SKRIPSI
(LITERATUR REVIEW)
Oleh:
Kris Kelana
(NIM : 2017.C.09a.0849)
(huruf kapital/besar)
SKRIPSI
Oleh:
Kris Kelana
(NIM : 2017.C.09a.0849)
SURAT PERYATAAN
KEASLIAN KARYA TULIS BEBAS PLAGIAT
iii
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Kris Kelana
NIM : 2017.C.09a.0849
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul Karya Tulis : Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis
Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause
Palangka Raya,..……………….2021
Peneliti
Meterai
6000
Kris Kelana
LEMBAR PERSETUJUAN
iv
Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan
Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause
Nama : Kris Kelana
NIM : 2017.C.09a.0849
Pembimbing I Pembimbing II
(Maria Adelheid Ensia, S.Pd, M.Kes.) (Septian Mugi Rahayu, Ners., M.Kep.)
v
Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis
Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause
Nama : Kris Kelana
NIM : 2017.C.09a.0849
PANITIA PENGUJI
(TTD)
Mengetahui
Ketua unit pelaksana
Studi Sarjana Keperawatan,
PENGESAHAN SKRIPSI
vi
Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan
Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause
Nama : Kris Kelana
NIM : 2017.C.09a.0849
Mengetahui,
Mengetahui
Ketua Ketua unit pelaksana
STIKes Eka Harap, Studi Sarjana Keperawatan,
MOTTO
vii
Akan Menghianati Hasil”
viii
Kris Kelana, 2021
Email : krisnamaharja@gamil.com
ABSTRAK
ix
CORRELATION OF KNOWLEDGE LEVEL OF OSTEOPOROSIS WITH
CALCIUM INTAKE IN PREMONOPAUSE WOMEN
Email : krisnamaharja@gamil.com
ABSTRACT
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis, panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul
“Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan Asupan
Kalsium Pada Wanita Premenopause” dengan baik dan lancar.
Penulis sangat menyadari bahwa pada penulisan ini masih menemukan
kesulitan, tetapi berkat bimbingan dan dorongan dan berbagai pihak akhirnya
penulis dapat memperbaiki dan melengkapinya sehingga terselesaikan dengan
baik. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengungkapkan banyak terimakasih
kepada yang terhormat:
1. Bapak DR, dr Andryansyah Arifin MPH, Selaku Ketua Yayasan Eka Harap
Palangka Raya yang telah menyediakan saranan dan prasrana kepada
penulis dalam menempuh pendidikan di STIKES Eka Harap.
2. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M. Kes. selaku ketua STIkes Eka Harap
yang menyediakan sarana prasaran kepada penulis dan mengikuti
pendidikan di STIKES Eka Harap palangka Raya dan sekaligus
Pembimbing I yang telah membantu dam membimbing saya dalam
pembuatan Skripsi ini, sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu.
3. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M. Kep. Selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
STIKES Eka Harap, yang memberikan dukungan dalam penyelesaian
Skripsi ini.
4. Ibu Septian Mugi Rahayu, Ners., M. Kep Selaku Pembimbing II yang juga
telah membantu saya dalam menyelesaikan Skripsi ini dan bersedia
membagikan ilmunya dalam membantu saya menyelesaikan Skripsi ini.
5. Ibu Agustina Nugrahini, S.Kep., Ners, M.Si. Selaku Ketua Penguji Skripsi
yang telah memberikan segala masukan.
6. Segenap Dosen dan Staf Program Studi Sarjana Keperawatan STIKES Eka
Harap Palangka Raya.
7. Kepada kedua orang tua saya, terimakasih atas dukungan serta doa yang
selalu diberikan kepada saya, terlebih lagi kepada Ranying Hatalla Langit
xi
karena penyertaan dan pimpinannya saya dapat menyelesaikan studi saya
tepat pada waktunya.
8. Selmi Aprinati yang telah memberikan bantuan, saran, semangat, dan
motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.
9. Untuk sahabat saya yang selau mendukung saya dalam penulisan Skripsi ini.
10. Seluruh rekan-rekan mahasiswa (i) Program Studi Sarjana Keperawatan
STIKES Eka Harap Palangka Raya Tingkat IVA Angkatan IX Tahun
2020/2021 yang telah memberikan bantuan, masukkan dan saran dalam
penyelesaian Skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu di harapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih. Semoga
penulisan Skripsi ini dapat berguna bagi pembaca khusunya untuk mahasiswa
keperawatan.
