh. Kalsium merupakan mineral
yang paling banyak dibutuhkan tubuh. Itu artinya, kalsium berperan penting
dalam hampir seluruh proses metabolisme tubuh. Asupan kalsium yang cukup
akan menjaga kesehatan tulang dan mencegah osteoporosis (Nurrahmani,
2017:15). Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya
massa tulang dan jaringan tulang yang megakibatkan menurunnya kekuatan tulang
dan meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga menyebabkan tulang mudah patah
(Sumirta & Laraswati, 2018:28). Fenomena yang ditemukan banyak lansia yang
tidak mengetahui asupan kalsium yang baik untuk Kesehatan dalam menjaga
kepadatan tulang pada lansia (Sarah Hayati and Nurul Hidayah 2018:45)

1
2

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015


Osteoporosis masuk dalam daftar 10 penyakit degeneratif utama di dunia.
Terdapat ± 200 juta pasien di seluruh dunia yang menderita osteoporosis. Pada
tahun 2050, diperkirakan angka patah tulang pinggul akan meningkat 2 kali lipat
pada wanita dan 3 kali lipat pada pria (Kemenkes, RI 2017). Berdasarkan data
Pusat Statistik tahun 2018 bahwa jumlah penduduk lansia yang berumur 60 tahun
ke atas di Indonesia sebanyak 15.454.360 jiwa. Berdasarkan data tersebut di
Indonesia jumlah orang yang terkena penyakit osteoporosis yang datang ke
Puskesmas tahun 2018 adalah 3.385 kasus, terdiri dari 1.115 kasus pada laki-laki
dan 2.270 kasus pada perempuan. Menurut data Dinkes Provinsi Kalimantan
Tengah Pada Tahun 2019 jumlah penduduk lansia sebanyak 178.780 orang lebih
banyak dibandingkan tahun 2018 dengan jumlah penduduk usia sebanyak 156.590
orang. Dari jumlah tersebut wanita premenopause yang terkena penyakit
osteoporosis dan mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 103.938 orang
58,1% lebih tinggi dibandingkan dengan usia yang mendapatkan pelayanan
kesehatan pada tahun 2018 sebanyak 45,4%. Berdasarkan data Dinkes Kota
Palangkaraya, lansia yang berobat pada tahun 2019 Pra Lansia 45-49 tahun
berjumlah, laki-laki 119 orang, perempuan 220 orang, lansia 50 -59 tahun
berjumlah, laki-laki 88 orang, perempuan 85 orang, lansia 60-69 tahun berjumlah,
laki-laki 61 orang, perempuan 103 orang, sedangkan lansia 70 tahun keatas
berjumlah, laki-laki 57 orang, dan perempuan 45 orang. Berdasarkan Data
Riskesdas di Palangka Raya tahun 2018 jumlah wanita premenopause yang
terkena penyakit osteoporosis sebanyak 183 orang.
Kejadian Osteoporosis tidak hanya di pengaruhi oleh peningkatan umur
saja, tetapi juga dipengaruhi oleh pengatahuan dan perilaku pencegahan
osteoporosis. Menurut Notoatmojo (2015:161) terbentuknya suatu perilaku
dimulai dari tahu dahulu terhadap suatu objek yang telah dipelajari sebelumnya.
Perilaku adalah aktifitas atau kegiatan yang dapat di amati secara langsung atau
tidak langsung di suatu tempat tertentu. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan
lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Salah satu
faktor yang berpengaruh penting dalam terjadinya osteoporosis adalah kalsium.
Kalsium merupakan makromineral yang terbanyak di dalam tubuh yaitu sekitar
1000 mg. Kalsium berperan dalam mineralisasi tulang dan mempertahankan
3

densitas tulang yang normal. Dampak dari penderita osteoporosis yaitu beresiko
mengalami fraktur, kecacatan, ketergantungan pada orang lain, gangguan
psikologis sehingga menurunkan kualitas dan fungsi hidup (Hikmiyah dan Martin,
2017:82).
Berdasarkan Latar belakang di atas masalah Osteoporosis masuk dalam
daftar 10 penyakit degeneratif utama di dunia. Oleh sebab itu, maka perlu
dilakukan pencegahan terhadap lansia agar tidak terkena penyakit osteoporosis
dengan cara menambah tingkat pengetahuan keluarga dan lansia membiasakan
berperilaku hidup sehat, yaitu dengan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium dan
berolahraga atau beraktivitas fisik secara rutin (Purwaningsih and Ade Irma
Kharaini 2018:82). Maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang
‘’Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan Asupan Kalsium
Pada Wanita Premenopause”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu Bagaimana “Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan
Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause”.?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
Bagaimana Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan
Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause.
1.2 Manfaat Penelitian
1.4.1 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) diharapkan Hasil penelitian
ini dapat di pergunakan sebagai pengembangan ilmu, pengetahuan dan teknologi
dalam bidang keperawatan keperawatan Gerontik.
1.4.2 Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dan mena
mbah wawasan dalam ilmu keperawatan Gerontik terutama tentang Hubungan
Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan Asupan Kalsium Pada Wanita
Premenopause.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pengetahuan


2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Ilmu pengetahuan ilmiah adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui
penelitian dan pengamatan panca indera dan penalaran akal budi disusun secara
untuk menjelaskan fakta yang sedang dihadapi yang merangsang panca indera dan
pikiran manusia. Pengetahuan ini didapat berdasarkan penelitian dan ada bukti
yang dapat diterima (Wawan A. dan Dewi M., 2017:12).
Pengetahuan adalah proses kegiatan mental yang di kembangkan melalui
proses belajar dan disimpan dalam ingatan, akan digali pada saat dibutuhkan
melalui bentuk ingatan, pengetahuan diperoleh dari pengalaman yang berasal dari
berbagai sumber (Budiman, 2017: 9).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu/mengetahui dan terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian
besar pengetahuan masyarakat atau manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Berdasarkan pengalaman dan penelitian bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Wawan A. dan Dewi M, 2017:14)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu akibat proses penginderaan terhadap
subyek tertentu, yang berasal dari pendengaran dan penglihatan mengungkapkan
pendapat Rogers bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
2.1.1.1 Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari atau mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2.1.1.2 Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini
sikap subjek sudah mulai terbentuk.
2.1.1.3 Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus.
2.1.1.4 Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.

4
5

2.1.1.5 Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan


pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
2.1.2 Tingkat pengetahuan
Menurut Notoadmodjo (2015:5), tingkat pengetahuan seseorang terdiri dari
enam tingkatan, yaitu:
2.1.2.1 Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan ini adalah
mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2.1.2.2 Memahami (comprehension) adalah kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikannya
secara benar.
2.1.2.3 Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang
sebenarnya.
2.1.2.4 Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
2.1.2.5 Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi yang ada. Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru.
2.1.2.6 Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Pengetahuan seseorang telah positif terhadap suatu hal, maka akan
terbentuk pula sikap positif terhadap hal tersebut. Apabila sikap seseorang telah
positif terhadap suatu hal maka diharapkan akan timbul niat untuk melaksanakan
hal tersebut. Akan tetapi niat-niat tersebut akan dipengaruhi beberapa hal
diantaranya, tersedianya sarana dan kemudahan lainnya dan pandangan orang
disekitarnya (orang tua, suami, tokoh masyarakat, guru, dan lain-lain).
6

2.1.3 Jenis Pengetahuan


Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks kesehatan
sangat beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan.
Menurut (Sarana ilmu, 2018: 3) jenis pengetahuan diantaranya sebagai berikut:
2.1.3.1 Pengetahuan implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam
bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata,
seperti keyakinan pribadi, persfektif, dan prinsip. Biasanya pengalaman seseorang
sulit untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan
implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.
Contoh seseorang mengetahui tentang bahaya merokok bagi kesehatan, namun
ternyata ia merokok.
2.1.3.2 Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan
atau tersimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan.
Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan
dengan kesehatan. Contoh seseorang yang telah mengetahui bahaya merokok bagi
kesehatan dan ia tidak merokok.
2.1.3.3 Pengetahuan Empiris
Pengetahuan Empiris adalah pengetahuan yang lebih mengedepankan
pengamatan serta pengalaman atau yang lebih dikenal dengan sebutan
pengetahuan empiris atau pengetahuan posteriori. Untuk mendapatan pengetahuan
ini memerlukan pengamatan yang harus di lakukan secara empiris dan rasional.
Pengetahuan empiris bisa di kembangkan menjadi pengetahuan deskriptif yang
mana jika seseorang melukiskan atau menguraikan dengan berbagai penjelasan
berkenaan dengan semua ciri-ciri, karakteristik serta efek yang terdapat pada
objek empiris. Pengetahuan empiris sebenarnya bisa di dapatkan dengan melalui
pengalaman pribadi manusia yang terjadi secara berulang-ulang. Contohnya saja,
seseorang apabila terpilih untuk menjadi pimpinan pada suatu organisasi maka di
pastikan mendapatkan pengetahuan mengenai bagaimana manajemen organisasi.
7

2.1.3.4 Pengetahuan Rasionalisme


Pengetahuan Rasionalisme merupakan suatu pengetahuan yang di dapatkan
dari lewat akal. Rasionalisme lebih menekankan berdasarkan pengetahuan yang
tidak ada penekanan berdarkan pengalaman. Contohnya dari pengetahuan
matematika yang maka dalam ilmu matematika hasil dari 1 + 1 = 2 tidak di
dapatkan dari pengalaman atau pengamatan empiris, tetapi lebih melalui pikiran
untuk dapat berpikir logis.
2.1.4 Cara-cara memperoleh pengetahuan
Menurut Elisa (2017:5), dari berbagai macam cara yang telah di gunakan
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat
dikelompokkan menjadi dua yakni:
2.1.4.1 Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
1) Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum
adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak
berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat
dipecahkan.
2) Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pimpinan masyarakat
baik formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan berbagai
prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang
yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan
kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.
2.1.4.2 Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau disebut
metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon,
8

kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara
untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.
1) Proses Perilaku “TAHU”
perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati
langsung dari maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan sebelum
mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni:
a) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b) Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik
pada stimulus.
c) Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan baik
buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap
responden sudah lebih baik lagi.
d) Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru.
e) Adaption, dan sikapnya terhadap stimulus menyimpulkan bahwa pengadopsian
perilaku yang melalui proses seperti diatas dan didasari oleh pengetahuan,
kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (ling
lasting) namun sebaliknya jika perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran, maka perilaku tersebut bersifat sementara atau tidak akan
berlangsung lama. Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek
fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai
gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya
yang ditentukan dan di pengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana
fisik dan sosial budaya.
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Sarana Ilmu (2018:16) faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan, sebagai berikut:
2.1.5.1 Faktor Internal
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang
9

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk


mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk
mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup. pendidikan dapat mempengaruhi seseorang
termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam
memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan pada umumnya
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
2) Pekerjaan
pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya
merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
3) Umur
usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok, (1998), semakin cukup umur,
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir
dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa
dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai
dari pengalaman dan kematangan jiwa.
2.1.5.2 Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok.
2) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi.
2.1.6 Pengukuran pengetahuan
Wawan dan Dewi (2017:10), pengukuran dapat dilakukan dengan cara
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari
10

subjek penelitian atau responden. Pengukuran dapat dilakukan dengan


memberikan seperangkat alat tes atau kuesioner tentang objek pengetahuan yang
akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Selanajutnya dilakukan
penelitian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan beri nilai
1 dan jika salah diberi nilai 0. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan
jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan
100% dan hasilnya berupa presentase dengan rumusan yang digunakan sebagai
berikut; Rumus:

