Anda di halaman 1dari 150

SKRIPSI

KAJIAN PERSEPSI IBU BALITA TENTANG STUNTING DI


WILAYAH PUSKESMAS TARUS KABUPATEN KUPANG

OLEH

SISILIA NOVIAMING
1607010173

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
SKRIPSI

KAJIAN PERSEPSI IBU BALITA TENTANG STUNTING DI


WILAYAH PUSKESMAS TARUS KABUPATEN KUPANG

OLEH:
Sisilia Noviaming
1607010173

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini dengan judul Kajian Persepsi Ibu Balita tentang Stunting di
Wilayah Puskesmas Tarus Kabupaten Kupang, atas nama: Sisilia Noviaming,
NIM: 1607010173 telah dipertahankan di depan Tim Penguji Ujian Skripsi pada
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana pada tanggal pada tanggal 22 Juni 2021, dan disetujui
untuk diperbanyak sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat.

Pembimbing I Pembimbing II

Afrona E. L. Takaeb, S. KM., MHID Helga J. N. Ndun, S. KM, MS


NIP. 19830215 200604 2 001 NIP. 19870224 200812 2 001

Mengetahui

Dekan Ketua Program Studi Ilmu


Fakultas Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana

Dr. Apris A. Adu, S.Pt., M.Kes Dr. Luh Putu Ruliati, S.KM., M.Kes
NIP. 19760813 200112 1 001 NIP. 19710515 199403 2 001

iii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI

Skripsi ini dengan judul: Kajian Persepsi Ibu Balita tentang Stunting di
Wilayah Puskesmas Tarus Kabupaten Kupang, disusun atas nama: Sisilia
Noviaming, NIM: 1607010173 benar-benar telah diuji dan dipertahankan di
depan Tim Penguji Ujian Skripsi pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana pada tanggal 22 Juni
2021.

TIM PENGUJI

1. Afrona E. L. Takaeb, S.KM., MHID 1. ........................

2. Helga J. N. Ndun, S.KM., M.S 2. ...... ..................

3. Ir. Petrus Romeo., M.Kes 3. ........................

Mengetahui

Dekan Ketua Program Studi Ilmu


Fakultas Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Fakultas
Universitas Nusa Cendana Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana

Dr. Apris A. Adu, S.Pt., M.Kes Dr. Luh Putu Ruliati, S.KM., M.Kes
NIP. 19760813 200112 1 001 NIP. 19710515 199403 2 001

iv
KATA PENGANTAR

Pujian dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala anugerah dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat selesai seperti

harapan penulis.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak

terhingga kepada Ibu Afrona E. L. Takaeb, SKM, MHID selaku pembimbing 1

dan Ibu Helga J. N. Ndun, SKM, MS selaku pembimbing 2 yang telah dengan

setia memberikan arahan dan petunjuk serta saran hingga skripsi ini terselesaikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Apris A. Adu, S.Pt, M. Kes, selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana;

2. Ibu Dr. Luh Putu Ruliati, SKM., M.Kes, selaku Ketua Program Studi

Ilmu Kesehatan Masyarakat

3. Bapak Ir. Petrus Romeo M.Kes., selaku penguji ujian skripsi ini

4. Ibu Daniela L. A. Boeky, SKM, M.Kes, selaku Dosen Penasehat

Akademik yang telah membimbing penulis selama menempuh

perkuliahan;

5. Kepala Puskesmas Tarus Kabupaten Kupang beserta seluruh staf yang

telah memberikan datanya guna penyusunan skripsi ini.

6. Ayah Karolus Kuwus dan Ibu Edelburga Mul, serta semua keluarga yang

telah memberikan kasih sayangnya kepada penulis selama menempuh

pendidikan;

v
7. Rekan-rekan seperjuangan di lembaga kemahasiswaan FKM Universitas

Nusa Cendana yang telah berjuang bersama dengan penulis selama di

bangku perkuliahan.

8. Rekan-rekan seangkatan yang tidak dapat disebutkan satu persatu;

9. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang memberikan

balasan kasih yang setimpal untuk semua jasa dan perhatian kita semua.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kategori sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

Kupang, Juni 2021

Penulis

vi
ABSTRAK

KAJIAN PERSEPSI IBU BALITA TENTANG STUNTING DI


WILAYAH PUSKESMAS TARUS KABUPATEN KUPANG.
Sisilia Noviaming, Afrona E. L. Takaeb, Helga. J. N. Ndun. xi + 68
halaman + 9 lampiran
Persepsi adalah salah satu aspek penting dalam mengatasi stunting. Tujuan
penelitian ini mengkaji persepsi ibu balita tentang pengertian, penyebab,
pencegahan dan penanggulangan stunting di wilayah Puskesmas Tarus.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam terhadap 10
orang informan, yaitu enam ibu balita stunting, tiga kader posyandu dan satu
pemegang program gizi. Hasilnya menunjukkan bahwa persepsi ibu tentang
pengertian stunting terfokus pada penampilan fisik, seperti anak terlihat kecil,
pertumbuhan lambat, badan pendek, kurus, lemah, dan kurang gizi.
Dampaknya gampang sakit, lemah, tidak bersemangat, malas gerak, cacat fisik
dan daya tangkap anak berkurang. Penyebab langsung anak tidak diberi ASI,
tidak diimunisasi, cacingan, gizi kurang, ibu tidak mengkonsumsi makanan
bergizi saat hamil, kelahiran premature dan faktor genetik. Informan
berpendapat pencegahan stunting dilakukan dengan memberikan makanan
bergizi, ASI eksklusif, imunisasi, dan kunjungan ANC. Penanggulangan
stunting dilakukan melalui posyandu, mengkonsumsi marungga, obat dan
vitamin, serta aktivitas fisik. Tidak ada informan yang menyatakan faktor
lingkungan, seperti terbatasnya akses terhadap air bersih dan sanitasi dapat
menjadi penyebab tidak langsung terjadinya stunting pada anak. Pencegahan
dan penanggulangan stunting hanya terfokus pada intervensi gizi spesifik tanpa
adanya intervensi gizi sensitif, seperti mencuci tangan dengan air bersih dan
sabun, penggunaan jamban sehat, kebersihan diri dan lingkungan. Dengan
demikian disarankan agar petugas kesehatan memberikan edukasi, intervensi
gizi spesifik dan sensitif pada masyarakat termasuk juga pada remaja.

Kata Kunci : Stunting, Persepsi, Ibu Balita

Daftar Pustaka : 52 (2002-2020)

vii
ABSTRACT

PERCEPTIONS OF MOTHER OF CHILDREN UNDER FIVE YEARS


OLD ABOUT STUNTING IN TARUS COMMUNITY HEALTH CENTER
KUPANG DISTRICT. Sisilia Noviaming, Afrona E. L Takaeb, Helga. J. N
Ndun. xi + 68 pages + 9 attachments
Perception is one of the important aspects in preventing and managing
stunting. The study aimed at exploring the perception of mothers of children
under five about stunting in Tarus Community Health Center. The research
was qualitative research with a phenomenological approach. Data were
collected by in-depth interviews with 10 informants, namely six mothers of
stunting toddlers, three posyandu cadres and one nutrition program holder. The
results showed that mothers tended to perceive stunting on physical
appearance, such as the child looks small, slow growth, short body, thin, weak,
and malnourished. The perceived impact of stunting was associated with the
vulnerability to illness, weakness, lack of enthusiasm, laziness to move,
physical disabilities and reduced cognitive ability. The perceived direct causes
of stunting were unbreastfed, and unimmunized children, worm diseases,
malnutrition in children and pregnant women, premature birth and genetic
factors. Informants stated that stunting were prevented by nutritious food,
exclusive breastfeeding, immunization, and ANC visits. While the condition
could be handled through visiting posyandu, consuming marungga, medicine,
vitamins, and physical activity. None of the informants stated environmental
factors, such as limited access to clean water and sanitation can be indirect
causes of stunting in children. Prevention and control of stunting were solely
focused on specific nutrition interventions without sensitive nutrition
interventions, such as washing hands with clean water and soap, using healthy
latrines, personal and environmental hygiene. Health workers need to provide
education, specific and sensitive nutrition interventions to the community,
including adolescents.

Keywords : Stunting, Perception, Mother Toddler

References : 52 (2002-2020)

viii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

ABSTRAK ............................................................................................................ vi

ABSTRACT ........................................................................................................ viii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiv

DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5

1.3 Fokus Penelitian ........................................................................................ 5

1.4 Tujuan ....................................................................................................... 6

1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................. 6

1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 6

1.5 Manfaat ..................................................................................................... 6

1.5.1 Puskesmas........................................................................................ 6

1.5.2 Ibu Balita ......................................................................................... 7

1.5.3 Peneliti Lain..................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 8

2.1 Tinjauan Umum tentang Persepsi ............................................................. 8

ix
2.1.1 Pengertian Persepsi .......................................................................... 8

2.2 Tinjauan tentang Stunting ......................................................................... 9

2.2.1 Pengertian Stunting ......................................................................... 9

2.2.2 Cara Pengukuran Stunting ............................................................... 9

2.2.3 Penyebab Stunting ......................................................................... 10

2.2.4 Manifestasi klinis .......................................................................... 12

2.2.5 Dampak Stunting ........................................................................... 13

2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Ibu tentang Stunting .......... 14

2.2.7 Intervensi stunting ......................................................................... 15

2.3 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................... 17

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 19

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................................. 19

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 20

3.3 Alur Penelitian ........................................................................................ 21

3.4 Obyek dan Informan Penelitian .............................................................. 22

3.4.1 Obyek ............................................................................................ 22

3.4.2 Informan penelitian ....................................................................... 22

3.5 Definisi Operasional ............................................................................... 25

3.6 Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian .......... 25

3.6.1 Jenis Data....................................................................................... 25

3.6.2 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 26

3.6.3 Instrumen Pengumpulan Data ....................................................... 27

3.7 Teknik Pengolahan, Analisis & Penyajian Data ..................................... 27

3.7.1 Teknik Pengolahan Data................................................................ 27

3.7.2 Analisis Data ................................................................................. 27


x
3.7.3 Penyajian data ................................................................................ 28

3.8 Keabsahan Data ...................................................................................... 29

BAB IV HASIL DAN BAHASAN ..................................................................... 30

4.1 Hasil dan Bahasan ................................................................................... 30

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................30


4.1.2 Sarana dan Prasarana Kesehatan ..................................................32
4.1.3 Sepuluh Penyakit Terbesar ...........................................................34
4.1.4 Karakteristik Informan .................................................................35
4.1.5 Kajian Fokus Penelitian ...............................................................36
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 65

5.1 Simpulan ................................................................................................. 65

5.2 Saran ....................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Definisi Operasional ............................................................................... 25

Tabel 2. Jenis Data, Sumber Informasi, dan Metode ............................................ 28

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin & Kelompok Umur ............ 31

Tabel 4. Jumlah Posyandu dan Kader ................................................................... 32

Tabel 5. Tenaga Kesehatan ................................................................................... 33

Tabel 6. Sepuluh Penyakit Terbesar...................................................................... 34

Tabel 7. Karakteristik Informan ............................................................................ 35

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Panduan Wawancara

Lampiran 2 Transkrip Wawancara

Lampiran 3 Matriks Wawancara

Lampiran 4 Reduksi Data

Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian

Lampiran 6 Rangkuman Data

Kunjungan ANC

Lampiran 7 Kartu Menuju Sehat

Lampiran 8 Sertifikat Kaji Etik

Lampiran 9 Surat Penelitian

xiii
DAFTAR SINGKATAN

ANC : Ante Natal Care

ASI : Air Susu Ibu

HPK : Hari Pertama Kehidupan

JAMPERSAL : Jaminan Persalinan Universal

JKN : Jaminan Kesehatan Nasional

KB : Keluarga Berencana

KEMENKES : Kementrian Kesehatan

LOKUS : Lokasi Fokus

MP- ASI : Makanan Pendamping Asi

PNC : Post Natal Care

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

TNP2K : Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

xiv
DAFTAR ISTILAH

Ante Natal Care : Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan

profesional kepada setiap wanita hamil yang bertujuan

untuk memastikan agar kondisi ibu dan janin sehat

selama kehamilan.

Antropometri : Ilmu yang membahas perihal pengukuran manusia

secara fisik.

Disabilitas : Ketidakmampuan seseorang untuk melakukan suatu

aktivitas tertentu.

Gizi : Substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk

fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan,

pemeliharaan kesehatan.

Hygiene : Serangkaian praktik yang dilakukan untuk menjaga

kesehatan.

Imunisasi : Pemberian vaksin ke dalam tubuh seseorang untuk

memberikan kekebalan terhadap penyakit tertentu.

Intervensi : Tindakan yang dirancang untuk membantu

klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke

tingkat yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan.

Kognitif : Suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu

xv
untuk menghubungkan, menilai dan

mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.

Proses kognitif berhubungan dengan tingkat

kecerdasan (intelegensi) yang menandai seseorang

dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan

kepada ide-ide dan belajar.

Metabolisme : Proses pengolahan zat gizi dari makanan yang telah

diserap oleh tubuh untuk diubah menjadi energi.

Neuron : Unit kerja dasar otak, sel khusus yang dirancang untuk

mengirimkan informasi ke sel-sel saraf, otot, atau sel

kelenjar lainnya.

Obesitas : Suatu gangguan yang melibatkan lemah tubuh

berlebihan yang meningkatkan risiko kesehatan.

Penyakit Degeneratif : Kondisi kesehatan yang menyebabkan jaringan atau

organ memburuk dari waktu ke waktu. Ada cukup

banyak jenis penyakit generatif yang terkait dengan

penuaan, atau memburuk selama proses penuaan.

Post Natal Care : Masa nifas yang dimulai sejak bayi lahir dan

plasentabayi dilahirkan hingga kandungan kembali

seperti saat sebelum hamil.

xvi
Prevalensi : Jumlah kasus lama dan kasus baru

Saliva : Air liur – cairan bening yang dihasilkan dalam mulut

manusia.

Sanitasi : Perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih

dengan maksud mencegah manusia bersentuhan

langsung dengan kotoran dan bahan buangan

berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan

menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.

Sistem Imun : Pertahanan pada organisme untuk melindungi tubuh

dari pengaruh biologis luar dengan mengenali dan

membunuh patogen.

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau

tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur

dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi

median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah

gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi,

gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi.

Jika mengalami stunting di masa yang akan datang anak mengalami kesulitan

dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal, menjadi lebih

rentan terhadap penyakit dan dapat berisiko pada menurunnya tingkat

produktivitas. Secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan

ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2018c; Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan, 2017).

Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 mencatat bahwa prevalensi masalah

stunting anak balita di Indonesia adalah 30,8% (hampir 8 juta anak balita) dan

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menempati urutan pertama prevalensi balita

stunting di Indonesia, dengan angka 42,6% (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2018a). Di NTT, salah satu wilayah dengan prevalensi tertinggi adalah

Kabupaten Kupang yaitu sebesar 41,4% dengan jumlah balita stunting 5.390

balita (Dinkes Provinsi NTT, 2019).

1
2

Masyarakat Indonesia sering menganggap tumbuh pendek sebagai faktor

keturunan. Persepsi yang salah dalam masyarakat membuat masalah ini tidak

mudah diturunkan dan membutuhkan upaya besar dari pemerintah dan berbagai

sektor terkait untuk mengedukasi serta penguatan sistem agar 1.000 HPK, hygiene

dan sanitasi dapat menjadi bagian dari budaya dan kehidupan sosial di masyarakat

(Aryastami, N. K., & Tarigan, 2017). Salah satu faktor yang mempengaruhi

kejadian stunting adalah persepsi (Margawati & Astuti, 2018).

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-

hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan, serta

berfungsi sebagai landasan dalam berperilaku. Kesalahpahaman yang

menganggap stunting disebabkan oleh faktor keturunan dapat menyebabkan orang

tua anak maupun masyarakat luas kedalam sikap pasif, yaitu hanya menerima

kondisi yang ada; sehingga terpaksa harus menanggung semua akibat stunting

sampai anak dewasa. Tanpa informasi yang utuh mengenai pengertian stunting,

penyebab dan dampaknya, maka tidak ada dasar awal pembentukan persepsi yang

memadai. Persepsi dan pemahaman yang akurat, mempermudah keterlibatan

masyarakat dalam program pemerintah mengatasi stunting (Liem, dkk 2019).

Upaya untuk memunculkan persepsi yang memadai pada orang tua, tidak

terlepas dari pengetahuan orang tua khususnya ibu tentang stunting. Pengetahuan

yang baik, akan membuat ibu menyadari pentingnya pencegahan stunting.

Kesadaran ibu akan membentuk pola atau perilaku kesehatan terutama dalam

pencegahan stunting, seperti pemenuhan gizi mulai dari ibu hamil, gizi anak,
3

menjaga lingkungan dan sanitasi rumah yang baik, dan perilaku hidup bersih dan

sehat (Harmoko, 2017)

Ibu sebagai orang pertama dan utama dalam pertumbuhan dan

perkembangan anak mempunyai peran penting dalam penanggulangan stunting,

sehingga pengetahuan ibu tentang gejala, dampak dan cara pencegahan stunting

dapat menentukan sikap dan perilaku ibu dalam pemeliharaan kesehatan

pencegahan stunting. Penelitian Olsa, dkk (2018) menemukan bahwa tingkat

pengetahuan ibu yang sebagian besar baik menyebabkan rendahnya angka

stunting pada anak.

Margawati & Astuti (2018) menemukan ibu dengan anak stunting

mempunyai pengetahuan dan persepsi yang salah mengenai stunting. Menurut

ibu, anak stunting disebabkan oleh faktor keturunan serta berasumsi yang penting

anak sehat, bisa bermain juga tidak rewel, sehingga anak pendek tidak perlu

mendapatkan perhatian khusus, karena stunting bukanlah permasalahan serius

yang perlu ditangani dengan baik. Selanjutnya, sebuah studi formatif yang

melibatkan lebih dari 330 ibu anak balita di Provinsi Sumatera Selatan,

Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Jawa Barat,

Jawa Timur, NTB, NTT, dan Maluku menemukan sebagian besar responden

menganggap keturunan sebagai penyebab anak balita berbadan pendek dan tidak

menganggap “pendek” sebagai masalah kesehatan. Selain itu, 67,1% responden

tidak pernah mendengar/ membaca/mengetahui mengenai istilah “stunting”.

Pantangan bagi ibu hamil yang merugikan dari segi gizi masih dijumpai,

khususnya makanan sumber protein hewani (gurita/cumi) dengan alasan takut


4

bayi terlilit, bayi tidak bersih/bercak, atau melahirkan sulit (Millennium Challenge

Account- Indonesia, 2015)

Hasil penelitian Liem, dkk (2019) di Kabupaten Tanggerang menunjukkan

balita pendek tidak dikaitkan dengan masalah kesehatan maupun gizi, bahkan

responden memandang anak pendek sebagai anak yang pintar. Penelitian lain juga

menemukan adanya perilaku etnik Madura yang mengakibatkan balita berisiko

mengalami stunting seperti praktik pembuangan kolostrum, pemberian makanan

pendamping ASI terlalu dini (kurang dari 6 bulan), kurangnya konsumsi protein

hewani dan tidak memperolehnya imunisasi secara lengkap (Illahi & Muniroh,

2018). Temuan di atas mencerminkan ketidakpedulian para responden terhadap

panjang atau tinggi badan anak balita.

Kabupaten Kupang merupakan salah satu lokasi fokus (lokus) stunting di

NTT yang ditentukan pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2018c). Kecamatan Kupang Tengah adalah daerah dengan jumlah

balita stunting terbanyak di Kabupaten Kupang yaitu sebesar 1.072 balita (Dinkes

Provinsi NTT, 2019). Wilayah Puskesmas Tarus tercatat memiliki 116 balita

sangat pendek dan 300 balita pendek yang tersebar di 8 desa/kelurahan. Hasil

survei awal di wilayah Puskesmas Tarus melalui wawancara dengan ibu balita

stunting menunjukan bahwa masih terdapat ibu yang belum pernah mendengar

istilah stunting dan menganggap stunting sebagai faktor keturunan. Selain itu, ada

ibu balita stunting yang menganggap stunting atau balita pendek disebabkan oleh

faktor kekurangan gizi dan tidak disebabkan oleh faktor lain. Persepsi ini kurang

adekuat karena stunting disebabkan oleh faktor multidimensi (mempunyai


5

berbagai kemungkinan), seperti praktek pengasuhan yang kurang baik, masih

terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care

(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan

pembelajaran dini yang berkualitas, masih kurangnya akses rumah

tangga/keluarga ke makanan bergizi dan kurangnya akses ke air bersih dan

sanitasi (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017).

Selanjutnya, ibu bahkan kurang memahami kiat-kiat atau upaya untuk mencegah

dan menanggulangi stunting. Oleh karena itu, ibu balita stunting di wilayah

Puskesmas Tarus masih memiliki persepsi yang salah mengenai pengertian

stunting, penyebab, pencegahan dan penanggulangan stunting.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti perlu melakukan

penelitian dengan judul Kajian Persepsi Ibu Balita tentang Stunting di Wilayah

Kerja Puskesmas Tarus Kabupaten Kupang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah “Bagaimana persepsi ibu balita tentang stunting di wilayah Puskesmas

Tarus Kabupaten Kupang tahun 2020?”

1.3 Fokus Penelitian

Aspek-aspek yang menjadi fokus dalam penelitian ini, adalah sebagai

berikut.

1. Persepsi ibu balita tentang pengertian stunting

2. Persepsi ibu balita tentang penyebab stunting


6

3. Persepsi ibu balita tentang pencegahan stunting

4. Persepsi ibu balita tentang penanggulangan stunting

1.4 Tujuan

Tujuan penelitian yang akan dicapai pada penelitian ini adalah:

1.4.1 Tujuan Umum

Mengkaji persepsi ibu balita tentang stunting di wilayah Puskesmas Tarus

Kabupaten Kupang tahun 2020.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengkaji persepsi ibu tentang pengertian stunting di wilayah

Puskesmas Tarus Kabupaten Kupang

2. Mengkaji persepsi ibu tentang penyebab stunting di wilayah

Puskesmas Tarus Kabupaten Kupang

3. Mengkaji persepsi ibu tentang pencegahan stunting di wilayah

Puskesmas Tarus Kabupaten Kupang

4. Mengkaji persepsi ibu tentang penanggulangan stunting di wilayah

Puskesmas Tarus Kabupaten Kupang

1.5 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.5.1 Puskesmas

Sebagai informasi mengenai persepsi ibu balita tentang stunting, sehingga

dapat melakukan upaya untuk memunculkan persepsi yang adekuat mengenai


7

stunting pada balita, dengan cara memberikan edukasi pada orang tua

menggunakan metode serta media yang tepat.

1.5.2 Ibu Balita

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi akurat dalam

upaya memunculkan persepsi yang adekuat mengenai stunting pada ibu balita.

1.5.3 Peneliti Lain

Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi khusus tentang

upaya pencegahan stunting maupun referensi untuk mengembangkan variabel lain

yang belum dilakukan dalam penelitian ini.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum tentang Persepsi

2.1.1 Pengertian Persepsi

Persepsi (perception) adalah suatu proses otomatis yang terjadi dengan

sangat cepat dan kadang tidak kita sadari, di mana kita dapat mengenali stimulus

yang kita terima (Notoatmodjo, 2010). Pengaruh psikologi pada persepsi

mencakup kebutuhan, kepercayaan, emosi, dan ekspektasi (yang menghasilkan set

persepsi). Definisi lain menyebutkan bahwa persepsi adalah proses ketika

stimulus yang ditangkap oleh indera kemudian diseleksi, diorganisasi, dan

diinterpretasikan sehingga individu tersebut menyadari dan mengerti apa yang

diinderanya (Walgito, 2017). Persepsi ibu merupakan penginderaan terhadap

stimulus yang kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan oleh ibu untuk

menjadi sesuatu yang berarti hingga kemudian muncul respon berupa reaksi

menerima secara positif untuk mendukung atau tidak menerima dalam bentuk

mengabaikan stimulus tersebut. Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa

persepsi merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang

diinderanya sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang

terintergasi dalam diri individu (Walgito, 2017). Persepsi dan keterkaitannya

dengan stunting adalah persepsi dapat mempengaruhi tindakan individu dalam

mencegah maupun mengatasi permasalahan stunting yang ada dimasyarakat.

8
9

2.2. Tinjauan tentang Stunting

2.2.1 Pengertian Stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari

kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan

gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir

akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita

pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan

panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan

dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006.

Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah

anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan

kurang dari -3SD (severely stunted) (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan, 2017).

2.2.2 Cara Pengukuran Stunting

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/XII/2010 tentang

standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat

pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut

umur (PB/U) atau Tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan istilah

stunting (pendek) dan severely stunting (sangat pendek). Indikator antropometri

seperti tinggi badan menurut umur adalah penting untuk mengevaluasi kesehatan

dan status gizi anak-anak di negara-negara berpenghasilan rendah, karena gizi

buruk masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar (Keputusan


10

Menteri Kesehatan RI Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak,

2011)

2.2.3 Penyebab Stunting

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan

oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi

yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting. Oleh

karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak

balita. Secara lebih detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat

digambarkan sebagai berikut (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan, 2017):

1. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada

masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan sehingga mempengaruhi

persepsi yang berkembang dalam masyarakat khususnya kaum ibu. Hal ini

menyebabkan terjadinya praktek pengasuhan anak yang kurang baik.

Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak

usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2

dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu

Ibu (MP-ASI) yang sedianya harus diperkenalkan ketika balita berusia diatas

6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi,

MP-ASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi

dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan

perkembangan sistem imunologis anak.


11

2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal

Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal

Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan

dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat

kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi

64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan

imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi

sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya akses ke layanan

pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum

terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).

3. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal ini

dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.

Menurut beberapa sumber (RISKESDAS 2013, Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia atau SDKI 2012, Survei Sosial Ekonomi Nasional atau

SUSENAS), komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibanding

dengan di New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih

mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke makanan bergizi di

Indonesia juga dicatat telah berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang

mengalami anemia.

4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan

menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air

besar (BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki

akses ke air minum bersih. Salah satu faktor tidak langsung penyebab
12

stunting adalah air dan sanitasi, yang terdiri dari sumber air minum, kualitas

fisik air minum dan kepemilikan jamban (Uliyanti dkk, 2017). Sanitasi dan

air mempengaruhi status gizi stunting pada balita, yaitu melalui penyakit

infeksi yang dialami. Contohnya adalah kejadian diare yang menimpa balita.

Kasus diare sebesar 88% disebabkan karena sumber air yang kurang baik, dan

sanitasi yang tidak sesuai.

2.2.4 Manifestasi klinis

Ciri-ciri stunting menurut Kementerian Desa Pembangunan Daerah

Tertinggal dan Transmigrasi (2017) adalah:

1. Tanda pubertas terlambat

Anak-anak yang mengalami stunting akan mempengaruhi perkembangan

reproduksinya atau masa pubertas. Salah satu tanda pubertas pada remaja

perempuan adalah adanya menstruasi pertama kali yang disebut menarche.

Menarche yang merupakan salah satu perkembangan reproduksi dipengaruhi

status gizi.

2. Perfoma buruk pada tes perhatian dan memori belajar

Menurut Yadika dkk, 2019 terdapat pengaruh stunting terhadap

perkembangan kognitif dan prestasi belajar. Pada kondisi stunting dapat terjadi

gangguan pada proses pematangan neuron otak serta perubahan struktur dan

fungsi otak yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada perkembangan

kognitif. Kondisi ini menyebabkan kemampuan berpikir dan belajar anak

terganggu dan pada akhirnya menurunkan tingkat kehadiran dan prestasi belajar.
13

3. Pertumbuhan gigi terlambat

Menurut Rahman dkk, (2016) terdapat hubungan antara status gizi pendek

dengan tingkat pertumbuhan gigi dan tingkat karies gigi karena stunting

meningkatkan risiko berkurangnya fungsi saliva sebagai buffer, pembersih, anti

pelarut, dan antibakteri rongga mulut.

4. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan eye

contact

5. Pertumbuhan melambat

6. Wajah tampak lebih muda dari usianya

2.2.5 Dampak Stunting

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah stunting tersebut

dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan,

gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan

dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya

kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga

mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan,

penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilititas pada usia

tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya

produktivitas ekonomi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Menurut WHO (2014), dampak dari stunting terdiri dari dampak jangka

pendek dan dampak jangka panjang:

1. Dampak jangka pendek

1) Sisi kesehatan: angka kesakitan dan angka kematian meningkat.


14

2) Sisi perkembangan: penurunan fungsi kognitif, motorik, dan perkembangan

bahasa.

3) Sisi ekonomi: peningkatan pengeluaran kesehatan, peningkatan pembiayaan

perawatan anak sakit.

2. Dampak jangka panjang

1) Sisi kesehatan: perawakan dewasa yang pendek, peningkatan obesitas dan

penyakit penyerta yang berhubungan, penurunan kesehatan reproduksi.

2) Sisi perkembangan: penurunan prestasi belajar, penurunan kapasitas belajar

potensi yang tidak tercapai.

3) Sisi ekonomi: penurunan kapasitas kerja dan produktifitas kerja.

2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Ibu tentang Stunting

Menurut teori Lawrence Green dalam (Notoatmodjo, 2010), faktor

perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:

1. Faktor predisposisi, yaitu faktor yang mempermudah terjadinya perilaku

seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-

nilai, dan tradisi. Misalnya, ketika masyarakat menyerap dan meyakini

informasi bahwa faktor keturunan menentukan postur tubuh, atau individu

yang berbadan tinggi terlahir dari orangtua yang berbadan tinggi, dan

sebaliknya, maka sangat mungkin terbentuklah persepsi sosial dalam

masyarakat tersebut untuk mengaitkan balita pendek dengan faktor keturunan.

2. Faktor pemungkin, adalah faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi

perilaku atau tindakan seseorang, seperti sarana dan prasarana atau fasilitas

untuk terjadinya perilaku kesehatan. Misalnya, seorang ibu mengetahui


15

tentang pentingnya menjaga kualitas kesehatan lingkungan dengan baik.

Sehingga ibu mengupayakan untuk menggunakan air bersih, buang air besar

di WC dan memiliki fasilitas jamban yang layak, sehingga bisa mencegah

terjadinya stunting pada anak. Hal ini sejalan dengan penelitian Torlesse , dkk

(2016) yang menyimpulkan bahwa kejadian stunting lebih tinggi di rumah

tangga yang tidak memiliki sarana jamban dan sumber air minum yang tidak

memenuhi kriteria layak dibandingkan dengan keluarga yang memiliki akses

aman terhadap kedua aspek kesehatan lingkungan tersebut.

3. Faktor penguat, adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya

perilaku. Misalnya, dalam lingkungan masyarakat ada kepercayaan mengenai

pantangan terhadap makanan tertentu, seperti ibu hamil dilarang untuk

mengkonsumsi cumi-cumi dan ikan pari dengan alasan cumi-cumi jika ibu

hamil dikhawatirkan bayi susah dilahirkan karena akan keluar masuk seperti

cumi- cumi. Sedangkan jika mengkonsumsi ikan pari mempunyai alasan

bentuk ikan pari yang tidak lazim sehingga dikhawatirkan akan berpengaruh

terhadap bentuk jasmani anak yang dikandung (Illahi & Muniroh, 2018).

Walaupun seorang ibu tahu bahwa makanan laut mengandung gizi yang baik

untuk pertumbuhan janin, tapi karena melihat anak lain tumbuh dengan sehat

pada tradisi yang sama, ibu pun enggan untuk mengubah tradisi tersebut.

2.2.7 Intervensi stunting

Penanganan stunting dilakukan melalui intervensi spesifik dan intervensi

sensitif pada sasaran 1000 hari pertama kehidupan seorang anak sampai berusia 6

tahun, menurut Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


16

Transmigrasi, 2017:

1. Intervensi gizi spesifik

Intervensi ditujukan kepada ibu hamil dan anak dalam 1000 hari pertama

kehidupan dimana bersifat jangka pendek dan hasilnya dicatat dalam waktu relatif

singkat. Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan.

1) Intervensi dengan sasaran ibu hamil:

(1). Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi

kekurangan energi dan protein kronis

(2). Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat

(3). Mengatasi kekurangan iodium

(4). Menanggulangi cacingan pada ibu hamil

(5). Melindungi ibu hamil dari malaria

2) Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan:

(1). Mendorong inisiasi menyusu dini

(2). Mendorong pemberian ASI eksklusif

3) Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan:

(1). Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi

oleh pemberian MP-ASI

(2). Menyediakan obat cacing

(3). Menyediakan suplementasi zink

(4). Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan

(5). Memberikan perlindungan terhadap malaria

(6). Memberikan imunisasi lengkap


17

(7). Melakukan pencegahan dan pengobatan diare

2. Intervensi gizi sensitif

Intervensi yang ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar

sektor kesehatan dengan sasaran masyarakat umum, tidak khusus untuk sasaran

1000 hari pertama kehidupan

1) Menyediakan dan memastikan akses pada air bersih

2) Menyediakan dan memastikan akses pada sanitasi

3) Melakukan fortifikasi bahan pangan

4) Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB)

5) Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

6) Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal)

7) Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua

8) Memberikan pendidikan anak usia dini

9) Memberikan pendidikan gizi masyarakat

10) Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi serta gizi pada remaja

11) Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin

12) Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi

2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah

lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk

usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal

setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2

tahun (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017).


18

Namun, masyarakat Indonesia sering menganggap tumbuh pendek sebagai

faktor keturunan. Riset yang dilakukan (Millennium Challenge Account-

Indonesia, 2015) menemukan bahwa masyarakat menganggap “pendek”

disebabkan oleh faktor hereditas atau keturunan, selain itu masyarakat tidak

menganggap “pendek” sebagai masalah kesehatan. Persepsi yang salah di

masyarakat tentang stunting membuat masalah ini tidak mudah diturunkan dan

membutuhkan upaya besar dari pemerintah dan berbagai sektor terkait. Persepsi

yang tidak komprehensif berpotensi terhambatnya program pemerintah dalam

meningkatkan status gizi anak balita Indonesia.

Menurut Liem dkk, (2019) persepsi berperan penting mempengaruhi perilaku

karena berfungsi sebagai landasan dalam berperilaku. Ibu balita yang tidak

memiliki persepsi atau pemahaman yang akurat tentang stunting akan bertindak

tanpa arah atau bahkan tidak bertindak sama sekali meskipun ibu balita

dihadapkan pada masalah stunting yang membahayakan balita dimasa yang akan

datang.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang digunakan untuk

meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah instrumen kunci.

Peneliti dikatakan sebagai sebagai instrumen kunci dalam penelitian ini

dikarenakan peneliti yang menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai

sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data,

menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya. Teknik pengumpulan

data dilakukan secara trianggulasi (gabungan) analisis data bersifat induktif dan

hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi

(Sugiyono, 2016). Makna yang dimaksud adalah data yang sebenarnya atau data

yang pasti dan nampak, sehingga penelitian ini tidak menegaskan perihal gagasan

peneliti.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan

fenomenologi. Fenomenologi dapat diartikan ilmu tentang fenomena yang

menampakan diri dari kesadaran peneliti. Dalam arti luas, fenomenologi adalah

ilmu tentang gejala atau hal-hal apa saja yang tampak. Pada penelitian kualitatif,

peneliti mendeskripsikan sesuatu seperti penampilan fenomena, dengan selalu

berfokus pada penggalian, pemahaman, dan penafsiran arti fenomena, peristiwa

dan hubungannya dengan orang biasa dalam situasi tertentu. Tujuannya untuk

memahami atau menggali kenyataan yang dialami atau perilaku tertentu individu

atau kelompok individu serta aspek-aspek yang mendasari suatu perasaan,

19
20

pendapat, dan kejadian (Yusuf, 2016; Kusumawardani, dkk 2015). Peneliti

menggunakan pendekatan fenomenologi dikarenakan peneliti ingin memahami,

mengetahui dan mengkaji fakta atau kenyataan mengenai penyebab tingginya

angka stunting dari aspek sosial terutama yang berkaitan dengan persepsi ibu

balita stunting di wilayah kerja Puskesmas Tarus.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat dan waktu penelitian sangat berpengaruh terhadap hasil yang

diperoleh dalam penelitian. Pemilihan lokasi/tempat harus disesuaikan dengan

tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian kualitatif, sehingga tempat yang

ditentukan benar-benar menggambarkan kondisi informan sesungguhnya

(Saryono & Anggraeni, 2017)

Penelitian dilakukan di rumah dan posyandu ibu balita stunting yang

berada di wilayah kerja Puskesmas Tarus tepatnya di Desa Penfui Timur. Penulis

memilih lokasi penelitian ini dikarenakan Desa Penfui Timur merupakan salah

satu wilayah kerja Puskesmas Tarus yang cakupan wilayahnya sangat luas, selain

itu jumlah balita stunting dengan kategori sangat pendek banyak ditemukan di

Desa ini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2020. Waktu

Pengambilan data dilaksanakan dari bulan Januari-November 2020.


21

3.3. Alur Penelitian

KAJI ETIK

Perijinan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu


Satu Pintu Provinsi Nusa Tenggara Timur

Perijinan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu


Pintu Kabupaten Kupang

Perijinan di Kantor Kecamatan Kupang Tengah

Perijinan di Puskesmas Tarus,


kemudian diarahkan ke Desa Penfui
Timur untuk proses pengambilan data

Pemberian informed consent kepada informan, termasuk


menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian

Mengambil data primer berupa dokumentasi dan wawancara mendalam


kepada informan kunci (ibu balita stunting) yang memenuhi kriteria
inklusi.

Mewawancarai informan tambahan (kader posyandu dan pemegang


program gizi), sebagai salah satu teknik triangulasi, yaitu triangulasi
sumber untuk konfirmasi atau membandingkan jawaban informan kunci
dengan sumber lain. Sehingga dapat diperoleh data yang valid dan
reliabel

Mengelolah data

Menganalisis data

Menyajikan data dan kesimpulan


22

3.4. Obyek dan Informan Penelitian

3.4.1 Obyek

Obyek penelitian merupakan suatu atribut atau nilai dari orang, obyek

kegiatan yang mempunyai variabel tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan

ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2016). Obyek dalam penelitian ini adalah persepsi

ibu balita stunting tentang pengertian, penyebab, cara pencegahan dan

penanggulangan stunting di wilayah Puskesmas Tarus Kabupaten Kupang.

3.4.2 Informan penelitian

Salah satu aspek penting dalam pengumpulan data kualitatif adalah

pemilihan informan. Hal ini dikarena kunci dari keberhasilan penelitian kualitatif

adalah kecermatan memilih informan yang tepat, mampu menjawab pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan peneliti dan bersedia berpartisipasi untuk diwawancarai.

Informan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu informan kunci dan

pendukung. Informan kunci, yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki

informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan tambahan, yaitu

mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam

interaksi sosial yang diteliti (Pradono dkk, 2018; Saleh, 2017)

Informan kunci dalam penelitian ini adalah Ibu balita stunting yang berada

di Desa Penfui Timur wilayah kerja Puskesmas Tarus. Sedangkan informan

pendukung dalam penelitian ini adalah kader posyandu dan pemegang program

gizi puskesmas Tarus. Kader posyandu dan pemegang program gizi puskesmas

Tarus dipilih sebagai informan tambahan dikarenakan mereka adalah orang yang

tahu dan dapat menguatkan jawaban yang diberikan informan kunci. Pada
23

penelitian ini pertanyaan yang diajukan kepada informan tambahan bersifat

konfirmasi atau membandingkan jawaban informan kunci dengan sumber lain.

Selain memberikan pertanyaan konfirmasi, peneliti juga mengajukan pertanyaan

untuk menggali alasan atau situasi yang berkaitan dengan persepsi ibu balita

tentang stunting.

Penentuan informan kunci pada penelitian ini tidak didasarkan pada

jumlah, tetapi berdasarkan kecukupan dan kesesuaian hingga mencapai saturasi

data. Pemilihan informan dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan

selama penelitian berlangsung peneliti memilih orang tertentu yang akan

memberikan informasi, selanjutnya berdasarkan informasi yang didapat dari

informan sebelumnya, peneliti dapat menentukan informan lain yang akan

memberikan informasi lengkap. Oleh karena itu, jumlah informan tidak dapat

ditentukan. Jumlah informan dianggap telah memenuhi apabila informasi yang

didapat telah mencapai saturasi data. Saturasi data terjadi jika dalam proses

analisis data, peneliti menemukan pola yang terulang berkali-kali sehingga tidak

ditemukan informasi yang baru (Sugiyono, 2016; Saryono & Anggraeni, 2017)

Peneliti dalam penelitian ini dapat berhenti dalam menggali informasi,

apabila jawaban yang diperoleh dari ibu balita stunting, terdapat jawaban yang

serupa, sering dan berulang, serta tidak ditemukannya informasi- infromasi yang

baru.

Penentuan atau pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan

teknik purposive sampling, yaitu penentuan sumber informasi dilandasi tujuan

atau pertimbangan tertentu terlebih dahulu, sehingga dapat dipastikan data yang
24

didapat akan sesuai dengan fenomena yang diteliti (Yusuf, 2016). Kriteria inklusi

dan kriteria ekslusi untuk menentukan informan kunci, sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria yang akan menyaring anggota informan secara

teori yang sesuai dan terkait dengan topik dan kondisi penelitian atau dengan

kata lain, kriteria inklusi merupakan ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap

informan (Masturoh & Nauri Anggita, 2018)

1) Ibu yang memiliki balita berusia 12-59 bulan dengan kategori sangat pendek.

Data balita stunting diperoleh dari pengecekan daftar kunjungan balita saat

posyandu

2) Ibu yang bersedia diwawancarai

3) Ibu yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Tarus

2. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah kriteria yang dapat digunakan untuk mengeluarkan

informan dari kriteria inklusi atau dengan kata lain ciri-ciri yang tidak dapat

diambil sebagai informan (Masturoh & Nauri Anggita, 2018)

1) Ibu yang mengalami gangguan jiwa

2) Balita yang tidak diasuh ibu kandung


25

3.5. Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel- Variabel Yang Diteliti

No Variabel Definisi Operasional


1 Persepsi tentang Pemahaman ibu balita stunting tentang definisi
pengertian stunting atau arti stunting, serta dampak yang ditimbulkan
akibat stunting pada balita
2 Persepsi tentang Pemahaman atau pandangan ibu balita stunting
penyebab stunting mengenai hal- hal yang dapat menyebabkan
stunting pada balita
3 Persepsi tentang Pemahaman atau pandangan ibu balita stunting
pencegahan stunting tentang upaya atau kiat-kiat yang dapat dilakukan
untuk mengatasi atau mencegah stuning pada
balita.
4 Persepsi tentang Pemahaman atau pandangan ibu balita stunting
penanggulangan mengenai upaya menanggulangi stunting pada
stunting balita

3.6. Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

3.6.1 Jenis Data

1. Data Primer

Data primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpulan data dari obyek penelitian perorangan, kelompok, dan organisasi

(Sugiyono, 2016). Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan

dokumentasi. Data hasil wawancara berkaitan dengan persepsi ibu balita stunting

tentang stunting.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data, misalnya dokumen- dokumen yang berkaitan dengan

penelitian (Sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari

dokumen-dokumen instansi terkait stunting, misalnya data mengenai jumlah balita


26

stunting yang tersebar di 8 desa/ kelurahan wilayah kerja puskesmas Tarus.

3.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti melalui:

1. Teknik Wawancara Mendalam

Wawancara (interview) adalah suatu kejadian atau proses interaksi antara

pewawancara (interviewer) dan sumber informasi atau orang yang diwawancarai

(interviewee) melalui komunikasi langsung. Dapat pula dikatakan bahwa

wawancara merupakan percakapan tatap muka (face to face) antara pewawancara

dengan sumber informasi, dimana pewawancara bertanya langsung tentang suatu

obyek yang diteliti dan telah dirancang sebelumnya (Yusuf, 2016). Data yang

dihasilkan dari wawancara dapat dikategorikan sebagai sumber primer karena

didapatkan langsung dari sumber pertama.

Dalam penelitian ini, wawancara mendalam dan terbuka yaitu data yang

diperoleh dari kutipan langsung dari orang- orang tentang pengalaman,

pendapatan, pokok soal, perasaan dan pengetahuan (Sugiyono, 2013). Pada saat

pengambilan data, peneliti mendatangi rumah informan atau bisa dilakukan saat

informan tidak berada dirumah. Hal ini dilakukan dalam situasi yang rileks dan

informal sehingga infroman merasa nyaman dan dapat memberikan keterangan

sejujur-jujurnya.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan atau karya seseorang tentang sesuatu

yang sudah berlalu. Dokumen tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa,

atau kejadian dalam situasi sosial yang sesuai dan terkait dengan fokus penelitian
27

adalah sumber informasi yang sangat berguna dalam penelitian kualitatif (Yusuf,

2016). Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti menggunakan perekam suara

untuk merekam pembicaraan dan kamera untuk memotret ketika peneliti sedang

melakukan pembicaraan dengan informan.

3.6.3 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti

itu sendiri atau anggota tim peneliti dibantu dengan pedoman wawancara

(Sugiyono, 2016). Pada penelitian ini peneliti menggunakan alat bantu

pengumpulan data seperti buku catatan lapangan, pedoman wawancara, perekam

suara, dan kamera.

3.7. Teknik Pengolahan, Analisis & Penyajian Data

3.7.1 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara mentranskrip data, yaitu data yang

dikumpulkan diubah dari bentuk rekaman menjadi bentuk verbatim (tertulis).

Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif berdasarkan data-data yang telah

diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan

dengan pendekatan fenomenologi (Sumantri, 2011).

3.7.2 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan setelah pengumpulan

data dalam periode tertentu selesai dilaksanakan. Bila jawaban informan setelah

dianalisis belum memuaskan dalam menerangkan fenomena atau situasi sosial

yang diteliti, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap

tertentu hingga diperoleh data yang dianggap kredibel (Sugiyono, 2016). Aktivitas
28

dalam analisis data yaitu, reduksi data yang berarti merangkum, memilih hal- hal

yang pokok, memfokuskan pada hal- hal yang penting sesuai tema dan polanya,

sehingga data yang telah direduksi akan memberikan gambaran lebih jelas dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

3.7.3 Penyajian data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, namun yang paling

sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks

yang bersifat naratif. Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah temuan baru

yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskriptif atau

gambaran suatu objek yang sebelumnya masih gelap sehingga setelah diteliti

menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori

(Sugiyono, 2013).

Jenis data, sumber informasi, dan metode yang digunakan dalam penelitian

disajikan dalam tabel 2.

Tabel 2. Jenis data, sumber informasi, dan metode yang digunakan

No Jenis Data Sumber Informasi Metode


1. Pengertian Stunting Ibu balita stunting Wawancara mendalam
2. Penyebab stunting Ibu balita stunting Wawancara mendalam
3. Pencegahan Ibu balita stunting Wawancara mendalam
stunting
4 Penanggulangan Ibu balita stunting Wawancara mendalam
stunting
29

3.8. Keabsahan Data

Teknik keabsahan data merupakan salah satu teknik yang penting dalam

penelitian kualitatif. Teknik keabsahan data diperlukan untuk menghindari

keraguan kebenaran hasil penelitian, karena subjektivitas peneliti yang dominan

dalam penelitian, sehingga dapat diperoleh data yang valid dan reliabel

(Kusumawardani dkk, 2015). Teknik keabsahan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik triangulasi, yakni teknik pengumpulan data yang

bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data

yang telah ada. Penelitian ini menggunakan tringulasi sumber yang berarti

pengumpulan data dari beragam sumber yang saling berbeda dengan

menggunakan suatu metode yang sama, seperti mewawancarai pemegang program

gizi di puskesmas Tarus dan mewawancarai kader posyandu. Melalui jawaban

informan, peneliti melakukan cross- check dengan jawaban sumber (Sugiyono,

2013)
BAB IV

HASIL DAN BAHASAN

4.1 Hasil dan Bahasan

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Keadaan Geografis

Puskesmas Tarus terletak di wilayah kecamatan Kupang Tengah. Wilayah

kecamatan Kupang Tengah merupakan wilayah yang cukup strategis karena

berada di antara dua kota pemerintahan yaitu Kota Kupang dan Kota Oelamasi

dengan luas wilayah 94,79 km2. Wilayah kerja puskesmas Tarus terdiri dari satu

kelurahan dan tujuh desa, yang meliputi Kelurahan Tarus, Desa Penfui Timur,

Desa Oelnasi, Desa Oebelo, Desa Oelpuah, Desa Noelbaki, Desa Mata Air, dan

Desa Tanah Merah.

Wilayah kerja Puskesmas Tarus secara geografis di sebelah utara

berbatasan dengan Teluk Kupang atau Laut Timor, dan di sebelah selatan

berbatasan dengan Kecamatan Taebenu serta Kecamatan Maulafa. Sebelah timur

puskesmas Tarus berbatasan dengan Kecamatan Kupang Timur dan sebelah barat

berbatasan dengan Kecamatan Kelapa Lima (Puskesmas Tarus, 2019)

30
31

b. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur wilayah

kerja puskesmas Tarus dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur di


wilayah kerja puskesmas Tarus tahun 2019

Umur (tahun) Laki-Laki Perempuan


0-4 3.369 3.332
5-9 3.484 3.089
10-14 3.020 2.793
15-19 3.091 3.212
20-24 3.301 2.783
25-29 2.229 1.967
30-34 1.802 1.786
35-39 1.674 1.706
40-44 1.607 1.472
45-49 1.368 1.212
50-54 991 858
55-59 660 582
60-64 383 358
65-69 295 346
70-74 228 250
75+ 212 240
Total 27.710 25.985
Sumber: Profil Puskesmas Tarus tahun 2019

Pada tabel 3, diketahui bahwa penduduk wilayah kerja Puskesmas Tarus

berjumlah 53.695 orang. Secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak

dibandingkan perempuan. Penduduk laki-laki berjumlah 27.710 jiwa sedangkan

perempuan sebanyak 25.985 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki paling banyak

berada pada rentang usia 5-9 tahun dan penduduk perempuan terbanyak berada

pada rentang usia 4 tahun. Jumlah penduduk paling sedikit baik laki-laki maupun

perempuan berada pada usia 75+. Hal ini menunjukan bahwa penduduk paling

banyak di wilayah kerja Puskesmas Tarus adalah kelompok anak-anak dan yang

paling sedikit adalah usia lansia (Puskesmas Tarus, 2019)


32

4.1.2 Sarana dan Prasarana Kesehatan

a. Posyandu

Posyandu merupakan salah satu Upaya Kesehatan Bersumber Daya

Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh dan bersama masyarakat, guna

memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat

dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Upaya peningakatan peran dan

fungsi posyandu bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah saja, namun

semua komponen yang ada di masyarakat, termasuk kader. Peran kader dalam

penyelenggaraan posyandu sangat besar, karena selain sebagai informasi

kesehatan kepada masyarakat juga sebagai penggerak masyarakat untuk datang ke

posyandu dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat. Salah satu posyandu

di wilayah kerja Puskesmas Tarus yaitu posyandu balita. Pelayanan posyandu

balita merupakan pelayanan yang mencakup kesehatan ibu dan anak, keluarga

berencana, imunisasi, gizi, serta perencanaan dan penanggulangan diare. Jumlah

posyandu serta kader di wilayah kerja puskesmas Tarus dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Jumlah posyandu dan kader di wilayah kerja Puskesmas Tarus


DESA JUMLAH JUMLAH KADER
POSYANDU
Oelnasi 4 25
Oelpuah 5 25
Oebelo 7 35
Noelbaki 7 35
Tarus 5 25
Penfui Timur 8 35
Mata Air 7 35
Tanah Merah 8 30
Jumlah 51 250
Sumber: Profil Kesehatan Puskesmas Tarus tahun 2019
33

Pada tabel 4 diketahui bahwa jumlah posyandu di wilayah kerja puskemas

Tarus adalah 51 posyandu dengan kader yang berjumlah 250 orang. Jumlah

posyandu paling banyak berada di Desa Penfui Timur dan Desa Tanah Merah,

yaitu delapan posyandu. Jumlah posyandu paling sedikit berada di Desa Oelanasi

yaitu empat posyandu. Jumlah kader paling banyak berada di Desa Oebelo,

Noelabaki, Penfui Timur dan Mata Air yang berjumlah 35 kader, disusul oleh

Desa Tanah Merah berjumlah 30 kader. Jumlah kader paling sedikit berada di

Desa Oelnasi, Oelpuah, dan Keluarahan Tarus yaitu 25 kader posyandu

(Puskesmas Tarus, 2019)

b. Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui

pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan

untuk melaukan upaya kesehatan. Uraian jenis ketenagaan puskesmas Tarus dapat

dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Tenaga Kesehatan Puskesmas Tarus

Ketenagaan Jumlah
Dokter Umum 3 orang
Dokter Gigi 2 orang
Perawat 17 orang
Bidan 25 orang
Tenaga Gizi 2 orang
Perawat Gigi 3 orang
Teknis Kefarmasian 2 orang
Analis 2 orang
Sanitarian 2 orang
Non Medis 7 orang
Sumber: Profil Puskesmas Tarus tahun 2019
34

Tabel 5 memperlihatkan tahun 2019 Puskesmas Tarus mempunyai tenaga

kesehatan sebesar 65 orang. Tenaga kesehatan paling banyak adalah bidan yang

berjumlah 25 orang, disusul oleh perawat dengan jumlah 17 orang. Dokter gigi,

tenaga gizi, teknis kefarmasian, analis, dan sanitarian merupakan tenaga kesehatan

paling sedikit dengan jumlah 2 orang (Puskesmas Tarus, 2019). Mengacu pada

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan

Masyarakat, dilihat dari jumlah minimal tenaga kesehatan di puskesmas rawat

inap, maka dibutuhkan dokter umum sebanyak dua orang, tujuh orang bidan,

delapan perawat, dua tenaga kesehatan masyarakat dan dua tenaga gizi. Hal ini

menunjukan bahwa jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Tarus sudah sesuai

dengan Permenkes Nomor 75 tahun 2014.

4.1.3 Sepuluh Penyakit Terbesar

Data sepuluh besar penyakit pasien rawat jalan di wilayah Puskesmas Tarus

dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Sepuluh Penyakit Terbesar di wilayah kerja puskesmas Tarus

No Jenis Penyakit n %
1 ISPA 5.522 27%
2 Observasi Febris 3.363 16%
3 Batuk 2.255 10,90%
4 Dispepsia 2.093 10,12%
5 Hipertensi 1.872 9,05%
6 Myalgia 1.542 7,45%
7 Dermatitis Kontak Alergi 1.508 7,29%
8 Vulnus 1.044 5,05%
9 Alergi Rhinitis 816 3,94%
10 Abses 672 3,25%
20.687 100%
Sumber: Profil Puskesmas Tarus 2019
35

Pada Tabel 5 diketahui bahwa ditahun 2019, tiga penyakit paling banyak

adalah ISPA (5.522 kasus), kemudian disusul oleh Observasi Febris (3.363 kasus),

serta Batuk (2.255 kasus). Abses (bisul) adalah penyakit atau kasus paling sedikit,

yaitu 672 kasus (Puskesmas Tarus, 2019).

4.1.4 Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini sebanyak enam informan utama dan empat

informan triangulasi, yaitu pengelola program gizi dan kader posyandu.

Karakteristik informan meliputi umur, pekerjaan, dan pendidikan. Karakteristik

informan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik informan kunci Kajian Persepsi Ibu Balita Stunting tentang
Stunting di Wilayah Puskesmas Tarus Kabupaten Kupang

Nama Umur Pekerjaan Pendidikan


(Tahun)
1 FP 29 Ibu Rumah Tangga Diploma 3
2 ML 40 Ibu Rumah Tangga SD
3 DF 38 Ibu Rumah Tangga SMA
4 MJ 30 Arsitek Strata 1
5 EK 35 Ibu Rumah Tangga SLTA
6 YL 45 Ibu Rumah Tangga SMA
7 MM 50 Pengelola Program Diploma 3
gizi
8 FM 48 Kader Posyandu SMA
Kaniti
9 SA 35 Kader Posyandu SMA
Tuameko B
10 EP 38 Kader Posyandu SMA
Cempaka 2
36

Tabel 7 memperlihatkan bahwa umur informan bervariasi antara 29-50

tahun. Latar belakang pendidikan informan berbeda-beda mulai dari tingkat

Sekolah Dasar (SD) sampai dengan pendidikan sarjana (S1). Pekerjaan informan

dalam penelitian ini adalah sebagai ibu rumah tangga, satu orang arsitek, satu

orang pengelola program gizi dan tiga diantaranya merupakan kader posyandu.