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
HALAMAN JUDUL.........................................................................................ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................1
1.2 RumusanMasalah.....................................................................................3
1.3 TujuanPenelitian......................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................3
1.4.1 Perkembangan IPTEK.....................................................................3
1.4.2 Mahasiswa.......................................................................................3
xiii
2.3.1 Definisi Osteoporosis...........................................................................18
2.3.2 Etiologi.................................................................................................18
2.3.3 Klasifikasi............................................................................................19
2.3.4 Manifestasi Klinis................................................................................19
2.3.5 Patofisiologi........................................................................................ 20
2.3.6 Pencegahan Osteoporosis....................................................................21
2.3.7 Penatalaksanaan Medis........................................................................23
2.3.8 Pemeriksaan Diagnostik .....................................................................25
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan............................................................................................ 50
5.2 Conflict Of Interst.................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1 Kriteria Kelayakan Literature Review Penelitian Hubungan Tingkat
Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada
Wanita Premenopause
Tabel 4.1 Daftar Karakteristik Literatur Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang
Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause
Tahun 2021
Tabel 4.2 Rangkuman Analisis Studi Literatur Review Hubungan Tingkat
Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada
Wanita Premenopause
xv
DAFTAR BAGAN
Hal
Bagan 3.1 Diagram Flow Seleksi Literature Review Hubungan Tingkat
Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan Asupan Kalsium Pada Wanita
Premenopause
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
Hal
Lampiran 1 Artikel Penelitian “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang
Osteoporosis Dengan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause Di
Puskesmas Cinangka Banten Tahun 2017”
Lampiran 2 Artikel Penelitian “Hubungan Pengetahuan Tentang Osteoporosis
Pada Wanita Menopause Dengan Konsumsi Kalsium Dalam Tubuh
Di Lowokwaru Malang Tahun 2017
Lampiran 3 Artikel Penelitian “Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dan
Kepadatan Tulang Hubungannya Dengan Konsumsi Kalsium Pada
Wanita Dewasa Muda Tahun 2019”
Lampiran 4 Artikel Penelitian “Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dan
Perilaku Konsumsi Makanan Sumber Kalsium Pada Wanita
Premenopause Pundong Bantul Yogyakarta Tahun 2017”
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Pembimbing I dan II
xvii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
densitas tulang yang normal. Dampak dari penderita osteoporosis yaitu beresiko
mengalami fraktur, kecacatan, ketergantungan pada orang lain, gangguan
psikologis sehingga menurunkan kualitas dan fungsi hidup (Hikmiyah dan Martin,
2017:82).
Berdasarkan Latar belakang di atas masalah Osteoporosis masuk dalam
daftar 10 penyakit degeneratif utama di dunia. Oleh sebab itu, maka perlu
dilakukan pencegahan terhadap lansia agar tidak terkena penyakit osteoporosis
dengan cara menambah tingkat pengetahuan keluarga dan lansia membiasakan
berperilaku hidup sehat, yaitu dengan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium dan
berolahraga atau beraktivitas fisik secara rutin (Purwaningsih and Ade Irma
Kharaini 2018:82). Maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang
‘’Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan Asupan Kalsium
Pada Wanita Premenopause”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu Bagaimana “Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan
Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause”.?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
Bagaimana Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan
Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause.
1.2 Manfaat Penelitian
1.4.1 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) diharapkan Hasil penelitian
ini dapat di pergunakan sebagai pengembangan ilmu, pengetahuan dan teknologi
dalam bidang keperawatan keperawatan Gerontik.
1.4.2 Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dan mena
mbah wawasan dalam ilmu keperawatan Gerontik terutama tentang Hubungan
Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis dengan Asupan Kalsium Pada Wanita
Premenopause.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara
untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.
1) Proses Perilaku “TAHU”
perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati
langsung dari maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Sedangkan sebelum
mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni:
a) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b) Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik
pada stimulus.
c) Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan baik
buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap
responden sudah lebih baik lagi.
d) Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru.
e) Adaption, dan sikapnya terhadap stimulus menyimpulkan bahwa pengadopsian
perilaku yang melalui proses seperti diatas dan didasari oleh pengetahuan,
kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (ling
lasting) namun sebaliknya jika perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran, maka perilaku tersebut bersifat sementara atau tidak akan
berlangsung lama. Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek
fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai
gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya
yang ditentukan dan di pengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana
fisik dan sosial budaya.
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Sarana Ilmu (2018:16) faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan, sebagai berikut:
2.1.5.1 Faktor Internal
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang
9
N= sp x 100%
sm
Keterangan:
N = Nilai pengetahuan
Sp = Skor yang didapat
Sm= Skor tertinggi maksimum
Selanjutnya persentase jawaban diintervensikan dalam kalimat kualitatif
dengan acuan sebagai berikut:
1) Baik : Hasil presentase 76% - 100%
2) Cukup : Hasil presentase 56% - 75%
3) Kurang : Hasil presentase < 56%
berat tubuh. Kandungan normal kalsium darah adalah 9-11 mg per 100 mL.
Sekitar 48% serum kalsium adalah adalah ionik, di mana 46% dalam senyawa
protein darah, sisanya dalam bentuk senyawa kompleks yang mudah berdifusi,
seperti dalam bentuk sitrat (Oenzil, 2015:17).
2.2.2 Fungsi Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak dibutuhkan tubuh. Itu
artinya, kalsium berperan penting dalam hampir seluruh proses metabolisme
tubuh, tidak semata hanya berurusan dengan masalah metabolisme tulang.
Kalsium berperan dalam proses-proses vital tubuh. Peran kalsium dalam tubuh
dipaparkan di bawah ini:
1) Kalsium berperan dalam pembentukan tulang di masa awal kehidupan dan
pemeliharaannya di masa datang. Itulah mengapa ibu hamil sangat perlu
memerhatikan asupan kalsium selama proses kehamilannya. Jika tidak, selama
proses pembentukan organ, janin akan terancam kekurangan kalsium dan dan
akan mempengaruhi kesempurnaan fisiknya di kemudian hari.
2) Anak-anak memerlukan kalsium untuk pertembuhan tulang dan gigi mereka.
Anak yang kekurangan kalsium akan mengalami kerentanan masalah pada 12
gigi. Orang dewasa membutuhkan kalsium untuk terus-menerus meremajakan
sistem tulang dan giginya.
3) Asupan kalsium yang cukup akan mencegah osteoporosis. Bila tidak mendapat
cukup kalsium dari makanan, tubuh akan mengambilnya dari “bank kalsium”
pada persendian tangan, kaki dan tulang panjang lainnya. Kekurangan
konsumsi kalsium dalam waktu lama akan mengakibatkan tulang
mengambilnya langsung dari tulang-tulang padat. Hal ini mengakibatkan
tulang keropos dan mudah patah (osteoporosis).