N=  sp x 100%

 sm
Keterangan:
N = Nilai pengetahuan
Sp = Skor yang didapat
Sm= Skor tertinggi maksimum
Selanjutnya persentase jawaban diintervensikan dalam kalimat kualitatif
dengan acuan sebagai berikut:
1) Baik : Hasil presentase 76% - 100%
2) Cukup : Hasil presentase 56% - 75%
3) Kurang : Hasil presentase < 56%

2.2 Konsep Dasar Asupan Kalsium


2.2.1 Definisi Kalsium
Kalsium adalah mineral yang paling banyak ditemukan dalam tubuh
manusia, mencapai jumlah 2% dari berat total tubuh, 99% kalsium tersebut berada
dalam jaringan keras, tulang dan gigi, sedangkan 1% berada dalam darah dan
tersebar luas di dalam tubuh, baik dalam cairan ekstraseluler maupun cairan
intraseluler (Nurrahmani, 2017:15).
Kalsium termasuk ke dalam salah satu makro elemen, yaitu mineral yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang lebih dari 1000 mg sehari. Makro
elemen berfungsi sebagai zat yang aktif dalam metabolisme atau sebagai bagian
penting dari struktur sel dan jaringan (Fadhli Rizal Makarim 2019:25). Tubuh
orang dewasa mengandung 1000-1300 gram, kalsium (Ca) yang kurang dari 2%
11

berat tubuh. Kandungan normal kalsium darah adalah 9-11 mg per 100 mL.
Sekitar 48% serum kalsium adalah adalah ionik, di mana 46% dalam senyawa
protein darah, sisanya dalam bentuk senyawa kompleks yang mudah berdifusi,
seperti dalam bentuk sitrat (Oenzil, 2015:17).
2.2.2 Fungsi Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak dibutuhkan tubuh. Itu
artinya, kalsium berperan penting dalam hampir seluruh proses metabolisme
tubuh, tidak semata hanya berurusan dengan masalah metabolisme tulang.
Kalsium berperan dalam proses-proses vital tubuh. Peran kalsium dalam tubuh
dipaparkan di bawah ini:
1) Kalsium berperan dalam pembentukan tulang di masa awal kehidupan dan
pemeliharaannya di masa datang. Itulah mengapa ibu hamil sangat perlu
memerhatikan asupan kalsium selama proses kehamilannya. Jika tidak, selama
proses pembentukan organ, janin akan terancam kekurangan kalsium dan dan
akan mempengaruhi kesempurnaan fisiknya di kemudian hari.
2) Anak-anak memerlukan kalsium untuk pertembuhan tulang dan gigi mereka.
Anak yang kekurangan kalsium akan mengalami kerentanan masalah pada 12
gigi. Orang dewasa membutuhkan kalsium untuk terus-menerus meremajakan
sistem tulang dan giginya.
3) Asupan kalsium yang cukup akan mencegah osteoporosis. Bila tidak mendapat
cukup kalsium dari makanan, tubuh akan mengambilnya dari “bank kalsium”
pada persendian tangan, kaki dan tulang panjang lainnya. Kekurangan
konsumsi kalsium dalam waktu lama akan mengakibatkan tulang
mengambilnya langsung dari tulang-tulang padat. Hal ini mengakibatkan
tulang keropos dan mudah patah (osteoporosis).
4) Penyimpaan glikogen. Kalsium berperan dalam proses penyimpanan glikogen.
Bila tidak ada kalsium, tubuh akan merasakan lapar terus-menerus karena tidak
dapat menyimpan glikogen.
5) Melancarkan fungsi otot, otak dan sistem saraf. Otot, otak dan sistem saraf
membuthkan kalsium agar agar dapat berfungsi optimal. Kalsium sangat
berperan dalam proses kontraksi otot, konduksi listrik jantung dan fungsi otak.
12

Kekurangan kalsium dapat menyebabkan spasme (kejang) otot dan gangguan


fungsi otak dan sistem saraf.
6) Kalsium juga penting dalam kehidupan sel dan cairan jaringan, aktivitas
beberapa sistem enzim, membantu dalam proses kontraksi otot dan menjaga
normalitas kerja jantung (Nurrahmani, 2017:19).
2.2.3 Sumber kalsium
Sumber kalsium terbagi dua, yaitu hewani dan nabati. Sumber kalsium dari
pangan hewani antara lain susu dan olahannya seperti keju dan yoghurt. Golongan
ikan seperti teri, sarden, salmon, kerang dan aneka ikan air tawar juga kaya akan
kalsium. Sedangkan sumber kalsium dari bahan pangan nabati adalah
kacangkacangan seperti kacang panjang, kacang hijau, kacang merah, dan kacang
kapri. 7 Kalsium juga terdapat dalam buah-buahan, seperti jeruk, jambu biji, apel,
advokad, salak dan sawo (Irianto, 2014:20).
2.2.4 Kebutuhan Kalsium Dalam Tubuh
Kalsium adalah mineral yang paling banyak diperlukan oleh tubuh.
Kelompok umur 19-29 tahun rata-rata asupan kalsium sebanyak 800 mg/hari
dianggap dapat memenuhi kecukupan kalsium baik pria maupun wanita. Orang
dewasa kelompok umur 31-50 tahun pria maupu wanita, asupan rata-rata 800
mg/hari dianggap dapat memenuhi kecukupan kalsium sehari. Kelompok di atas
50 tahun, karena umumnya terjadi pengeroposan tulang dan penyerapan mulai
menurun dengan bertambahnya usia maka asupan kalsium rata-rata 1000 mg/ hari
dapat memenuhi kecukupan kalsium kelompok ini (Oenzil, 2016:21).
Angka kecukupan gizi (AKG) kalsium berdasarkan Widyakara Nasional
Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 2019 pada pria berusia di atas 70 tahun dan
wanita di atas 50 tahun baik adalah sebesar 1.300 mg/hari (Fadhli Rizal Makarim,
2019:27).
2.2.5 Metabolisme kalsium
Proses absorbsi kalsium, yang terutama terjadi di dalam bagian atas usus
halus, ditingkatkan oleh 1,25- dehidroksi kolekalsiferol (dan metabolit aktif lain
dari vitamin D) disertai kerja hormon paratiroid yang sinergis. Adanya metabolit
aktif di dalam sirkulasi umum dan bukan di dalam lumen usus dapat
meningkatkan sintesa protein pengikat kalsium dalam enterosit. Absorbsi kalsium
13

dapat dikurangi 9 dengan memberikan filtrat per oral ataupun asam lemak atau
fosfat berlebihan (Setyawati, 2016:28).
Kalsium di dalam feses terkandung dari diet yang tak diabsorbsi, juga
kalsium yang keluar dari plasma ke dalam usus. Dari masukan sehari-hari 25
mmol (1 kg) kalsium, 2,5-7,5 (0,1-0,3 g) diekskresikan ke dalam urin dan sisanya
ditemukan di dalam feses. Hampir semua kalsium yang difiltrasi akan diabsorbsi
kembali. Kalsium berlaku sebagai zat ambang dan bila kadar kalsium turun maka
eksresinya ke dalam urin berhenti.
Pada fungsi ginjal yang normal jumlah kalsium yang diekskresikan ke dalam
urin meningkat karena kadar kalsium serum meningkat. Sekitar 2,5 mmol (0,1 g)
kalsium hilang setiap hari pada kulit dan keringat (Setyawati,2016:29).
Transpor kalsium dalam usus halus dimediasi oleh proses transpor yang
tersusun kompleks dan diregulasi oleh calcitropic hormonest, yaitu:1,25-(OH)2D3
and hormon paratiroid (PTH). Hormon-hormon lain, seperti glukokortikoid,
prolaktin dan estrogen berperan sebagai regulator absorpsi kalsium di usus halus.
Absorpsi kalsium di usus halus dapat melalui 2 mekanisme, yaitu aktif dan pasif.
Transpor kalsium aktif terjadi terutama di duodenum dan proximal jejunum,
sementara transpor pasif terjadi pada seluruh usus halus. Usus besar juga mampu
mengabsorpsi kalsium namun hal tersebut masih kontroversial. Duodenum adalah
tempat absorpsi kalsium yang paling efisien karena dapat mengambil kalsium
bahkan pada keadaan diet sangat rendah kalsium melalui mekanisme aktif, juga
memiliki seluruh komponen bagi transpor kalsium melalui jalur transcellular dan
paracellular (Muliani, 2017:15).
2.2.6 Akibat dari kekurangan kalsium
Beberapa akibat yang timbul apabila seseorang kekurangan kalsium (Almat
sier, 2014:39), diantaranya yaitu:
2.2.6.1 Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan.
2.2.6.2 Kadar kalsium darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau
kejang. Kepekaan serabut saraf dan pusat saraf terhadap rangsangan
meningkat, sehingga terjadi kejang otot misalnya pada kaki. Tetani dapat
terjadi pada ibu hamil yang makanannya terlalu sedikit mengandung
14

kalsium atau terlalu tinggi mengandung fosfor. Tetani kadang terjadi pada
bayi baru lahir yang diberi minuman susu sapi yang diencerkan yang
mempunyai rasio kalsium, fosfor rendah.
2.2.6.3 Kurangnya kalsium dan paparan sinar matahari pagi dan sore akan
menyebabkan elemen tulang tidak dapat mengendap secara normal,
sehingga timbul penyakit rachitis. Ciri-ciri utamanya adalah kelainan pada
tulang rusuk, kaki tipe O atau X.
2.2.6.4 Kurangnya kadar kalsium akan mengurangi daya kontraksi otot jantung.
Hal tersebut dapat menimbulkan berbagai macam penyakit jantung. e.
Kehilangan kalsium dari tulang sesudah usia 50 tahun akan menyebabkan
osteoporosis. Osteoporosis adalah gangguan tulang yang ditandai oleh
kekuatan tulang yang mengarah kepada peningkatan risiko fraktur,
demikianlah pentingnya kekuatan tulang dalam terjadinya risiko patah
tulang. Sedangkan tulang yang rendah 12 kepadatan tulangnya adalah
salah satu faktor risiko yang paling utama untuk terjadinya fraktur (Rosi
Pratiwi, 2017:41).
Osteoporosis merupakan gangguan atau penyakit pada tulang, di mana
densitas atau kepadatan tulang berkurang atau menurun. Densitas ini menurun
akibat berkurangnya kadar deposit kalsium dalam tubuh dan menurunnya protein
tulang. Akibat nyata dari osteoporosis adalah jaringan tulang yang semakin tipis
dan rapuh serta mudah terkena fraktur (patah tulang). Umumnya osteoporosis
menyerang jenis tulang pipa/tulang panjang, tulang belakang dan tulang pelvis
tulang panggul (Sefrina, 2017:17).
Ketika seseorang menua, tulang mengalami pengeroposan, sehingga
tulang menjadi rapuh. Tulang berfungsi sebagai perlekatan otot-otot yang salah
satunya juga berfungsi untuk pergerakan manusia. Tulang orang dewasa sudah
terbentuk menjadi tulang padat. Disebut sebagai tulang padat karena matriks yang
dimiliki oleh tulang lebih padat, namun masih terdapat rongga-rongga kecil pada
matriks tulang. Proses pembentukan kepadatan tulang ini sangat dipengaruhi oleh
hormon estrogen dan pada pria juga dipengaruhi oleh hormon testosteron
(Purnamasari, 2017:48).
15