4.1.5 Kajian Fokus Penelitian

1. Persepsi Ibu Balita Stunting tentang Pengertian Stunting

Istilah stunting sudah banyak dikenal oleh masyarakat awam, termasuk

informan. Informan mempunyai persepsi bahwa, stunting adalah anak yang kecil,

kurang gizi, serta pertumbuhan lambat, dengan ciri-ciri badan pendek, kurus, dan

lemah. Hal ini senada dengan pernyataan informan berikut.

“…yang be (saya) pernah dengar, stunting itu anak yang kici (kecil), anak
yang pendek tu nona dan kurang gizi…” (ML)
“…Kalau yang menurut saya dengar dan yang saya pernah baca tu
pertumbuhannya tidak sesuai dengan usianya. A anak itu jadi lebih kerdil,
a minta maaf tidak sesuai dengan usianya..” (MJ)
“…dia pung badan pendek. Emm terus dari yang beta (saya) dengar
selain dia pendek, dia pung pertumbuhannya itu lambat. Tapi beta (saya)
sonde yakin, karna sejauh ini beta pung anak ada baik sa…” (FP)
“…Kalo menurut saya tu nona dia pung badan pendek, kelihatan ke kurus
baru ju ke lemah-lemah begitu, dan pertumbuhannya terlambat…” (DF)
Pernyataan ini menunjukan bahwa persepsi ibu tentang pengertian dan ciri-

ciri stunting cenderung kepada tanda-tanda fisik anak. Stunting merupakan kondisi

gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis dan stimulasi psikososial serta

paparan infeksi berulang terutama dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK),

yaitu dari janin hingga anak berusia dua tahun, dengan ciri-ciri tidak banyak

melakukan eye contact, pertumbuhan terhambat, wajah tampak lebih muda dari
37

usianya, pertumbuhan gigi terlambat, serta performa buruk pada tes perhatian dan

memori belajar (Setwapres, 2018; Kementerian Desa Pembangunan Daerah

Tertinggal dan Transmigrasi, 2017). Pernyataan informan menunjukan bahwa,

minimnya literatur tentang stunting saat ini yang masih terbatas pada aspek fisik

dapat menyebabkan ibu abai dalam memantau tinggi badan anak balita.

Pengertian dan ciri-ciri anak yang mengalami stunting perlu diketahui sehingga

jika anak mengalami stunting dapat ditangani sesegera mungkin.

Menurut pemegang program gizi ciri-ciri anak stunting yang paling sering

ditemukan di wilayah kerja puskesmas Tarus, yaitu pendek dan tingkat kecerdasan

anak tidak optimal. Hal ini dibuktikan dari pernyataan berikut.

“…ibaratnya kita lihat anak 3 tahun misalnya ya, yang satu lebih tinggi
berarti yang pedek ini kan ciri-ciri yang paling kelihatan ya…biasanya
orang melihat kalo stunting itu hanya pendek tapi kan dari tingkat
kecerdasan pun kita harus lihat dari situ kan. Jadi kalau anak dua orang 3
tahun ketika kita tanya misalnya ade 2 + 2 berapa yang satu dia jawab 4,
tapi yang satu dia masih berpikir hitung- hitung. Tingkat kecerdasan
mereka itu yang paling kelihatan, dari tinggi badan, dari tingkat
kecerdasan juga dari aktivitas mereka kan ada anak yang cenderung
bermasalah stunting bukan hanya karena masalah tinggi badan, seperti
yang saya bilang tadi kecerdasannya berbeda dengan anak yang tumbuh
secara normal dan gizinya terpenuhi…” (MM).
Pernyataan di atas menunjukan bahwa, pemegang program gizi juga

menemukan hal serupa tentang stunting masih diutamakan pada tampilan fisik.

Informasi mengenai stunting sudah sering digaungkan baik melalui gubernur,

petugas kesehatan dan media. Isu kecerdasan yang berkaitan dengan stunting

harus lebih diperjelas, sehingga persepsi mengenai stunting tidak sebatas pada

tampilan fisik anak. Hal ini dikarenakan, jika mengalami stunting dapat

mengganggu proses pematangan neuron otak, serta perubahan struktur dan fungsi
38

otak. Perubahan tersebut menyebabkan kerusakan permanen pada perkembangan

kognitif anak sehingga kemampuan berpikir dan belajar anak terganggu (Yadika

dkk, 2019).

Penelitian ini juga menemukan bahwa beberapa informan tidak merasa

cemas dan khawatir saat mengetahui bahwa anak mengalami stunting. Informan

melihat anaknya bertumbuh dan berkembang dengan baik, masih bisa beraktivitas

seperti biasa, tetap bermain, tidak sakit, pendek dianggap sebagai faktor keturunan

dan ketidakpercayaan ibu terhadap petugas kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan

pernyataan yang disampaikan oleh beberapa informan berikut.

“…Beta (saya) sonde (tidak) ada rasa cemas atau khawatir ade, karna
beta (saya) pung (punya) anak ni ada sehat-sehat sa. Ko dia ju ada
bermain ke biasa, baru beta (saya) pung (punya) keluarga pung anak
dong banyak ju yang pendek ke dia na. Kadang ju ade yang ketong(kita)
dengar dari petugas kesehatan ni sonde (tidak) sesuai ju…”(FP)
“…awal-awal saya agak takut ju tapi sejauh ini saya rasa eh sonde
(tidak) apa-apa ternyata, buktinya saya pung anak ada aman-aman sa ni
sonde (tidak) lesuh-lesuh yang bikin dia sampe a sonde (tidak) makan atau
sonde (tidak bisa bermain. Ternyata biar dia badan kecil begitu ju dia ada
bermain lari pi lari datang…” (DF)
“…ade ni ringan berat badannya kurang, terus dia kurang makan. Tapi
karena anak tidak sakit dan jarang sekali sekali sakit beta (saya) jadi
lebih lega dan tidak terlalu takut seperti waktu pertama kali tau anak
dibilang stunting oleh ibu bidan dan mama kader dong dan a lagian
stunting ini kan bukan penyakit to kak…” (EK)

Namun, ada informan mengaku merasa khawatir, tetapi lebih banyak yang

mempunyai sikap negatif seperti kutipan wawancara di atas. Pemegang program

gizi juga menemukan hal yang sama bahwa, ada orang tua memiliki rasa khawatir,

tetapi lebih banyak yang bersikap apatis. Hal ini dapat dibuktikan dari pernyataan

berikut.
39

“…ada yang khawatir, tapi lebih banyak yang tidak khawatir. Mereka
berpikir kalo masalah tinggi badan itu biasa-biasa saja yang penting
mereka lihat mungkin kalo anaknya tidak terlalu kurus apalagi ya. Tidak
terlalu kurus mereka berpikir biasa-biasa saja be pung anak, dia bermain
dengan anak-anak, dia gerak-geriknya normal biasa. Tanpa mereka
berpikir jangka panjangnya kan nona. Nanti, besar a dalam prestasi
akademik atau dalam persaingan ini tes-tes seperti sekarang tes polisi
saja orang ukur tinggi badankan dari situ anak mereka apa bisa
memenuhi persyaratan ya begitu…” (MM)

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa, ibu balita

stunting menyampaikan kondisi anak kepada suami dan anggota keluarga lainnya,

seperti orang tua ibu. Namun, reaksi yang ditunjukan oleh suami dan anggota

keluarga lain umumnya tidak menunjukan rasa cemas atau khawatir karena anak

dalam keadaan sehat, bisa/aktif bermain, pintar, pertumbuhan bagus, anak-anak di

lingkup tempat tinggal informan banyak yang bertubuh pendek, dan stunting

dianggap bukan penyakit. Selain itu informan menyampaikan sikap apatis suami

dan anggota keluarga lain dikarenakan anak-anak sebelumnya tidak mengalami

stunting, sehingga tidak menjadi masalah apabila satu orang anak informan

mengalami stunting. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan

responden berikut.

“…Beta (saya) kasih tau, karna ini ju dia pung anak jadi dia ju harus tau
ee ade. Ketong (kami) tinggal dengan be pung orang tua jadi be pung
orang tua disini tau, tapi kalo beta pung mama mantu (ibu mertua) beta
sonde kastau (saya tidak beritahu), karna be pung mama mantu sonde
tinggal deng ketong na (karena mama mertua saya tidak tinggal dengan
kami). Beta (saya) pung suami dan orang tua rasa biasa sa karna dia pikir
dia pung anak ada sehat, anak ju ada bisa bermain ke biasa ju. Baru ko
disini ju banyak anak-anak yang postur badan sama ke dia…” (FP)
“…Beta (saya) kasih tahu, beta (saya) bilang ini anak katanya stunting,
terus a dia pung bapa dan nenek dong biasa sj karena ini bukan penyakit
to, ko sekarang dia ada sehat deng segar nii. Jadi beta, dia pung bapa,
dan nenek dong pikir sonde perlu ketong takut, ko dia pung kakak ju sama
ke dia…” (ML)
40

“…Iya! Saya kasih tau kan ini anak bungsu. Kan dia pung kakak dong
besar, yang sembilan tahun su 35 kilo nah. Hanya mungkin, ketika saya
hamil diakan umur saya sudah 40 tahun lebih , jadi mungkin faktor usia
sehingga anak pung pertumbuhan su seperti ini. Reaksi mereka biasa saja,
tidak cemas dan khawatir juga kecuali kalau semua anak stunting, ini kan
hanya yang bungsu saja. Dia pung kakak besar semua…” (YL)
Hal serupa juga disampaikan oleh informan lain tentang reaksi suami atau

anggota keluarga lain mengenai kondisi anak yang mengalami stunting.

“…Kalau suami beta (saya) kasih tahu, ini anak berat badan kurang
sonde (sonde) tinggi katanya, jadi harus dapat perhatian lebih…bapanya
suruh bawa pi periksa di puskesmas di dokter dong, tapi karena karena
dia lihat anaknya ada sehat, pintar dan kuat sekali bermain, dia sekarang
ke apa ee biasa saja…” (EK)
“…Kasih tahu, cuma memang anaknya ini dia kermana ee maunya
disuruh makan itu susah. Jadi kalau makan makanan pokok 4 sehat 5
sempurna itu susah, tapi kalau makan jajan itu dia mau. Tapi kalau roti-
roti yang dibuat sendiri di rumah itu dia makan. Mereka sangat khawatir
bahkan takut, apalagi anak ini susah sekali disuruh buat makan. Dia cuma
mau makan jajan kak, ya jadi butuh usaha yang ekstra buat dia bisa
makan. Selain itu sering sekali kan gubernur membahas tentang stunting
jadi mereka pikir ini sesuatu yang sangat a membahayakan. Tapi, puji
Tuhan anak saya sejauh ini masih sehat- sehat saja, masih aktif bermain,
perkembangan juga bagus, pintar juga. Jadi, melihat anak ini sehat jadi
kekhawatiran itu a apa namanya bisa lebih berkurang…” (MJ)

Stunting akan menimbulkan dampak jangka pendek dan jangka panjang.

Dampak jangka pendeknya adalah terdapat gangguan dalam perkembangan otak,

kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme tubuh.

Selain itu, dampak jangka panjangnya adalah penurunan fungsi kognitif dan

prestasi belajar, penurunan kekebalan tubuh, risiko tinggi terkena penyakit, dan

kualitas kerja yang tidak maksimal sehingga dapat berakibat pada rendahnya

produktivitas ekonomi individu dan negara (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2016). Ibu balita stunting mempersepsikan dampak stunting melalui

berbagai pernyataan sebagai berikut.


41

“…kalo soal itu beta (saya) kurang tau ee kak, tapi yang beta dengar
nanti anak gampang sakit…” (FP)

“…Kalo saya lihat-lihat ni dia pung akibat saya pung anak ke kecil karna
pendek begitu to nona, tambah le kadang dia agak ke lemah-lemah begitu
…” (DF)
“…mager (malas gerak), menurut saya mungkin yah kak dia kurang
bersemangat begitu. Tapi puji Tuhan kalau anaknya saya itu tetap aktif
bermain.…” (MJ)
“…menurut beta ee bisa cacat fisik kah, gampang sakit ko, terus bisa jadi
badannya lemes noe (lembek) begitu. Kira-kira sepeti itu kak, beta sonde
terlalu tau…” (EK)
“…Dia pung (punya) dampak tu seperti saya bilang dia punya otak itu
nanti apa a agak terganggu. Terganggu dalam arti daya penangkapan
anak ini akan berkurang…” (YL)
Pernyataan ini menunjukan bahwa persepsi ibu tentang dampak stunting

terbatas pada dampak tertentu, seperti gampang sakit, lemah, tidak bersemangat,

malas gerak, cacat fisik dan daya tangkap anak berkurang. Tidak ada informan

yang mengemukakan, bahwa stunting dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan

anak dan pada akhirnya produktivitas ekonomi individu dan negara menjadi

rendah. Stunting dapat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif dan prestasi

belajar anak, karena ada gangguan pada proses pematangan neuron otak,

perubahan struktur serta fungsi otak yang menyebabkan kerusakan permanen.

Akibatnya, kemampuan berpikir dan belajar anak terganggu, prestasi belajar

menurun, rendahnya produktivitas yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi

(Yadika dkk, 2019).

Ibu balita stunting awalnya merasa khawatir akan dampak stunting yang

disampaikannya, namun perlahan bersikap biasa saja karena melihat anak tetap

sehat, aktif bermain, dan ceria. Selain itu, suami dan anggota keluarga lainnya pun
42

menunjukan sikap biasa saja. Akan tetapi, ada juga anggota keluarga lain yang

menunjukan sikap cemas dan khawatir karena takut jika anak sakit akibat “anak

malas makan”. Hal ini diketahui dari jawaban informan sebagai berikut.

“…Kalo takut su pasti, ko namanya ju beta (saya) ni mama aa, beta (saya)
pasti takut ini anak sakit ko apa begitu. Biasa sa ju ade, suami deng orang
tua ju takut ee kalo dong pung anak atau cucu sakit, ma sampe sekarang
dong ke biasa sa ju ade…” (FP)

”…hanya saya dan dia pung bapa tidak terlalu takut karna dia ju sonde
kelihatan sakit berat ko harus masok rumah sakit jadi kita ju rasa aman
sa. Dia pung nene dong ju bilang sonde apa-apa asal dia ada bermain
dengan anak-anak dong dan makan seperti biasa…” (DF)
“…Takut itu pasti kak, karena anak ini susah buat disuruh makan. Tapi,
sejauh ini karena dia masih aktif bermain dan ceria saya bersikap a biasa
saja dan tidak mengganggap ini sebagai apa ee suatu masalah yang serius
begitu. Jadi, a dibawah santai saja. Kalau opa oma itu bukan taraf cemas
lagi kak, maunya su apa ee ketakutan takut kalau nanti anaknya sakit
karena dia anaknya malas makan. Kalau suami sih mungkin karena kita a
generasi millineal to kak, jadi biasa juga cek di internet kalo anak a selagi
dia tetap sehat, a apa ee aktif selagi dia tetap makan jadi tidak apa-
apa…” (MJ)
“…Iya ade takut sekali, apalagi kalo sampe cacat fisik begitu. Tapi karena
beta (saya) punya anak Puji Tuhan baik- baik saja beta sonde (saya tidak)
terlalu takut sekarang, hanya masih tetap hati- hati ade selalu perhatikan
dia punya pertumbuhan dan perkembangan… Namanya bapa pasti takut
ade, anak sakit sedikit saja pasti panik dan takut, tapi sama seperti beta
(saya), lihat anak masih sehat, masih bermain den kawannya dong, jadi
bapa tua ju biasa saja. Orang tua kalau mereka tau pasti takut, tapi kan
orang tua jauh sonde tinggal dengan ketong…” (EK)
Pemegang program gizi dan kader posyandu menyampaikan bahwa,

dampak jangka panjang stunting yang paling sering ditemukan di wilayah

Puskesmas Tarus, yaitu ketidakmampuan untuk bersaing saat mengikuti seleksi

kepolisian atau seleksi masuk perguruan tinggi yang memiliki syarat tinggi badan

proporsional. Selain itu, stunting menyebabkan perawakan anak yang pendek


43

tidak sesuai dengan usianya, pertumbuhan anak terlambat, seperti terlambat

berbicara dan terlambat jalan. Hal ini dibuktikan dari pernyataan berikut.

“…Dampaknya ya seperti sekarang kalo tes-tes ini dari segi tinggi badan
saja tidak masuk nominasi to, kek sekarang ada musim-musim mau tes
polisi atau mau masuk sekolah kesehatan sajakan tinggi badan juga
menjadi prioritaskan, menjadi salah satu persyaratankan harus memenuhi
syarat. Biasanya kalau anak- anak yang tinggi badannya tidak memenuhi
persyaratan dengan sendirinya mereka su loyo to. Dampak jangka
panjangnya ya itu. Tapi ya ibu-ibu sekarang sonde berpikir seperti itu,
mereka pikir dong pung anak pendek tapi bisa bergaul dengan anak- anak
yang tinggi ya kan, dong bermain bersama- sama tapi sonde berpikir
kedepannya seperti apa…” (MM)
“…Dampaknya itu yang terlihat itu pertumbuhannya lambat, lambat
bicara, lambat jalan kira- kira seperti itu…” (FM)
“…Dampaknya walaupun sudah besar sudah berusia enam puluh bulan
tapi perawakannya pendek, sepeti yang saya pernah temui itu ibu
badannya besar tapi pendek, ada juga yang dong kelihatan loyo ibu, itu
menurut saya ee ibu…”(SA)
Pernyataan diatas mencerminkan bahwa stunting membawa banyak

dampak negatif bagi tumbuh kembang anak. Tidak hanya memiliki postur tubuh

yang lebih pendek, tetapi juga mengalami keterlambatan dalam berbagai aspek

perkembangan.

2. Persepsi Ibu Balita tentang Penyebab Stunting

Informan mempersepsikan penyebab stunting karena anak tidak diberi

ASI, tidak melakukan imunisasi, kurang gizi, cacingan, gizi kurang, saat hamil

tidak mengkonsumsi makanan yang bergizi serta kurang kalsium dan vitamin.

Selain itu informan mempersepsikan faktor genetik dan kelahiran premature,

dapat menyebabkan kejadian stunting. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan

informan, sebagai berikut.

“…Penyebab stunting tuh karna sonde (tidak) ASI, sonde (tidak)


imunisasi, aes deng (dengan) kurang gizi. Biasa ju karna anak cacingan.
44

Tapi sepengetahuan beta ni, tubuh pendek tuh bisa ju diwariskan oleh
orangtua ju oo ade, karena faktor genetik ju…” (FP)

“…Yang beta (saya) tahu itu karena kurang gizi, kurang makanan sehat,
dan sonde (tidak) kasih susu terus beta (saya) pung anak yang bungsu ni
lahir premature, jadi beta (saya) pikir karena itu su beta pung anak
stunting. Ma, hanya beta deng be pung laki ju pendek mungkin dong ikut
ketong ko (saya dengan suami juga pendek mungkin mereka ikut kami)
?...” (ML)

“…Kalo yang saya tau itu nona, stunting ni karna sonde kasi asi, sonde
kasi makan yang gizi lebih mungkin pas hamil ju sonde (tidak) makan
yang sehat dan ada gizi makanya anak lahir dia pung gizi ju kurang…”
(DY)
“…Yang pernah saya dengar itu dari ibunya pada saat hamil begitu,
tidak makan makanan yang bergizi, kurang kalsium, apa ee vitamin
sehingga pada saat bayi lahir itu berat badannya kurang, terus tinggi
badannya kurang…” (MJ)
Peneliti menemukan bahwa persepsi ibu mengenai penyebab stunting

terfokus pada faktor penyebab langsung stunting, seperti masalah gizi, tidak

imunisasi, kecacingan, kelahiran premature dan genetik. Tidak ada satu pun

informan yang menyatakan bahwa, faktor lingkungan seperti air bersih dan sanitasi

merupakan penyebab tidak langsung terjadinya stunting pada anak.

Stunting bisa terjadi akibat infeksi yang berulang sehingga memperparah

status gizi anak. Interaksi antara malnutrisi (gangguan nutrisi) serta infeksi

merupakan suatu korelasi yang saling mempengaruhi. Malnutrisi dan infeksi bisa

terjadi secara serempak. Infeksi dapat menyebabkan malnutrisi, sedangkan

malnutrisi dapat meningkatkan risiko infeksi. Gangguan nutrisi pada anak yang

mempunyai ketahanan tubuh lemah akan menyebabkan anak gampang sakit,

sehingga mengurangi kapabilitas untuk melawan penyakit serta terlambatnya

pertumbuhan anak sehingga terjadi stunting (Tysmala & Widari, 2018). Semakin

baik status gizi balita, maka balita berpeluang terbebas dari penyakit infeksi.
45

Status gizi yang baik pada dasarnya akan meningkatkan ketahanan tubuh terhadap

penyakit infeksi (Sutriyawan dkk, 2020). Untuk mencegah terjadi penyakit

infeksi, maka balita perlu melakukan imunisasi/pemberian vaksin yang

merupakan salah satu cara agar meningkatkan imunitas terhadap suatu penyakit.

Akan tetapi, balita stunting yang mendapatkan imunisasi lengkap tetap berisiko

terinfeksi penyakit, apabila tidak diimbangi dengan pola nutrisi yang baik serta

sanitasi dan lingkungan kotor (Afrida, 2020).

Stunting pada dasarnya merupakan masalah kesehatan yang disebabkan

oleh faktor multi dimensi, seperti rendahnya asupan vitamin dan mineral,

buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani, terjadinya penyakit

infeksi pada ibu hamil serta kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak

kelahiran anak terlalu dekat dan hipertensi yang merupakan faktor langsung

penyebab stunting. Selain itu faktor tidak langsung yang menyebabkan terjadinya

stunting adalah kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi,

kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan serta gizi sebelum dan pada masa

kehamilan maupun setelah ibu melahirkan, terbatasnya layanan kesehatan

termasuk layanan ante natal care, post natal care dan pembelajaran dini yang

berkualitas, kurangnya akses rumah tangga ke air bersih serta sanitasi (Tim

Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017 dan Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2018b).

Hasil studi membuktikan bahwa pengaruh faktor keturunan hanya

berkontribusi sebesar 15%, sementara unsur terbesar adalah terkait masalah

asupan zat gizi, hormon pertumbuhan dan terjadinya penyakit infeksi berulang
46

pada balita (Aryastami, N. K., & Tarigan, 2017). Menyalahkan faktor keturunan

cenderung menghambat sikap kritis untuk mempertanyakan, mencermati, dan

membuktikan atau menyanggah kemungkinan-kemungkinan yang dikaitkan

dengan penyebab stunting (Liem dkk., 2019).

Wawancara dengan informan yang mempersepsikan bahwa penyebab

stunting karena anak dilahirkan premature, dapat dikatakan persepsi yang adekuat.

Hal ini dikarenakan hasil studi yang membuktikan bahwa kelahiran premature

sangat berhubungan dengan kejadian stunting pada anak di Indonesia

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019). Seorang ibu hamil harus

berjuang menjaga asupan nutrisinya agar pembentukan, pertumbuhan dan

perkembangan janinnya optimal. Idealnya, berat badan bayi saat dilahirkan adalah

tidak kurang dari 2500 gram, dan panjang badan bayi tidak kurang dari 48 cm.

Inilah alasan mengapa setiap bayi yang baru saja lahir akan diukur berat dan

panjang tubuhnya, dan dipantau terus menerus terutama di periode emas

pertumbuhannya, yaitu 0-2 tahun (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2017).

Ibu menyampaikan bahwa saat kehamilan dan masa setelah melahirkan,

ibu sering mengunjungi pusat pelayanan kesehatan untuk memeriksa kehamilan

dan kesehatan ibu. Hal ini dibuktikan dengan penyataan informan berikut.

“…Iya nona, saya sering pi periksa di pustu…” (ML)

“…Iya ade rutin sekali…” (EK)

“…Sangat sering kakak…” (YL)


47

Ibu beranggapan bahwa pentingnya memeriksakan kehamilan, karena ibu

menyadari bahwa kehamilannya berisiko (>30 tahun), mengalami anemia, kondisi

fisik ibu bisa mempengaruhi berat badan bayi saat lahir, serta upaya deteksi dini

terhadap penyakit bawaan kepada ibu maupun anak. Hal ini dibuktikan dengan

penyataan informan berikut.

“…beta (saya) rasa penting karena petugas dong selalu suruh beta (saya)
pigi periksa apale beta ni su tua, baru anak ni lahir premature. Jadi, beta
(saya) takut nona, makanya mau sonde mau (mau tidak mau), jauh ju beta
pi…” (ML)

“…Penting su ma ade ee, beta sonde (saya tidak) pi periksa na sapa yang
mau periksa ame ketong di rumah oo. Pokoknya periksa ni sangat penting
ade, supaya beta (saya) tau anak pung kondisi kermana (bagaimana) to.
Terus di puskesmas nii kan dong biasa kasih arahan kalau, misalnya ada
yang kurang dari ketong berat badan bayi ke atau untuk ibu sendiri kek
beta (saya) yang kurus begini ni biasanya ibu bidan sarankan beta (saya)
makan banyak, minum susu hamil, kasih beta (saya) vitamin. Kalo sonde
(tidak) begitu beta (saya) mau tau dari mama kak ee, makanya beta (saya)
harus periksa di pustu yang dekat ni atau ke puskesmas...” (FP)

“…pemeriksaan kehamilan itu penting biar ibu dan bayi sehat, selain itu
bisa dideteksi sedini mungkin mengenai penyakit bawaan ibu dan bayi
sehingga bisa dilakukan tindakan medis yang benar untuk keselamatan
dan kesehatan ibu serta anak…” (MJ)

“…biar ibu dan anak sehat. Bisa a diberi perawatan yang baik biar cepat
pulih setelah melahirkan. Apalagi beta (saya) hamil diusia tua to ade dan
anemia ju jadi harus butuh perawatan yang bagus…” (EK)

Keenam informan mengakui sering mengunjungi pusat pelayanan

kesehatan saat masa kehamilan. Berdasarkan bukti yang tertera dalam catatan

kesehatan ibu hamil pada buku KMS, diketahui bahwa ibu sudah melakukan

kunjungan berkala paling sedikit empat kali dan paling banyak sembilan kali

selama kehamilan. Pemeriksaan kehamilan sangat penting bagi kelangsungan

kesehatan ibu dan anak. Kementerian kesehatan melalui Permenkes No. 25 tahun
48

2014 Pasal 6 ayat 1 b sangat menekankan bagi setiap ibu hamil untuk rutin

memeriksakan kehamilannya. Ibu hamil direkomendasikan untuk periksa

memeriksa kandungan secara berkala sesuai standar, paling sedikit empat kali

selama kehamilan. Ibu dapat memulai memeriksakan kandungan segera setelah

mengetahui bahwa dirinya hamil. Semakin cepat ibu memeriksakan kehamilan,

maka semakin baik (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2014 Tentang Upaya Kesehatan Anak, 2014).

Ibu hamil tidak disarankan untuk melakukan pantangan makanan khusus pada

masa kehamilan. Menu seimbang dengan komponen gizi seimbang untuk ibu

hamil sangat diperlukan, dengan rincian sebagai berikut: lima bagian zat

karbohidrat, dua sampai dengan tiga bagian lemak dan dua bagian protein, buah

dan sayur, serta air dan mineral. Ibu hamil membutuhkan 2.500 kalori setiap hari.