4) Penyimpaan glikogen. Kalsium berperan dalam proses penyimpanan glikogen.
Bila tidak ada kalsium, tubuh akan merasakan lapar terus-menerus karena tidak
dapat menyimpan glikogen.
5) Melancarkan fungsi otot, otak dan sistem saraf. Otot, otak dan sistem saraf
membuthkan kalsium agar agar dapat berfungsi optimal. Kalsium sangat
berperan dalam proses kontraksi otot, konduksi listrik jantung dan fungsi otak.
12
dapat dikurangi 9 dengan memberikan filtrat per oral ataupun asam lemak atau
fosfat berlebihan (Setyawati, 2016:28).
Kalsium di dalam feses terkandung dari diet yang tak diabsorbsi, juga
kalsium yang keluar dari plasma ke dalam usus. Dari masukan sehari-hari 25
mmol (1 kg) kalsium, 2,5-7,5 (0,1-0,3 g) diekskresikan ke dalam urin dan sisanya
ditemukan di dalam feses. Hampir semua kalsium yang difiltrasi akan diabsorbsi
kembali. Kalsium berlaku sebagai zat ambang dan bila kadar kalsium turun maka
eksresinya ke dalam urin berhenti.
Pada fungsi ginjal yang normal jumlah kalsium yang diekskresikan ke dalam
urin meningkat karena kadar kalsium serum meningkat. Sekitar 2,5 mmol (0,1 g)
kalsium hilang setiap hari pada kulit dan keringat (Setyawati,2016:29).
Transpor kalsium dalam usus halus dimediasi oleh proses transpor yang
tersusun kompleks dan diregulasi oleh calcitropic hormonest, yaitu:1,25-(OH)2D3
and hormon paratiroid (PTH). Hormon-hormon lain, seperti glukokortikoid,
prolaktin dan estrogen berperan sebagai regulator absorpsi kalsium di usus halus.
Absorpsi kalsium di usus halus dapat melalui 2 mekanisme, yaitu aktif dan pasif.
Transpor kalsium aktif terjadi terutama di duodenum dan proximal jejunum,
sementara transpor pasif terjadi pada seluruh usus halus. Usus besar juga mampu
mengabsorpsi kalsium namun hal tersebut masih kontroversial. Duodenum adalah
tempat absorpsi kalsium yang paling efisien karena dapat mengambil kalsium
bahkan pada keadaan diet sangat rendah kalsium melalui mekanisme aktif, juga
memiliki seluruh komponen bagi transpor kalsium melalui jalur transcellular dan
paracellular (Muliani, 2017:15).
2.2.6 Akibat dari kekurangan kalsium
Beberapa akibat yang timbul apabila seseorang kekurangan kalsium (Almat
sier, 2014:39), diantaranya yaitu:
2.2.6.1 Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan.
2.2.6.2 Kadar kalsium darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau
kejang. Kepekaan serabut saraf dan pusat saraf terhadap rangsangan
meningkat, sehingga terjadi kejang otot misalnya pada kaki. Tetani dapat
terjadi pada ibu hamil yang makanannya terlalu sedikit mengandung
14
kalsium atau terlalu tinggi mengandung fosfor. Tetani kadang terjadi pada
bayi baru lahir yang diberi minuman susu sapi yang diencerkan yang
mempunyai rasio kalsium, fosfor rendah.
2.2.6.3 Kurangnya kalsium dan paparan sinar matahari pagi dan sore akan
menyebabkan elemen tulang tidak dapat mengendap secara normal,
sehingga timbul penyakit rachitis. Ciri-ciri utamanya adalah kelainan pada
tulang rusuk, kaki tipe O atau X.
2.2.6.4 Kurangnya kadar kalsium akan mengurangi daya kontraksi otot jantung.
Hal tersebut dapat menimbulkan berbagai macam penyakit jantung. e.
Kehilangan kalsium dari tulang sesudah usia 50 tahun akan menyebabkan
osteoporosis. Osteoporosis adalah gangguan tulang yang ditandai oleh
kekuatan tulang yang mengarah kepada peningkatan risiko fraktur,
demikianlah pentingnya kekuatan tulang dalam terjadinya risiko patah
tulang. Sedangkan tulang yang rendah 12 kepadatan tulangnya adalah
salah satu faktor risiko yang paling utama untuk terjadinya fraktur (Rosi
Pratiwi, 2017:41).
Osteoporosis merupakan gangguan atau penyakit pada tulang, di mana
densitas atau kepadatan tulang berkurang atau menurun. Densitas ini menurun
akibat berkurangnya kadar deposit kalsium dalam tubuh dan menurunnya protein
tulang. Akibat nyata dari osteoporosis adalah jaringan tulang yang semakin tipis
dan rapuh serta mudah terkena fraktur (patah tulang). Umumnya osteoporosis
menyerang jenis tulang pipa/tulang panjang, tulang belakang dan tulang pelvis
tulang panggul (Sefrina, 2017:17).
Ketika seseorang menua, tulang mengalami pengeroposan, sehingga
tulang menjadi rapuh. Tulang berfungsi sebagai perlekatan otot-otot yang salah
satunya juga berfungsi untuk pergerakan manusia. Tulang orang dewasa sudah
terbentuk menjadi tulang padat. Disebut sebagai tulang padat karena matriks yang
dimiliki oleh tulang lebih padat, namun masih terdapat rongga-rongga kecil pada
matriks tulang. Proses pembentukan kepadatan tulang ini sangat dipengaruhi oleh
hormon estrogen dan pada pria juga dipengaruhi oleh hormon testosteron
(Purnamasari, 2017:48).