2.2.7 Faktor – faktor yang mempengaruhi kalsium


Faktor yang mempengaruhi kalsium yang berhubungan dengan penurunan
kualitas tulang dan kepadatan tulang akibat proses menua yaitu:
2.2.7.1 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Faktor Demografi
a) Usia
Usia adalah salah satu dari faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat
direkayasa. Pada lanjut usia daya serap kalsium akan menurun seiring dengan
bertambahnya usia (Kemenkes, 2008). Setelah usia 40 tahun, akan terjadi
peningkatan risiko fraktur hal ini berkaitan dengan osteoporosis pada laki-laki
juga perempuan. Insiden fraktur distal radius meningkat setelah usia 40 tahun
dan meningkat hingga usia 55 tahun pada laki-laki dan usia 65 tahun pada
wanita. Rasio terjadinya fraktur distal radius antara wanita dan pria adalah 2:1
pada usia lebih dari 35 tahun, sedangkan rasionya menjadi 8:1 setelah usia 80
tahun (Rosi Pratiwi, 2014)
b) Jenis kelamin
Diperkirakan selama hidup, wanita akan kehilangan massa tulang 30%-50%
sedangkan pria hanya 20%-30%, namun tidak berarti semua wanita yang telah
mengalami menopause akan mengalami osteoporosis. Jenis kelamin juga
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya osteoporosis. Wanita memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis daripada laki-laki. Pada
osteoporosis primer, perbandingan antara wanita dan pria adalah 5:1.
Pria memiliki prevalensi yang lebih tinggi untuk terjadinya osteoporosis
sekunder, yaitu sekitar 40-60% 14 karena akibat dari hipogonadisme, konsumsi
alkohol atau pemakaian kortikosteroid yang berlebihan. Secara keseluruhan
perbandingan wanita dan pria adalah 4 : 1 (Rosi Pratiwi, 2014).
2) Faktor Genetik
a) Riwayat keluarga
Besarnya puncak massa tulang sangat ditentukan oleh faktor genetik, terutama
diturunkan dari pihak ibu kepada anak wanitanya. Wanita yang dalam sejarah
kesehatan keluarga, nenek atau ibunya, pernah mengalami patah tulang
belakang lebih berisiko mengalami pengurangan massa tulang. Osteoporosis
16

juga berhubungan dengan adanya riwayat keturunan. Jika memiliki riwayat


keluarga yang menderita osteoporosis diperkirakan 60-80% salah satu anggota
keluarganya akan mudah mengalami patah tulang belakang maka anak wanita
akan lebih muda untuk mengalami penurunan masa tulang lebih cepat dan
lebih berisiko mengalami osteoporosis (Purwanti, 2017:45).
a. Riwayat Fraktur
Orang yang pernah mengalami riwayat fraktur akan berisiko terkena fraktur
lagi karena mungkin tulangnya sudah keropos. Pada wanita yang pernah patah
tulang belakang risiko mengalami patah tulang pergelangan tangan sebanyak 1-
2 kali, tulang belakang 4-19 kali dan tulang panggul 2-3 kali. Pada orang yang
pernah mengalami patah tulang pergelangan tangan akan berisiko mengalami
patah tulang pergelangan tangan 3-4 kali, patah tulang belakang 2-7 kali dan
patah tulang panggul 1-2 kali. Pada orang yang pernah patah tulang panggul
akan berisiko mengalami patah tulang belakang 2-3 kali dan patah tulang
panggul 1-2 kali (Tandra, 2016:44).
3) Faktor hormonal menurut Ganong, (2015:49).
a) Hormon paratiroid
Hormon paratiroid berfungsi mempertahankan konsentrasi kalsium cairan
ekstraseluler (CES). Hormon tersebut bekerja secara langsung pada tulang dan
ginjal serta secara tidak langsung pada usus untuk meningkatkan konsentrasi
kalsium dalam serum.
b) Hormon kalsitonin
Kalsitonin merupakan suatu hormon penurun kalsium yang disekresikan
terutama oleh sel kelenjar tiroid pada mamalia, dan menghambat resorpsi
tulang.
c) Hormon estrogen
Hormon estrogen penting digunakan untuk memelihara kekuatan tulang yang
mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada lansia. Estrogen juga
berperan dalam meningkatkan absorpsi kalsium secara tidak langsung. Tanpa
estrogen tulang kehilangan kalsium yang merupakan salah satu komponen
terpenting dalam tulang. Dampak jangka panjang akibat berkurangnya hormon
estrogen adalah meningkatnya risiko osteoporosis.
17

2.2.7.2 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi


1) Faktor gaya hidup
a) Merokok
Kebiasaan merokok juga bisa merusak tulang. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa merokok bisa menurunkan estrogen dan mempercepat
menopause. Suatu penelitian terhadap 300 wanita muda usia 20-29 tahun yang
sehat 16 tapi perokok ternyata BMD tulang relatif lebih rendah. Demikian juga
wanita setelah menopause yang merokok lebih banyak mengalami patah tulang
panggul daripada yang tidak merokok. Penyerapan kalsium di usus orang yang
biasa merokok menjadi terganggu, padahal kalsium dibutuhkan untuk
pertumbuhan tulang (Tandra, 2016:48). Dengan berhenti merokok secara total,
membuat estrogen dalam tubuh seseorang beraktifitas dan juga dapat
mengeliminasi risiko kehilangan sel pembentuk tulang selama hidup yang
mencakup 20%-30% pada pria dan 40%- 50% pada wanita (Kemenkes RI,
2015:45).
b) Konsumsi alkohol
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol jangka panjang bisa menurunkan massa
tulang. Bila minum alkohol pada masa kanak dan remaja pertumbuhan tulang
akan terhambat sehingga mengakibatkan tulang keropos di kemudian hari.
Minuman yang mengandung alkohol, kafein dan soda berpotensi mengurangi
penyerapan kalsium ke dalam tubuh (Kemenkes RI, 2015:46).
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun mengakibatkan
berkurangnya massa tulang. Kebiasaan meminum alkohol lebih dari 750 mL
per minggu mempunyai peranan penting dalam penurunan densitas tulang
(Tandra, 2016:55).
c) Aktifitas fisik
Orang yang tidak bergerak lama, tidak ada rangsangan gravitasi bumi atau
tekanan mekanik lain, akan membuat banyak mineral tulang hilang dan
menyebabkan tulang menjadi keropos (Tandra, 2016:56). Kurangnya olahraga
dan latihan secara teratur, menimbulkan efek negatif yang menghambat proses
17 pemadatan massa tulang dan kekuatan tulang. Namun olahraga yang sangat
18

berlebih (maraton, atlit) pada usia muda, terutama anak perempuan yang telah
haid akan menyebabkan haidnya terhenti karena kekurangan estrogen sehingga
penyerapan kalsium berkurang dengan segala akibatnya (Kemenkes RI,
2015:49).
2) Faktor metabolik
a) Penyakit
Pada orang yang menderita diabetes mellitus atau kencing manis lebih mudah
mengalami osteoporosis. Insulin merangsang pengambilan asam amino ke sel
tulang sehingga meningkatkan pembentukan kolagen. Kontrol gula yang buruk
juga akan memperberat metabolisme vitamin D pada penyakit tiroid atau
gondok. Kadar hormon tiroid tinggi atau berlebihan sehingga menyebabkan
penurunan massa tulang, begitu pula pada hipotiroid yang diberi pengobatan
hormon tiroksin. Beberapa penyakit seperti penyakit hati kronis, gagal ginjal
kronis serta beberapa kanker tertentu dikaitkan dengan timbulnya kerapuhan
tulang misalnya kanker sumsum tulang (Kemenkes RI, 2015:52).
3) Faktor diet
a) Asupan kalsium dan vitamin D rendah
Kalsium dan vitamin D adalah mineral penting dalam pertumbuhan tulang.
Vitamin berperan dalam penyerapan kalsium di usus, jika kalsium dalam darah
berkurang maka kalsium dalam tulang akan dikeluarkan ke dalam darah
sehingga tulang menjadi cepat keropos. (Nurmi 2014:23) menunjukkan bahwa
setengah dari pasien patah tulang pinggul akut mengalami hipovitaminosis D.
b) Asupan kafein dan fosfat berlebihan
Diet yang kaya akan fosfor misalnya diet tinggi protein atau banyak minum -
minuman bersoda menurunkan kalsium tulang. Ini disebabkan oleh fosfor yang
mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang. Pola makan yang
banyak mengandung protein, garam dan kafein akan meningkatkan risiko
tulang keropos (Tandra, 2016:59).

2.3 Konsep Dasar Osteoporosis


19

2.3.1 Definisi Osteoporosis


Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi
rapuh dan mudah retak atau patah. Osteoporosis adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan jaringan tulang yang
megakibatkan menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang,
sehingga menyebabkan tulang mudah patah (Misnadiarly, 2019: 82).
2.3.2 Etiologi
Penyebabnya adalah dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti gaya hidup
tidak sehat, kurang gerak atau tidak berolah raga serta pengetahuan tentang akibat
kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari serta kurangnya asupan
kalsium, maka kepadatan tulang menjadi rendah sampai terjadinya osteoporosis
(Depkes, 2017: 2).
Penyebabnya adalah Perubahan gaya hidup seperti merokok, alkohol dan
berkurangnya latihan fisik. Penggunaan obat-obatan steroid jangka panjang. Serta
risiko osteoporosis tanpa gejala klinis yang menyertainya (Shinta, 2018: 5).
2.3.3 Klasifikasi
Secara garis besar osteoporosis dikategorikan dalam dua kelompok, yakni
osteoporosis primer dan sekunder (Tandra, 2017:15).
Osteoporosis primer terbagi menjadi dua yaitu tipe 1 (postmenopausal) dan
tipe 2 (senile). Terjadinya osteoporosis Tipe 1 erat kaitannya dengan hormon
estrogen dan kejadian menopause pada wanita. Biasanya osteoporosis jenis ini
terjadi 15–20 tahun setelah masa menopause. Tipe 2 biasanya terjadi diatas usia
70 tahun dan 2 kali lebih sering terjadi dibandingkan jenis tipe 1. Osteoporosis
tipe 2 ini terjadi karena kekurangan kalsium dan sel-sel perangsang pembentuk
vitamin D (Yatim, 2017:10).
Osteoporosis primer terjadi pada wanita pascamenopause dan pada wanita
atau pria berusia lanjut. Umumnya terjadi pada usia 50-an, di mana terjadi
penurunan hormon esterogen pada wanita saat menopause yang memicu
terjadinya pengeroposan tulang. Hormon esterogen wanita akan turun 2–3 tahun
sebelum menopause timbul, dan terus berlangsung sampai 3–4 tahun setelah
menopause.
20