Selain itu, pada ibu hamil kebutuhan energi sangat besar yang berguna untuk

penambahan berat badan, pertumbuhan janin, dan untuk aktivitas sehari-hari

(Badriah, 2014). Informan pun mengakui bahwa tidak ada pantangan khusus

untuk makanan saat ibu hamil. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut.

“…Sonde (tidak) ada ade sayang ee, apa sa beta (saya) makan pas beta
(saya) hamil. Ko ada yang larang bilang sonde (tidak) boleh makan ini na
itu na, nanti anak begini na. Beta (saya) makan sa, karena menurut beta
(saya) itu hanya a apa namanya pamali orang tua dulu sa. Ketong
sekarang nii apa sa makan yang penting itu sehat sa…” (FP)

“…sonde (tidak) ada, waktu kehamilan anak pertama memang ada kaka,
misalnya ke ubi begitu. Tapi saat hamil anak yang ke empat ini su sonde
(sudah tidak) ada, makan apa saja kakak...” (EK)
49

Pernyataan informan dibenarkan oleh kader posyandu yang mengatakan

bahwa tidak ada pantangan makanan khusus saat kehamilan ibu di wilayah

kerjanya. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan berikut.

“…Tidak ada! Dulu-dulu waktu belum ada penyuluhan-penyuluhan


tentang kesehatan memang ada seperti itu tetapi sekarang tidak ada lagi,
karena kami kader selalu memberikan penyuluhan, jadi memang tidak ada
pantangan waktu hamil dan dia harus konsumsi makanan dan minuman
apa mereka sudah tau..” (FM)
“…kalau di posyandu sini tidak ada ibu hamil yang pantang ibu. Makan
saja semua tidak masalah…” (SA)
Upaya pencegahan stunting salah satunya dilakukan dengan memberikan

asupan gizi yang baik bagi ibu hamil, untuk mengatasi kekurangan energi,

kekurangan zat besi, protein kronis, asam folat, dan kekurangan iodium. Selain itu

gizi yang berkualitas bagi ibu hamil sangat diperlukan untuk menambah berat

badan dan peningkatan cadangan lemak ibu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

dan perkembangan bayi. Cadangan lemak ibu sangat dibutuhkan pada saat masa

laktasi dan membantu mempertahankan bentuk tubuh setelah melahirkan. Selama

proses kehamilan seorang ibu akan mengalami perubahan, baik anatomis,

fisiologis maupun perubahan lainnya. Perubahan tersebut akan berdampak pada

meningkatnya kebutuhan akan asupan zat gizi dalam menunya (Badriah, 2014).

Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan merupakan salah satu upaya

dalam mencegah terjadinya stunting pada anak. ASI adalah salah satu emulsi

lemak dalam larutan protein, lactose, dan garam-garam organik yang disekresi

oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi

(Badriah, 2014). Informan menyatakan bahwa tidak ada pemberian makanan lain
50

selain ASI kepada anak sebelum berusia enam bulan. Hal ini dibuktikan dari

penyataan berikut.

“…Sonde (tidak) ada ade, beta (saya) kasih ASI sa ko ASI itu penting na
ade, selain ASI itu sehat, sonde (tidak) ribet dan praktislah pokoknya…”
(FP)
“…Sonde (tidak), dia sampe enam bulan ASI sa...” (YL)
Setiap kandungan dalam ASI sangat bermanfaat dan berperan untuk

pemenuhan nutrisi anak, konsumsi ASI juga meningkatkan kekebalan tubuh bayi

sehingga menurunkan risiko penyakit infeksi. Sampai usia enam bulan, bayi

direkomendasikan hanya mengonsumsi ASI eksklusif (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2016). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun

2012 ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan

selama enam bulan, tanpa menambahkan atau mengganti dengan makanan atau

minuman lain (kecuali obat, vitamin dan mineral).

Pernyataan informan dibenarkan oleh pemegang program gizi dan kader

posyandu yang mengatakan tidak ada cairan atau makanan lain yang diberikan ibu

sebelum bayi berusia enam bulan. Pernyataan pemegang program gizi dan kader

posyandu dapat dilihat sebagai berikut.

“…disini kita harga mati 0-6 bulan ASI Eksklusif. Tapi dalam rangka
memperkenalkan makanan- makanan yang bergizi untuk persiapan kalo
anak mereka sudah layak makan, artinya sudah usia 6 bulan keatas
mereka selalu diberikan informasi tentang makanan sehat PMBA
(Pemberian Makanan Bayi dan Anak)…” (MM)
“…tidak ada hanya ASI saja, mereka itu biasanya kalo 6 bulan baru
dikasi makanan lunak untuk anak- anak. Karena kami sebagai kader, kami
pantau terus kalo anak ini dia umur berapa kami memberikan penyuluhan
bahwa anak itu jangan dulu dikasih apa- apa sebelum melewati usia enam
bulan ke atas, kalo sudah enam bulan anak boleh dikasih bubur, misalnya
sun atau biskuit…” (FM)
51

“…Tidak ada, kami hanya kasih tau saja mulai dari 0-6 bulan itu harus
ASI eksklusif saja ibu, air putih pun tidak…” (SA)
“...Tidak ada kak ASI eksklusif sampe bayi berusia enam bulan…” (EP)
Pemberian makanan yang optimal sangat penting untuk kelangsungan

hidup, perkembangan dan pertumbuhan bayi. MP-ASI merupakan makanan atau

minuman selain ASI yang mengandung nutrisi dan diberikan kepada bayi selama

periode pemberian makanan peralihan (complementary feeding), yaitu pada saat

makanan atau minuman lain diberikan bersama pemberian ASI. MP-ASI mulai

diberikan saat bayi berusia enam bulan, karena pada usia enam bulan, kebutuhan

nutrisi tidak lagi terpenuhi oleh ASI semata khususnya energi, protein, zat besi

(Fe), seng (Zn), serta vitamin A (Nasar, 2013). Pada penelitian ini diketahui

bahwa bubur yang dihaluskan, biskuit, daun marungga, telur, dan daging-

dagingan menjadi makanan pendamping ASI yang paling sering diberikan. Hal ini

dibuktikan dari pernyataan informan berikut.

“…Beta (saya) kasih dia bubur ulik (ulek) yang su campur deng sayur,
kadang beta taro telur sedikit…”(ML)

“…Saya kasi dia bubur yang su di ulik (ulek) tu nona, saya campur
dengan sayur sayur, kadang saya kasi telur ju atau saya masak dan
merungga (kelor), wortel baru saya ulik kasi halus. Pokoknya ada sayur
apa sa yang bisa campur dan bubur na saya kasi dia…” (DF)
“…Biasanya bubur, atau apa namanya ke bubur kacang juga, lalu apa
namanya kek ubi-ubian itu dibuat bola-bola dalam bentuk cake (kue) biar
dia bisa dan suka makan…” (MJ)
Peneliti menyimpulkan persepsi informan tentang menu MP-ASI yang

diberikan pada anak tidak adekuat, dikarenakan anak paling sering diberi sayuran

dan jarang diberikan protein. Selain itu makanan yang biasa diberikan adalah

makanan berkarbohidrat. Setelah bayi berusia enam bulan, kebutuhan nutrisi baik
52

makronutrien maupun mikronutrien tidak dapat terpenuhi oleh ASI saja (Nasar,

2013). MP-ASI yang adekuat adalah makanan yang mengandung cukup energi,

protein dan mikronutrien, seperti zat besi (Fe), seng (Zn), serta vitamin A (World

Health Organization, 2002).

Pemberian MP-ASI pada anak tidak disertai dengan adanya pantangan

makanan khusus. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan informan berikut.

“…sonde (tidak) ada pantangan apa- apa be kasih makan dong apa saja
yang penting dong makan dan kenyang…” (ML)

“…Ade sonde (tidak) ada pantangan makan, saya kasi makan apa sa yang
bisa campur di dia pung bubur asal dia mau makan, kadang saya ganti-
ganti sayur ju to supaya dia jang bosan sa…” (DF)
“…Tidak ada pantangan (tidak) makanan khusus, selagi dia suka dan
doyan makan pasti akan beta (saya) kasih…” (MJ)

Imunisasi sangat penting dilakukan sebagai salah satu upaya dalam

pencegahan stunting. Pemberian imunisasi dasar lengkap mampu mencegah

berbagai penyakit pada bayi. Bayi yang sering mengalami sakit-sakitan apalagi

hingga terkena infeksi akibat tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap,

cenderung akan terganggu atau terhambat tumbuh kembangnya sehingga

berpotensi untuk stunting (Saputri, 2019). Berdasarkan informasi yang diperoleh

dari informan diketahui bahwa anak mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Hal

ini dibuktikan dengan pernyataan informan berikut.

“…Kalo imunisasi lengkap ni sudah nona, karna saya selalu pi posyandu


to nona…” (DF)
“…Iya kakak lengkap!...” (YL)

Informan yakin bahwa dengan memberikan imuniasai yang lengkap akan

membuat daya tahan tubuh anak baik, sehingga anak tidak mudah sakit. Selain itu,
53

upaya dalam mendukung program pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan

pernyataan.

“…Biar dia sehat nona, karena a setau saya imunisasi kan biar anak
kebal dari sakit begitu nona…” (DF)
“…Untuk ketahanan imunnya sendiri, terus program pemerintah juga,
terus apa namanya sosialisasi dari petugas kesehatannya juga dan
menurut saya tidak ada ruginya malah membuat anak menjadi lebih
sehat…”(MJ)
“…Supaya anak saya sehat, walaupun dia stunting…” (YL)
Pernyataan ibu mengenai pemberian imunisasi secara lengkap dapat

dibuktikan dari kartu menuju sehat. Berdasarkan catatan imunisasi, diketahui

bahwa anak di wilayah kerja Puskesmas Tarus mendapatkan imunisasi lengkap,

walaupun waktu pemberian imunisasi tidak sesuai dengan jadwal yang

seharusnya.

3. Persepsi Ibu Balita tentang Pencegahan Stunting

Stunting umumnya terjadi pada balita. Pada rentang usia tersebut, ibu

dapat melihat apakah anak terkena stunting ataupun tidak. Walaupun baru dikenali

setelah lahir, ternyata stunting bisa berlangsung sejak anak berada dalam

kandungan. Setelah mengetahui pengertian stunting, penting bagi ibu melakukan

upaya pencegahan untuk memastikan anak tidak menjadi penderita stunting. 1000

HPK merupakan hal yang perlu diperhatikan ibu, hal ini dikarenakan 1000 HPK

memegang peranan penting dalam menentukan perkembangan anak selanjutnya.

1000 HPK dihitung semenjak janin hingga anak berusia kurang lebih dua tahun.

Stunting bisa terjadi sejak anak berada dalam kandungan (Rahayu, dkk 2018).

Oleh karena itu, langkah pencegahan sudah bisa dilakukan selama kehamilan dan

didua tahun pertama kehidupan anak.


54

Berikut merupakan persepsi ibu balita stunting mengenai pencegahan

stunting.

“…cara cegah stunting kasih makanan yang bergizi dan sehat, ASI sampe
enam bulan deng rajin pi imunisasi sa. Terus waktu hamil harus rajin pi
periksa supaya dapat vitamin ibu hamil…” (FP)

“…pas hamil na rajin pi periksa biar dapat obat atau vitamin to kalo
misalnya kita ada kenapa-kenapa, terus ju rajin kasih anak ASI, rajin pi
imunisasi dengan makan makanan yang sehat dong supaya kita dan bayi
ju sehat to.…” (DF)

“…kasih makanan-makanan yang bergizi, periksa kesehatan rutin itu…”


(YL)
Berdasarkan pernyataan di atas diketahui bahwa persepsi yang

disampaikan informan hanya berfokus pada intervensi gizi spesifik, seperti

mengkonsumsi makanan yang bergizi, ASI eksklusif, imunisasi, periksa

kehamilan dan kesehatan secara rutin, namun informan tidak memperhatikan

intervensi gizi sensitif, yakni penerapan perilaku hidup bersih dan sehat.

Pencegahan stunting memerlukan intervensi gizi yang terpadu, mencakup

intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Pengalaman global menunjukkan bahwa

penyelenggaraan intervensi yang terpadu untuk menyasar kelompok prioritas di

lokasi prioritas merupakan kunci keberhasilan perbaikan gizi dan tumbuh

kembang anak, serta pencegahan stunting (Levinson dkk, 2013). Merujuk pada

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan

Nasional Percepatan Perbaikan Gizi stunting dapat dicegah dengan pemberian

tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan, pemberian makanan

tambahan ibu hamil, pemenuhan gizi, persalinan dengan dokter atau bidan yang

ahli, pemberian inisiasi menyusu dini (IMD), pemberian ASI secara eksklusif
55

pada bayi hingga usia enam bulan, memberikan MP-ASI untuk bayi di atas enam

bulan hingga dua tahun, pemberian imunisasi dasar lengkap dan vitamin A,

pemantauan pertumbuhan balita di posyandu terdekat, serta penerapan perilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS).

Informan mengetahui cara pencegahan ini sejak sejak hamil, sejak

kelahiran anak sebelumnya, dan sejak kepemimpinan gubernur baru (beberapa

tahun terakhir) dimana penurunan angka stunting menjadi salah satu program

untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan

berikut.

“…sejak beta hamil tuh beta su tau ade…” (FP)

“…Pencegahan stunting ini, a kalau yang betul- betul apa namanya tau
sekali itu betul- betul waktu masa kepemimpinannya gubernur Viktor
Laiskodat ini, karena programnya dia itu a mengenai pemberantasan
stunting di NTT kan kak…” (MJ)
“…Sejak beberapa tahun terkahir, kita pelan-pelan belajar tentang
pecegahan stunting ini…” (YL)
Pencegahan stunting harus diketahui dan dilaksanakan sebelum dan

selama kehamilan, karena adanya kemungkinan anak mengalami stunting sejak

dalam kandungan atau saat ibu hamil, apalagi jika ibu memiliki status gizi yang

kurang. Ibu hamil dengan status gizi kurang akan menyebabkan gangguan

pertumbuhan janin, penyebab utama terjadinya bayi pendek (stunting) dan

meningkatkan risiko obesitas, serta penyakit degeneratif pada masa dewasa (The

Lancet, 2015)

Informan mengakui sudah melakukan langkah pencegahan, tetapi

informan tidak mengetahui dengan pasti apakah pencegahan sudah dilakukan

dengan tepat. Hal ini dapat dibuktikan dengan pernyataan berikut.


56

“…apa yang dilakukan di rumah kan pasti telah sesuai dengan a kondisi
di rumah. Saya tidak tahu apakah sudah sesuai dengan yang diberikan
oleh petugas kesehatan…” (MJ)

“…iyah, su buat kaka. Kalau menurut beta (saya) sudah tepat dan teratur
kaka. Eee tapi sonde tau menurut orang yang lebih paham dong…” (EK)

“…sejauh ini saya sudah melakukan secara teratur sesuai dengan yang
dianjurkan. Soal tepat tidaknya be sonde (saya tidak) begitu tau kak...”
(YL)

Ibu menyampaikan bahwa sudah melakukan upaya pencegahan, akan

tetapi anak tetap stunting, kemungkinan hal ini bisa terjadi dikarenakan stunting

disebabkan oleh multi faktor, seperti makanan komplementer yang tidak adekuat

yang dibagi lagi menjadi tiga, yaitu kualitas makanan yang rendah, cara

pemberian yang tidak adekuat, dan keamanan makanan dan minuman. Kualitas

makanan yang rendah dapat berupa kualitas mikronutrien yang rendah, keragaman

jenis makanan yang dikonsumsi dan sumber makanan hewani yang rendah,

makanan yang tidak mengandung nutrisi, dan makanan komplementer yang

mengandung energi rendah. Cara pemberian yang tidak adekuat berupa frekuensi

pemberian makanan yang rendah, pemberian makanan yang tidak adekuat ketika

sakit dan setelah sakit, konsistensi makanan yang terlalu halus, pemberian makan

yang rendah dalam kuantitas. Keamanan makanan dan minuman dapat berupa

makanan dan minuman yang terkontaminasi, kebersihan yang rendah,

penyimpanan dan persiapan makanan yang tidak aman. Faktor ketiga yang dapat

menyebabkan stunting adalah pemberian air susu ibu (ASI) yang salah bisa karena

inisiasi yang terlambat, tidak ASI eksklusif, penghentian menyusui yang terlalu

cepat. Faktor keempat adalah infeksi klinis dan subklinis seperti infeksi pada usus:

diare, environmental enteropathy, infeksi cacing, infeksi pernafasan, malaria,


57

nafsu makan yang kurang akibat infeksi, dan inflamasi (World Health

Organization, 2013).

Temuan menarik dalam fokus penelitian ini yaitu, adanya gap antara

persepsi informan mengenai pencegahan dan implementasi pencegahan yang tidak

dapat dipastikan prosedurnya oleh informan. Oleh karena itu, menurut peneliti

informan perlu didampingi agar implementasi pencegahan stunting dilakukan

sesuai dengan prosedur yang tepat. Pendamping dapat dilakukan oleh kader

posyandu. Pelaksanaan pendampingan dilakukan dengan mempelajari potensi

keluarga, permasalahan keluarga, kemudian melaksanakan dampingan dengan

diskusi, demonstrasi, dan praktek.

4. Persepsi Ibu tentang Penanggulangan Stunting

Periode 1.000 hari pertama sering disebut window of opportunities atau

sering juga disebut periode emas (golden period) didasarkan pada kenyataan

bahwa pada masa janin sampai anak usia dua tahun terjadi proses tumbuh

kembang yang sangat cepat dan tidak terjadi pada kelompok usia lain. Pemenuhan

asupan gizi pada 1000 HPK anak sangat penting. Jika pada rentang usia tersebut

anak mendapatkan asupan gizi yang optimal, maka penurunan status gizi anak

bisa dicegah sejak awal (Rahayu, dkk 2018).

Penanggulangan stunting pada dasarnya dilakukan saat anak terindikasi

mengalami stunting. Upaya penanggulangan stunting dilakukan agar tidak

memperburuk kondisi anak stunting. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ibu

mempersepsikan penanggulangan stunting dilakukan dengan memberikan

makanan bergizi dan mengkonsumsi marungga , mengunjungi posyandu, memberi


58

obat dan vitamin, serta mengajak anak beraktivitas. Berikut adalah pernyataan

informan mengenai cara menanggulangi stunting.

“….Beta (saya) mau sibuk kermana ju beta tetap harus bawa dia pi
posyandu supaya dapat suntik dan obat…” (FP)

“…beta (saya) selalu bawa dong (mereka) pi posyandu supaya petugas


dong bisa bantu, sama kek kasih obat vitamin ko suntik ko atau dapat
makanan di posyandu. Terus beta (saya) selalu kasih dong makan satu
hari tu tiga kali, biar nasi deng garam ju yang penting dong makanan
supaya dong pung berat naik, kalo ada marungga (kelor) ju be kasih
makan karna ibu bidan dong bilang marungga tu bagus untuk anak
kecil…” (ML)
“…Selalu beri dia makan, ajak dia beraktivitas,terus a lebih banyak
minum air marungga sering sekali…” (MJ)
“…Cara yang saya lakukan memberikan dia makanan yang bergizi, rajin
bawa posyandu biar diberi vitamin dan suntikan dengan begitu kan
walaupun dia stunting dia tetap sehat, bisa bermain dan bersemangat, yah
begitulah…” (YL)
Pernyataan di atas menunjukan bahwa persepsi ibu tentang upaya

penanggulangan stunting terfokus pada intervensi gizi spesifik. Upaya

penanggulangan dan penanganan stunting terintegrasi di Indonesia meliputi, pola

asuh (inisiasi menyusui dini, ASI eksklusif, melanjutkan menyusui sampai usia

dua tahun atau lebih dan pemberian M-PASI, serta layanan kesehatan yang baik

seperti posyandu dan imunisasi), pola makan “pemberian makan sesuai pola isi

piringku” (makanan pokok sumber karbohidrat, sayur dan buah sebagai sumber

vitamin dan serat, lauk pauk sebagai sumber protein); air bersih dan sanitasi (air

bersih, jamban keluarga, cuci tangan pakai sabun) (Kementerian Koordinator

Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2018)


59

Ibu sudah melakukan upaya penanggulangan sejak anak masih bayi,

memasuki usia MP-ASI dan setelah diketahui anak mengalami stunting. Hal ini

dibuktikan dengan pernyataan berikut.

“...Saya rawat mulai dari saya pi periksa petugas bilang saya pung anak
ni stunting jadi harus begini na begitu na jadi saya ikut su…” (DF)
“..Sejak dia memasuki usia MPASI saya selalu buat kak. Seminggu itu 3
sampai dengan 4 kali bikin sup marungga biar dia senang makan
begitu…” (MJ)
“…sering sekali, sejak anak masih bayi sampe sekarang…” (EK)
“…Saya tahu sejak petugas puskesmas dan orang kader memberitahu
bahwa anak saya stunting, jadi membutuhkan perhatian yang lebih…”
(YL)

Setiap anggota keluarga memiliki beberapa peran dalam keluarga antara

lain sebagai motivator, edukator, dan fasilitator (Cahyani dkk, 2019). Dalam

upaya melakukan penanggulangan stunting, ibu mendapatkan dukungan dari

berbagai pihak, seperti suami, keluarga, dan petugas kesehatan. Hal ini dibuktikan

dengan pernyataan berikut.

“..Sangat dukung nona ee, apale dia punya bapak…” (DF)


“…ada kaka, semua ikut mendukung …” (EK)

Dukungan yang diberikan oleh suami, keluarga, dan petugas kesehatan

dalam bentuk perilaku sebagai berikut.

“…biasa ju yang kasih makan dia punya bapa kalau beta (saya) ada
masak ko dia pung bapa sonde (tidak) pi kerja. Nenek dong dukung dalam
doa sa kalau petugas dong talalu dukung karena selalu kasih ingat beta
harus buat apa untuk adek dong, biasa dong datang panggil beta dirumah
kalo mau posyandu pas be lupa karena beta ju sonde ada hp na…” (ML)
“..dia talalu dukung, malahan kalo saya ada keluar dia yang kasi makan
ade, kadang ju kalo sonde (tidak) pi kerja na dia antar saya pi periksa dan
pi posyandu. Petugas dong ni selalu dukung aa ko dong yang selalu kasi
ingat saya untuk datang periksa to kalo sonde na dong sms atau telfon ju.
Kalo dia pung nene dan keluarga dong na kasi dukungan suru ketong
60

(kami) kasi anak makan ini, makan itu supaya sehat begitu dan dong ju
selalu kasitau supaya kita jang stres dan kita punya anak...” (DF)
“…kalau suami ikut bantu buat kasih makan anak, dia pung anak tidak
boleh terlambat makan atau paksa anak begitu biar dia mau makan, itu
biar anak menangis sonde (tidak) mau makan ju bapa tua paksa. Kasihan
ma, tapi demi kebaikan anak kita ikut su ma… mereka selalu ingatkan,
biar anak dikasih makan 4 sehat 5 sempurna terus selalu ingatkan beta
biar datang ke posyandu…” (EK)
“…mendorong supaya bisa memberikan anak makanan yang bergizi untuk
pertumbuhan anak, selalu mengingatkan untuk periksa ke posyandu
supaya terpantau dia pung tinggi badan dan berat badan…” (YL)

Berdasarkan pernyataan di atas, bentuk dukungan yang diberikan suami

dan keluarga adalah dengan ikut membantu dalam mengasuh anak, memberikan

dukungan moral kepada ibu agar ibu tidak mudah stres dalam mengasuh anak.

Petugas kesehatan ikut berperan penting dalam upaya penanggulangan stunting,

yaitu selalu menghimbau serta mengingatkan ibu balita stunting untuk menjaga

kondisi anak dan melakukan kunjungan di posyandu.

Pernyataan mengenai dukungan suami dan keluarga, dikonfirmasi oleh

pemegang program gizi dan kader posyandu sebagai berikut.

“…Kalo misalnya kita pasang sepuluh orang disitu, yang memberi


dukungan ada mungkin tiga atau empat bapak. Yang enamnya itu mereka
lebih banyak urus anak itu urusannya mama ya. Kalo bentuk dukungannya
apa, biasanya orang tua dari sepuluh anak ini bapak yang empat ini
mereka rajin antarkan mamanya ke posyandu, mendengarkan infromasi-
informasi ya, ada juga yang memberi motivasi …” (MM)
“…Saya sonde (tidak) tau nona bagaimana kalo dirumah masing, karena
kan tidak 24 jam kita pantau. Tapi yang saya lihat ada yang mendukung,
tapi ada juga yang masi masa bodoh. Dukunganya itu misalnya apa ee
yang seperti yang nona lihat di posyandu waktu itu ada bapa yang antar
anak posyandu, biar cuma antar sa itu kan menurut saya bentuk
dukungannya to…” (FM)
“…Dukungan dari suami ada mereka selalu dukung. Semua orang tua kan
pasti mau selalu mendukung yang terbaik bagi anaknya. A kasih
semangat, support ibu ibu maksudnya tiap posyandu pasti dalam keluarga
61

ada yang ingatkan hari ini posyandu, pokoknya jadi penyemangat dalam
keluarga saling mengingatkan, karena kami posyandu setiap tanggal
sepuluh kan ibu. A ada juga yang datang antar istri anak posyandu itu kan
bentuk dukungan kan ibu…” (SA)
“…Itukan kembali ke keluarga dan rumah tanggga masing- masing jadi
kita su sonde tau begitu. Yang biasa datang timbangkan istrinya, jarang
ada bapa yang datang timbang kita tidak tau alasannya apa. Sebenarnya
yang bagus itu suami dan istri bawa anak datang timbang berdua untuk
tau perkembangan anaknya, bukan hanya ibu saja yang tau dan datang
timbang. Selama ini yang kita alami bapa-bapa itu tidak pernah datang
untuk bawa anak timbang…” (EP)

Berdasarkan pernyataan diatas diketahui bahwa ada kelompok suami yang

mendukung dan ada yang tidak mendukung. Peneliti menemukan bahwa

dukungan yang diberikan suami dalam bentuk mengantar anak posyandu,

mendengar informasi-informasi, dan memberi motivasi. Namun, masih ditemui

suami yang jarang atau bahkan tidak pernah menghantar anak ke posyandu,

bersikap acuh tak acuh, serta berasumsi bahwa urusan mengenai anak adalah

urusan ibu atau istri.

Dukungan pemegang program gizi dan kader posyandu ditunjukan dengan

memberikan penyuluhan, motivasi, mengingatkan ibu untuk mengikuti posyandu,

melakukan kunjungan rumah, dan mengarahkan ibu untuk memberikan makanan

yang sehat. Hal ini dibuktikan dari pernyataan berikut.

“…Yang pertama penyuluhan, motivasi ya kepada ibu ini…” (MM)


“…Penyuluhan saja dari kami kader dan petugas kesehatan, kadang juga
mengingatkan ibu- ibu dong untuk datang posyandu. Setiap menjelang
posyandu itu saya selaku ketua kader kadang kunjung dari rumah ke
rumah untuk ingatkan ibu, biar sonde lupa kalo ada imunisasi. Kadang
ada yang ditelepon kan biasanya ju kami simpan nomor hp ibu, ada ju
yang ketong panngil ke rumah. Misalnya ma ada posyandu ni, mari ko
datang ketong tunggu biar anak dong sehat begitu…” (FM)
“…Dukungan dari kami itu misalnya kek kasih mereka a pendapat,
motivasi, penyemangat itu kek kata- kata yang baik, contohnya ibu tolong
62

esok bawa anak posyandu soalnya anak ini begini dia ini stunting, kader
ingatkan penting untuk posyandu apalagi adek ini stunting. Baru kami
kader juga setiap tanggal sembilan pasti kami sudah saling kasi tau
keliling masyarakat untuk posyandu. Untuk ibu yang jarang antar anak ke
posyandu itu kami telepon juga…” (SA)
“…Kalo dukungan kita paling mengarahkan untuk memberikan anak
makanan- makanan yang sehat itu tidak harus mahal, yang penting itu ada
sayur- sayur. Terus menghubungi ibu kalo ada jadwal posyandu, kita
dekati mereka secara khusus tapi itu andia saya bilang tergantung dari
mereka juga apakah mereka mau atau tidak kan yang selama ini kita
temukan dilapangankan seperti itu. Walaupun kita dekati mereka jawab
iya tapi begitulah namanya juga kita orang desa begitu sudah kak didepan
kita jawab iya, balek belakang sudah masa bodoh…” (EP)
Stunting sering tidak disadari oleh masyarakat karena tidak adanya

indikasi „instan‟ seperti penyakit. Efek kejadian stunting pada anak dapat menjadi

predisposing terjadinya masalah-masalah kesehatan lain hingga nanti dewasa,

seperti penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah,

kanker, stroke, serta disabilitas pada usia tua. Oleh karena itu, penanggulangan

masalah stunting harus dimulai jauh sebelum seorang anak dilahirkan (periode

100 HPK) dan bahkan sejak ibu remaja untuk dapat memutus rantai stunting

dalam siklus kehidupan (Aryastami, N. K., & Tarigan, 2017; Rahayu dkk, 2018).