15
berlebih (maraton, atlit) pada usia muda, terutama anak perempuan yang telah
haid akan menyebabkan haidnya terhenti karena kekurangan estrogen sehingga
penyerapan kalsium berkurang dengan segala akibatnya (Kemenkes RI,
2015:49).
2) Faktor metabolik
a) Penyakit
Pada orang yang menderita diabetes mellitus atau kencing manis lebih mudah
mengalami osteoporosis. Insulin merangsang pengambilan asam amino ke sel
tulang sehingga meningkatkan pembentukan kolagen. Kontrol gula yang buruk
juga akan memperberat metabolisme vitamin D pada penyakit tiroid atau
gondok. Kadar hormon tiroid tinggi atau berlebihan sehingga menyebabkan
penurunan massa tulang, begitu pula pada hipotiroid yang diberi pengobatan
hormon tiroksin. Beberapa penyakit seperti penyakit hati kronis, gagal ginjal
kronis serta beberapa kanker tertentu dikaitkan dengan timbulnya kerapuhan
tulang misalnya kanker sumsum tulang (Kemenkes RI, 2015:52).
3) Faktor diet
a) Asupan kalsium dan vitamin D rendah
Kalsium dan vitamin D adalah mineral penting dalam pertumbuhan tulang.
Vitamin berperan dalam penyerapan kalsium di usus, jika kalsium dalam darah
berkurang maka kalsium dalam tulang akan dikeluarkan ke dalam darah
sehingga tulang menjadi cepat keropos. (Nurmi 2014:23) menunjukkan bahwa
setengah dari pasien patah tulang pinggul akut mengalami hipovitaminosis D.
b) Asupan kafein dan fosfat berlebihan
Diet yang kaya akan fosfor misalnya diet tinggi protein atau banyak minum -
minuman bersoda menurunkan kalsium tulang. Ini disebabkan oleh fosfor yang
mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang. Pola makan yang
banyak mengandung protein, garam dan kafein akan meningkatkan risiko
tulang keropos (Tandra, 2016:59).
halus seperti spons yang disebut trabekular (20% dari massa tulang) dan jarigan
dasar tulang mengandung sel – sel tulang (Osteosit) yang terdiri dari Osteoklas
penghancur dan Osteoblas pembentuk (Gomez, 2017:53).
Siklus resorbsi dan pembentukan tulang terjadi sepanjang hidup, pada masa
kanak-kanak pembentukan tulang lebih banyak dari pada proses resorbsi tulang,
namaun keadaan ini menurun secara bertahap selama masa dewasa muda dan pada
usia 25-35 tahun kedua proses ini berada dalam keseimbangan, sampai akhirnya
proses resorbsi lebih banyak dari pada pembentukan tulang, yang biasanya
dimulai pada usia 35 tahun sehingga secara bertahap jaringan tuang akan
menghilang bersama dengan kandungan mineralnya (kalsium) terutama pada
bagian trabecular tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang dimulai karena
salah satu fungsi estrogen adalah mempertahankan tingkat remodeling tulang yang
normal, sehingga ketika estrogen turun, tingkat resorbsi tulang menjadi lenih
tinggi dari pada pormasi tulang yang mengakibatkan berkurangnya masa tulang
(Lane,2018:30).
2.3.6 Pencegahan Osteoporosis
Ada 2 bentuk pencegahan osteoporosis yang pertama adalah menghindari
osteoporosis dan yang kedua adalah pencegahan keparahan sesudah osteoporosis
mulai berkembang (Lane, 2018:34). Namun kedua bentuk pencegahan tersebut
tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena bentuk pencegahan yang digunakan
untuk menghindari osteoporosis juga berguna untuk mencegah keparahan sesudah
osteoporosis terjadi. Beberapa bentuk pencegahan osteoporosis yaitu:
2.3.6.1 Kalsium
Kalsium mungkin merupakan mineral yang paling sering diberikan untuk
merawat osteoporosis karena efek kalsium pada tulang langsung berkaitan dengan
pembentukan tulang. Seiring dengan usia, keseimbangan kalsium pada
kebanyakan orang dewasa akan berubah dan jumlah kalsium yang diserap
semakin kecil sehingga meningkatkan hormon parathiroid, yang menarik kalsium
dari tulang kedalam aliran darah sehingga masa tulang berkurang. Ketika kalsium
mulai ditambah, level hormon parathiroid kembali kekondisi normal dalam
beberapa minggu, resorbsi berkurang, dan dalam waktu satu atau dua tahun, masa
tulang sedikit meningkat.
22
2.3.6.2 Vitamin D
Vitamin D meningkatkan metabolisme tulang dengan meningkatkan
penyerapan kalsium dalam usus, selain itu vitamin D juga dapat meningkatkan
aktivitas osteoklas, sel pembentuk tulang, jadi dosis ringan vitamin D dan kalsium
secara bersamaan akan mengurangi resiko patah tulang.