Osteoporosis sekunder adalah pengeroposan tulang yang terjadi akibat


penyakit lain atau obat – obatan, seperti steroid, alkohol, tembakau, tiroksin,
antikejang, obatobat hormon antiseks, heparin, litium, metrotreksat, obat
sitotoksik lain, vitamin D, dan obat yang cenderung meningkatkan risiko
osteoporosis. Selain itu berkaitan pula dengan beberapa penyakit kronis karena
mengakibatkan keterbatasan gerak saat menderita suatu penyakit kronis seperti
arthritis reumatoid, atau penyakit kronis yang menyebabkan kurangnya kalsium
seperti penyakit ginjal, intoleransi terhadap produk susu, serta penyakit pada
sistem pencernaan dan lain sebagainya.
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau kelainan tertentu, atau
bisa pula sebagai akibat tindakan pembedahan atau pemberian obat yang efeknya
mempercepat pengeroposan tulang.
2.3.4 Manifestasi Klinis
Menurut Depkes RI (2018) tanda dan gejalanya antara lain :
1) Patah tulang
2) Punggung yang semakin membungkuk
3) Penurunan tinggi badan
4) Postur tubuh yang kelihatan memendek akibat dari Deformitis vertebra
thorakalis
5) Nyeri punggung
6) Nyeri tulang akut. Nyeri terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau
tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak
7) Nyeri berkurang pada saat beristirahat ditempat tidur
8) Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan
aktivitas
2.3.5 Patofisiologi
Semua bagian tubuh berubah seiring berubahnya usia, begitu pula dengan
rangka tubuh. Mulai dari lahir hingga mencapai usia dewasa, atau kira – kira 30
tahun, jaringan tulang yang dibuat lebih banyak dari pada yang hilang, namun
setelah 30 tahun situasi berbalik, jaringan tulang yang hilang lebi banyak dari
pada yang dibuat. Kekuatan tulang berasal dari dua sumber yaitu bagian luar yang
padat (Korteks) yang beratnya 80% dari massa tulang dan bagian dalam yang
21

halus seperti spons yang disebut trabekular (20% dari massa tulang) dan jarigan
dasar tulang mengandung sel – sel tulang (Osteosit) yang terdiri dari Osteoklas
penghancur dan Osteoblas pembentuk (Gomez, 2017:53).
Siklus resorbsi dan pembentukan tulang terjadi sepanjang hidup, pada masa
kanak-kanak pembentukan tulang lebih banyak dari pada proses resorbsi tulang,
namaun keadaan ini menurun secara bertahap selama masa dewasa muda dan pada
usia 25-35 tahun kedua proses ini berada dalam keseimbangan, sampai akhirnya
proses resorbsi lebih banyak dari pada pembentukan tulang, yang biasanya
dimulai pada usia 35 tahun sehingga secara bertahap jaringan tuang akan
menghilang bersama dengan kandungan mineralnya (kalsium) terutama pada
bagian trabecular tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang dimulai karena
salah satu fungsi estrogen adalah mempertahankan tingkat remodeling tulang yang
normal, sehingga ketika estrogen turun, tingkat resorbsi tulang menjadi lenih
tinggi dari pada pormasi tulang yang mengakibatkan berkurangnya masa tulang
(Lane,2018:30).
2.3.6 Pencegahan Osteoporosis
Ada 2 bentuk pencegahan osteoporosis yang pertama adalah menghindari
osteoporosis dan yang kedua adalah pencegahan keparahan sesudah osteoporosis
mulai berkembang (Lane, 2018:34). Namun kedua bentuk pencegahan tersebut
tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena bentuk pencegahan yang digunakan
untuk menghindari osteoporosis juga berguna untuk mencegah keparahan sesudah
osteoporosis terjadi. Beberapa bentuk pencegahan osteoporosis yaitu:
2.3.6.1 Kalsium
Kalsium mungkin merupakan mineral yang paling sering diberikan untuk
merawat osteoporosis karena efek kalsium pada tulang langsung berkaitan dengan
pembentukan tulang. Seiring dengan usia, keseimbangan kalsium pada
kebanyakan orang dewasa akan berubah dan jumlah kalsium yang diserap
semakin kecil sehingga meningkatkan hormon parathiroid, yang menarik kalsium
dari tulang kedalam aliran darah sehingga masa tulang berkurang. Ketika kalsium
mulai ditambah, level hormon parathiroid kembali kekondisi normal dalam
beberapa minggu, resorbsi berkurang, dan dalam waktu satu atau dua tahun, masa
tulang sedikit meningkat.
22

2.3.6.2 Vitamin D
Vitamin D meningkatkan metabolisme tulang dengan meningkatkan
penyerapan kalsium dalam usus, selain itu vitamin D juga dapat meningkatkan
aktivitas osteoklas, sel pembentuk tulang, jadi dosis ringan vitamin D dan kalsium
secara bersamaan akan mengurangi resiko patah tulang.

2.3.6.3 Olahraga
Tulang kita merespon tekanan dan tarikan. Ketika kita berolahraga, otot-
otot kita menekan tulang sehingga tulang menjadi semakin kuat. Studi tentang
olahraga dan masa tulang secara umum menunjukkan bagaimana pria dan wanita
yang melakukan latihan yang menyangga tubuh tiga sampai lima kali seminggu
umumnya memiliki masa tulang yang sedikit lebih besar ketimbang orang yang
tidak melakukannya. Ada beberapa jenis latihan yang bisa dilakukan, yaitu:
1) Weight- bearing, impact exercise
Latihan ini termasuk aktivitas yang membuat kita bergerak tegak melawan
gravitasi yang berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tulang. Terdiri dari
high- impact exercise yang dilakukan oleh orang yang memiliki massa tulang
kuat dan tidak menderita osteoporosis dan low- impact exercise dilakukan oleh
orang yang memiliki massa tulang rendah dan menderita osteoporosis. Jenis
high- impact exercise yaitu dancing, high- impact aerobic, jogging, lari dan
tenis, sedangkan jenis low- impact exercise yaitu low- impact aerobic dan
berjalan.
2) Resistance and strengthening exercises
3) Latihan ini termasuk aktivitas yang menggunakan gravitasi sebagai
tahannannya, namun kita hanya menggerakkan salah satu bagian tubuh saja
secara bergantian. Beberapa contoh latihan ini yaitu bertahan dan berdiri diatas
jari kaki dan angkat beban.
4) Non impact activities (balance, functional, and posture exercises)
Latihan ini membantu meningkatkan keseimbangan, postur dan pergerakan
dalam aktivitas sehari- sehari, latihan ini juga membantu meningkatkan
kekuatan tulang dan menurunkan risiko jatuh dan kerusakan tulang, contohnya
23

Tai- chi dan yoga. Balance exercise menguatkan lengan dan melatih
keseimbangan, posture exercise meningkatkan postur dan mengurangi bentuk
bahu yang miring serta mengurangi risiko fraktur terutama pada tulang
belakang, functional exercise dapat meningkatkan pergerakan yang bisa
membantu aktivitas sehari- hari misalnya jika kita memiliki masalah saat
bangun dari kursi atau saat menaiki tangga serta menurunkan risiko jatuh dan
fraktur.

2.4.6.4 Pola makan, kurangi alkohol, kopi dan hentikan merokok


Pola makan yang seimbang dengan makanan kaya vitamin dan mineral
penting dalam masa pertumbuhan untuk membangun tulang yang kuat dan untuk
mencapai puncak masa tulang yang tinggi, sedangkan konsumsi alkohol yang
berlebihan mempercepat berkurangnya masa tulang dan merokok selain merusak
tulang juga tidak memiliki efek positif apapun dan harus dihentikan sepenuhnya.
Sedangkan kopi diduga meningkatkan pembuangan kalsium melalui urin.
2.4.6.5 Konsultasi dengan petugas kesehatan
Konsultasi dengan petugas kesehatan profesional mengenai osteoporosis
yang diderita akan membantu kita lebih mengerti tentang risiko, pencegahan dan
pilihan pengobatan dari osteoporosis. Beberapa pertanyaan yang harus ditanyakan
dengan petugas kesehatan antara lain:
1) Berdasarkan riwayat pengobatan, gaya hidup dan riwayat keluarga, apalah saya
berisiko menderita osteoporosis?
2) Apakah yang sebaiknya saya lakukan untuk mencegah/mengobati
osteoporosis?
3) Bagaimana saya dapat mengetahui bahwa kepadatan tulang saya rendah?
4) Berapa banyak kalsium yang saya butuhkan?
5) Olahraga apa yang sebaiknya saya lakukan?
6) Dengan obat yang saya gunakan sekarang?
7) Bagaimana saya tahu jika pengobatan yang saya jalani efektif?
24

2.3.7 Penatalaksanaan Medis


Menurut Kemenkes RI (2018:35), Tatalaksana Osteoporosis meliputi:
2.3.7.1 Diagnosis
1) Anamnesis
Beberapa tanda dan gejala yang perlu diwaspadai kemungkinan osteoporosis
ialah:
a) Adanya faktor risiko (faktor predisposisi).
b) Terjadi patah tulang secara tiba-tiba karena trauma yang ringan atau tanpa
trauma.
c) Timbul rasa nyeri yang hebat sehingga Pasien tidak dapat melakukan
pergerakan.
d) Tubuh makin pendek dan bongkok (kifosis dorsal bertambah)
e) Untuk melengkapi anamnesis kita dapat menggunakan formulir tes semenit
resiko osteoporosis yang dikeluarkan oleh IOF (International Osteoporosis
Foundation).
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan mengamati penurunan tinggi badan dan
postur tubuh.
3) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
(1) Kadar serum (puasa) kalsium (Ca), fosfat (PO4) dan fosfatase alkali
(2) Bila ada indikasi, dianjurkan juga untuk melakukan pemeriksaan fungsi
(rutin) tiroid, hati dan ginjal.
(3) Pengukuran ekskresi kalsium urin 24 jam berguna untuk menentukan pasien
malabsorpsi kalsium (total ekskresi 24 jam kurang dari 100 mg) dan untuk
pasien yang jumlah ekskresi kalsium sangat tinggi (lebih dari 250 mg/24 jam)
yang bila diberi suplemen kalsium atau vitamin D atau metabolismenya
mungkin berbahaya.
(4) Bila dari hasil klinis, darah dan urin diduga adanya hiperparatiroidisme, maka
perlu diperiksa kadar hormon paratiroid (PTH). Bila ada dugaan ke arah
malabsorpsi maka perlu diperiksa kadar 25 OH D.
b) Pemeriksaan radiologi
25

Pemeriksaan radiologis umumnya terlihat jelas apabila telah terjadi


osteoporosis lanjut, atau jika hasil BMD yang diperoleh dari pemeriksaan
dengan menggunakan alat densitometer menunjukkan positif tinggi.
c) Pemeriksaan densitometer (Ultrasound)
Pemeriksaan dengan densitometer untuk mengukur kepadatan tulang (BMD),
berdasarkan Standar Deviasi (SD) yang terbaca oleh alat tersebut.
Densitometer merupakan alat test terbaik untuk mendiagnosis seseorang
menderita osteopeni atau osteoporosis, namun tes ini tidak dapat menentukan
cepatnya proses kehilangan massa tulang. Dengan demikian, jika densitometer
ultrasound menunjukkan nilai rendah (T- score dibawah -2,5), sebaiknya
disarankan menggunakan densitometer X - ray (rontgen).