Temuan menarik dalam fokus penelitian ini, yaitu adanya kemungkinan

tingkat ekonomi yang mempengaruhi jenis makanan yang diberikan. Kemiskinan

merupakan salah satu aspek penyebab terjadinya stunting. Menurut asumsi

peneliti keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah tidak dapat memenuhi

asupan gizi untuk anaknya, sehingga anak tersebut menjadi stunting. Kondisi ini

membuat tumbuh kembang anak menjadi terhambat sehingga menghasilkan

sumber daya manusia yang tidak berkualitas. Sumber daya manusia yang tidak

berkualitas menyebabkan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi,


63

sehingga terjerat dalam kemiskinan. Oleh karena itu perlu dilakukan

pemberdayaan masyarakat untuk meretas kemiskinan sehingga masalah stuning

dapat ditanggulangi, seperti memberikan pelatihan atau keterampilan agar bisa

mengoptimalkan produk-produk lokal yang bernilai ekonomi.

Berdasarkan temuan-temuan diatas peneliti merekomendasikan agar

petugas kesehatan memberikan edukasi, intervensi gizi spesifik dan intervensi

gizi sensitif pada masyarakat termasuk juga para remaja. Menurut asumsi peneliti

penanganan stunting yang efektif harus mencakup intervensi gizi spesifik dan

intervensi sensitif, keduanya harus berjalan secara bersamaan dan konsisten.

Intervensi yang direkomendasikan peneliti untuk menanggulangi stunting

di wilayah puskesmas Tarus, yaitu dengan menyediakan dan memastikan akses

pada air bersih dan sanitasi. Air bersih dan sanitasi layak adalah kebutuhan dasar

manusia, untuk mengatasi masalah air bersih dapat dilakukan secara swadaya

serta bergotong royong, dengan memanfaatkan dana desa. Sanitasi yang dikelola

dengan aman akan meningkatkan kesehatan, gizi, dan produktivitas masyarakat.

Membangun jamban, mengelola kotoran tinja dengan aman, mencuci tangan

menggunakan sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga,

pengelolaan sampah serta limbah cair rumah tangga adalah kunci untuk menjaga

anak dan keluarga tetap sehat. Selain itu meningkatkan akses rumah

tangga/keluarga ke makanan bergizi, dengan cara memaanfaatkan pekarangan

rumah untuk dijadikan kebun gizi dan pemeliharan hewan ternak agar bisa

memenuhi kebutuhan zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) dan mikro

(vitamin dan mineral) serta membantu meningkatkan ekonomi keluarga.


64

Edukasi untuk remaja juga perlu untuk dilakukan. Kualitas kesehatan

remaja menjadi kunci dalam mencegah stunting. Remaja sebagai calon orang tua

dimasa yang akan datang perlu dipersiapkan agar nanti dapat melahirkan generasi

yang unggul dan berkualitas. Salah satunya dengan memberikan intervensi, seperti

peningkatan pengetahuan remaja tentang kesehatan seksual, reproduksi serta gizi

pada remaja, dan rutin memberikan suplementasi zat besi untuk remaja putri.

Remaja putri harus dibekali pengetahuan mengenai pentingnya mencukupi asupan

zat besi dalam tablet tambah darah. Edukasi kepada remaja diperlukan agar

remaja dapat menerapkan empat pilar gizi seimbang, yakni mengkonsumsi aneka

ragam pangan, membiasakan berperilaku hidup bersih dan sehat, melakukan

aktifitas fisik, serta memantau berat badan secara teratur.

Memberikan pendidikan pengasuhan kepada orang tua juga tidak kalah

pentingnya untuk menanggulangi stunting. Pola asuh yang baik berperan penting

dalam pencegahan stunting. Pola asuh erat kaitanya dengan perilaku dan

kebiasaan yang dilakukan anggota keluarga. Penyediaan konseling pengasuhan

untuk orang tua ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

dalam menerapkan pengasuhan yang tepat pada anak. Selain itu diharapkan orang

tua dapat menjadi teladan dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Keterbatasan penelitian berkaitan dengan keterbatasan informasi yang

diperoleh peneliti. Hal ini disebabkan karena peneliti tidak membedakan antara

pencegahan dan penanggulangan pada saat pertanyaan wawancara disampaikan

kepada informan.
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Ibu mempersepsikan pengertian stunting cenderung kepada tanda-tanda

fisik yang meliputi anak terlihat kecil, serta pertumbuhan lambat, dengan ciri-

ciri badan pendek, kurus, lemah dan kurang gizi. Dampak stunting dihubungkan

dengan gampang sakit, lemah, tidak bersemangat, malas gerak, cacat fisik dan

daya tangkap anak berkurang. Stunting disebabkan karena anak tidak diberi ASI,

tidak melakukan imunisasi, cacingan, gizi kurang, tidak mengkonsumsi

makanan yang bergizi saat hamil, faktor genetik dan kelahiran premature.

Upaya pencegahan dilakukan informan dengan memberikan makanan

bergizi, ASI eksklusif, imunisasi, dan kunjungan Ante Natal Care.

Penanggulangan stunting dilakukan dengan posyandu, mengkonsumsi

marungga, obat dan vitamin, serta aktivitas fisik.

Pernyataan informan menunjukan bahwa, minimnya literatur tentang

stunting saat ini yang masih terbatas pada aspek fisik, menyebabkan ibu abai

dalam memantau tinggi badan anak balita. Informan tidak menyatakan bahwa

faktor lingkungan seperti air bersih dan sanitasi merupakan penyebab tidak

langsung terjadinya stunting pada anak. Pencegahan dan penanggulangan

stunting yang dilakukan ibu hanya terfokus pada intervensi gizi spesifik saja

tanpa adanya intervensi gizi sensitif, seperti mencuci tangan dengan air bersih

dan sabun, penggunaan jamban sehat, kebersihan diri dan lingkungan.

65
66

5.2 Saran

Berikut saran yang dapat diberikan.

1. Petugas kesehatan

Petugas kesehatan melakukan sosialisasi lanjutan mengenai stunting,

edukasi gizi, keterampilan hidup bersih dan sehat serta KIA dengan lebih

sering menggunakan media promosi kesehatan yang mudah dipahami oleh

semua kalangan. Informasi yang digaungkan bukan saja berkaitan dengan

aspek fisik akibat stunting dan faktor langsung penyebab stunting, tetapi

lebih diutamakan pada akibat stunting terhadap kecerdasan dan

perkembangan otak anak dan faktor tidak langsung penyebab stunting

seperti ketersediaan air bersih dan sanitasi.

2. Ibu balita stunting

Ibu diharapkan lebih sering berkonsultasi dan melakukan komunikasi dengan

kader posyandu serta petugas kesehatan, agar memperoleh informasi yang

lengkap dan tepat tentang stunting. Sehingga, persepsi ibu tentang stunting

lebih adekuat.

3. Pemerintah

Pemerintah diharapkan untuk meningkatkan akses kepada air bersih dan

sanitasi, penanggulangan kemiskinan serta edukasi orang tua mengenai

asupan makanan bergizi, penyakit infeksi, kesehatan ibu dan anak, serta

keterampilan hidup bersih dan sehat.


67

4. Peneliti Lain

Perlu adanya penelitian lanjutan terkait stunting terutama mengenai budaya

dan pengaruh lingkungan terhadap persepsi ibu dan hubungan antara

kelahiran premature dengan kejadian stunting.


DAFTAR PUSTAKA

Afrida, I. (2020). Hubungan Asi Ekslusif dan Status Imunisasi dengan Kejadian
Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Bowong Cindea Kabupaten Pangkep.
Nursing Inside Community, 2(3), 106–112.
http://jurnal.stikesnh.ac.id/index.php/nic/article/download/346/332/1288
Aryastami, N. K., & Tarigan, I. (2017). Kajian Kebijakan dan Penanggulangan
Masalah Stunting di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 45(4), 233–
240.
https://pdfs.semanticscholar.org/d68c/667c6a575f369b4e22605547d1de22d1
6e48.pdf
Badriah. (2014). Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi (N. F. Atif (ed.); 2nd ed.). PT.
Refika Aditama.
Cahyani, V. U., Yunitasari, Esti, D., & Indarwati, R. (2019). Dukungan Sosial
sebagai Faktor Utama Pemberian Intervensi Gizi Spesifik pada Anak Usia 6-
24 Bulan dengan Kejadian Stunting berbasis Transcultural Nursing. 5(1),
77–88. https://e-journal.unair.ac.id/PMNJ/article/download/12410/pdf
Dinas Kesehatan Provinsi NTT. (2019). Kecamatan dengan Prevalensi Stunting
Tertinggi Provinsi NTT. Dinas Kesehatan Provinsi NTT.
Harmoko, O. (2017). Menuju Masyarakat Sadar Stunting.
https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/menuju-masyarakat-sadar-stunting
Illahi, R. K., & Muniroh, L. (2018). Gambaran Sosio Budaya Gizi Etnik Madura
Dan Kejadian Stunting Balita Usia 24–59 Bulan Di Bangkalan. Media Gizi
Indonesia, 11(2), 135. https://doi.org/10.20473/mgi.v11i2.135-143
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan T. (2017). Buku saku
desa dalam penanganan stunting. In Buku Saku Desa Dalam Penanganan
Stunting (p. 42).
https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Buku_Saku_Stunting_Desa.pdf
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Situasi Balita Pendek (pp. 1–
10). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
https://pusdatin.kemkes.go.id/pdf.php?id=16061400001
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Kualitas Manusia
Ditentukan Pada 1000 Hari Pertama Kehidupannya. Biro Komunikasi Dan
Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI.
https://www.kemkes.go.id/article/view/17012300003/kualitas-manusia-
ditentukan-pada-1000-hari-pertama-kehidupannya.html
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018a). Hasil Utama Riset
Kesehatan Dasar. https://doi.org/10.1517/13543784.7.5.803
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018b). Ini Penyebab Stunting Pada
Anak. Biro Komunikasi Dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan
RI. https://www.kemkes.go.id/article/view/18052800006/ini-penyebab-
stunting-pada-anak.html
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018c). Situasi Balita Pendek
(Stunting) di Indonesia. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI, 1–56. https://pusdatin.kemkes.go.id/pdf.php?id=18102500001
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Kebijakan dan Strategi
Penanggulangan Stunting di Indonesia. FGD Skrining Malnutrisi Pada Anak
Di Rumah Sakit, 1–64. https://persi.or.id/wp-
content/uploads/2019/02/FINAL_PAPARAN_PERSI_22_FEB_2019_Ir._Do
ddy.pdf
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
Republik Indonesia. (2018). Penanganan Stunting Terintegrasi di Indonesia
(pp. 1–27). Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan.
https://standarpangan.pom.go.id/dokumen/lain-lain/WNPG/Materi-Deputi-
PMK-HPS.pdf
Kusumawardani, N., Soerachman, R., Laksono, A. D., Indrawati, L., Sari, P., &
Paramita, A. (2015). Penelitian Kualitatif di Bidang Kesehatan
(Kasnodihardjo (ed.)). PT. Kanisius.
https://www.researchgate.net/profile/Agung-Laksono-
2/publication/329763692_PENELITIAN_KUALITATIF_DI_BIDANG_KE
SEHATAN/links/5c198f1292851c22a335c67c/PENELITIAN-
KUALITATIF-DI-BIDANG-KESEHATAN.pdf?origin=publication_detail
Levinson, F. J., Balarajan, Y., & Marini, A. (2013). Addressing Malnutrition
What Have We Learned From Recent International Experience  ? (pp. 1–
64). UNICEF Nutrition Working Paper, UNICEF and MDG Achievement
Fund. https://www.aecid.es/Centro-
Documentacion/Documentos/Divulgación/Addressing_malnutrition_multisec
torally_MDG_F_Item1_Final-links.pdf
Liem, S., Panggabean, H., & Farady, R. M. (2019). Persepsi Sosial Tentang
Stunting di Kabupaten Tangerang. Jurnal Ekologi Kesehatan, 18(1), 37–47.
https://doi.org/10.22435/jek.18.1.167.37-47
Margawati, A., & Astuti, A. M. (2018). Pengetahuan ibu, pola makan dan status
gizi pada anak stunting usia 1-5 tahun di Kelurahan Bangetayu, Kecamatan
Genuk, Semarang. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of
Nutrition), 6(2), 82–89. https://doi.org/10.14710/jgi.6.2.82-89
Masturoh, I., & Nauri Anggita. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan
(Pertama). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2018/09/Metodologi-Penelitian-Kesehatan_SC.pdf
Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Standar Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak, Pub. L. No. 1995/MENKES/SK/XII/2010, 40 (2011). https://doc-
0g-40-
docs.googleusercontent.com/docs/securesc/4nrnvqokolanakfb9bomsg9td3ek
da2j/dhamrr32spmo7lpo0igd74qn17mno0a1/1612612725000/049195438213
64091807/06097849911215659940/0B_8e76vgfxWLcFo1cHB0cUNUYTQ?
e=download&authuser=0&nonce=bgds0ekj77thk&use
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat, Pub. L. No. 75 tahun 2014 (2014).
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK No. 75 ttg
Puskesmas.pdf
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang
Upaya Kesehatan Anak, Pub. L. No. 25 (2014).
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/117562/permenkes-no-25-tahun-
2014
Millennium Challenge Account- Indonesia. (2015). Memahami Perilaku
Masyarakat Indonesia tentang Gizi dan Kebersihan Hasil Studi Formatif
Program Komunikasi dan Kampanye Gizi Nasional. http://www.mca-
indonesia.go.id/assets/uploads/media/pdf/MCAIndonesia-Presentasi-Hasil-
Riset-Formatif.pdf
Nasar, S. S. (2013). Buku Acara Simposium & Workshop Ilmu Nutrisi Anak.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://sipeg.ui.ac.id/ng/arsipsk/20190822-Cat-
1886a26ea293c5f4fa3b9e1bbab34c80.pdf
Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta  : Rineka
Cipta.
Olsa, E. D., Sulastri, D., & Anas, E. (2018). Hubungan Sikap dan Pengetahuan
Ibu Terhadap Kejadian Stunting pada Anak Baru Masuk Sekolah Dasar di
Kecamanatan Nanggalo. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(3), 523.
https://doi.org/10.25077/jka.v6i3.733
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang Air Susu
Ibu Eksklusif, Pub. L. No. 33 Tahun 2012, 66 37 (2012).
https://www.fairportlibrary.org/images/files/RenovationProject/Concept_cost
_estimate_accepted_031914.pdf
Pradono, J., Soerachman, R., Kusumawardani, N., & Kasnodihardjo. (2018).
Panduan Penelitian dan Pelaporan Penelitian Kualitatif (E. Martha & A.
Suwandono (eds.); Satu). Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
http://repository.litbang.kemkes.go.id/3508/1/Buku_Paduan Penelitian dan
Pelaporan Penelitian Kualitatif.pdf
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan
Nasional Percepatan Perbaikan Gizi, Pub. L. No. 42, 1 (2013).
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/41412/perpres-no-42-tahun-2013
Puskesmas Tarus. (2019). Profil Kesehatan.
Rahayu, A., Rahman, F., & Marlinae, L. (2018). Buku Ajar 1000 HPK (P. Rahmi
(ed.); Pertama). CV Mine. http://kesmas.ulm.ac.id/id/wp-
content/uploads/2019/02/BUKU-AJAR-1000-HARI-PERTAMA-
KEHIDUPAN.pdf
Rahayu, A., Yulidasari, F., Octaviana, A., & Anggaini, L. (2018). Study Guide-
Stunting dan Upaya Pencegahannya Bagi Mahasiswa Kesehatan Mayarakat
(Hadianor (ed.); Pertama). CV Mine. http://kesmas.ulm.ac.id/id/wp-
content/uploads/2019/02/BUKU-REFERENSI-STUDY-GUIDE-
STUNTING_2018.pdf
Rahman, T., Andhani, R., & Triawanti. (2016). Hubungan Antara Status Gizi
Pendek (Stunting) Dengan Tingkat Karies Gigi. Jurnal Kedokteran Gigi, 1
(1), 88-93 (21).
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/dentino/article/download/427/350
Saleh, S. (2017). Analisis Data Kualitatif (H. Upu (ed.)). Pustaka Ramadhan.
https://eprints.unm.ac.id/14856/1/ANALISIS DATA KUALITATIF.pdf
Saputri, R. A. (2019). Upaya Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Stunting
Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jurnal Dinamika Pemerintahan,
2(2), 152–168. https://doi.org/10.36341/jdp.v2i2.947
Saryono, & Anggraeni, M. D. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta  : Nuha Medika.
Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Periode 2018 – 2024, 1
(2018) (testimony of Setwapres).
https://stunting.go.id/?smd_process_download=1&download_id=4735
Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung  : Alfabeta.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sumantri, A. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta  : Prenadamedia.
Sutriyawan, A., Kurniawati, R. D., Rahayu, S., & Habibi, J. (2020). Hubungan
Status Imunisasi dan Riwayat Penyakit Infeksi dengan Kejadian Stunting
pada Balita: Studi Retrospkektif. Journal Of Midwifery, 8(2), 1–9.
https://jurnal.unived.ac.id/index.php/JM/article/view/1197
The Lancet. (2015). Maternal and Child Nutrition.
https://www.thelancet.com/series/maternal-and-child-nutrition
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. (2017). 100
Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting).
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia.
http://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Binder_Volume1.pdf
Torlesse, H., Cronin, A. A., Sebayang, S. K., & Nandy, R. (2016). Determinants
of stunting in Indonesian children: Evidence from a cross-sectional survey
indicate a prominent role for the water, sanitation and hygiene sector in
stunting reduction. BMC Public Health, 16(1), 1–11.
https://doi.org/10.1186/s12889-016-3339-8
Tysmala, N. D., & Widari, D. (2018). Hubungan Berat Badan Lahir Rendah dan
Penyakit Infeksi dengan Kejadian Stunting pada Baduta di Desa Maron
Kidul Kecamatan Maron Kabupaten Probolinggo. Amerta Nutrition, 373–
381. https://doi.org/10.2473/amnt.v2i4.2018.373-381
Uliyanti, Tamtomo, D. ., & Anantanyu, S. (2017). Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan. Jurnal Vokasi
Kesehatan, 3(2), 1–11. https://doi.org/https://doi.org/10.30602/jvk.v3i2.107
Walgito, B. (2017). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta  : C.V Andi Offset.
World Health Organization. (2002). Global Strategy for Infant and Young Child
Feeding.
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/42590/9241562218.pdf
World Health Organization. (2013). Childhood Stunting  : Context , Causes and
Consequences WHO Conceptual framework.
https://www.who.int/nutrition/events/2013_ChildhoodStunting_colloquium_
14Oct_ConceptualFramework_colour.pdf?ua=1
World Health Organization. (2014). WHO global nutrition targets 2025: Stunting
policy brief. Geneva  : World Health Organization.
ttps://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/149019/WHO_NMH_NHD_
14.3_eng.pdf?ua=1
Yadika, A. D. N., Berawi, K. N., & Nasution, S. H. (2019). Pengaruh Stunting
terhadap Perkembangan Kognitif dan Prestasi Belajar. Medical Journal of
Lampung University, 8(2), 273–282.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/2483
/2439
Yusuf, M. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan. Jakarta  : Prenadamedia.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Panduan Wawancara Informan Kunci

Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Tingkat Pendidikan :
Jumlah Anak :
Umur anak :
Waktu :

A. PERSEPSI TENTANG PENGERTIAN STUNTING?


1. Apakah ibu pernah mendengar istilah tentang stunting?
2. Jika pernah mendengar istilah stunting, dari siapa dan dimana ibu mengetahui istilah tentang
stunting tersebut?
3. Menurut ibu, apa itu stunting?
4. Menurut ibu anak yang stunting itu cirinya apa?
5. Apa yang ibu rasakan saat mengetahui anak ibu mengalami stunting, adakah rasa cemas serta
khawatir saat mengetahui anak ibu mengalami stunting?
a. Jika YA mengapa ?
b. Jika TIDAK mengapa?
6. Apakah ibu langsung memberitahu suami mengenai kondisi anak ibu? Bagaimana dengan
orang tua serta mertua apakah ibu juga memberitahu mereka ?
a. Jika YA mengapa dan bagaimana reaksi mereka saat mengetahui bahwa anak ibu
mengalami stunting?
b. Jika TIDAK mengapa?
7. Menurut ibu, apa sajakah dampak yang akan dialami jika anak mengalami stunting ? Apakah
ibu takut jika dampak tersebut terjadi pada anak? Bagaimana dengan suami, apakah beliau
merasa takut jika dampak tersebut terjadi pada anak? Kalau orang tua serta mertua ibu, apakah
mereka juga merasa takut jika dampak tersebut terjadi pada cucunya?

B. PERSEPSI TENTANG PENYEBAB STUNTING

1. Apa sajakah penyebab stunting pada balita?


2. Menurut ibu apakah anak yang kurang gizi itu stunting?
3. Darimana dan siapa yang memberitahu ibu mengenai penyebab stunting pada balita?
4. Apakah saat kehamilan dan masa setelah melahirkan ibu sering mengunjungi pusat pelayanan
kesehatan untuk memeriksa kehamilan dan kesehatan ibu?
5. Menurut ibu, apa pentingnya memeriksa kehamilan dan kesehatan ibu setelah melahirkan di
PUSKEMAS atau PUSTU? (cross check di data kunjungan ANC)
6. Apakah ada pantangan makanan khusus saat ibu hamil? Jika ada jenis makanan apakah itu dan
apa alasan ibu tidak mengkonsumsi makanan tersebut? Bagaimana dengan minuman tertentu,
apakah ada pantangan juga? Jika ada jenis minuman apakah itu dan apa alasan ibu tidak
mengkonsumsi minuman tersebut?
7. Apakah ada cairan atau makanan lain yang sempat diberikan ibu sebelum anak berusia 6
bulan? Jenis cairan atau makanan apasajakah itu?
a. Jika YA, siapa yang menyarankan hal tersebut? Adakah yang pernah melarang praktek
itu? Apa yang ibu rasakan saat memberi makanan atau cairan lain kepada bayi (apakah
rasa khawatir, tenang, yakin, aman) dan Mengapa ibu merasakan itu?
b. Jika TIDAK, dari siapa ibu mengetahui tentang ASI eksklusif? Apakah ibu pernah
mendapat tekanan/ dukungan?
8. Makanan pendamping ASI seperti apa yang biasa ibu berikan kepada anak ibu?
9. Apakah ada pantangan makanan khusus yang diberikan pada anak? Jika ada, jenis makanan
apakah itu dan apa alasan ibu tidak memberikan makanan tersebut?
10. Apakah anak ibu mendapatkan imunisasi secara lengkap? (dibuktikan dengan menunjukan
KMS)
a. Jika YA, apa alasan ibu memberikan imunisasi secara lengkap pada anak ibu?
Adakah hal lain yang menjadi alasan?

b. Jika TIDAK, apa alasan ibu tidak memberikan imunisasi secara lengkap pada anak
ibu? Adakah yang mengantar? Apakah posyandu jauh? Bagaimana dengan sikap
petugas kesehatan?

C. PERSEPSI TENTANG PENCEGAHAN STUNTING

1. Bagaimanakah cara untuk mencegah stunting?


2. Kapan ibu mengetahui cara pencegahan ini?
3. Apakah ini diketahui setelah anak diketahui mengalami stunting?
4. Pencegahannya diketahui dari siapa?
5. Apakah sudah dilakukan? Jika sudah dilakukan apakah sudah dilakukan secara teratur atau tepat
sesuai yang dianjurkan?

D. PERSEPSI TENTANG PENANGGULANGAN STUNTING

1. Bagaimana cara ibu untuk menanggulangi stunting?


2. Kapan ibu melakukan penanggulangan ini?
3. Berapa kali ibu melakukan penanggulangan itu?
4. Dalam bentuk apa sajakah ibu melakukan penanggulangan itu?
5. Adakah yang mendukung? Suami? Mertua? Petugas kesehatan? Orang lain?
Jika ADA dukungan dalam bentuk apa sajakah itu?
Lampiran 2. Pedoman Wawancara Informan Tambahan Pemegang Program Gizi Dan Kader
Posyandu

1. Apakah ibu selaku kader posyandu/ pemegang prog.gizi pernah memberikan informasi terkait
stunting, penyebab, upaya pencegahan dan cara menanggulangi stunting saat posyandu/ saat ibu
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin?
2. Menurut ibu diantara pengetahuan tentang pengertian stunting, ciri-ciri stunting, dampak,
penyebab stunting serta cara pencegahan dan penanggulangan stunting mana yang menurut ibu
masih rendah dikelompok ibu- ibu stunting? Mengapa?
3. Menurut ibu, bagaimana pengetahuan ibu yang memiliki balita stunting? Jika rendah/ tinggi,
menurut ibu mengapa?
4. Berdasarkan hasil temuan, ada orang tua yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi namun
anaknya mengalami stunting. Menurut ibu sajakah kemungkinan penyebabnya? Mengapa ibu
berpikir demikian?
5. Menurut pengamatan ibu selama menjadi kader posyandu atau petugas kesehatan bagaimana
ciri-ciri anak stunting yang paling sering ditemukan?
6. Menurut pengamatan ibu jika orang tua mengatahui anaknya mengalami stunting. Apakah
mereka merasa cemas / khawatir?
Jika ada, rasa cemasnya ditunjukan dengan perilaku seperti apa?
7. Sampai saat ini, dampak stunting yang paling sering terlihat di posyandu atau wilayah kerja
puskesmas Tarus itu apa?
8. Apakah disini ada makanan/ minuman khusus yang menjadi pantangan bagi ibu hamil?
9. Apakah disini ada makanan/ minuman yang diperkenalkan sejak dini kepada bayi sebelum
berusia 6 bulan?
10. Apakah disini ada pantangan makanan khusus pada anak?
11. Menurut ibu adakah dukungan yang diberikan suami atau anggota keluarga lain kepada ibu
yang memiliki anak stunting?
Jika YA dukungannya itu dalam bentuk apa?
12. Dukungan apa saja yang diberikan kader atau petugas kesehatan untuk ibu dalam mencegah
atau menanggulangi stunting?
Lampiran 3. Transkip Wawancara

Informan 1

P : Selamat siang kakak, perkenalkan saya Sisilia Noviaming mahasiswi FKM UNDANA yang hendak
melakukan penelitian dengan judul Kajian Persepsi Ibu Balita tentang Stutning di Wilayah
Puskesmas Tarus Kabupaten Kupang kak. Oleh karena itu saya a memohon kesediaan kakak untuk
menjawab pertanyaan ini sesuai dengan kondisi yang sebenarnya kak. Kita langsung mulai saja ee
kak.

I : Oke ade siap.

P : Kak pernah dengar ko istilah tentang stunting?

I : Iya ade pernah

P : Kalau kakak pernah dengar, kakak dengar dari siapa ee, terus kakak ddengar dimana?

I : A Kalo sonde salah waktu itu beta dengar dari ibu kader posyandu dan ibu bidan ade. Beta
dengarnya di pustu dan di tempat posyandu, eee kalo di pustu itu pas beta periksa kehamilan rutin
terus kalo di posyandu pas ada penimbangan berat badan dan imunisasi.

P : Menurut kakak stunting itu apa?

I : Sepengetahuan beta, stunting itu balita yang pendek. Hmm itu su.

P : Menurut kak, ciri-ciri anak yang stunting itu kermana ee?