2.3.6.3 Olahraga
Tulang kita merespon tekanan dan tarikan. Ketika kita berolahraga, otot-
otot kita menekan tulang sehingga tulang menjadi semakin kuat. Studi tentang
olahraga dan masa tulang secara umum menunjukkan bagaimana pria dan wanita
yang melakukan latihan yang menyangga tubuh tiga sampai lima kali seminggu
umumnya memiliki masa tulang yang sedikit lebih besar ketimbang orang yang
tidak melakukannya. Ada beberapa jenis latihan yang bisa dilakukan, yaitu:
1) Weight- bearing, impact exercise
Latihan ini termasuk aktivitas yang membuat kita bergerak tegak melawan
gravitasi yang berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tulang. Terdiri dari
high- impact exercise yang dilakukan oleh orang yang memiliki massa tulang
kuat dan tidak menderita osteoporosis dan low- impact exercise dilakukan oleh
orang yang memiliki massa tulang rendah dan menderita osteoporosis. Jenis
high- impact exercise yaitu dancing, high- impact aerobic, jogging, lari dan
tenis, sedangkan jenis low- impact exercise yaitu low- impact aerobic dan
berjalan.
2) Resistance and strengthening exercises
3) Latihan ini termasuk aktivitas yang menggunakan gravitasi sebagai
tahannannya, namun kita hanya menggerakkan salah satu bagian tubuh saja
secara bergantian. Beberapa contoh latihan ini yaitu bertahan dan berdiri diatas
jari kaki dan angkat beban.
4) Non impact activities (balance, functional, and posture exercises)
Latihan ini membantu meningkatkan keseimbangan, postur dan pergerakan
dalam aktivitas sehari- sehari, latihan ini juga membantu meningkatkan
kekuatan tulang dan menurunkan risiko jatuh dan kerusakan tulang, contohnya
23
Tai- chi dan yoga. Balance exercise menguatkan lengan dan melatih
keseimbangan, posture exercise meningkatkan postur dan mengurangi bentuk
bahu yang miring serta mengurangi risiko fraktur terutama pada tulang
belakang, functional exercise dapat meningkatkan pergerakan yang bisa
membantu aktivitas sehari- hari misalnya jika kita memiliki masalah saat
bangun dari kursi atau saat menaiki tangga serta menurunkan risiko jatuh dan
fraktur.
(2) (Pemberian estrogen saat ini masih pro dan kontra, sehingga pemberiannya
perlu berhati-hati dan harus diberikan oleh ahlinya.)
(3) Kombinasi estrogen dan progesteron
(a) Testosteron
(b) Steroid anabolik
(c) Non-hormonal
(d) Kalsitonin
(e) Bifosfonat
(f) Kalsium
(g) Vitamin D dan metabolismenya
(h) Tiasid fitoestrogen (berasal dari tumbuhan: semangi, kedelai, kacang
tunggak)
2.3.8 Pemeriksaan Diagnostik
Penentuan massa tulang secara radiologis penting untuk menentukan
diagnosis osteoporosis meliputi:
2.3.8.1 Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi untuk menilai densitas tulang sangat tidak sensitif.
Nilai diagnostik pemeriksaan radiologi biasa untuk menilai osteoporosis dini,
kurang memuaskan, karena pemeriksaan ini baru dapat mendeteksi osteoporosis
setelah penurunan densitas massa tulang lebih dari 30%. Gambaran radiologi yang
khas pada osteoporosis adalah penipisan kortek dan daerah trabekular yang lebih
lusen. Hal ini akan terlihat akan tampak terlihat pada tulang-tulang vertebra yang
memberikan gambaran picture-frame vertebra. Pada tulang-tulang vertebra,
pemeriksaan radiologi anteoposterio dan lateral sangat baik untuk mencari adanya
fraktur kompresi, fraktur baji atau fraktur bikonkaf (Setiyohadi, 2017:45).
2.4.6.2 Pemeriksaan densitas massa tulang
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan presisi
untuk menilai densitas massa tulang, sehingga dapat digunakan untuk menilai
faktor prognosis, prediksi fraktur dan diagnosis osteoporosis. Berbagai metode
yang dapat digunakan untuk menilai massa tulang adalah single photon
absorptiometry (SPA), dual photon absorptiometry (DPA), X-ray Absorptiometry
27
(ada dua jenis, yaitu Single X-ray Absorptiometry = SXA dan Dual Energy X-ray
Absorptiometry = DEXA) dan quantitative computer tomography (QCT)
Setiyohadi, (2017:23).
Indikasi pemeriksaan densitrometri tulang menurut International Society of
Clinical Densitometry (ISCD 2016:27) adalah:
1) Wanita usia ≥ 65 tahun tanpa memperhatikan faktor risiko klinik.
2) Pria ≥ 70 tahun, tanpa memperhatikan faktor risiko klinik.
3) Wanita muda postmenopause dan pria usia 50-69 tahun berdasarkan memiliki
profil faktor risiko klinis.
4) Wanita perimenopause dengan faktor risiko patah tulang seperti berat badan
rendah, riwayat patah tulang dengan trauma ringan atau obat berisiko tinggi.
5) Orang dewasa yang memiliki patah tulang setelah usia 50 tahun.
6) Orang dewasa dengan kondisi (misalnya, rheumatoid arthritis) atau konsumsi
obat (misalnya, glukokortikoid, dosis harian prednisone ≥ 5 mg atau setara
selama ≥ 3 bulan) yang berhubungan dengan massa tulang yang rendah atau
keropos tulang.
7) Siapapun yang dipertimbangkan akan mendapat terapi farmakologis untuk
osteoporosis.
8) Menghentikan estrogen pada wanita postmenopause harus dipertimbangkan
untuk pengujian kepadatan tulang.
9) Sebagai monitor terhadap terapi osteoporosis yang diberikan.