Penilaian Osteoporosis dengan alat densitometer:


(1)Kondisi normal : Kepadatan tulang (BMD) antara +1 sampai -1
(2)Osteopenia : Kepadatan tulang (BMD) antara -1 sampai -2,5
(3)Osteoporosis : Kepadatan tulang (BMD) < -2,5
4) Pengobatan
Pasien yang memerlukan pengobatan umumnya telah mengalami kehilangan
massa tulang yang cukup berat, sehingga pada umumnya telah mengalami satu
atau beberapa kali fraktur tulang. Dengan demikian tujuan utama pengobatan
osteoporosis simptomatis adalah mengurangi rasa nyeri dan berusaha untuk
menghambat proses resorpsi tulang dan meningkatkan proses formasi tulang
untuk meningkatkan kekuatan tulang serta meningkatkan sampai di atas
ambang fraktur.
Beberapa hormon dan obat yang memiliki efek pada tulang dan digunakan
dalam pengobatan osteoporosis diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Obat-obatan yang terutama bekerja dalam mengurangi atau mencegah
terjadinya resorpsi tulang
b) Obat-obatan yang merangsang terjadinya formasi tulang. Beberapa jenis
hormon dan obat yang dapat diberikan:
(1) Hormonal Estrogen
26

(2) (Pemberian estrogen saat ini masih pro dan kontra, sehingga pemberiannya
perlu berhati-hati dan harus diberikan oleh ahlinya.)
(3) Kombinasi estrogen dan progesteron
(a) Testosteron
(b) Steroid anabolik
(c) Non-hormonal
(d) Kalsitonin
(e) Bifosfonat
(f) Kalsium
(g) Vitamin D dan metabolismenya
(h) Tiasid fitoestrogen (berasal dari tumbuhan: semangi, kedelai, kacang
tunggak)
2.3.8 Pemeriksaan Diagnostik
Penentuan massa tulang secara radiologis penting untuk menentukan
diagnosis osteoporosis meliputi:
2.3.8.1 Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi untuk menilai densitas tulang sangat tidak sensitif.
Nilai diagnostik pemeriksaan radiologi biasa untuk menilai osteoporosis dini,
kurang memuaskan, karena pemeriksaan ini baru dapat mendeteksi osteoporosis
setelah penurunan densitas massa tulang lebih dari 30%. Gambaran radiologi yang
khas pada osteoporosis adalah penipisan kortek dan daerah trabekular yang lebih
lusen. Hal ini akan terlihat akan tampak terlihat pada tulang-tulang vertebra yang
memberikan gambaran picture-frame vertebra. Pada tulang-tulang vertebra,
pemeriksaan radiologi anteoposterio dan lateral sangat baik untuk mencari adanya
fraktur kompresi, fraktur baji atau fraktur bikonkaf (Setiyohadi, 2017:45).
2.4.6.2 Pemeriksaan densitas massa tulang
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan presisi
untuk menilai densitas massa tulang, sehingga dapat digunakan untuk menilai
faktor prognosis, prediksi fraktur dan diagnosis osteoporosis. Berbagai metode
yang dapat digunakan untuk menilai massa tulang adalah single photon
absorptiometry (SPA), dual photon absorptiometry (DPA), X-ray Absorptiometry
27

(ada dua jenis, yaitu Single X-ray Absorptiometry = SXA dan Dual Energy X-ray
Absorptiometry = DEXA) dan quantitative computer tomography (QCT)
Setiyohadi, (2017:23).
Indikasi pemeriksaan densitrometri tulang menurut International Society of
Clinical Densitometry (ISCD 2016:27) adalah:
1) Wanita usia ≥ 65 tahun tanpa memperhatikan faktor risiko klinik.
2) Pria ≥ 70 tahun, tanpa memperhatikan faktor risiko klinik.
3) Wanita muda postmenopause dan pria usia 50-69 tahun berdasarkan memiliki
profil faktor risiko klinis.
4) Wanita perimenopause dengan faktor risiko patah tulang seperti berat badan
rendah, riwayat patah tulang dengan trauma ringan atau obat berisiko tinggi.
5) Orang dewasa yang memiliki patah tulang setelah usia 50 tahun.
6) Orang dewasa dengan kondisi (misalnya, rheumatoid arthritis) atau konsumsi
obat (misalnya, glukokortikoid, dosis harian prednisone ≥ 5 mg atau setara
selama ≥ 3 bulan) yang berhubungan dengan massa tulang yang rendah atau
keropos tulang.
7) Siapapun yang dipertimbangkan akan mendapat terapi farmakologis untuk
osteoporosis.
8) Menghentikan estrogen pada wanita postmenopause harus dipertimbangkan
untuk pengujian kepadatan tulang.
9) Sebagai monitor terhadap terapi osteoporosis yang diberikan.
2.3.8.3 Pemeriksaan X-ray absorptiometry
Pesawat X-ray absorptiometry menggunakan radiasi sinar X yang sangat
rendah. Selain itu keuntungan lain densitometer X-ray absorptiometry
dibandingkan DPA (Dual Photon Absorptiometry) dapat mengukur dari banyak
lokasi, misalnya pengukuran vertebral dari anterior dan lateral, sehingga pengaruh
bagian belakang corpus dapat dihindarkan, sehingga presisi pengukuran lebih
tajam. Ada dua jenis Xray absorptiometry yaitu: SXA (Single X-ray
Absorptiometry) dan DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry). Saat ini gold
standard pemeriksaan osteoporosis pada laki-laki maupun osteoporosis
pascamenopause pada wanita adalah DEXA, yang digunakan untuk pemeriksaan
vertebra, collum femur, radius distal, atau seluruh tubuh (Setiyohadi, 2017:50)
28
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian
yang didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis.
Rasional berarti kegiatan penelitian yang dilakukan dengan cara masuk akal,
sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang
dilakukan itu dapat diamati oleh indra manusia, sehingga orang lain dapat
mengamati dan mengetahuicara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang
digunakan dalam penelitian yang menggunakan langkah-langkah tertentu yang
bersifat logis (Sugiyono, 2018:18).
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah literature
review. Literatur review adalah analisis terintegrasi ilmiah yang terkait langsung
dengan pertanyaan penelitian (Nursalam 2020:6)
Literature review merupakan sebuah proses analisis artikel yang terintegrasi
dan bukan hanya melakukan ringkasan secara acak dan sesuka hati penulis, akan
tetapi literatur review merupakan tulisan ilmiah yang terkait langsung dengan
pertanyaan yang sudah dirumuskan sebelumnya. Pada saat proses pengumpulan
artikel yang dijadikan literatur, maka bisa juga ditemukan penjelasan latar
belakang penelitian tentang suatu topik, alasan mengapa topik tersebut penting
untuk diteliti, menemukan keterkaitan antara studi dan permasalahan penelitian,
mengidentifikasi tema dan konsep, mengidentifikasi kesenjangan utama antara
permasalahan dan hasil penelitian, serta melakukan peninjauan terhadap
pertanyaan penelitian lebih lanjut berdasarkan studi terdahulu yang sudah
dilakukan (University of West Florida, 2020:6). Tujuan akhir literature review
yaitu mendapatkan gambaran yang berhubungan dengan hasil penelitian yang
sudah pernah dilakukan orang lain, sehingga salah satu tujuan utamanya adalah
sekalian untuk melakukan pemeriksaan keaslian penelitian dalam penelusuran
pustaka berguna untuk menghindari duplikasi dari pelaksanaan penelitian dan

28
29

untuk mengetahui penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya


(Nursalam,2020:6)
Pada penelitian ini, Peneliti membahas “Hubungan Tingkat
Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan Asupan Kalsium Pada Wanita
Premenopause”, dengan penjelasan yang sistematis dan akurat dari data
sekunder yang ditemukan berupa jurnal ataupun artikel terkait.
3.2 Kriteria Kelayakan Literature Review
Startegi yang digunakan untuk mencari literatur dalam penelitin ini adalah
menggunakan PICOS dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Adapaun kriteria
inklusi dan ekslusi dalam penelitian ini sebagai berikut.
Tabel 3.1 Kriteria Kelayakan Literature Review Hubungan Tingkat Pengetahuan
Tentang Osteoporosis dengan Asupan kalsium pada Wanita
Premenopause Tahun 2021
Kriteria Inklusi Eksklusi
Population Wanita Premenopause Bayi, Anak-anak, Usia
Remaja. (WUS)
Intervensi Tidak Melakukan Intervensi Melakukan Intervensi
Compariso Tidak ada pembanding Ada pembanding
n
Outcome Hubungan Tingkat Pengetahuan Tidak membahas Hubungan
tentang Osteoporosis dengan Tingkat Pengetahuan Tentang
Asupan kalsium pada Wanita Osteoporosis dengan Asupan
Premenopause kalsium pada Wanita
Premenopause
Study Desain penelitian analitik Quasi Experiment, Analitik
Design dengan pendekatan cross Observasional, Survey
sectional, pendekatan Analitik
korelasi spearmans dan
Penelitian descriptive
observasional
Publication Artikel atau Jurnal yang terbit Artikel atau Jurnal yang terbit
Years 2017-2021 Tahun Sebelum tahun 2017
Language Bahasa Indonesia dan Bahasa Selain Bahasa Indonesia dan
Inggris Bahasa Inggris

3.3 Sumber Literatur


30

Data sebagai sumber literatur yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti-peneliti terdahulu. Adapun sumber data sekunder yang didapat berupa
artikel jurnal nasional. Dalam pencarian sumber literatur data sekunder peneliti
menggunakan database Google Scoolar dan Portal Garuda dengan menggunakan
Keyword “Tingkat Pengetahuan” OR “Osteoporosis” OR “Asupan kalsium” OR
“Wanita Premenopause”.
3.4 Seleksi Literatur
Peneliti menguraikan proses dan hasil seleksi artikel yang ditemukan
menggunakan diagram flow dengan tahapan seleksi yaitu identifikasi, screening,
kelayakan, dan kriteria inklusi (Nursalam, 2020 : 4)
Berdasarkan hasil pencarian literatur melalui database Google Scholar dan
Portal Garuda dengan menggunakan kata kunci Keyword “Tingkat Pengetahuan”
OR “Osteoporosis” OR “Asupan kalsium” OR “Wanita Premenopause” dan range
time tahun 2017 hingga 2021, peneliti berhasil mendapatkan 150 artikel nasional.
Hasil Screening pencarian berdasarkan judul yang disesuaikan dengan tema serta
variabel, dan berdasarkan abstrak (didalam abstrak tidak ditemukan hasil atau
pembahasan terkait variabel yang diteliti) didapatkan 35 artikel, dan hasil
pencarian yang dikeluarkan 115 artikel karena tidak sesuai dengan judul dan
abstrak. Peneliti memeriksa kelayakan artikel ditemukan artikel full text sebanyak
20, dan artikel yang di eksklusi 15 karena tidak full text. Lalu peneliti memeriksa
berdasarkan kriteria inklusi sesuai PICOS didapatkan 4 artikel yang bisa
dipergunakan karena sesuai kriteria inklusi, sedangkan 17 artikel dieksklusi
karena tidak memenuhi kriteria inklusi sesuai PICOS. Seleksi literatur
ditampilkan dalam bagan diagram flow. Peneliti menguraikan proses dan hasil
seleksi artikel yang ditemukan dalam bagan seperti berikut:
31

Identifikasi Pencarian Melalui


Database Google Scholar Dan
IDENTIFIKASI Portal Garuda
(n=150)

Hasil Screening Hasil pencarian


SCREENING Pencarian dikeluarkan
(n=35) (n=115)

Artikel full Text Literatur eksklusi


KELAYAKAN (n=20) (n=15)

Literatur memenuhi Literatur sesuai


INKLUSI
kriteria inklusi kriteria eksklusi
(n=4) (n=16)

Bagan 3.1 Diagram Flow Seleksi Literature Review Hubungan Tingkat


Pengetahuan tentang Osteoporosis dengan Asupan kalsium pada
Wanita Premenopause Tahun 2021

3.5 Tahapan Penelitian dan Pengumpulan Data


Tahapan Pengumpulan Data Peneliti menguraikan dan menjelaskan tahapan
proses pengumpulan data meliputi (Nursalam, 2020 : 11)
3.5.1 Proses penyusunan skripsi
Menguraikan tentang persiapan dan penyusunan penelitian mulai dari bab 1
sampai bab 5.
3.5.2 Menentukan Pertanyaan Penelitian
Peneliti menentukan pertanyaan penelitian berdasarkan tujuan penelitian
untuk dijawab dalam hasil penelitian literature pertanyaan penelitian dalam
penelitian ini yaitu apa saja Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang
Osteoporosis dengan Asupan kalsium pada Wanita Premenopause.
32