I : Ciri-ciri anak stunting tuh dia pung badan pendek. Emm terus dari yang beta dengar selain dia
pendek, dia pung pertumbuhannya itu lambat. Tapi beta sonde yakin, karna sejauh ini beta pung
anak ada baik sa.

P : Apa yang kakak rasa pas kakak tahu kalau kak pung anak ini stunting? Kira- kira kakak ada rasa
cemas dan khawatir ko?

I : Beta sonde ada rasa cemas atau khawatir ade, karna beta pung anak ni ada sehat-sehat sa. Ko dia ju
ada bermain ke biasa, baru beta pung keluarga pung anak dong banyak ju yang pendek ke dia na.
Kadang ju ade yang ketong dengar dari petugas kesehatan ni sonde sesuai ju. Pokoknya ke
kermanaa ee, makanya beta ni ke sonde terlalu percaya-percaya ju.

P : Kakak ada kasih tahu bapa ko kalau ade nii stunting? Terus dia pung nenek dong kakak kasih tau ju
ko sonde? Kira- kira kalo kakak kasih tahu reaksi mereka karmana oo kak?

I : Beta kasih tau, karna ini ju dia pung anak jadi dia ju harus tau ee ade. Ketong tinggal dengan be
pung orang tua jadi be pung orang tua disini tau, tapi kalo beta pung mama mantu beta sonde
kastau, karna be pung mama mantu sonde tinggal deng ketong na.
Beta pung suami dan orang tua rasa biasa sa karna dia pikir dia pung anak ada sehat, anak ju ada
bisa bermain ke biasa ju. Baru ko disini ju banyak anak-anak yang postur badan sama ke dia.

P : Ooo begitu ee kak, terus kak menurut kakak, akibat dari stunting ini apa ? Ju, kak takut ko sonde
kalo kakak pung anak kena akibat dari stunting ni? Terus dia punya bapa dan nene dong karmana
oo kak?
I : Eee kalo soal itu beta kurang tau ee kak, tapi yang beta dengar nanti anak gampang sakit. Kalo
takut su pasti, ko namanya ju beta ni mama aa, beta pasti takut ini anak sakit ko apa begitu. Biasa
sa ju ade, suami deng orang tua ju takut ee kalo dong pung anak atau cucu sakit, ma sampe
sekarang dong ke biasa sa ju ade.

P : Kemudian kan, kakak tau ko penyebab stunting pada balita?

I : Penyebab stunting tuh karna sonde ASI, sonde imunisasi, aes deng kurang gizi. Biasa ju karna anak
cacingan. Tapi sepengetahuan beta ni, tubuh pendek tuh bisa ju diwariskan oleh orangtua ju oo ade,
a karena faktor genetik ju.
P : Ooo begitu ee kak, jadi menurut kakak, anak yang kurang gizi itu stunting ko?

I : Iya ade

P : Kakak tahu penyebab stunting pada balita ni dari siapa dan dimana ee kak?

I : Beta tahu tuh dari posyandu dan pustu ade, itu dari bidan dong deng mama kader.

P : Waktu kakak ada hamil dan habis melahirkan, kakak ada pi di pustu atau puskesmas ko sonde?

I : Iya beta sering pi periksa di pustu ade

P : Baik ee kak kalau begitu, terus menurut kakak periksa kehamilan dan kesehatan kakak setelah
melahirkan di PUSKEMAS/ PUSTU penting ko sonde kak?

I : Penting su ma ade ee, beta sonde pi periksa na sapa yang mau periksa ame ketong di rumah oo.
Pokoknya periksa ni sangat penting ade, supaya beta tau anak pung kondisi kermana to. Terus di
puskesmas nii kan dong biasa kasih arahan kalau misalnya ada yang kurang dari ketong berat badan
bayi ke atau untuk ibu sendiri kek beta yang kurus begini ni biasanya ibu bidan sarankan beta
makan banyak, minum susu hamil, kasih beta vitamin. Kalo sonde begitu beta mau tau dari mama
kak ee, makanya beta harus periksa di pustu yang dekat ni atau ke puskesmas.

P : Pas kakak hamil ni ada makanan dan minuman yang kak rasa itu pantangan ko?

I : Sonde ada ade sayang ee, apa sa beta makan pas beta hamil. Ko ada yang larang bilang sonde boleh
makan ini na itu na, nanti anak begini na. Beta makan sa, karena menurut beta itu hanya a apa
namanya pamali orang tua dulu sa. Ketong sekarang ni apa sa makan yang penting itu sehat sa.

P : Sebelum kakak pung anak 6 bulan, kakak ada kasih makan dan minum apa begitu?

I : Sonde ada ade, beta kasih ASI sa ko ASI itu penting na ade, selain ASI itu sehat, sonde ribet dan
praktislah pokoknya.

P : Baik ee kak, terus kakak tahu ASI Eksklusif ni dari siapa ee kak?

I : A beta tau dari pengalaman orang tua, saudara, dan beta diedukasi oleh bidan di puskesmas biar
ASI eksklusif karena ini beta pung anak pertama.

P : Terus kak, waktu adek ni su 6 bulan kakak kasih dia makan apa selain ASI?

I : Beta kasih dia bubur dengan campuran sayur, biskuit tu kak terus marungga juga, telur, daging
kalau ada daging. Pokoknya yang ada sa di beta pung rumah.
P : Kira- kira adek Avila ni ada pantangan makanan dan minuman ko kak?

I : A sonde ada ade, beta kasih apa sa yang penting dia ma makan.

P : Begitu ee kak, terus Avila ni su dapat imunisasi lengkap ko kak?

I : Iya kak, imunisasinya lengkap

P : Baik ee kak, kemudian kak kira- kira apa alasan kakak memberikan imunisasi lengkap pada anak
kakak? Adakah yang menjadi alasan kak?

I : A imunisasi lengkap itu penting supaya anak sonde gampang sakit, a apa itu namanya biar sistem
imunnya bagus. Apalagi kan ade sekarang banyak yang sakit to, jadi apa salahnya bawa anak pi
imunasasi biar kesehatannya juga terjamin.

P : Begitu ko kak terus menurut kakak bagaimana cara cegah ini stunting ee?

I : Cara cegah stunting tuh kasih makanan bergizi dan sehat, ee ASI sampe 6 bulan deng rajin pi
imunisasi sa. Terus waktu hamil harus rajin pi periksa supaya dapat vitamin ibu hamil

P : Kemudian kak, kakak tahu cara cegah stunting ni dari kapan?

I : A sejak beta hamil tuh beta su tau ade.

P : Kakak tahu ini pas kakak pung anak su stunting ko?

I : Sonde ade, sejak hamil itu beta tau karena sering diingatkan to ade

P : Kakak tahu pencegahan ni dari siapa?

I : Dari petugas di pustu dong ade, bidan dong to.

P : Kakak su buat cara cegah stunting ko? Kalau kakak su buat kira- kira su sesuai dengan anjuran ko
kak?

I : Sampe sekarang ni sudah, beta su buat ade sesuai dengan beta punya kemampuan. Ma beta sonde
tau itu su sesuai anjuran ko sonde.

P : Baik ee kak, terus cara kakak untuk menanggulangi stunting ini bagaimana?

I : Maksudnya ade?

P : Maksudnya kak, karmana kakak pung cara rawat kakak pung anak yang katanya su stunting ni?

I : Beta usahakan kasih dia ASI, aes kasih makanan yang bergizi. Beta mau sibuk kermana ju beta
tetap harus bawa dia pi posyandu supaya dapat suntik dan obat.

P : Kapan kakak mulai rawat kakak pung anak begini?

I : Sejak beta pung anak lahir ni ade dan ibu bidan terus ibu kader bilang kalo beta pung anak stunting.

P : Su berapa kali kakak rawat dong dengan cara begini?

I : Sangat sering ade ee, sonde bisa hitung berapa kali.


P : Kakak rawat dong dalam bentuk apa?

I : A beta selalu usaha kasih dia makan sayur, misalnya ke sayur marungga ni, kan bidan dong bilang
bagus to, ASI ju beta selalu kasih. Hmm terus beta ju rajin bawa dia pi imunisasi supaya lengkap
ade.

P : Terus ada yang dukung kakak ko sonde? Dia pung bapa ko, atau dia pung nenek dong, petugas
kesehatan dong atau sapa ke kak? Terus kalau ada dukungan, dong dukung kak kermana?

I : A suami, orangtua, petugas kesehatan, pokoknya semua dukung ade. Kalo dari suami yah
pokoknya bantu- bantu beta ko kasih makan ini anak, terus suruh beta perhatikan dia pung kondisi
tubuh. Kalo orang tua dong ini dong ni lebih takut kalo cucu sakit jadi biar dong son talalu
mengerti ju stunting itu apa tapi dong yang paling perhatikan kalo soal waktu makan. Berani beta
terlambat kasih makan neta yang kena marah su. Nah, kalo petugas kesehatan na suruh rajin pi
posyandu, kasih ingat terus ko kasih makan beta pung anak makanan bergizi. Itu sa ade.

P : Baik ee kak kalau begitu, saya kira informasinya sudah cukup kak. Terima kasih untuk waktu dan
kesempatannya ee kak.

Informan 2
P : Selamat pagi mama, perkenalkan saya Sisilia Noviaming panggil saja saya Cici. Saya adalah
mahasiswi FKM UNDANA. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai persepsi ibu
balita stunting mengenai stunting. Oleh karena itu, saya memohon kesediaan mama untuk menjawab
pertanyaan ini sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Atas bantuan dan kerja sama dari mama,
saya ucapkan terima kasih.

I : Ooo iya nona silahkan.

P : Terima kasih mama, kita langsung saja ee mama. Mama, mama pernah dengar ko istilah tentang
stunting?

I : Iya nona pernah

P : Kalau mama pernah dengar, mama dengar dari siapa ee, terus mama dengar dimana?

I : Beta dengar pas beta pi posyandu, bawa beta pung anak timbang terus ibu bidan dan mama kader
dong omong. Ibu dong omong karena beta pung anak dua ni stunting, jadi ibu dong suruh beta KB
tapi beta belum mau.

P : Menurut mama stunting itu apa?

I : A beta kurang tahu nona tapi yang be pernah dengar, stunting itu anak yang kici anak, a yang
pendek tu nona dan kurang gizi .

P : Menurut ma, ciri-ciri anak yang stunting itu kermana ee?


I : Kalo menurut beta dia pung badan yang pendek terus kurus

P : Apa yang mama rasa pas mama tahu kalau mama pung anak ini stunting? Kira- kira mama ada rasa
cemas dan khawatir ko?

I : Pertama ni beta takut ju a karena ini anak lahir premature dan diap badan lemas juga to. Mah dia
pung kakak ju model ke dia, jadi beta sekarang sonde takut le, ko diap kakak dong ada sehat- sehat
semua baru ju anak ke dia disini ju ada bermain ke biasa sa sonde ada yang sakit berat ju, jadi be
pikir eh biar su nanti dia besar dia tinggi sendiri.

P : Mama ada kasih tahu bapa ko kalau ade nii stunting? Terus dia pung nenek dong mama kasih tau ju
ko sonde?

I : Beta kasih tahu, beta bilang ini anak katanya stunting, terus a dia pung bapa dan nenek dong biasa
saja karena ini bukan penyakit to, ko sekarang dia ada sehat deng segar ni. Jadi beta, dia pung bapa,
dan nenek dong pikir sonde perlu ketong takut, ko dia pung kakak ju sama ke dia.

P : Menurut mama, akibat dari stunting ini apa ? Ju, mama takut ko sonde kalo mama pung anak kena
akibat dari stunting ni? Terus dia punya bapa dan nene dong karmana oo mama?

I : Beta sonde tahu dia pung akibat ni apa, mungkin karena beta pung anak premature ko makanya dia
ke noe- noe, sonde ada semangat tu nona. A dia pung bapa dan nene dong ju kelihatan kek biasa sa
karena dong lihat dia ada bermain, biar dia ke noe- noe begitu dia sonde pernah masuk RS

P : Mama tau ko penyebab stunting pada balita?

I : Balita ni bayi lima tahun ko?

P : Iya ma itu su

I : Yang beta tahu itu karena kurang gizi, kurang makanan sehat, dan sonde kasih susu terus beta pung
anak yang bungsu ni lahir premature, jadi beta pikir karena itu su beta pung anak stunting. Ma,
hanya beta deng be pung laki ju pendek mungkin dong ikut ketong ko? Nah, begitu su !

P : Menurut mama , anak yang kurang gizi itu stunting ko?

I : Iya to nona

P : Mama tahu penyebab stunting pada balita ni dari siapa dan dimana mama?

I : Beta tahu dari ibu bidan, pas beta bawa dia pung kakak pi timbang sekalian beta juga periksa
kehamilan waktu beta hamil Mega.

P : A kemudian ma waktu mama ada hamil dan habis melahirkan mama ada pi di pustu atau puskesmas
ko sonde?

I : Iya be pernah pii periksa di pustu

P : Terus menurut mama periksa kehamilan dan kesehatan mama setelah melahirkan di PUSKEMAS/
PUSTU penting ko sonde?

I : A beta rasa penting karena petugas dong selalu suruh beta pigi periksa apale beta ni su tua, baru
Mega ni lahir premature. Jadi, beta takut nona makanya mau sonde mau jauh ju beta pi

P : Pas mama hamil nii ada makanan dan minuman yang mama rasa itu pantangan ko?
I : Sonde ada nona beta sonde ada pantangan makanan dan minum, apa sa beta makan pas beta hamil.

P : Sebelum mama pung anak 6 bulan mama ada kasih makan dan minum apa begitu?

I : Yang beta ingat, beta sonde pernah kasih makan dan minum apa- apa selain beta pu air susu.

P : O begitu e ma, mama tahu ASI Eksklusif ni dari siapa ee ma?

I : Dari beta pung anak pertama sampai yang ketujuh ni beta selalu kasih air susu, apale be pung anak
terakhir ni premature jadi bidan dong suruh beta harus kasih be pung anak ASI dong bilang kasih
ASI yang banyak biar anak sonde gampang sakit deng dia pung tubuh kuat.

P : Pas adek ni su 6 bulan mama kasih dia makan apa selain mama pung ASI?

I : Beta kasih dia bubur ulik yang su campur deng sayur, kadang beta taro telur sedikit.

P : A kemudian ma, kira- kira mama pung anak mega ni ada pantangan makanan ju ko sonde?

I : Ai nona ee, sonde ada pantangan apa- apa be kasih makan dong apa saja yang penting dong makan
dan kenyang.

P : Mama pung anak su dapat imunisasi lengkap ko?

I : Aduh nona ee, beta sonde tahu ni co nona lihat di itu buku merah muda tu, beta sonde mengerti, ko
yang isi bidan dong be hanya tahu bawa beta pung anak dong pas hari posyandu.

P : Mama karmana cara cegah ini stunting ee?

I : Beta sonde tau nona ee, menurut beta pas hamil tu rajin pi periksa supaya dapat obat dari bidan
dong, makan makanan yang sehat, kasih ASI, rajin pi posyandu dan imunisasi biar dapat suntik
dan obat supaya be pung anak sehat.
P : Mama tahu cara cegah stunting ni dari kapan?

I : Beta sonde ingat kapan, tapi pas be pung anak yang ke enam lahir tu beta su sering dapa kasih ingat
dari ibu bidan dong

P : Mama tahu ini pas mama pung anak su stunting ko?

I : Sonde nona, be pung anak yang stunting ni ada dua orang jadi beta su tau dari beta pung anak yang
ke enam.

P : Mama tahu pencegahan ni dari siapa?

I : A dari orang diposyandu, ibu bidan dan ibu kader dong ni.

P : Mama su buat cara cegah stunting ko? Kalau mama su buat kira- kira su sesuai dengan anjuran ko
mama?

I : Iya sudah nona tapi beta sonde tau itu su sesuai ko sonde, te beta ju sonde terlalu tau tentang
stunting, be hanya tahu bagitu sa. Petugas dong suruh beta buat apa untuk be pung anak dong be
ikut sa sesuai yang dong suruh.

P : A karmana mama pung cara rawat mama pung anak yang katanya su stunting nii?

I : A beta ju sonde tahu nona tapi beta selalu bawa dong pi posyandu supaya petugas dong bisa bantu,
sama kek kasih obat vitamin ko suntik ko atau dapat makanan di posyandu. Terus beta selalu kasih
dong makan satu hari tu tiga kali, biar nasi deng garam ju yang penting dong makanan supaya dong
pung berat naik, kalo ada marungga ju be kasih makan karna ibu bidan dong bilang marungga tu
bagus untuk anak kecil.

P : Kapan mama mulai rawat mama pung anak begini?

I : Beta rawat dong begini mulai dari ibu di posyandu bilang beta pung anak stunting ko pendek ko apa
ko.

P : Su berapa kali mama rawat dong dengan cara begini?

I : Setiap hari be rawat dong begini, mulai dari beta tahu be pung anak- anak dong stunting, jadi dong
butuh makanan yang lebih.

P : Baik ma, terus mama rawat dong dalam bentuk apa?

I : Begitu su nona ee, beta kasih makan minum yang lebih dari dia pung kakak- kakak sebelumnya,
beta rajin bawa pii posyandu biar dong suruh beta buat apa sa be ikut yang penting untuk be pung
anak dong sehat.

P : Terus ada yang dukung mama ko sonde? Dia pung bapa ko, atau dia pung nenek dong, petugas
kesehatan dong atau sapa ke ma? Terus kalau ada dukungan, dong dukung ma kermana?

I : Iya nona, dong dukung, biasa ju yang kasih makan dia punya bapa kalau beta ada bamasak ko dia
pung bapa sonde pi kerja. Nenek dong dukung dalam doa sa kalau petugas dong talalu dukung
karena selalu kasih ingat beta harus buat apa untuk adek dong, biasa dong datang panggil beta
dirumah kalo mau posyandu pas be lupa karena beta ju sonde ada hp na.

P : Baik mama saya rasa hanya itu saja untuk informasi mengenai persepsi mama tentang stunting.
Terima kasih oo ma su meluangkan waktu buat beta.

Informan 3
P : Selamat pagi mama, perkenalkan saya Sisilia Noviaming panggil saja saya Cici. Saya adalah
mahasiswi FKM UNDANA. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai persepsi ibu
balita stunting mengenai stunting. Oleh karena itu, saya memohon kesediaan mama untuk
menjawab pertanyaan ini sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Atas bantuan dan kerja sama dari
mama, saya ucapkan terima kasih.

I : Iya ade, silahkan.

P : Kita langsung saja ee mama. Mama, mama pernah dengar ko istilah tentang stunting?

I : Iya nona, saya su pernah dengar istilah stunting

P : Oh iyah mama. Kalau begitu, mama dengar dari siapa ee, terus mama dengar dimana?

I : Waktu itu saya dengar pas saya ke posyandu, saya dengar dari petugas di pustu dan mama kader,
karna ada anak-anak yang stunting jadi petugas dong kasitau makanya saya su tau.
P : Menurut mama stunting itu apa?

I : Menurut saya tu nona, stunting itu anak yang tingginya kurang, gizinya ju kurang, berat badan ju
kurang.

P : Menurut ma ee, ciri-ciri anak yang stunting itu kermana ?

I : Kalo menurut saya tu nona dia pung badan pendek, kelihatan ke kurus baru ju ke lemah-lemah
begitu, dan pertumbuhannya terlambat.

P : Terus yang mama rasa pas mama tahu kalau mama pung anak ini stunting, kira- kira mama ada
rasa cemas dan khawatir ko?

I : Kalo mau dibilang ni nona, awal-awal saya agak takut ju tapi sejauh ini saya rasa eh sonde apa-apa
ternyata, buktinya saya pung anak ada aman-aman sa ni sonde lesuh-lesuh yang bikin dia sampe a
sonde makan atau sonde bisa bermain. Ternyata biar dia badan kecil begitu ju dia ada bermain lari
pi lari datang deng anak-anak dekat rumah sini dong.

P : Kalo begitu mama ada kasih tahu bapa ko kalau ade nii stunting? Terus dia pung nenek dong mama
kasih tau ju ko sonde?

I : A saya kasi tau dia pung bapak nona, saya pung suami ni selalu tau semua. Jangankan stunting,
pokoknya kalo saya su pulang dari posyandu pasti saya langsung kasi tau dia punya bapak. Karna
dia punya bapak juga selalu tanya to nona, kermana perkembangan a kita pung anak. Kami kan
tinggal sendiri terus mama mantu ju su meninggal hanya saya ju kasitau saya pung mama, bapa
deng keluarga.

P : Terus bagaimana bapa punya reaksi saat bapa tau anaknya stunting ma?

I : A kalo saya lihat ni bapanya biasa saja nona, mungkin karna dia lihat saya sonde panik dan anak
sehat.

P : Jadi menurut mama, dampak atau akibat dari stunting ini apa ? Ju, mama takut ko sonde kalo
mama opung anak kena akibat dari stunting ni? Terus dia punya bapa dan nene dong karmana oo
mama?

I : Kalo saya lihat-lihat ni dia pung akibat saya pung anak ke kecil karna pendek begitu to nona,
tambah le kadang dia agak ke lemah-lemah begitu hanya saya dan dia pung bapa tidak terlalu takut
karna dia ju sonde kelihatan sakit berat ko harus masok rumah sakit jadi kita ju rasa aman sa. Dia
pung nene dong ju bilang sonde apa-apa asal dia ada bermain dengan anak-anak dong dan makan
seperti biasa.

P : Mama tau ko penyebab stunting pada balita?

I : A kalo yang saya tau itu nona, stunting ni karna sonde kasi asi, sonde kasi makan yang gizi lebih
mungkin pas hamil ju sonde makan yang sehat dan ada gizi makanya anak lahir dia pung gizi ju
kurang.

P : Jadi menurut mama , anak yang kurang gizi itu stunting ko?

I : Iya e nona itu stunting su ma

P : Mama tahu apa penyebab stunting pada balita ni dari siapa dan dimana mama?
I : Saya tau dari ibu bidan deng petugas-petugas dong waktu di pustu kadang di posyandu ju dong ada
omong kalo ada anak yang stunting to, jadi saya biasa dengar.

P : Waktu mama ada hamil dan habis melahirkan mama ada pi di pustu atau puskesmkas ko sonde?

I : Iya nona, saya sering pi periksa di pustu

P : Menurut mama periksa kehamilan dan kesehatan mama setelah melahirkan di PUSKEMAS/
PUSTU penting ko sonde?

I : Sangat penting e nona, saya pikir ju kalo sonde pi periksa na saya mau tau saya pung kondisi dari
mana le, misalnya saya ada kenapa-kenapa atau kurang apa kan petugas dong bisa kasitau dan kasi
saran to supaya saya tau apa yang saya harus bikin begitu. Baru petugas dong ju selalu cek dan
kasi ingat saya to kalo misalkan saya sonde pi. Jadi itu pasti penting untuk kita to nona.

P : Baik ee mama, terus waktu mama hamil nii ada pantangan makanan dan minuman khusus ko ma?

I : Saya sonde ada pantangan apa-apa nona, waktu saya hamil itu saya makan dan minum apa saja
saya sonde pemali makanan dong, kalo mama-mama zaman dulu dong bilang na pemali kalo
makan ini itu nanti anak begini lah begitu lah, ma zaman sekarang ni kalo kita sonde makan na kita
kurang gizi su.

P : Sebelum mama pung anak 6 bulan mama ada kasih makan dan minum apa begitu?

I : Saya hanya kasi dia asi saja nona, saya sonde kasi dia makan dan minum apa-apa soalnya petugas
di pustu dong ju kasi tau kalo kasi asi sa dolo jang kasi makan apa-apa karna anak masi kecil.

P : Mama tahu ASI Eksklusif ni dari siapa ee ma?

I : Saya tau dari orang tua, dari anak pertama kan sudah diberi ASI, terus a petugas dong di pustu
kadang kalo saya pi periksa di puskesmas ju petugas dong ju ada omong-omong to nona jadi saya
su tau. Makanya saya pung anak saya kasi asi sa sonde kasi dia makan atau minum yang lain le.

P : Jadi pas adek su 6 bulan ni mama kasih dia makan apa selain mama pung ASI?

I : Saya kasi dia bubur yang su di ulik tu nona, saya campur dengan sayur-sayur, kadang saya kasi
telur ju atau saya masak dan merungga, wortel baru saya ulik kasi halus. Pokoknya ada sayur apa
sa yang bisa campur dan bubur na saya kasi dia.

P : Kira- kira ade ni ada pantangan makanan ju ko sonde mama?

I : Ade sonde ada pantangan makan, saya kasi makan apa sa yang bisa campur di dia pung bubur asal
dia mau makan, kadang saya ganti-ganti sayur ju to supaya dia jang bosan sa.

P : Mama pung anak su dapat imunisasi lengkap ko?

I : Kalo imunisasi lengkap ni sudah nona, karna saya selalu pi posyandu to nona

P : Baik ee ma, ma kira- kira apa ee ma pung alasan beri adek ni imunisasi lengkap?

I : Biar dia sehat nona, karena a setau saya imunisasi kan biar anak kebal dari sakit begitu nona.

P : Mama karmana cara cegah ini stunting ee?

I : Cara cegah ini stunting kalo menurut saya tu yang penting pas hamil na rajin pi periksa biar dapat
obat atau vitamin to kalo misalnya kita ada kenapa-kenapa, terus ju rajin kasih anak ASI, rajin pi
imunisasi dengan makan makanan yang sehat dong supaya kita dan bayi ju sehat to.

P : Mama tahu cara cegah stunting ni dari kapan?

I : Saya tau pas saya sering pi periksa di pustu kalo sonde pas saya pi periksa di puskesmas waktu
saya ada sementara hamil tu nona.

P : Baik ee mama, terus mama tahu ini pas mama pung anak su stunting ko?

I : Sonde nona, saya su tau dari saya hamil waktu saya pi periksa na saya sering dengar petugas dong
omong mama dong yang dong pung anak ada stunting.

P : Kemudian mama, mama tahu pencegahan ni dari siapa?

I : Dari petugas di pustu dan ibu kader dong pas di posyandu

P : Mama su buat cara cegah stunting ko? Kalau mama su buat kira- kira su sesuai dengan anjuran ko
mama?

I : Saya sonde tau su sesuai anjuran ko sonde e nona, tapi saya buat sesuai dengan apa yang petugas
dong suru intinya saya kasi makanan yang sehat dan berigizi terus kasi ASI dan rajin pi posyandu.

P : Ooiya ee ma, terus ma bagaimana mama pung cara rawat mama pung anak yang katanya su
stunting nii?

I : Saya rawat semampu saya sa nona, saya rajin bawa pi posyandu, perhatikan ade pung waktu
makan, saya kasi dia makan apa saja yang dia mau yang bisa buat dia sehat ko dia punya berat
badan ju naik, petugas dong kasitau suru kasi makan apa na be ikut sa supaya na saya pung anak
sehat to nona biar kalo pi posyandu na kalo timbang na petugas dong sonde marah kita ju karna
anak ada perubahan dan tambah sehat.

P : Kapan mama mulai rawat mama pung anak begini?

I : Saya rawat mulai dari saya pi periksa petugas bilang saya pung anak ni stunting jadi harus begini
na begitu na jadi saya ikut su.

P : Terus ma sejauh ini, sudah berapa kali mama rawat dong dengan cara begini?

I : A saya sonde bisa hitung su berapa kali saya rawat ade begini karna setiap hari saya su mulai
terbiasa dengan rawat dia begini karna saya tau ade butuh makanan yang lebih sehat jadi saya
selalu perhatikan dia.

P : Terus ma, mama rawat dong dalam bentuk apa?

I : Yah, saya rawat dalam bentuk kasi perhatian lebih, sama ke perhatikan dia pung makan minum dan
kasi dia makanan yang gizi lebih le biar ko dia tambah sehat to nona.

P : Terus ada yang dukung mama ko sonde? Dia pung bapa ko, atau dia pung nenek dong, petugas
kesehatan dong atau sapa ke ma? Terus kalau ada dukungan, dong dukung ma kermana?