2.3.8.3 Pemeriksaan X-ray absorptiometry
Pesawat X-ray absorptiometry menggunakan radiasi sinar X yang sangat
rendah. Selain itu keuntungan lain densitometer X-ray absorptiometry
dibandingkan DPA (Dual Photon Absorptiometry) dapat mengukur dari banyak
lokasi, misalnya pengukuran vertebral dari anterior dan lateral, sehingga pengaruh
bagian belakang corpus dapat dihindarkan, sehingga presisi pengukuran lebih
tajam. Ada dua jenis Xray absorptiometry yaitu: SXA (Single X-ray
Absorptiometry) dan DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry). Saat ini gold
standard pemeriksaan osteoporosis pada laki-laki maupun osteoporosis
pascamenopause pada wanita adalah DEXA, yang digunakan untuk pemeriksaan
vertebra, collum femur, radius distal, atau seluruh tubuh (Setiyohadi, 2017:50)
28
BAB 3
METODE PENELITIAN
28
29
Data sebagai sumber literatur yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti-peneliti terdahulu. Adapun sumber data sekunder yang didapat berupa
artikel jurnal nasional. Dalam pencarian sumber literatur data sekunder peneliti
menggunakan database Google Scoolar dan Portal Garuda dengan menggunakan
Keyword “Tingkat Pengetahuan” OR “Osteoporosis” OR “Asupan kalsium” OR
“Wanita Premenopause”.
3.4 Seleksi Literatur
Peneliti menguraikan proses dan hasil seleksi artikel yang ditemukan
menggunakan diagram flow dengan tahapan seleksi yaitu identifikasi, screening,
kelayakan, dan kriteria inklusi (Nursalam, 2020 : 4)
Berdasarkan hasil pencarian literatur melalui database Google Scholar dan
Portal Garuda dengan menggunakan kata kunci Keyword “Tingkat Pengetahuan”
OR “Osteoporosis” OR “Asupan kalsium” OR “Wanita Premenopause” dan range
time tahun 2017 hingga 2021, peneliti berhasil mendapatkan 150 artikel nasional.
Hasil Screening pencarian berdasarkan judul yang disesuaikan dengan tema serta
variabel, dan berdasarkan abstrak (didalam abstrak tidak ditemukan hasil atau
pembahasan terkait variabel yang diteliti) didapatkan 35 artikel, dan hasil
pencarian yang dikeluarkan 115 artikel karena tidak sesuai dengan judul dan
abstrak. Peneliti memeriksa kelayakan artikel ditemukan artikel full text sebanyak
20, dan artikel yang di eksklusi 15 karena tidak full text. Lalu peneliti memeriksa
berdasarkan kriteria inklusi sesuai PICOS didapatkan 4 artikel yang bisa
dipergunakan karena sesuai kriteria inklusi, sedangkan 17 artikel dieksklusi
karena tidak memenuhi kriteria inklusi sesuai PICOS. Seleksi literatur
ditampilkan dalam bagan diagram flow. Peneliti menguraikan proses dan hasil
seleksi artikel yang ditemukan dalam bagan seperti berikut:
31
34
35
4. Prastiwi Putri Basuki, dan Pundong Bantul, Cross sectional 77 Hasil penelitian ditemukan bahwa ada
Eraime Haryany JP (2017) Yogyakarta hubungan yang signifikan antara pengetahuan
38
4.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian dengan menggunakan literatur review dari 4 artikel
penelitian yang terdahulu yang berhasil didapatkan dan dianalisis oleh peneliti,
maka peneliti menemukan adanya hubungan tingkat pengetahuan tentang
osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita premenopause. Dalam
pembahasan mengandung unsur FTO (Fakta, Teori, Opini), selain itu dalam
pembahasan mempehatikan 3C+2S yaitu kesamaan (compare), ketidaksamaan
(contras), memberikan pandangan (criticize), menggabungkan (synthesize),
meringkas (summarize) sebagai berikut :
4.2.1 Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis
Berdasarkan hasil penelitian Tessa Sjahriani, dkk (2017), didapatkan bahwa
dari 128 responden didapatkan wanita yang memiliki tingkat pengetahuan tentang
osteoporosis yang baik adalah sebanyak 75 responden (58,6%) dan wanita yang
memiliki tingkat pengetahuan yang kurang adalah sebanyak 53 responden
(41,4%). Penelitian Prastiwi Putri Basuki, dkk (2017) menunjukkan hasil dari 77
responden yang memiliki pengetahuan baik tentang osteoporosis sebanyak 9
responden (11,7%), responden dengan pengetahuan cukup 40 responden (51,9%),
dan responden dengan pengetahuan kurang 28 responden (36,4%). Didukung dari
hasil penelitian Yuniar Safitri Wulandari, dkk (2017) diketahui bahwa dari 30
responden bahwa tingkat pengetahuan sebagian besar memiliki pengetahuan
cukup yaitu sebanyak 14 rang (47%) dan yang memiliki pengetahuan baik tentang
osteoporosis sebanyak 9 orang (30%) sedangkan yang memiliki pengetahuan
kurang tentang osteoporosis sebanyak 7 orang (23%). (Kurang 1)
Menurut (Notoatmodjo, 2014:45) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya). Dengan sendirnya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan presepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan orang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera pengelihatan (mata). Pengetahuan merupakan
39
kalsium dari bahan pangan nabati adalah kacangkacangan seperti kacang panjang,
kacang hijau, kacang merah, dan kacang kapri. Kalsium juga terdapat dalam buah-
buahan, seperti jeruk, jambu biji, apel, advokad, salak dan sawo (Irianto,
2014:20). Asupan kalsium yang cukup akan mencegah osteoporosis.