3.5.3 Pencarian literatur dalam penelitian ini menggunakan database yaitu


Google Scholar dan Portal Garuda dengan menggunakan kata kunci
pencarian adalah “Tingkat Pengetahuan” OR “Osteoporosis” OR “Asupan
kalsium” OR “Wanita Premenopause”.
3.5.4 Seleksi Kelayakan Study
Untuk mendapatkan literatur yang layak sesuai dengan topik, peneliti
menentukan kriteria kelayakan artikel adengan strategi seleksi artikel
menggunakan PICOS yang disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
3.5.5 Seleksi literatur yang berkualitas
Melakukan seleksi literatur dengan membaca keseluruhan isi dari artikel
mulai dari judul, abstrack, latar belakang, metode, hasil, pembahasan dan
daftar pustaka.
3.5.6 Melakukan Ekstraksi
Peneliti membaca artikel satu persatu, kemudian memilih dan mengambil
hasil penelitian yang ditemukan dan digabung dengan hasil penelitian artikel
yang lain.
3.5.7 Melakukan Sintesis data
Penelitian melakukan sintesis dengan memberikan argument dan gagasan
dalam pembahasan yang dilakukan dari hasil penelitian literatur.
3.6 Metode Analisis
Metode analisis literatur dalam penelitian ini menggunakan metode analisis
deskriftif yaitu menyajikan data dan menjabarkan secara naratif hasil-hasil
penelitian yang didapatkan dari artikel yang dijadikan sebagai sumber literatur.
33
BAB 4
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisis


4.1.1 Karakteristik Literatur
Artikel penelitian yang berhasil didapatkan dalam penelitian ini berasal dari
Indonesia sebanyak 4 artikel. Dari 4 artikel semuanya tidak menggunakan
intervensi. Untuk design penelitian dari 4 artikel terdiri dari: 1 artikel Tessa
Sjahriani, dkk publikasi tahun 2017 dengan desain penelitian cross sectional, 1
artikel Yuniar Safitri Wulamdari, dkk publikasi tahun 2017 dengan desain
penelitian pendekatan korelasi spearmans, 1 artikel Budi Setyawati, dkk publikasi
tahun 2019 dengan desain penelitian descriptive observasional, dan 1 artikel
Prastiwi Putri Basuki, dkk publikasi tahun 2017 dengan desain penelitian cross
sectional. Tahun publikasi artikel digunakan 5 tahun terakhir, sebanyak 4 artikel
publikasi pada tahun 2017-2021.
(lihat cara membuat table)
Tabel 4.1 Daftar Karakteristik Literatur Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang
Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause Tahun 2021

Nama Intervensi Design Tahun


No Tempat/Negara
Peneliti Penelitian Penelitian Publikasi
1. Tessa
Sjahriani dan Pukesmas
Tidak Ada Cross Sectional 2017
Inesia Putri Cinangka, Banten
Wulandari
2. Yuniar Safitri
Pendekatan
Wulandari, Lowokwaru,
Tidak Ada korelasi 2017
Sri Mudayati, Malang
spearmans
dan Susmini
3. Budi
Setyawati, Kota Bogor descriptive
Noviati Tidak Ada 2019
observasional
Fauda, dan
Salimar
4. Prastiwi
Putri Basuki, Pundong Bantul,
Tidak Ada cross sectional 2017
dan Eraime Yogyakarta
Haryany JP

34
35

4.1.2 Karakteristik Responden


Responden penelitian dalam 4 artikel, jurnal penelitian artikel Tessa
Sjahriani, dkk (2017) kriteria populasi yaitu wanita premenopause, jumlah
responden 128 orang dengan umur 40-50 tahun, dan pendidikan SD-SMA. Jurnal
penelitian Yuniar Safitri Wulamdari, dkk (2017) kriteria populasi yaitu wanita
menopause, jumlah responden 30 orang dengan umur 56-60 tahun, dan
pendidikan SD-Perguruan Tinggi. Jurnal penelitian Budi Setyawati, dkk (2019)
kriteria populasi yaitu wanita dewasa muda, jumlah responden 173 orang dengan
umur 35-50 tahun, dan pendidikan SD-SMA. Jurnal penelitian Prastiwi Putri
Basuki, dkk (2017) kriteria populasi yaitu wanita premenopause, jumlah
responden 77 orang dengan umur 40-50 tahun, dan pendidikan SD-SMA.
36

4.1.3 Analisis Studi Literatur


Sebanyak 4 artikel yang didapatkan berdasarkan analisis literatur dan selanjutnya dibuatkan rangkuman hasil literatur.
Berikut hasil ragkuman literatur Review :
Tabel 4.1 Rangkuman Analisis Studi Literatur Review Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan
Kalsium Pada Wanita Premenopause Tahun 2021
No Nama Peneliti dan Tahun Tempat Design Responden Hasil Penelitian
. Penelitian Penelitian Penelitian
1. Tessa Sjahriani dan Inesia Pukesmas Cross sectional 128 Hasil penelitian ditemukan bahwa 128
Putri Wulandari (2017) Cinangka, Responden responden diperoleh persentase yang memiliki
Banten tingkat pengetahuan yang baik adalah sebanyak
75 responden (58,6%) dan yang memiliki
tingkat pengetahuan yang kurang yaitu
sebanyak 53 respoden (41,4%).
Frekuensi Asupan Kalsium Responden dari 128
responden diperoleh persentase wanita yang
asupan kalsiumnya baik adalah sebanyak 82
reponden (64,1%) dan wanita yang memiliki
asupan kalsiumnya rendah atau kurang yaitu
sebanyak 46 respoden (35,9%).
Dari hasil uji statistik yaitu uji Chi-square
didapat p-value 0,00 (p-value< 0,05) yang
artinya adalah terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pengetahuan tentang
osteoporosis dengan asupan kalsium di
Puskesmas Cinangka, Banten tahun 2017.
37

2. Lowokwaru, Pendekatan 30 Hasil penelitian ditemukan bahwa tingkat


Yuniar Safitri Wulandari, Sri Malang korelasi Responden pengetahuan wanita menopause di kelurahan
Mudayati, dan Susmini spearmans sumbersari RW.01 kecamatan lowokwaru kota
(2017) malang sebagian besar cukup baik yaitu
sebanyak 21 orang (70 %). Konsumsi kalsium
dalam tubuh pada wanita menopause di
kelurahan sumbersari RW.01 kecamatan
lowokwaru kota malang kurang baik yaitu
sebanyak 23 orang (77 %). Terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan dan
konsumsi kalsium dalam tubuh, sesuai hasil uji
statistik Spearman menunjukan p = 0,002
dengan tingkat korelasi r = 0,478.
3. Budi Setyawati, Noviati Kota Bogor Descriptive 173 Hasil penelitian ditemukan bahwa sekitar 9 dari
Fauda, dan Salimar (2019) observasional Responden 10 responden berusia dewasa muda (35-50
tahun) mengonsumsi kalsium kurang dari
kecukupan yang dianjurkan (kurang dari 500
mg/orang/hari). Penggalian informasi lebih
lanjut mendapatkan bahwa pengetahuan tentang
osteoporosis dan kepadatan tulang yang kurang
baik ditemui pada sebagian besar responden
(92,5%). Oleh karena itu pentingnya
pengetahuan keseluruhan tentang osteoporosis
dan kepadatan tulang akan mengurangi resiko
1,5 osteoporosis dengan uji statistik (p>0,05).

4. Prastiwi Putri Basuki, dan Pundong Bantul, Cross sectional 77 Hasil penelitian ditemukan bahwa ada
Eraime Haryany JP (2017) Yogyakarta hubungan yang signifikan antara pengetahuan
38

Responden tentang osteoporosis dengan perilaku konsumsi


kalsium dengan nilai p 0,007.
38

4.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian dengan menggunakan literatur review dari 4 artikel
penelitian yang terdahulu yang berhasil didapatkan dan dianalisis oleh peneliti,
maka peneliti menemukan adanya hubungan tingkat pengetahuan tentang
osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita premenopause. Dalam
pembahasan mengandung unsur FTO (Fakta, Teori, Opini), selain itu dalam
pembahasan mempehatikan 3C+2S yaitu kesamaan (compare), ketidaksamaan
(contras), memberikan pandangan (criticize), menggabungkan (synthesize),
meringkas (summarize) sebagai berikut :
4.2.1 Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis
Berdasarkan hasil penelitian Tessa Sjahriani, dkk (2017), didapatkan bahwa
dari 128 responden didapatkan wanita yang memiliki tingkat pengetahuan tentang
osteoporosis yang baik adalah sebanyak 75 responden (58,6%) dan wanita yang
memiliki tingkat pengetahuan yang kurang adalah sebanyak 53 responden
(41,4%). Penelitian Prastiwi Putri Basuki, dkk (2017) menunjukkan hasil dari 77
responden yang memiliki pengetahuan baik tentang osteoporosis sebanyak 9
responden (11,7%), responden dengan pengetahuan cukup 40 responden (51,9%),
dan responden dengan pengetahuan kurang 28 responden (36,4%). Didukung dari
hasil penelitian Yuniar Safitri Wulandari, dkk (2017) diketahui bahwa dari 30
responden bahwa tingkat pengetahuan sebagian besar memiliki pengetahuan
cukup yaitu sebanyak 14 rang (47%) dan yang memiliki pengetahuan baik tentang
osteoporosis sebanyak 9 orang (30%) sedangkan yang memiliki pengetahuan
kurang tentang osteoporosis sebanyak 7 orang (23%). (Kurang 1)
Menurut (Notoatmodjo, 2014:45) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya). Dengan sendirnya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan presepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan orang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera pengelihatan (mata). Pengetahuan merupakan
39

pedoman dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). pengetahuan


seseorang. Pengetahuan dapat menjadikan seseorang memiliki kesadaran sehingga
seseorang akan berperilaku sesuai pengetahuan yang dimiliki. Perubahan perilaku
yang dilandasi pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif bersifat langgeng
karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri bukan paksaan (Notoatmodjo,
2014:57). Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin tinggi
pula kemampuan individu tersebut di dalam melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian tersebut inilah yang akan menjadi landasan seseorang
untuk bertindak. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan
adalah pendidikan, umur, lingkungan dan sosial budaya. Semakin tinggi tingkat
pendidikan dan status sosial seseorang maka tingkat pengetahuannya akan
semakin tinggi pula. Begitu juga dengan umur, semakin bertambahnya umur
seseorang maka pengetahuannya juga semakin bertambah (Notoatmodjo,
2014:59). Menurut Budiman, (2017: 9), pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam terbentuknya tindakan seseorang. (Wawan A.
dan Dewi M, 2017:14) Perilaku yang didasari oleh pengetahuan yang baik
tentunya akan melahirkan perilaku yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
Meskipun demikian sikap dan perilaku tidak selamanya dapat berjalan seiring
sejalan, karena sangat mungkin perilaku yang diperlihatkan bukan didasari atas
kesadaran atau sikap yang sesuai melainkan adanya tekanan atau aturan yang
mengharuskan seseorang untuk berperilaku sesuai harapan. Pengetahuan adalah
hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek
melalui indra yang dimilikinya sehingga menghasilkan pengetahuan.
Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yakni, indera pendengaran,
penglihatan, penciuman, perasaan dan perabaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan
baik tentang kesehatan cenderung akan berperilaku sehat. Dengan begitu
pentingnya pemberian informasi akan meningkatkan pengetahuan dan wawasan
seseorang. Pengetahuan dapat menjadikan seseorang memiliki kesadaran sehingga
seseorang akan berperilaku sesuai pengetahuan yang dimiliki. Perubahan perilaku
yang dilandasi pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif bersifat langgeng
karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri bukan paksaan. Dengan
40

meningkatkan pengetahuan tentang osteoporosis dapat mencegah meningkatnya


kejadian osteoporosis.
Opini
Apa arti pengetahuan …………
Mengapa terjadi……… (lihat teori… sandingkan dengan data responden
dominan apa???)
Bagaimana hal itu bias terjadi
Bagaimana dampak dan bagaimana solusinya???