I : Sangat dukung nona ee, apale dia punya bapak, dia talalu dukung, malahan kalo saya ada keluar dia
yang kasi makan ade, kadang ju klo sonde pi kerja na dia antar saya pi periksa dan pi posyandu.
Petugas dong ni selalu dukung aa ko dong yang selalu kasi ingat saya untuk datang periksa to kalo
sonde na dong sms atau telfon ju. Kalo dia pung nene dan keluarga dong na kasi dukungan suru
ketong kasi anak makan ini, makan itu supaya sehat begitu dan dong ju selalu kasitau supaya kita
jang stres dan kita punya anak.

P : Luar biasa ee ma, saya rasa informasinya sudah cukup. Terima kasih ma.

Informan 4
P : Selamat pagi kakak, terima kasih untuk waktu dan kesediaannya. Nama saya Sisilia Noviaming,
biasa dipanggil Cici mahasiswa FKM UNDANA. Maksud kedatangan saya adalah a saya ingin
mendapatkan informasi mengenai persepsi ibu balita stunting tentang stunting untuk penelitian
tugas akhir saya yang berjudul Kajian Persepsi Ibu Balita tentang Stunting di Wilayah Puskesmas
Tarus Kabupaten Kupang. Kak data dalam wawancara ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya
akan digunakan dalam penelitian ini. Atas bantuan dan kerjasama kakak, saya ucapkan terimakasih.

I : Iya adek bisa

P : Terima kasih kak, a saya langsung mulai saja ee kak. Kak, apakah kakak pernah mendengar istilah
tentang stunting?

I : Ooiya pernah

P : Kak, bisa diceritakan ko kak, kakak mendengar istilah stunting ini dari siapa dan dimana kak?

I : Stunting saya itu dengar dari gubernur, soalnya programnya pemerintahkan untuk pemberantasan
stunting di NTT selain itu dari petugas kesehatan juga, saya dengar dari a radio..radio, selain itu
saya a dengar di instansi kesehatan a misalnya puskesmas, di tempat posyandu juga.

P : Kak jadi menurut kakak stunting itu apa kak?

I : Kalau yang menurut saya dengar dan yang saya pernah baca tu pertumbuhannya tidak sesuai
dengan usianya. A anak itu jadi lebih kerdil, a minta maaf tidak sesuai dengan usianya.

P : Menurut kakak anak yang stunting itu ciri-cirinya apa kak?

I : Kalau ciri-cirinya minta maaf kakak sonde tau .

P : Ooiya kak, terus apa yang kakak rasakan saat mengetahui bahwa anak kakak mengalami stunting?
Adakah rasa cemas serta khawatir?

I : Cemaslah, soalnya yang Alexandria itukan dia kek malas makan kan kak. Maka, kadang- kadang
kita kalau mau ke posyandu takut juga kira- kira dia pung berat badan ni naik atau tidak ini bulan
begitu

P : Terus apakah kakak langsung memberitahu suami, opa omanya tentang kondisi dari anak kakak?

I : Kasih tahu, cuma memang anaknya ini dia kermana ee maunya disuruh makan itu susah. Jadi kalau
makan makanan pokok 4 sehat 5 sempurna itu susah, tapi kalau makan jajan itu dia mau he‟e. Tapi
kalau roti- roti yang dibuat sendiri di rumah itu dia makan he‟e.

P : Bagaimana reaksi mereka saat mengetahui adik Alexandria ini stunting?


I : Mereka sangat khawatir bahkan takut , apalagi Alexandria ini susah sekali disuruh buat makan. Dia
cuma mau makan jajan kak, ya jadi a butuh usaha yang ekstra buat dia bisa makan. Selain itu sering
sekali kan gubernur membahas tentang stunting jadi mereka pikir ini sesuatu yang sangat a
membahayakan. Tapi, puji Tuhan anak saya sejauh ini masih sehat- sehat saja, masih aktif bermain,
perkembangan juga bagus, a pintar juga. Jadi, melihat Alexandria ini sehat jadi kekhawatiran itu a
apa namanya bisa lebih berkurang saat ini, begitu kak.

P : Ooo, seperti itu ee kak. Terus a menurut kakak dampak yang dialami jika anak mengalami stunting
itu apa kak?

I : A mager (malas gerak), menurut saya mungkin yah kak dia kurang bersemangat begitu. Tapi puji
Tuhan kalau anaknya saya itu tetap aktif bermain.

P : Apakah kakak merasa takut kalau dampak tersebut terjadi pada anak kakak?

I : Takut itu pasti kak, karena Alexandria ini susah buat disuruh makan kak. Tapi, sejauh ini karena
dia masih aktif bermain dan ceria saya bersikap a biasa saja dan tidak mengganggap ini sebagai apa
ee suatu masalah yang serius begitu. Jadi, a dibawah santai saja.

P : Bagaimana dengan suami kak terus opa omanya apakah mereka merasa takut atau cemas jika
dampak tersebut terjadi pada anak dan cucunya?

I : Kalau opa oma itu bukan taraf cemas lagi kak, maunya su apa ee ketakutan takut kalau nanti
anaknya sakit karena dia anaknya malas makan. Kalau suami sih mungkin karena kita a generasi
millineal to kak, jadi biasa juga cek di internet kalo anak a selagi dia tetap sehat, a apa ee aktif
selagi dia tetap makan jadi tidak apa- apa.

P : Menurut kakak apa sajakah penyebab stunting pada balita?

I : Yang pernah saya dengar itu dari ibunya pada saat hamil begitu, tidak makan makanan yang
bergizi, kurang kalsium, a apa ee vitamin sehingga pada saat bayi lahir itu berat badannya kurang,
terus tinggi badannya kurang.

P : Menurut kakak apakah anak yang kurang gizi itu stunting?

I : Tidak semua saya rasa, tergantung

P : Ooiya kak, penyebab stunting ini kakak tahu dari mana ? Terus yang memberitahu kakak tentang
penyebab stunting itu siapa?

I : Kalau penyebabnya tadi saya tau dari internet, media, petugas kesehatan juga.

P : Apakah saat kehamilan dan masa setelah melahirkan kakak sering mengunjungi a pusat pelayanan
kesehatan untuk memeriksa kehamilan dan kesehatan kakak?

I : Iya adik. Saya sering sekali mengunjungi pusat pelayanan kesehatan dan ke dokter kandungan
juga, biar a apa namaya bisa di USG.

P : Menurut kakak apa pentingnya memeriksa kehamilan dan kesehatan ibu setelah melahirkan di
puskesmas/ pustu?

I : A apa ee, menurut saya pemeriksaan kehamilan itu penting biar ibu dan bayi sehat, selain itu a bisa
dideteksi sedini mungkin mengenai penyakit bawaan ibu dan bayi sehingga a bisa dilakukan
tindakan medis yang benar untuk keselamatan dan kesehatan ibu serta anak. Itu sih menurut saya.
P : Apakah ada pantangan makanan khusus saat kakak hamil?

I : Tidak ada.

P : Bagaimana dengan minuman kak?

I : Tidak ada juga.

P : Kemudian apakah ada cairan atau makanan lain yang sempat diberikan kakak kepada Alexandria
sebelum ia berusia 6 bulan kak?

I : MPASI

P : Bukan kak, maksudnya selain ASI?

I : Tidak ada, ASI eksklusif sampai 2 tahun

P : Terus kakak tahu mengenai ASI eksklusif ini dari siapa kak?

I : Dari pengalaman, pokoknya dari puskesmas juga, dari posyandu juga, dari dokter juga

P : Apakah kakak pernah mendapat tekanan/dukungan?

I : Tidak juga, memang dari dalam diri sendiri mau memberikan ASI eksklusif karena a ASI itu kaya
akan manfaatkan.

P : Kalau untuk makanan pendamping ASInya, makanan yang kakak berikan itu biasanya dalam
bentuk apa?

I : A biasanya bubur, atau apa namanya ke bubur kacang juga, lalu apa namanya kek ubi- ubian itu
dibuat bola- bola dalam bentuk cake biar dia bisa dan suka makan.

P : Apakah ada pantangan makanan khusus kak?

I : Tidak ada pantangan makanan khusus, selagi dia suka dan doyan makan pasti akan beta kasih

P : Kemudian, apakah Alexandria mendapatkan imunisasi secara lengkap kak?

I : Iya lengkap adik

P : Adakah alasan mengapa kakak memberikan Alexandria imunisasi secara lengkap?

I : Untuk ketahanan imunnya sendiri, terus program pemerintah juga, terus a apa namanya sosialisasi
dari petugas kesehatannya juga dan menurut saya tidak ada ruginya malah membuat anak menjadi
lebih sehat.

P : Kalau menurut kakak bagaimanakah cara untuk mencegah stunting itu ?

I : Memberikan makanan yang bergizi, banyak kalsiumnya kalo di NTT khususnya di Kupang yah kak
kita di rumah juga banyak marungga jadi bisa selalu makan itu.

P : Mengenai cara pencegahannya ini, kapan kakak mengetahuinya?

I : Pencegahan stunting ini, a kalau yang betul- betul apa namanya tau sekali itu betul- betul waktu
masa kepemimpinannya gubernur Viktor Laiskodat ini, karena programnya dia itu a mengenai
pemberantasan stunting di NTT kan kak.

P : Apakah pencegahan ini diketahui setelah anak mengalami stunting?

I : Ooo, tidak sebelum anak stunting saya sudah tau.

P : Pencegahannya ini diketahui dari siapa kak?

I : Dari petugas kesehatan, terus dari internet juga.

P : Apakah sejauh ini kakak sudah melakukannya? Jika sudah, apakah telah dilakukan secara teratur
atau tepat sesuai yang telah dianjuran yang diberikan?

I : A apa yang dilakukan di rumah kan pasti telah sesuai dengan a kondisi di rumah. Saya tidak tahu
apakah sudah sesuai dengan yang diberikan oleh petugas kesehatan.

P : Jadi kak, sejauh ini bagaimana cara kakak untuk menanggulangi stunting, maksudnya cara kakak
untuk merawat Alexa yang terasa stunting?

I : Selalu beri dia makan, ajak dia beraktifitas, terus a lebih banyak minum air marungga sering sekali.

P : Untuk penanggulangan itu kapan kakak melakukannya?

I : Sejak dia memasuki usia MPASI saya selalu buat kak. Seminggu itu 3 sampai dengan 4 kali bikin
sup marungga biar dia senang makan begitu

P : Terus berapa kali kakak melakukan penanggulangan ini kak?

I : Kalau sehari biasanya sekali, tapi dilakukan secara rutin kak

P : Ooo begitu ee kak, dalam bentuk apa saja kakak melakukan penanggulangan itu?

I : A biasanya dalam bentuk makanan tu. Kalo dikasih sayur terus tu pasti anak- anak malas to kak,
jadi kadang- kadang saya bikin dia perkedel, kadang- kadang cake, kadang- kadang bikin kue
kering biar kalau bentuknya aneh- anehkan dia pasti mau makan.

P : Iya kak, kemudian adakah yang mendukung, seperti suami, mertua, orang tua, petugas kesehatan
atau orang lain begitu?

I : Sekeluarga mendukung sekali kak

P : Kalau dari petugas kesehatan kak?

I : Ooo pasti soalnya kebetulan di a kompleks itu ada ibu bidan. Bidan Ricis, jadi dia selalu bilang
aduh kasih dia makan banyak- banyak.

P : Pertanyaan terakhir kak, dukungannya itu dalam bentuk apa saja kak?

I : Biasanya perhatian terus antar posyandu selalu rutin hanya kemarin waktu COVID itu kita tidak
hadir, tapi setelah itu posyandu selalu datang setiap tanggal 10.

P : Dari petugas puskesmas kak dukungan yang diberikan dalam bentuk apa saja kak?

I : Dukungannya dalam bentuk memberikan penyuluhan.


P : Baik kak saya rasa informasinya sudah cukup sekali, terimakasih kak

Informan 5
P : Selamat siang mama, perkenalkan saya Sisilia Noviaming ma mahasiswa FKM UNDANA yang
sedang melakukan penelitian tentang stunting. Jadi hari ini, saya mau mendapatkan informasi dari
mama berkaitan dengan persepsi ibu balita stunting tentang stutning. Atas bantuan dari mama saya
ucapkan terimakasih.

I : Iya kak !

P : Terima kasih mama, kita langsung saja ee mama. Mama, barangkali mama bisa ceritakan apakah
mama pernah mendengar istilah stunting ko?

I : Stunting, sepertinya pernah nona.

P : Baik ee ma, seingat mama, mama dengar istilah stunting itu dari siapa dan dimana ee ma?

I : Beta dengar di tempat posyandu dan puskesmas, yang kasih tau sudah pasti petugas kesehatan dan
mama ketua kader posyandu.

P : A menurut mama stunting itu apa ee?

I : Menurut beta stunting itu anak pendek serta badannya kurus kakak.

P : Ooiya ee ma, menurut mama anak yang stunting itu cirinya apa ee ma?

I : Kalau soal itu saya tidak tau, tapi karena setiap kali posyandu berat badan anak saya kurang dan
katanya pendek. Mungkin saja ciri-cirinya seperti itu.

P : Oo seperti itu ee ma, ma sejauh ini adakah rasa khawatir atau cemas saat mengetahui anak mama
mengalami stunting ko?

I : A sebagai ibu pasti takut kak kalau petugas kesehatan bilang sesuatu yang sonde baik tentang kita
pung anak, kan ade ni ringan berat badannya kurang, terus dia kurang makan. Tapi karena a anak
tidak sakit dan a jarang sekali sekali sakit beta jadi lebih lega dan tidak terlalu takut seperti waktu
pertama kali tau anak dibilang stunting oleh ibu bidan dan mama kader dong dan a lagian stunting
ini kan bukan penyakit to kak.

P : Ooiya ee ma, terus mama langsung memberitahu bapa dan opa omanya ko mengenai kondisi adek?

I : Kalau suami beta kasih tahu, ini anak berat badan kurang sonde tinggi katanya, jadi harus dapat
perhatian lebih. Orang tua su sonde ada ade, karena sonde tinggal dengan ketong.

P : Oo begitu ee ma, terus ma dong pung reaksi saat tahu anak stunting karmana oo ma?

I : A waktu itu bapanya suruh bawa pi periksa di puskesmas di dokter dong, tapi karena karena dia
lihat anaknya ada sehat, pintar dan kuat sekali bermain, dia sekarang ke apa ee biasa saja begitu.
P : Ooo, begitu ee ma. A menurut mama dampak yang dialami jika anak mengalami stunting itu apa?

I : Aduh dampaknya, ee apa ee menurut beta ee bisa cacat fisik kah, gampang sakit ko, terus bisa jadi
badannya lemes noe begitu. Kira- kira sepeti itu kak, beta sonde terlalu tau.

P : Kemudian ma, apakah mama takut kalau dampak tersebut terjadi pada anak?

I : Iya ade takut sekali, apalagi kalo sampe cacat fisik begitu. Tapi karena beta punya anak Puji Tuhan
baik- baik saja beta sonde terlalu takut sekarang, hanya masih tetap hati- hati ade selalu perhatikan
dia punya pertumbuhan dan perkembangan.

P : Baik ee ma, terus ma bagaimana dengan bapa apakah bapa takut juga ko? Terus opa omanya ma
karmana?

I : Namanya orang tua pasti takut ade, anak sakit sedikit saja pasti panik dan takut tapi sama seperti
beta, lihat anak masih sehat, masih bermain den kawannya dong, jadi bapa tua ju biasa saja. Orang
tua kalau mereka tau pasti takut, tapi kan orang tua jauh sonde tinggal dengan ketong.

P : Kemudian ma, menurut mama apa saja penyebab stunting pada balita?

I : Menurut beta dari apa yang pernah dengar itu karena sonde makan, makan yang bergizi.
Selebihnya beta kurang tau, mungkin su dari sananya memang begitu kak ee.

P : Ooo begitu ee ma, jadi menurut mama itu anak kurang gizi itu stunting?

I : Iya bisa dibilang begitu to

P : Baik ee ma, terus mama tahu tentang penyebab stunting ini dari mana dan siapa yang memberitahu
ma?

I : Di pustu tempat posyandu, yang kasih tau itu ini ibu bidan dong dan mama kader posyandu.

P : Terus ma, apakah saat hamil dan setelah melahirkan mama rutin periksa kehamilan di pustu atau
puskesmas ko?

I : Iya ade rutin sekali

P : Baik ee ma, terus pentingnya periksa hamil dan kesehatan mama setelah melahirkan di puskesmas
atau pustu itu apa ee menurut mama?

I : Menurut beta biar ibu dan anak sehat. Bisa a diberi perawatan yang baik biar cepat pulih setelah
melahirkan. Apalagi beta hamil diusia tua to ade dan anemia ju jadi harus butuh perawatan yang
bagus. Kalau hanya duduk diam di rumah saja takutnya terjadi apa- apa begitu.

P : O begitu e ma, terus ma ada pantangan makananan dan minuman khusus ko ma waktu mama
hamil?

I : A sonde ada, waktu kehamilan anak pertama memang ada kaka, misalnya ke ubi begitu. Tapi saat
hamil anak yang ke empat ini su sonde ada, makan apa saja kakak.

P : Iya ma, terus adek ini ASI eksklusif ko ma atau ada makanan dan minuman lain yang diberikan
sebelum ade berusia 6 bulan?

I : A adek ini ASI sa, sonde ada yang lain.


P : Kira- kira mama tau tentang ASI eksklusif dari siapa ma? Terus apakah mama pernah mendapat
tekanan atau dukungan?

I : Itu dari ibu bidan. Beta selalu didukung keluarga dan ibu bidan biar anak sehat dan
pertumbuhannya baik.

P : Kemudian ma, makananan pendamping ASI seperti apa yang biasa mama berikan kepada adek?

I : Awal- awal saya kasi biskuit untuk balita punya tu, kemudian diberi bubur campur dengan sayur.

P : Terus ma, adakah pantangan makanan khusus yang diberikan kepada anak ma?

I : Tidak ada

P : Adek ini mendapatkan imunisasi lengkap ko ma?

I : Iya kaka lengkap.

P : Alasan mama memberikan imunisasi lengkap pada adek itu apa ma?

I : A apa ee biar sehat kaka, tidak gampang sakit.

P : Menurut mama, bagaimanakah cara untuk mencegah stunting ma?

I : Cara cegahnya kermana ee, mungkin dengan memberikan makanan yang bergizi untuk ibu dan
anak, rajin pigi periksa juga. Setau saja begitu kaka.

P : Kemudian ma, kapan mama tahu tentang cara pencegahan ini?

I : Baru beberapa tahun terakhir, pas anak yang ke 4 ini lahir.

P : Ma, apakah mama tahu waktu anak diketahui mengalami stunting?

I : Iya kaka

P : Mama tau pencegahan stunting ni dari siapa ee ma?

I : Kalau bukan dari petugas kesehatan mau dari sapa le kaka.

P : Ma, pencegahannya ni sudah dilakukan ko? Kalo sudah, apakah dilaukan secara tepat dan teratur?

I : Iya su buat kaka ! Kalau menurut beta sudah tepat dan teratur kaka. Eee tapi sonde tau menurut
orang yang lebih paham dong.

P : O begitu ee ma, terus ma bagaimana cara mama untuk menanggulangi stunting atau cara mama
untuk merawat anak mama yang katanya stunting ini?

I : Diberi makan yang bergizi, apa 4 sehat 5 sempurna dan selalu ke posyandu biar bisa saya tau
perubahan berat badannya begitu setiap bulan.

P : Kapan mama melakukan penanggulangan ini?

I : A sering sekali, sejak anak masih bayi sampe sekarang

P : Lalu ma, berapa kali mama melakukan penanggulangan itu?


I : Tidak bisa dihitung kaka berapa kali, pokoknya sering lah kak

P : Terus ma dalam bentuk apa sajakah mama melakukan penanggulangan itu ma?

I : Apa ee, itu dia kasih makan nasi dengan sayur, ikan telur. Antar posyandu, kira- kira seperti itu
kakak.

P : Kemudian ma, apakah ada yang mendukung misalnya suami, orang tua, petugas kesehatan atau
mungkin orang lain?

I : A ada kaka, semua ikut mendukung

P : Dukungannya dalam bentuk apa saja ma?

I : A apa ee, kalau suami ikut bantu buat kasih makan anak, dia pung anak tidak boleh terlambat
makan atau paksa anak begitu biar dia mau makan, itu biar anak menangis sonde mau makan ju
bapa tua paksa. Kasihan ma, tapi demi kebaikan anak kita ikut su ma.

P : Kalau petugas kesehatan ma?

I : Mereka selalu ingatkan, biar anak kasih makan 4 sehat 5 sempurna, terus selalu ingatkan atau
panggil beta biar datang ke posyandu.

P : Baik sekali ee mama, ma saya rasa informasinya sudah cukup mama. Terima kasih mama.

Informan 6
P : Selamat siang mama, sebelumnya maaf oo sudah mengganggu, perkenalkan nama saya Sisilia
Noviaming mahasiswi FKM UNDANA yang sedang melakukan penelitian tentang stunting. Jadi
hari ini saya mau menggali informasi sedikit dari mama mengenai persepsi ibu balita stunting
tentang stunting. Atas bantuan dari mama beta ucapkan terima kasih.

I : Iya baik nona

P : Baik mama, kita langsung saja ee ma. Ma ini, bisa diceritakan ma apakah mama pernah mendengar
istilah tentang stunting?

I : Ya ! saya pernah ,mendengar istilah tentang stunting. Stunting itu kondisi tinggi badan anak tidak
normal dibawah standar, yaitu pendek dia punya kondisi tubuh juga tidak normal yaitu dia itu kurus,
sehingga dia punya berat badan terganggu dengan dia punya tinggi badan. Mungkin, mungkin pada
masa pertumbuhannya ada gangguan seperti tidak mau makan atau sakit- sakitan.

P : Ooiya ma. Ma istilah stunting ini mama dengar dimana dan dari siapa ma?

I : A istilah stunting ini saya dengar biasa lewat penyuluhan- penyuluhan di posyandu, biasa kita
berobat ke puskesmas. Pokoknya dari bagian Dinas Kesehatan.

P : Jadi ma, mama kan sudah menjelaskan tentang pengertian stunting itu apa. Jadi menurut mama anak
yang stunting itu ciri-cirinya bagaimana ma?
I : Stunting itu dia pendek, postur tubuhnya kurus. Iyah, apa namanya pendek dan pertumbuhannya
tidak normal.

P : Selain itu ma, apa yang mama rasakan saat mengetahui bahwa anak mama mengalami stunting.
Adakah rasa cemas serta khawatir mama?

I : Kadang- kadang ada sih karena nanti terganggunya dimasa pertumbuhan yang akan datang. Dia
punya apa, daya penangkapannya nanti akan berkurang.

P : Iya ma ! Kemudian apakah mama memberitahu suami, kemudian opa omanya mengenai kondisi
anak mama?

I : Iya !

P : Kira- kira kenapa mama memberitahu mereka dan bagaimana reaksi mereka saat mengetahui anak
mama mengalami stunting?

I : Saya kasih tau kan ini anak bungsu. Kan dia pung kakak dong besar, yang sembilan tahu su 35 kilo
nah. Hanya mungkin, ketika saya hamil diakan umur saya sudah 40 tahun lebih , jadi mungkin
faktor usia sehingga anak pung pertumbuhan su seperti ini. Reaksi mereka biasa saja, tidak cemas
dan khawatir juga kecuali kalau semua anak stunting, ini kan hanya yang bungsu saja. Dia pung
kakak besar semua.

P : Jadi menurut mama apa dampak yang dialami jika anak mengalami stunting?

I : Dia pung dampak tu seperti saya bilang dia punya otak itu nanti apa a agak terganggu. Terganggu
dalam arti daya penangkapan anak ini akan berkurang.

P : Terus apakah mama takut kalau dampak tersebut terjadi pada anak mama? Bagaimana dengan
suami, keluarga apakah mereka takut jika dampak tersebut terjadi pada anak dan cucu mereka?

I : Mereka sonde takut karena semua diserahkan pada Tuhan. Tuhan yang menciptakan pasti Tuhan
sendiri yang melindungi. Kecuali kalau terganggu dari anak yang pertama, ini anak ke 4 dia pung
kakak- kakak dong besar- besar. Hanya mungkin andia sa bilang karena waktu hamil dan lahir dia
sa pungumur su 40 tahun lebih.

P : Jadi mama juga tidak merasa takut?

I : Iya !

P : Mama menurut mama penyebab stunting itu apa saja ma?

I : Penyebab stunting itu saya kurang paham itu kakak.

P : Ooiya mama. Jadi, penyebabnya mama tidak tau ee ma. Terus apakah anak yang stunting itu kurang
gizi?

I : Iya! Dia pung berat badan sonde sesuai standar na. Selalu turun, pokoknya selalu naik turun

P : Terus ma, apakah saat kehamilan dan masa setelah melahirkan ibu sering mengunjungi pusat
pelayanan kesehatan untuk memeriksa kehamilan dan kesehatan mama?

I : Sangat sering kakak .

P : Jadi, menurut mama apa pentingnya memeriksa kehamilan dan kesehatan ibu setelah melahirkan di
puskesmas atau pustu?

I : Demi keselamatan ibu dan anak to kakak. Apalagi saat kehamilan yang terakhir ini saya punya usia
sudah tua, jadi katanya kehamilan saya sangat a berisiko.

P : Kira- kira waktu mama hamil ada ko ma makanan dan minuman yang menjadi pantangan?

I : Kalau makanan sonde ada. Tapi, seperti alkohol itu, kemudian rokok. Kan kalau minum alkohol dan
rokok terganggu janin to.

P : Terus ma, apakah ada makanan dan cairan lain yang mama berikan kepada adek sebelum dia
berusia 6 bulan?

I : Sonde, dia sampe 6 bulan ASI sa.

P : Jadi, ini mama mengetahui ASI eksklusif ini dari siapa ma?

I : Itu dari Petugas kesehatan, melalui penyuluhan- penyuluhan terus didalam buku KMS ini tertera
didalam. Karena ASI eksklusif itu sangat penting to. Untuk pertumbuhan, perkembangan otak.

P : Ooiya ma. Apakah mama pernah mendapatkan tekanan/ dukungan?

I : Dukungan dari?

P : Suami, orang tua, keluarga atau petugas kesehatan?

I : Dukungan dari suami, keluarga, dan petugas kesehatan itu pasti ada. Baru dari pribadi sendiri
karena ASI eksklusif itu sangat penting.

P : Ooiya ee ma. Kalau untuk makanan pendamping ASI ma, makanan pendamping ASI apa yang biasa
mama berikan kepada anak mama?

I : Ini biasa dia makan makanan pendamping ASI setelah 6 bulan itu bubur tim 2 kali sehari 6 bulan
sampai dengan 9 bulan. Nanti 9 bulan ke 12 bulan baru kadang kasih bubur yang noe itu.

P : Kemudian ma, apakah adik ada pantangan makanan khusus?

I : Pantangan makanan khusus pada anak sonde ada. Tapi dia son boleh makan yang pedas, ba minyak
dong, dan santan karena takut dia pung perut sakit to kakak.

P : Ooo begitu ee ma. Apakah adek ini mendapatkan imunisasi secara lengkap ma?

I : Iya kakak lengkap!

P : Kira- kira alasan mama kenapa memberikan imunisasi secara lengkap pada anak apa mama?

I : Supaya anak saya sehat, walaupun dia stunting.

P : Terus ma, a bagaimanakah cara untuk mencegah stunting ma?

I : Cara mencegah stunting bisa kasih makanan- makanan yang bergizi, periksa kesehatan rutin itu.

P : Terus ma kapan mama mengetahui mengenai cara mencegahan ini?

I : Sejak beberapa tahun terkahir, kita pelan- pelan belajar tentang pecegahan stunting ini.
P : Kemudian ma, apakah ini diketahui saat anak diketahui mengalami stunting?

I : Iya kakak, diketahui setelah saya lihat dia sudah 4 tahun tapi dia pendek.

P : A mengenai pencegahannya ini diketahui dari siapa ma?

I : Dari petugas kesehatan to.

P : A terus apakah pencegahan ini sudah dilakukan dan jika sudah dilakukan apakah sudah dilakukan
secara teratur atau tepat sesuai yang dianjurkan ma?

I : Iya kak, sejauh saya sudah melakukan secara teratur sesuai dengan yang dianjurkan. Soal tepat
tidaknya be sonde begitu tau kak.