Berdasarkan fakta dari hasil penelitian terkait dengan teori didapatkan
kesamaan teori yang dibuktikan hasil penelitian yaitu terdapat hubungan tingkat
pengetahuan tentang osteoporosis asupan kalsium dengan asupan kalsium pada
premenopause, sama dengan teori yang diungkapkan (Tessa Sjahriani dkk
2017:32). Berdasarkan teori bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan baik
tentang kesehatan cenderung akan berperilaku sehat. Pemberian informasi akan
meningkatkan pengetahuan seseorang. Menurut Hardayati, (2013:75) tingkat
pengetahuan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku setiap individu untuk
menjaga pola hidup yang baik dengan memperhatikan pola makan sehat dan
olahraga secara teratur, dan konsumsi kalsium yang cukup untuk kebutuhan
tubuh. Berdasarkan fakta dari hasil penelitian terkait dengan teori didapatkan
kalsium adalah mineral yang paling banyak ditemukan dalam tubuh manusia,
mencapai jumlah 2% dari berat total tubuh, 99% kalsium tersebut berada dalam
jaringan keras, tulang dan gigi, sedangkan 1% berada dalam darah dan tersebar
luas di dalam tubuh, baik dalam cairan ekstraseluler maupun cairan intraseluler
(Nurrahmani, 2017:15).
Mana opini saudara dari artikel di atas, karena opini di alinea ini semua kata
peneliti atau dari ahli/sumber
yang didasari oleh pengetahuan yang baik tentunya akan melahirkan perilaku
yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki (Wawan A. dan Dewi M, 2017:14)
Menurut Penelitian Melva dkk (2020:44) Osteoporosis merupakan kondisi
atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah.
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa
tulang dan jaringan tulang yang megakibatkan menurunnya kekuatan tulang dan
meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga menyebabkan tulang mudah patah.
Osteoprosis pada lansia dapat terjadi karena berbagai faktor, tidak hanya karena
usia yang menua, tetapi juga karena faktor-faktor lain, seperti genetik, jenis
kelamin, hormon yang menurun, kebiasaan merokok, postur tubuh kecil (kurus),
kurang beraktivitas fisik, kurangnya paparan sinar matahari, konsumsi obat-
obatan yang menurunkan massa tulang, asupan kalsium dari makanan yang
rendah, konsumsi alkohol, kafein, minuman bersoda. Peran masyarakat sangat
penting dalam menangani dan melakukan pencegahan terhadap penyakit
osteoporosis dengan berusaha melakukan perubahan gaya hidup yang lebih sehat.
Rendahnya kesadaran masyarakat dalam dan banyaknya yang menganggap
osteoporosis hanya akan terjadi setelah seseorang menjadi tua. Sedangkan pada
lansia yang kurang pengetahuannya tentang penyakit osteoporosis tidak
mengetahui dampak dan risiko yang dapat terjadi karena penyakit tersebut.
Menurut Nurrahmani, (2017:54) kalsium adalah mineral yang paling banyak
ditemukan dalam tubuh manusia, mencapai jumlah 2% dari berat total tubuh, 99%
kalsium tersebut berada dalam jaringan keras, tulang dan gigi, sedangkan 1%
berada dalam darah dan tersebar luas di dalam tubuh, baik dalam cairan
ekstraseluler maupun cairan intraseluler. Kalsium termasuk ke dalam salah satu
makro elemen, yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang
lebih dari 1000 mg sehari. Sumber kalsium untuk tubuh terbagi menjadi dua, yaitu
hewani dan nabati. Sumber kalsium dari pangan hewani antara lain susu dan
olahannya seperti keju dan yoghurt. Golongan ikan seperti teri, sarden, salmon,
kerang dan aneka ikan air tawar juga kaya akan kalsium. Sedangkan sumber
kalsium dari bahan pangan nabati adalah kacangkacangan seperti kacang panjang,
kacang hijau, kacang merah, dan kacang kapri. Kalsium juga terdapat dalam buah-
44
buahan, seperti jeruk, jambu biji, apel, advokad, salak dan sawo. Asupan kalsium
yang cukup akan mencegah osteoporosis (Irianto, 2014:20).
Berdasarkan fakta dari hasil penelitian terkait dengan teori didapatkan
kesamaan teori yang dibuktikan hasil penelitian yaitu terdapat hubungan tingkat
pengetahuan tentang osteoporosis dengan asupan kalsium pada wanita
premenopause, sama dengan teori yang diungkapkan (Tessa Sjahriani dkk
2017:22). Berdasarkan teori bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan baik
tentang kesehatan cenderung akan berperilaku sehat. Pemberian informasi akan
meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengetahuan dapat menjadikan seseorang
memiliki kesadaran sehingga seseorang akan berperilaku sesuai pengetahuan yang
dimiliki. Menurut Penelitian Yuniar Safitri Wulamdari, dkk (2017:34) dijelaskan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang
osteoporosis dan konsumsi kalsium dalam tubuh, diuraikam dari tingkat
pengetahuan responden yaitu 9 orang (30%) baik dan 14 orang (47%) dengan
tingkat pengetahuan cukup, sedangkan 7 orang (32%) kurang, ini karena sebagian
besar tingkat pendidikan responden adalah SD. Pada umumnya semakin tinggi
pendidikan maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Pengetahuan
itu sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, simbul,
prosedur teknik dan teori.
Bahas Opini saudara dengan artikel di atas
Apa artinya ada hubungan
Mengapa ada hubungan (lihat teori faktor
Bagaimana hal itu busa terjadi (kaitkan dengan data dasar responden
Dampak dan solusinya apa????
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan metode literature riview sebanyak 4
artikel atau jurnal tentang hubungan tingkat pengetahuan tentang osteoporosis
dengan asupan kalsium pada wanita premenopause.