4.2.2 Asupan Kalsium Wanita Premenopause


Berdasarkan hasil penelitian Tessa Sjahriani, dkk (2017), didapatkan bahwa
sebagian responden dengan asupan kalsium pada wanita premenopause
didapatkan wanita yang asupan kalsiumnya baik adalah sebanyak 82 reponden
(64,1%), wanita yang memiliki asupan kalsiumnya rendah atau kurang yaitu
sebanyak 46 respoden (35,9%). Penelitian Prastiwi Putri Basuki, dkk (2017)
menunjukkan hasil dari 77 responden asupan sumber kalsium responden yang
baik 8 responden (10,4%), asupan sumber kalsium cukup 6 responden (7,8%), dan
asupan sumber kalsium kurang 63 responden (81,8%). Didukung dari hasil
penelitian Yuniar Safitri Wulandari, dkk (2017) diketahui bahwa dari 30
responden konsumsi kalsiumnya baik sebanyak 8 orang (27%) dan yag cukup
sebanyak 12 orang (40%) sedangkan yang konsumsi kalsiumnya kurang sebanyak
10 orang (33%). (kurang 1 hasil)
Kalsium adalah mineral yang paling banyak ditemukan dalam tubuh
manusia, mencapai jumlah 2% dari berat total tubuh, 99% kalsium tersebut berada
dalam jaringan keras, tulang dan gigi, sedangkan 1% berada dalam darah dan
tersebar luas di dalam tubuh, baik dalam cairan ekstraseluler maupun cairan
intraseluler. Kalsium termasuk ke dalam salah satu makro elemen, yaitu mineral
yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang lebih dari 1000 mg sehari
(Nurrahmani, 2017:15). Sumber kalsium untuk tubuh terbagi menjadi dua, yaitu
hewani dan nabati. Sumber kalsium dari pangan hewani antara lain susu dan
olahannya seperti keju dan yoghurt. Golongan ikan seperti teri, sarden, salmon,
kerang dan aneka ikan air tawar juga kaya akan kalsium. Sedangkan sumber
41

kalsium dari bahan pangan nabati adalah kacangkacangan seperti kacang panjang,
kacang hijau, kacang merah, dan kacang kapri. Kalsium juga terdapat dalam buah-
buahan, seperti jeruk, jambu biji, apel, advokad, salak dan sawo (Irianto,
2014:20). Asupan kalsium yang cukup akan mencegah osteoporosis.
Berdasarkan fakta dari hasil penelitian terkait dengan teori didapatkan
kesamaan teori yang dibuktikan hasil penelitian yaitu terdapat hubungan tingkat
pengetahuan tentang osteoporosis asupan kalsium dengan asupan kalsium pada
premenopause, sama dengan teori yang diungkapkan (Tessa Sjahriani dkk
2017:32). Berdasarkan teori bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan baik
tentang kesehatan cenderung akan berperilaku sehat. Pemberian informasi akan
meningkatkan pengetahuan seseorang. Menurut Hardayati, (2013:75) tingkat
pengetahuan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku setiap individu untuk
menjaga pola hidup yang baik dengan memperhatikan pola makan sehat dan
olahraga secara teratur, dan konsumsi kalsium yang cukup untuk kebutuhan
tubuh. Berdasarkan fakta dari hasil penelitian terkait dengan teori didapatkan
kalsium adalah mineral yang paling banyak ditemukan dalam tubuh manusia,
mencapai jumlah 2% dari berat total tubuh, 99% kalsium tersebut berada dalam
jaringan keras, tulang dan gigi, sedangkan 1% berada dalam darah dan tersebar
luas di dalam tubuh, baik dalam cairan ekstraseluler maupun cairan intraseluler
(Nurrahmani, 2017:15).

Mana opini saudara dari artikel di atas, karena opini di alinea ini semua kata
peneliti atau dari ahli/sumber

4.2.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan


Kalsium Pada Wanita Premenopause
Berdasarkan penelitian Tessa Sjahriani, dkk (2017), hasil uji statistik Chi-
square diperoleh nilai pvalue = 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna atau signifikan antara tingkat pengetahuan osteoporosis
dengan asupan kalsium. Didukung dari penelitian Soke dkk, diketahui hasil analisa
untuk menguji hubungan pengetahuan lansia tentang osteoporosis dengan perilaku
mengkonsumsi makanan berkalsium didapatkan p value sebesar 0,036 (p value
42

0,036 <0.05), artinya terdapat hubungan yang bermakna atara hubungan


pengetahuan lansia tentang osteoporosis dengan perilaku mengkonsumsi makanan
berkalsium. Penelitian Yuniar Safitri Wulamdari, dkk (2017) hasil uji statistik
menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan konsumsi
kalsium dalam tubuh, sesuai hasil uji statistik Spearman menunjukan p = 0,002
dengan tingkat korelasi r = 0,478. Hasil penelitian Prastiwi Putri Basuki, dkk
(2017) berdasarkan uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara pengetahuan tentang osteoporosis dengan perilaku konsumsi kalsium dengan
nilai p 0,007 dengan correlation coefficient 0,307.
Tingkat pengetahuan menurut Tessa dkk, (2017:22) sangat mempengaruhi
sikap dan perilaku setiap individu untuk menjaga pola hidup yang baik. Pada
tingkat pengetahuan osteoporosis berpengaruh terhadap kejadian angka
osteoporosis yang semakin meningkat setiap tahunnya sehingga kejadian
osteoporosis harus diwaspadai. Pencegahan Osteoporosis dapat dilakukan dengan
meningkatkan tingkat pengetahuan terhadap masyarakat mengenai faktor risiko
dan penyebab osteoporosis. Sementara itu, peningkatkan kesadaran masyarakat
dalam mencegah osteoporosis secara dini dapat dilakukan dengan memperhatikan
pola makan sehat dan olahraga secara teratur, dan konsumsi kalsium yang cukup
untuk kebutuhan tubuh. Menurut Hardayati, (2013:22) tingkat pengetahuan sangat
mempengaruhi sikap dan perilaku setiap individu untuk menjaga pola hidup yang
baik dengan memperhatikan pola makan sehat dan olahraga secara teratur, dan
konsumsi kalsium yang cukup untuk kebutuhan tubuh. Pengetahuan lansia tentang
osteoporosis dapat diperolehmelalui media elektronik, iklan maupun penyuluhan,
beberapa penelitian menunjukkan 37.5% diperoleh melalui media elektronik.
Berdasarkan teori bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan baik tentang
kesehatan cenderung akan berperilaku sehat. Pemberian informasi akan
meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengetahuan dapat menjadikan seseorang
memiliki kesadaran sehingga seseorang akan berperilaku sesuai pengetahuan yang
dimiliki. Perubahan perilaku yang dilandasi pengetahuan, kesadaran dan sikap
yang positif bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri
bukan paksaan (Notoatmodjo, 2014:53). Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam terbentuknya tindakan seseorang, Perilaku
43

yang didasari oleh pengetahuan yang baik tentunya akan melahirkan perilaku
yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki (Wawan A. dan Dewi M, 2017:14)
Menurut Penelitian Melva dkk (2020:44) Osteoporosis merupakan kondisi
atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah.
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa
tulang dan jaringan tulang yang megakibatkan menurunnya kekuatan tulang dan
meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga menyebabkan tulang mudah patah.
Osteoprosis pada lansia dapat terjadi karena berbagai faktor, tidak hanya karena
usia yang menua, tetapi juga karena faktor-faktor lain, seperti genetik, jenis
kelamin, hormon yang menurun, kebiasaan merokok, postur tubuh kecil (kurus),
kurang beraktivitas fisik, kurangnya paparan sinar matahari, konsumsi obat-
obatan yang menurunkan massa tulang, asupan kalsium dari makanan yang
rendah, konsumsi alkohol, kafein, minuman bersoda. Peran masyarakat sangat
penting dalam menangani dan melakukan pencegahan terhadap penyakit
osteoporosis dengan berusaha melakukan perubahan gaya hidup yang lebih sehat.
Rendahnya kesadaran masyarakat dalam dan banyaknya yang menganggap
osteoporosis hanya akan terjadi setelah seseorang menjadi tua. Sedangkan pada
lansia yang kurang pengetahuannya tentang penyakit osteoporosis tidak
mengetahui dampak dan risiko yang dapat terjadi karena penyakit tersebut.
Menurut Nurrahmani, (2017:54) kalsium adalah mineral yang paling banyak
ditemukan dalam tubuh manusia, mencapai jumlah 2% dari berat total tubuh, 99%
kalsium tersebut berada dalam jaringan keras, tulang dan gigi, sedangkan 1%
berada dalam darah dan tersebar luas di dalam tubuh, baik dalam cairan
ekstraseluler maupun cairan intraseluler. Kalsium termasuk ke dalam salah satu
makro elemen, yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang
lebih dari 1000 mg sehari. Sumber kalsium untuk tubuh terbagi menjadi dua, yaitu
hewani dan nabati. Sumber kalsium dari pangan hewani antara lain susu dan
olahannya seperti keju dan yoghurt. Golongan ikan seperti teri, sarden, salmon,
kerang dan aneka ikan air tawar juga kaya akan kalsium. Sedangkan sumber
kalsium dari bahan pangan nabati adalah kacangkacangan seperti kacang panjang,
kacang hijau, kacang merah, dan kacang kapri. Kalsium juga terdapat dalam buah-
44

buahan, seperti jeruk, jambu biji, apel, advokad, salak dan sawo. Asupan kalsium
yang cukup akan mencegah osteoporosis (Irianto, 2014:20).
Berdasarkan fakta dari hasil penelitian terkait dengan teori didapatkan
kesamaan teori yang dibuktikan hasil penelitian yaitu terdapat hubungan tingkat
pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita
premenopause, sama dengan teori yang diungkapkan (Tessa Sjahriani dkk
2017:22). Berdasarkan teori bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan baik
tentang kesehatan cenderung akan berperilaku sehat. Pemberian informasi akan
meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengetahuan dapat menjadikan seseorang
memiliki kesadaran sehingga seseorang akan berperilaku sesuai pengetahuan yang
dimiliki. Menurut Penelitian Yuniar Safitri Wulamdari, dkk (2017:34) dijelaskan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang
osteoporosis dan konsumsi kalsium dalam tubuh, diuraikam dari tingkat
pengetahuan responden yaitu 9 orang (30%) baik dan 14 orang (47%) dengan
tingkat pengetahuan cukup, sedangkan 7 orang (32%) kurang, ini karena sebagian
besar tingkat pendidikan responden adalah SD. Pada umumnya semakin tinggi
pendidikan maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Pengetahuan
itu sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, simbul,
prosedur teknik dan teori.
Bahas Opini saudara dengan artikel di atas
Apa artinya ada hubungan
Mengapa ada hubungan (lihat teori faktor
Bagaimana hal itu busa terjadi (kaitkan dengan data dasar responden
Dampak dan solusinya apa????