5.1.1 Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis
Berdasarkan hasil penelitian Tessa Sjahriani, dkk (2017), didapatkan bahwa
dari 128 responden didapatkan wanita yang memiliki tingkat pengetahuan tentang
osteoporosis yang baik adalah sebanyak 75 responden (58,6%) dan wanita yang
memiliki tingkat pengetahuan yang kurang adalah sebanyak 53 responden
(41,4%). Penelitian Prastiwi Putri Basuki, dkk (2017) menunjukkan hasil dari 77
responden yang memiliki pengetahuan baik tentang osteoporosis sebanyak 9
responden (11,7%), responden dengan pengetahuan cukup 40 responden (51,9%),
dan responden dengan pengetahuan kurang 28 responden (36,4%).
5.1.2 Asupan Kalsium Wanita Premenopause
Berdasarkan hasil penelitian Tessa Sjahriani, dkk (2017), didapatkan bahwa
sebagian responden dengan asupan kalsium pada wanita premenopause
didapatkan wanita yang asupan kalsiumnya baik adalah sebanyak 82 reponden
(64,1%), wanita yang memiliki asupan kalsiumnya rendah atau kurang yaitu
sebanyak 46 respoden (35,9%). Penelitian Prastiwi Putri Basuki, dkk (2017)
menunjukkan hasil dari 77 responden asupan sumber kalsium responden yang
baik 8 responden (10,4%), asupan sumber kalsium cukup 6 responden (7,8%), dan
asupan sumber kalsium kurang 63 responden (81,8%).
5.1.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis Dengan Asupan
Kalsium Pada Wanita Premenopause
Berdasarkan penelitian Tessa Sjahriani, dkk (2017), hasil uji statistik Chi-
square diperoleh nilai pvalue = 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna atau signifikan antara tingkat pengetahuan osteoporosis
dengan asupan kalsium. Didukung dari penelitian Soke dkk, diketahui hasil
analisa untuk menguji hubungan pengetahuan lansia tentang osteoporosis dengan
perilaku mengkonsumsi makanan berkalsium didapatkan p value sebesar 0,036 (p
45
46
value 0,036 <0.05), artinya terdapat hubungan yang bermakna atara hubungan
pengetahuan lansia tentang osteoporosis dengan perilaku mengkonsumsi makanan
berkalsium.
Dapat di simpulkan dari jurnal penelitian bahwa pencegahan osteoporosis
dapat dilakukan dengan meningkatkan tingkat pengetahuan terhadap masyarakat
mengenai faktor risiko dan penyebab osteoporosis. Sementara itu, peningkatkan
kesadaran masyarakat dalam mencegah osteoporosis secara dini dapat dilakukan
dengan memperhatikan pola makan sehat dan olahraga secara teratur, dan
konsumsi kalsium yang cukup untuk kebutuhan tubuh. Pentingnya tingkat
pengetahuan wanita premenopause tentang osteoporosis dengan asupan kalsium
untuk menjaga pola hidup yang baik agar menjaga kepadatan tulang. Maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna atau signifikan antara
tingkat pengetahuan osteoporosis dengan asupan kalsium, dilihat dari hasil uji
statistik Chi-square diperoleh nilai pvalue = 0,005.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M., & Wirjadmadi, B. 2019 Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. AKG (2018). Angka Kecukupan
Gizi Energi, Protein yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Lapiran
Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2020.
Basuki, 2017; Hidayah et al., 2019; Listianingrum, 2018; Puspareni et al., 2020;
Situmorang & Manurung, 2020; Sjahriani & Wulandari, 2017; Sriwiyati &
Putri, 2019)
Badan Pusat Statistik (BPS). 2018. Data penduduk umur 60 tahun ke atas menurut
provinsi berdasarkan keadaan kesehatan. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Basuki, P. P. (2017). Pengetahuan Tentang Osteoporosis. Jurnal MIKKI,
Hartono M. 2019. Mencegah dan mengatasi osteoporosis. Cetakan I. Jakarta
Puspa Swara
Hidayah, N., Kholidah, D., & Mustafa, A. (2019). Edukasi Gizi Dengan Media
Booklet Terhadap Tingkat Pengetahuan, Asupan Kalsium Dan Aktivitas
Fisik Untuk Mencegah Osteoporosis Pada Lansia Nutrition Education With
the Media Booklet Against the Level of Knowledge, Calcium Intake and
Physical Activity To P. Jurnal Pendidikan Kesehatan, 8 (1),
http://ojs.poltekkes-malang.ac.id/index.php/jpk/article/view/661
Komnas Lansia. 2018. Buku pedoman lansia. Jakarta: Komisi Nasional Lanjut
Usia. Marjan AQ. 2019. Hubungan antara pola konsumsi pangan dan
aktivitas fisik dengan kejadian osteoporosis pada lansia di panti Werdha
Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan
Listianingrum, A. (2018). Osteoporosis, Rasio Kalsium dan RASIO ASUPAN
KALSIUM DAN ASUPAN FOSFOR SERTA AKTIVITAS FISIK
TERKAIT NILAI BONE MASS DENSITY (BMD) PADA LANSIA
OSTEOPOROSIS. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia (JIKI), 4(2), 150.
https://doi.org/10.31290/jiki.v(4)i(2)y(2018).
Puspareni, L. D., Wardhani, S., & Fauziyah, A. (2020). Edukasi Gizi Untuk
Pencegahan Osteoporosis Pada Lansia Di. 8(November),
48
NIM : 2017.C.09a.0849