4.3 Keterbatasan Study Literatur


Selama proses pengumpulan dan perangkuman litaratur terdapat beberapa
keterbatasan yang dialami oleh peneliti, adapun keterbatasan tersebut sebagai
berikut:
4.3.1 Proses pencarian literatur masih belum terlalu maksimal, karena
keterbatasan dalam menentukan memilih kata kunci yang tepat, sehingga
artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi tidak banyak.
45

4.3.2 Tidak adanya tahapan pelaksanaan SOP dalam artikel


4.3.3 Penelitian masih dalam lingkup 2 variabel yaitu hubungan tingkat
pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita
premenopause.
4.3.4 Masih belum banyak artikel yang dipublish di jurnal penelitian tentang
hubungan tingkat pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium
pada wanita premenopause.
4.3.5 Dari ke 4 jurnal dijelaskan bahwa ada 3 jurnal mengatakan adanya
hubungan yang sagnifikan antar hubungan tingkat pengetahuan tentag
osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita premenopause dengan
nilai p 0,007 dan correlation coefficient 0,307. Sedangkan ada 1 jurnal yang
kurang menjelaskan adanya hubungan dengan konsumsi kalsium pada
wanita premenopause.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan metode literature riview sebanyak 4
artikel atau jurnal tentang hubungan tingkat pengetahuan tentang osteoporosis
dengan asupan kalsium pada wanita premenopause.
5.1.1 Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis
Berdasarkan hasil penelitian Tessa Sjahriani, dkk (2017), didapatkan bahwa
dari 128 responden didapatkan wanita yang memiliki tingkat pengetahuan tentang
osteoporosis yang baik adalah sebanyak 75 responden (58,6%) dan wanita yang
memiliki tingkat pengetahuan yang kurang adalah sebanyak 53 responden
(41,4%). Penelitian Prastiwi Putri Basuki, dkk (2017) menunjukkan hasil dari 77
responden yang memiliki pengetahuan baik tentang osteoporosis sebanyak 9
responden (11,7%), responden dengan pengetahuan cukup 40 responden (51,9%),
dan responden dengan pengetahuan kurang 28 responden (36,4%).
5.1.2 Asupan Kalsium Wanita Premenopause
Berdasarkan hasil penelitian Tessa Sjahriani, dkk (2017), didapatkan bahwa
sebagian responden dengan asupan kalsium pada wanita premenopause
didapatkan wanita yang asupan kalsiumnya baik adalah sebanyak 82 reponden
(64,1%), wanita yang memiliki asupan kalsiumnya rendah atau kurang yaitu
sebanyak 46 respoden (35,9%). Penelitian Prastiwi Putri Basuki, dkk (2017)
menunjukkan hasil dari 77 responden asupan sumber kalsium responden yang
baik 8 responden (10,4%), asupan sumber kalsium cukup 6 responden (7,8%), dan
asupan sumber kalsium kurang 63 responden (81,8%).
5.1.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan
Kalsium Pada Wanita Premenopause
Berdasarkan penelitian Tessa Sjahriani, dkk (2017), hasil uji statistik Chi-
square diperoleh nilai pvalue = 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna atau signifikan antara tingkat pengetahuan osteoporosis
dengan asupan kalsium. Didukung dari penelitian Soke dkk, diketahui hasil
analisa untuk menguji hubungan pengetahuan lansia tentang osteoporosis dengan
perilaku mengkonsumsi makanan berkalsium didapatkan p value sebesar 0,036 (p

45
46

value 0,036 <0.05), artinya terdapat hubungan yang bermakna atara hubungan
pengetahuan lansia tentang osteoporosis dengan perilaku mengkonsumsi makanan
berkalsium.
Dapat di simpulkan dari jurnal penelitian bahwa pencegahan osteoporosis
dapat dilakukan dengan meningkatkan tingkat pengetahuan terhadap masyarakat
mengenai faktor risiko dan penyebab osteoporosis. Sementara itu, peningkatkan
kesadaran masyarakat dalam mencegah osteoporosis secara dini dapat dilakukan
dengan memperhatikan pola makan sehat dan olahraga secara teratur, dan
konsumsi kalsium yang cukup untuk kebutuhan tubuh. Pentingnya tingkat
pengetahuan wanita premenopause tentang osteoporosis dengan asupan kalsium
untuk menjaga pola hidup yang baik agar menjaga kepadatan tulang. Maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna atau signifikan antara
tingkat pengetahuan osteoporosis dengan asupan kalsium, dilihat dari hasil uji
statistik Chi-square diperoleh nilai pvalue = 0,005.

5.2 Conflict of Interest


Dalam proses penyusunan dan pelaksanaan penelitian dengan metode
literature review ini, semua dilakukan untuk kepentingan pendidikan sebagai
syarat menyelesaikan pendidikan.
47

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M., & Wirjadmadi, B. 2019 Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. AKG (2018). Angka Kecukupan
Gizi Energi, Protein yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Lapiran
Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2020.
Basuki, 2017; Hidayah et al., 2019; Listianingrum, 2018; Puspareni et al., 2020;
Situmorang & Manurung, 2020; Sjahriani & Wulandari, 2017; Sriwiyati &
Putri, 2019)
Badan Pusat Statistik (BPS). 2018. Data penduduk umur 60 tahun ke atas menurut
provinsi berdasarkan keadaan kesehatan. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Basuki, P. P. (2017). Pengetahuan Tentang Osteoporosis. Jurnal MIKKI,
Hartono M. 2019. Mencegah dan mengatasi osteoporosis. Cetakan I. Jakarta
Puspa Swara
Hidayah, N., Kholidah, D., & Mustafa, A. (2019). Edukasi Gizi Dengan Media
Booklet Terhadap Tingkat Pengetahuan, Asupan Kalsium Dan Aktivitas
Fisik Untuk Mencegah Osteoporosis Pada Lansia Nutrition Education With
the Media Booklet Against the Level of Knowledge, Calcium Intake and
Physical Activity To P. Jurnal Pendidikan Kesehatan, 8 (1),
http://ojs.poltekkes-malang.ac.id/index.php/jpk/article/view/661
Komnas Lansia. 2018. Buku pedoman lansia. Jakarta: Komisi Nasional Lanjut
Usia. Marjan AQ. 2019. Hubungan antara pola konsumsi pangan dan
aktivitas fisik dengan kejadian osteoporosis pada lansia di panti Werdha
Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan
Listianingrum, A. (2018). Osteoporosis, Rasio Kalsium dan RASIO ASUPAN
KALSIUM DAN ASUPAN FOSFOR SERTA AKTIVITAS FISIK
TERKAIT NILAI BONE MASS DENSITY (BMD) PADA LANSIA
OSTEOPOROSIS. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia (JIKI), 4(2), 150.
https://doi.org/10.31290/jiki.v(4)i(2)y(2018).
Puspareni, L. D., Wardhani, S., & Fauziyah, A. (2020). Edukasi Gizi Untuk
Pencegahan Osteoporosis Pada Lansia Di. 8(November),
48

Rukmoyo, Tedjo. 2018. Buku ajar osteoporosis.FK UGM, Yogyakarta.


elisa.ugm.ac.id diakses pada tanggal 30 januari 2019.
Situmorang, P., & Manurung, M. (2020). Hubungan Pengetahuan Dengan Upaya
Pencegahan Dini Osteoporosis Wanita Usia 45-60 Tahun. Jurnal
Keperawatan Priority, 3(2), 62–68. https://doi.org/10.34012/jukep.v3i2.969
Sjahriani, T., & Wulandari, I. P. (2017). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan
Tentang Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause
Di Puskesmas Cinangka Banten Tahun 2017. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan
Kesehatan, 5(1).
Sriwiyati, L., & Putri, S. O. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempeng Aruhi
MotivAsi.
Wirakusmah, E.S. (2018). Mencegah Osteoporosis Lengkap Dengan 39 Jus dan
38 Resep. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Diunduh dari:
http://books.google.co.id/books?id=voPEmYEwjXwC&pg=PA1&dq=
osteoporosis#PPP1, M1. Diakses 19 Januari 2020
49

Lampiran Jurnal Penelitian


28
28
YAYASAN EKA HARAP SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3227707

LEMBAR KONSULTASI UJIAN AKHIR PROGRAM


MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 KERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021

Nama : Kris Kelana

NIM : 2017.C.09a.0849

Ketua Penguji : Agustina Nugrahini, S.Kep., Ners., M.Si

1. Maria Adelheid Ensia, S. Pd., M.Kes

2. Septian Mugi Rahayu, Ners., M.Kep

Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang


Osteoporosis Dengan Asupan Kalsiun Pada Wanita
Premenopause
KEGIATAN BIMBINGAN SKRIPSI

NAMA : Kris Kelana


NIM : 2017.C.09a.0849
PRODI : S1 Keperawatan Tingkat IV A
DOSEN : Maria Adelheid Ensia,S.Pd.,M.Kes

Catatan Pembimbing Tanda Tangan


No Hari/Tgl/Waktu
Pembimbing Mahasiswa
1. Selasa, 22 Juni 1. BAB 4
2021 - Uraikan sesuai catatan
panduan
- Prolog dibuat
- Perbaiki Karakteristik
2. BAB 5
- Lengkapi kesimpulan
- Saran Maria Adelheid Kris Kelana
Ensia,S.Pd.,M.Kes

2. Senin, 12 Juli 1. Perbaiki keterbatasan study


2021 literatur
2. BAB 5
- Lengkapi kesimpulan
- Saran

Maria Adelheid Kris Kelana


Ensia,S.Pd.,M.Kes

3. Senin, 19 Juli 1. Cek Kembali halaman


2021 penelitian
2. Perhatikan isi materi dari bab
1-5
3. Persiapan ujian

Maria Adelheid Kris Kelana


Ensia,S.Pd.,M.Kes

4. Kamis, 22 Juli ACC

Maria Adelheid Kris Kelana


Ensia,S.Pd.,M.Kes
KEGIATAN BIMBINGAN PROPOSAL

NAMA : Kris Kelana


NIM : 2017.C.09a.0849
PRODI : S1 Keperawatan Tingkat IV A
DOSEN : Septian Mugi Rahayu,Ners.,M.Kep

Catatan Pembimbing Tanda Tangan


No Hari/Tgl/Waktu
Pembimbing Mahasiswa
1. Rabu , 9 Juni 2021 1. Perbaiki tahap
pengumpulan data di BAB
3 masih ada Bahasa
proposal.
2. Perbaiki karakteristik
responden diuraikan per
jurnal.
3. Perbaiki analisis studi ada
bahasa proposal dan di
bagian hasil penelitian
jurnal 4 dilengkapi hasil
seperti jurnal yang lainnya.
4. Perbaiki pembahasan masih
ada bahasa proposal. Septian Mugi Kris Kelana
5. Perbaiki semua point di Rahayu,Ners.,M.Ke
pembahasan coba p
menganalisa dan
mengaitkan dengan
karakteristik responden
pada masing-masing jurnal.
6. Perbaiki keterbatasan study
literatur
7. Perbaiki kesimpulan
jabarkan jurnal.
8. Perbaiki penulisan cetak
miring
2. Selasa, 29 Juni 1. Cari Jurnal penelitian yang
2021 sesuai dengan variabel anda
2. Perbaiki pembahasan anda
dan sesuaikan variabel
dengan judul anda
3. Perbaiki judul tabel
4. Perbaiki tabel
karakteristik responden
5. Uraikan lebih tajam lagi
antara jurnal penelitian
dengan karakteristik
responden
6. Perbaiki keterbatasan studi
literature
7. Perbaiki bab 5 kesimpulan
uraikan mengapa semua
jurnal ada hubungannya. Septian Mugi Kris Kelana
Rahayu,Ners.,M.Ke
p
3. Rabu, 7 Juli 2021 1. Perbaiki poin karakteristik
responden catumkan data
yang dominan saja
2. Perbaiki analisis literatur
berdasarkan poin-poin
variabel
3. Perbaiki poin pembahasan
di dukungan keluarga
catumkan data dukungan
keluarga yang dominan,
lengkapi data karakteristik
lansia jika ada.
4. Perbaiki teori-teori disetiap
variabel pembahasan.
5. Lengkapi opini apakah
sudah sesuai dengan teori dan
fakta.
6. Perbaiki keterbatasan Septian Mugi Kris Kelana
study sesuai masukan. Rahayu,Ners.,M.Ke
7. Persiapan Ujian p

Anda mungkin juga menyukai