P : Terus ma bagaimanakah cara mama menanggulangi stunting, maksudnya saat mama mengetahui
adek mengalami stunting kiat- kiat apa atau bagaimana cara mama untuk merawatnya ma?

I : Cara yang saya lakukan memberikan dia makanan yang bergizi, rajin bawa posyandu biar diberi
vitamin dan suntikan dengan begitu kan walaupun dia stunting dia tetap sehat, bisa bermain dan
bersemangat, yah begitulah.

P : Terus kapan mama tahu cara penanggulangan ini ma?

I : A Saya tahu sejak petugas puskesmas dan orang kader memberitahu bahwa anak saya stunting, jadi
membutuhkan perhatian yang lebih.

P : Berapa kali mama melakukan penanggulangan ini ma?

I : Setiap hari a saya selalu perhatikan dia pung porsi makan.

P : Ooiya ma, terus dalam bentuk apa saja mama melakukan penanggulangan itu ?

I : Dalam bentuk selalu memeriksakan diri di kesehatan. Kasih makan makanan yang bergizi, terus
istirahat teratur. Itu sa!

P : Iya ma. Apakah ada yang mendukung ma? Misalnya suami, petugas kesehatan, orang tua?

I : Iya ada, mereka mendukung sekali.

P : Ooo begitu ee ma. A dukungannya dalam bentuk apa saja ma?

I : A mendorong supaya bisa memberikan anak makanan yang bergizi untuk pertumbuhan anak, selalu
mengingatkan untuk periksa ke posyandu supaya terpantau dia pung tinggi badan dan berat badan.

P : Ooo seperti itu ee ma baik su ma. Oiiya ma, sekian pertanyaan dari saya ma terimakasih ma untuk
waktu dan kesempatannya ma. Tuhan memberkati !

Informan Tambahan (Pemegang Program Gizi Dan Kader Posyandu)


Informan 7
P : Selamat pagi ibu perkenalkan saya Sisilia Noviaming mahasiswa semester IX Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Nusa Cendana Kupang, yang hendak melakukan penelitian tugas akhir
mengenai Kajian Persepsi Ibu Balita Tentang Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Tarus
Kabupaten Kupang. Oleh sebab itu, saya meminta kesediaan ibu untuk menjawab beberapa
pertanyaan yang a bersifat konfirmatif berdasarkan fakta yang ditemukan di lokasi penelitian. Atas
bantuan ibu saya ucapkan terimakasih, dan sebelumnya saya persilahkan ibu untuk
memperkenalkan diri dan peran ibu di puskesmas ini.

I : Baik terimakasih nona, jadi saya Marilyn Imelda Mooy. Saya a pengelola program gizi disni
Puskesmas Tarus Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang dan saya bersedia untuk a apa
namanya diwawancarai kalau memang itu bersifat konfirmatif berhubung dengan a keadaan di
lapangan saat nona melakukan penelitian dan a saya akan mencoba untuk menjawab sepengetahuan
saya sebisa mungkin kiranya ada pertanyaan- pertanyaan yang bersifat klarifikasi saya akan
meneruskan ke kepala puskesmas ya. Karena itu saya ikut prosedurnya ya nona ya. Baik terima
kasih. Silahkan !

P : Terima kasih ibu, kita mulai saja ibu. Apakah ibu selaku pemegang program gizi pernah
memberikan informasi terkait stunting, penyebab, upaya pecegahan dan cara menanggulangi
stunting saat ibu melakukan posyandu atau saat ibu melakukan pemeriksaan kesehatan rutin?

I : Baik nona, jadi begini kalau untuk informasi tentang stunting itu selalu dilakukan ya. A bukan gizi
sendiri tapi kita bekerja sama dengan promkes ada penyuluhan- penyuluhan tentang stunting yang
disitu informasi, gejala- gejala, tanda- tandanya, apa penyebabnya dan juga a apa risiko dari
stuntingitu selalu diinformasikan kepada kader dan juga kepada a masyarakat, yakni ibu balita yang
ke posyandu dan juga infomasi- informasi tentang stunting itu bukan saja diposyandu tapi ada juga
kami kegiatan refresing kader posyandu dan disitu lebih detail lagi dijelaskan karenakan diharapkan
dari kami itu ke kader, kader juga bisa transferkan ke masyarakat informasi ini ya. Sehingga dari
situ ada perubahan perilaku.

P : Baik ibu, pertanyaan selanjutnya menurut ibu diantara pengetahuan tentang pengertian stunting,
ciri-ciri stunting, dampak, penyebab stunting serta cara pencegahan dan penanggulangan stunting
mana yang menurut ibu masih rendah dikelompok ibu- ibu stunting?

I : A menurut saya bukan pengetahuan tapi a pola hidup, perilaku hidup mereka yang masih kurang.
Jadi begini mereka itu sebenarnya tau. Tau stunting itu apa, penyebabnya apa, dampaknya itu apa,
tapi kadang- kadang ibu- ibu balita ini masih masa bodoh karena berpikir a anak- anak mereka
apalagi kalau ibu- ibu yang dia lihat anak yang sebelumnya, misalnya anak yang sekarang ini
pendek, nanti anak yang sebelumnya yang kakak dari yang sekarang ini dia juga pendek tapi dia
bertumbuh. Jadi, mereka itu selalu bilang begini ibu dia pung kakak ju dulu pendek. Ma sekarang
dia su tinggi begitu, tanpa mereka berpikir faktor- faktor yang terjadi karena stunting ini kan jangka
panjang toh. Faktor- faktor yang terjadi dikemudian hari begitu, jadi a pola hidup mereka sih
perilaku mereka sebenarnya. Kalo menurut saya.

P : Kemudian ibu menurut ibu, bagaimanakah pengetahuan ibu yang memiliki balita stunting diwilayah
kerja puskesmas Tarus ini? Jika rendah tinggi mengapa, jika tinggi itu mengapa menurut ibu?

I : Kalo disini saya berpikir tidak rendahnya juga, tidak tinggi juga mereka ada dikeadaan yang
sedang- sedang saja artinya kalo mereka jelaskan sebenarnya mereka paham tapi mau melakukan
seperti yang kita jelaskan ini yang a jadi kalau untuk merubah perilaku mereka ini yang a masih
susah begitu.

P : Jadi ibu berdasarkan hasil temuan, ada orang tua yang memiliki pengetahuan tinggi namun anaknya
mengalami stunting, bahkan dengan kategori sangat pendek ibu. Jadi menurut ibu sajakah
kemungkinan penyebabnya dan mengapa ibu berpikir demikian?

I : Penyebabnya mungkin a perilaku hidup mereka di masa lampau ya, masih remaja ibu- ibu balita ini
ya, masih remaja a tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi yang tinggi terus saat
ibu hamil dikasih tablet tambah darah tu tidak diminum. Minumnya senin kamis, idealnya dikasih
30 tablet, mungkin mereka hanya minum 10, 15 tablet itu pun syukur- syukur ditambah dengan
mungkin makan minum yang mereka konsumsi tiap hari kan tidak mengandung a gizi dan vitamin
yang mencukupikan. Jadi, itu menurut saya.

P : Kemudian, ini menurut pengamatan ibu selama menjadi a pemegang program gizi dan petugas
kesehatan bagaimana ciri-ciri anak stunting yang paling sering ditemukan di wilayah kerja
puskesmas Tarus ini ibu?

I : Kalau yang paling kelihatan kan pendek ya ibaratnya kita lihat anak 3 tahun misalnya ya, yang satu
lebih tinggi berarti yang pedek ini kan ciri-ciri yang paling kelihatan ya. Kemudian mungkin dari
segi keserdasan mereka ya, jadi kalo a biasanya orang melihat kalo stunting itu hanya pendek tapi
kan dari tingkat kecerdasan pun kita harus lihat dari situ kan. Jadi kalau anak dua orang 3 tahun
ketika kita tanya misalnya ade 2 + 2 berapa yang satu dia jawab 4, tapi yang satu dia masih berpikir
hitung- hitung. Tingkat kecerdasan mereka itu yang paling kelihatan, dari tinggi badan, dari tingkat
kecerdasan juga dari aktifitas mereka kan ada anak yang cenderung bermasalah stunting bukan
hanya karena masalah tinggi badan, seperti yang saya bilang tadi kecerdasannya berbeda dengan
anak yang tumbuh secara normal dan gizinya terpenuhi.

P : Kemudian ibu, menurut pengamatan ibu jika ada orang tua mengatahui anaknya mengalami
stunting. Apakah mereka merasa cemas dan khawatir sejauh ini bu?

I : Kalo a saya lihat ada yang khawatir, tapi lebih banyak yang tidak khawatir. Mereka berpikir kalo
masalah tinggi badan itu biasa- biasa saja yang penting mereka lihat mungkin kalo anaknya tidak
terlalu kurus apalagi ya. Tidak terlalu kurus mereka berpikir biasa- biasa saja be pung anak, dia
bermain dengan anak- anak, dia gerek- geriknya normal biasa. Tanpa mereka berpikir jangka
panjangnya kan nona. Nanti, besar a dalam prestasi akademik atau dalam persaingan ini tes- tes
seperti sekarang tes polisi saja orang ukur tinggi badankan dari situ anak mereka apa bisa memenuhi
persyaratan ya begitu.

I : Kan ibu bilang ada orang tua yang merasa cemas. Kira- kira rasa cemasnya itu ibu ditunjukan
dengan perilaku seperti apa ibu?

P : Itu mereka nanti dengan sendirinya datang untuk berkonsultasi. Entah itu dikader, nanti kadernya
teruskan ke kami ataupun biasanya berobat seperti anaknya mereka sakit dan datang berobat di
puskesmas, nanti dengan sendirinya masuk ruangan gizi sini ni ketika kami menginformasikan
keadaan anaknya mereka, mereka itu penasaran dan bertanya ibu ini kira- kira kalo be pung anak
beginini dia pung cara karmana begitu, masih bisa ko diperbaiki ko. Ya kami jelaskan bahwa a
stunting itu dia apa namanya seribu hari pertama kehidupan itu yang paling penting to, setelah dari
itukan istilahnya anak itu dikasih makan seperti apapun istilahnya apa ee mau dibilang percuma ko,
karena kan dia punya pertumbuhan dan perkembangan kan dari 0- 1000 hari pertama kehidupan
begitu. Tapi, masih bisa diperbaiki ketika mereka dikasih makan yang bergizi. Jadi, kadang- kadang
ibu juga berpikir makanana bergizi itu makanan yang mahal ya, misalnya kalo mereka pi makan di
restoran yang ada ayam goreng nah itu mereka bilang wuihh makan gizi o. Tapi mereka sonde
berpikir bahwa, makanan yang mereka olah sehari- hari dar dapur mereka, dari misalnya kebun ada
bayam, ada sayur putih itu makanan bergizi nah itu bisa diakali jadi anak kalo dia sudah pendek
harus dikasih makan yang bergizi, sehingga jangan sudah pendek lagi, otaknya tidak cerdas.
Setidaknya badannya pendek tapi dia masih bisa bersaing dalam hal akademik.
I : Kemudian ibu pertanyaan selanjutnya sampai saat ini, dampak stunting yang paling sering terlihat di
posyandu atau wilayah kerja puskesmas Tarus itu apa ibu?

P : Dampaknya ya seperti sekarang kalo tes- tes ini dari segi tinggi badan saja tidak masuk nominasi to,
kek sekarang ada musim- musim mau tes polisi atau mau masuk sekolah kesehatan sajakan tinggi
badan juga menjadi prioritaskan, menjadi salah satu persyaratankan harus memenuhi syarat.
Biasanya kalau anak- anak yang tinggi badannya tidak memenuhi persyaratan dengan sendirinya
mereka su loyo to . Dampak jangka panjangnya ya itu. Tapi ya ibu- ibu sekarang sonde berpikir
seperti itu, mereka pikir dong pung anak pendek tapi bisa bergaul dengan anak- anak yang tinggi
yak an, dong bermain bersama- sama tapi sonde berpikir kedepannya seperti apa.

I : Baik ibu ee, terus ini sepengetahuan ibu apakah disini ada makanan atau minuman khusus yang
menjadi pantangan bagi ibu hamil?

P : A ada ditempat- tempat tertentu tu di wilayah Kupang Tengah ini yang a makanan yang pantang,
misalnya kalo hamil sonde boleh makan daun kelor. Tapi ketong lihat to, kalau daun kelor dia
punya gizi, vitaminnya sangat tinggi to dan sangat bermanfaat sekali untuk salah satu kecerdasan
yak an terus ada yang kalo hamil sonde boleh makan yang amis- amis seperti ikan, telur daging
apalagi misalnya menjelang kelahiran.

I : Terus ibu ini apakah disini juga ada makanan atau minuman yang diperkenalkan sejak dini kepada
bayi sebelum berusia 6 bulan?

P : Kalo sebelum berusia 6 bulan a mungkin mereka dapatnya berupa penyuluhan- penyuluhan
makanan bergizi dalam ranga persiapan ee karena disini kita harga mati 0-6 bulan ASI Eksklusif.
Tapi dalam rangka memperkenalkan makanan- makanan yang bergizi untuk persiapan kalo anak
mereka sudah layak makan, artinya sudah usia 6 bulan keatas mereka selalu diberikan informasi
tentang makanan sehat PMBA (Pemberian Makanan Bayi dan Anak).

P : Kemudian apakah disni juga ada pantangan makanana khusus pada anak?

I : A mungkin ada ee dari orang tua ee, misalnya akan sonde kek tadi sonde boleh makan daun kelor
karena biasanya kalau orang tua tidak makan itu, pasti anaknya juga tidak makan. Orang tua sonde
boleh makan a daging ini, daging tertentu pasti anaknya satu rumah itu tdak makan otomatis anak
ini tidak makan.

P : Jadi menurut ibu adakah dukungan yang diberikan suami atau anggota keluarga lain kepada ibu
yang memiliki anak stunting? Jika ada dukungannya itu dalam bentuk apa ibu?

Kalo misalnya kita pasang sepuluh orang disitu, yang memberi dukungan ada mungkin tiga atau
empat bapak. Yang enamnya itu mereka lebih banyak urus anak itu urusannya mama ya. Kalo
bentuk dukungannya apa, biasanya orang tua dari sepuluh anak ini bapak yang empat ini mereka
rajin antarkan mamanya ke posyandu, mendengarkan infromasi- informasi ya, ada juga yang
memberi motivasi tapi itu biasanya orang tua yang pengetahuan ayahnya itu diatas standar ya. Jadi ,
dong wuih ketong pung anak pendek ni ketong bikin karmana supaya dia bisa berubah, jangan
karena pendek begini ketong kas tinggal- kas tinggal sa biasanya ada ayah- ayah yang seperti itu.
Ya saya bilang tadi, diantara sepuluh orang ayah ada tiga atau empat yang berperilaku seperti itu,
artinya bahwa lebih banyak yang cuek kan.

I : Kemudian ibu dukungan apa saja yang diberikan kader atau petugas kesehatan untuk ibu dalam
mencegah atau menanggulangi stunting?

P : Yang pertama penyuluhan, motivasi ya kepada ibu ini. Motivasi artinya lu pung anak su pendek
jangan lu menyerah tanpa syarat ya kan harus ada usaha, minimal a dia kalo makan sehat, olahraga
sedikit bersyukur to tapi yang utama makanannya harus sehat, bergizi, dan vitamin dan tidak
berpikir kalau itu makanan yang mahal. Misalnya kalo ketong pi kana di restoran satu orang bisa
habis tiga puluh sampe lima puluh ribu to, tapi kalau makan sehari- hari dirumah tiga puluh ribu
bisa untuk satu keluarga makanan yang bergizi dan bervitamin . Nah, untuk mengubah perilaku ini
yang susah. Kalau disini semi kota kan memang jarang ada yang makan diluar kek di warung-
warung atau di rumah makan tapi mereka itu biasanya prioritas orang tua itu satu sirih pinang ya
kan, dong beli sirih pinang dong ada uang tapi kasih makan dong pung anak makanan bergizi yang
tadi b bilang sonde mahal itu susah sekali ya. Ada orang tua sekitar sini yang dia pung mama ni
jual kangkung, jual sayur tapi anaknya dikasih makan supermie. Dia pung bapa nelayan tiap hari
pasti dapat ikan e hampir setiap hari, tapi anaknya lebih cenderung dikasih supermie. Jadi kalo
anak- anak nona lu kasih supermie satu piring disini, lu taro nasi dengan ikan deng sayur disini lu
suruh dong pilih dia lebih cenderung makan supermie karena apa rasanya, aromanya, rasa
micinnyakan, MSGnya menggoda yak an, warnanya menarik ya kan kalo makan tu dong langsung
rasa enak dilidah jadi anak sudah jinak dengan makanan- makanan seperti itu sehingga lu taro nasi
dengan ikan, sayur, tempe disini dong son peduli dong cenderung makan supermie, nanti dong bikin
tempe itu seperti snack padahalkan itu yang seharusnya dong makankan. Nah, diwilayah Kupang
Tengah masih ada orang tua yang seperti itu. Yang punya padi banyak digudang ditempat
penyimpanan misalnya dong punya rumah ada satu kamar itu ada sokal- sokal padi, tapi anaknya
makan mie kuah dari pagi sampai malam. Nah, apa yang mereka dapat dari situ yak an, otomatis
jangka panjang stunting son ada zat gizi yang masuk to yang ada karbohidrat say a, yang lain- lain
protein, dan lain- lain tidak ada to, vitamin apalagikan.

I : Baik ibu saya rasa informasinya sudah cukup bu. Terima kasih karena sudah meluangkan waktu
untuk menjawab pertanyaan dari saya.

Informan 8
P : Selamat pagi mama terima kasih untuk waktu dan kesempatan yang diberikan kepada saya.
Perkenalkan nama saya Sisilia Noviaming mahasiswa FKM UNDANA yang hendak melakukan a
penelitian tugas akhir yang bejudul Kajian Persepsi Ibu Balita Stunting tentang Stunting di Wilayah
Kerja Puskesmas Tarus Kabupaten Kupang. Oleh sebab itu saya memohon kesediaan mama selaku
kader posyandu untuk menjawab beberapa pertanyaan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya ma.
A sebelumnya ma saya ingin bertanya identitas mama, nama usia dan peran mama di posyandu ini
sebagai apa.

I : Baik nona, nama saya Felpina Gorang Mau, usia 48 tahun peran saya disini sebagai ketua kader
posyandu Kaniti.

P : Baik ma, kita langsung saja ya ma. Ma yang pertama a apakah bisa ceritakan selaku kader posyandu
apakah pernah meberikan informasi terkait stunting, penyebab, upaya pencegahan dan cara
menanggulangi stunting saat a posyandu atau saat ibu melakukan pemeriksaan rutin?

I : Pernah ! Setiap kali posyandu itu kami memberikan penyuluhan tentang gizi anak yang harus selalu
dijaga jangan samapi dia kena stunting, kami juga pernah informasikan untuk jaga kesehatan ibu
sebelum melahirkan dan sesudah melahirkan, janin yang ada itu perlu dijaga untuk menjaga
kemungkinan adanya stunting. Tapi disini kesadaran ibu itu kurang, kadang kami sebagai kader
juga kalo kami omong tanpa ibu bidan dong mereka marah kami sebagai kader. Sampe dong bilang
ko ibu kader dong kek tau- tau sa. Waktu itu juga kami su pernah a kes tau di mama Marta ibu anak
stunting yang pernah nona wawancara, karena dia punya kehamilan itu a terlalu dekat, hal seperti
itu pun kami informasikan tapi dengan jawaban yang sama dan dari situ kami serahkan ke ibu
bidan.

P : Kemudian ma a menurut mama diantara pengetahuan tentang pengertian stunting, ciri-ciri stunting,
dampak, penyebab stunting serta cara pencegahan dan penanggulangan stunting mana yang menurut
ibu masih rendah dikelompok ibu- ibu stunting

I : Semuanya hampir mereka tida tau itu, kita sudah kasih tau tapi dong sonde mau dengar anggap sa
mereka sonde tau, dong pikir badan pendek itu karena keturunan. Apalagi disekitar sini banyak juga
anak yang kek pendek a kerdil begitu.

P : Kira- kira kenapa bisa begitu ee ma?

I : A itu sudah, kurang kesadaran ibu. Kalau diberitahu sonde mau dengar, sonde percaya dengan apa
yang ketong kader omong nona.

P : A menurut mama bagaimanakah pengetahuan ibu yang memiliki balita stunting? Jika rendah itu
kenapa, jika tinggi itu kenapa menurut mama selaku kader posyandu?

I : Kalo menurut saya rendah, itu karena andia yang saya bilang tadi diberi penyuluhan dan informasi
sonde mau dengar. Habis posyandu langsung pulang, jadi dong sonde begitu tau tentang stutnting.

P : Jadi begini ma, disalah satu posyandu ada orang tua yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi
namun anaknya mengalami stunting. Menurut mama apakah saja kemungkinan penyebabnya ma?

I : Kalau soal itu beta sonde tau ee nona, mungkin karena perilaku hidup ko sonde perhatikan anak
pung kebutuhan dan pola makan.

P : A menurut pengamatan ibu selama menjadi kader posyandu bagaimana ciri-ciri anak stunting yang
paling sering ditemukan?

I : A yang pasti badannya kurus, perut besar baru pendek, berat badan tidak sesuai dengan umur dan
tinggi badan. Ada yang sonde bersemangat, ada juga yang sudah umur enam puluh bulan tapi
kelihatan seperti anak dua puluh emapt bulan begitu nona.

P : Menurut pengamatan mama selaku kader posyandu jika orang tua mengetahui anaknya mengalami
stunting, apakah mereka merasa cemas atau khawatir?

I : Tidak! Mereka anggap biasa, mereka menganggap stunting itu sebagai hal yang biasa. Sonde kalau
di tempat lain, tapi disini mereka sonde khawatir.

P : A sampai saat ini dampak stunting yang paling sering terlihat di posyandu ini itu apa ma?

I : A dampaknya itu yang terlihat itu pertumbuhannya lambat, lambat bicara, lambat jalan kira- kira
seperti itu

P : Ooo, begitu sa ko ma. Terus ma, apakah disini ada makanan atau minuman khusus yang menjadi
pantangan bagi ibu hamil?

I : Tidak ada ! Dulu- dulu waktu belum ada penyuluhan- penyuluhan tentang kesehatan memang ada
seperti itu tetapi sekarang tidak ada lagi, karena kami kader selalu memberikan penyuluhan, jadi
memang tidak ada pantangan waktu hamil dan dia harus konsumsi makanan dan minuman apa
mereka sudah tau
P : Terus ma, sepengetahuan mama juga selaku kader posyandu apakah ada makanan atau minuman
yang diperkenalkan sejak dini kepada bayi sebelum berusia 6 bulan?

I : A tidak ada hanya ASI saja, mereka itu biasanya kalo 6 bulan baru dikasi makanan lunak untuk
anak- anak. Karena kami sebagai kader, kami pantau terus kalo anak ini dia umur berapa kami
memberikan penyuluhan bahwa anak itu jangan dulu dikasih apa- apa sebelum melewati usia enam
bulan ke atas, kalo sudah enam bulan anak boleh dikasih bubur, misalnya sun atau biskuit.

P : Baik ee ma, terus ma sepengetahuan mama apakah disini ada pantangan makanan khusus pada
anak?

I : Tidak ada, karena memang mereka selalu kami kasih penyuluhan agar anak diberikan makanan
yang bergizi terlebih sekarang kami anjurkan untuk daun kelor itu selalu diberikan kepada anak.

P : A menurut ibu adakah dukungan yang diberikan suami atau anggota keluarga lain kepada ibu yang
memiliki anak stunting?

I : Saya sonde tau nona bagaimana kalo dirumah masing, karena kan tidak 24 jam kita pantau. Tapi
yang saya lihat ada yang mendukung, tapi ada juga yang masi masa bodoh. Dukunganya itu
misalnya apa ee yang seperti yang nona lihat di posyandu waktu itu ada bapa yang antar anak
posyandu, biar cuma antar sa itu kan menurut saya bentuk dukungannya to. Kalau ibu marta itu tiap
kali posyandu dia sendiri sa, deng dia pung anak dua orang yang andia sa bilang tadi kelahirannya
dekat. Seperti itu ya kalau menurut saya.

P : O begitu ee ma, dukungan apa saja yang diberikan kader atau petugas kesehatan untuk ibu dalam
mencegah dan menanggulangi stunting?

I : Penyuluhan saja dari kami kader dan petugas kesehatan, kadang juga mengingatkan ibu- ibu dong
untuk datang posyandu. Setiap menjelang posyandu itu saya selaku ketua kader kadang kunjung
dari rumah ke rumah untuk ingatkan ibu, biar sonde lupa kalo ada imunisasi. Kadang ada yang
ditelepon kan biasanya ju kami simpan nomor hp ibu, ada ju yang ketong panngil ke rumah.
Misalnya ma ada posyandu ni, mari ko datang ketong tunggu biar anak dong sehat begitu.

P : Baik ee ma, saya kira informasinya sudah cukup ma. Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk
saya ma .

Informan 9
P : Selamat siang kak, perkenalkan saya Sisilia Noviaming mahasiswa semester IX Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Nusa Cendana Kupang yang hendak melakukan penelitian tugas akhir
berkaitan dengan Kajian Persepsi Ibu Balita tentang Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Tarus.
Jadi hari ini saya mau meminta kesediaan kakak, selaku kader posyandu di Tuameko B ini untuk
menjawab beberapa pertanyaan- pertanyaan yang bersifat konfirmatif. Sebelumnya kak bisa kakak
perkenalkan nama kakak, umur, kemudian peran kakak pada posyandu ini.

I : Iya baik. Nama lengkap saya Sisilia Anapah a saya di posyandu Tuameko B umur saya 35 tahun a
peran saya a sebagai kader di posyandu Tuameko B merambang semua, kana da lima meja jadi
kami itu setiap bulan itu pergantian kadang saya dipenimbangan, kalo bulan berikutnya lagi saya
dilila, terus berikutnya pendaftaran, terus berikutnya daftar KMS. Nah itu, setiap bulan kami giliran
semua.

P : Kita langsung saja ya kak, pertanyaan yang pertama apakah kakak bisa ceritakan selaku kader
posyandu apakah pernah memberikan informasi terkait stunting, penyebab, upaya pencegahan dan
cara menanggulangi stunting saat posyandu/ saat ibu melakukan pemeriksaan kesehatan rutin?

I : Iya pernah a kalau untuk masalah stunting itu biasa kami infokan kepada ibu- ibu bayi balita a
bagaimana terjadi stunting itu. Kalau terjadi stunting itukan mulai dari dalam kandungan. Dari
dalam kandungan itu a masalah yang pertama itu a konsumsi makanan dari ibu hamil waktu masih
nol bulan sampai melahirkan. Itu masalah konsumsi makanan itu, seperti kurang gizi sehingga a
anak terjadi stunting.

P : Baik ibu, menurut ibu diantara pengetahuan tentang pengertian stunting, ciri-ciri stunting, dampak,
penyebab stunting serta cara pencegahan dan penanggulangan stunting mana yang menurut ibu
masih rendah dikelompok ibu- ibu stunting? Mana yang belum mereka pahami maksudnya.

I : O yang belum mereka pahami tentang stunting itu menurut saya dicara- cara untuk pencegahan dan
penangulangan stunting to ibu, seperti tentang makanan yang bergizi dan waktu dong hamil itu
pemeriksaan kehamilan yang jarang to ibu. Kan kami itu wajibkan disetiap kali posyandu itu harus
rajin untuk pemeriksaan karena a kalo tidak rajin ke posyandu berartikan ada dampak juga yang
kurang bagus sehingga bisa terjadi a stunting itu.

P : Jadi yang menurut ibu masih rendah itu dikelompok ibu- ibu ini mengenai cara pencegahan
stunting. Kira- kira mengapa pengetahuan mereka tentang cara pencegahan dan penanggulangan
stunting itu rendah bu?

I : Di kami itu memang pengetahuan tentang cara pencegahan dan penangulangan stunting itu masih
rendah, karena malas posyandu to dong kurang paham, juga kita kasih tau tetap sonde paham.

P : Menurut ibu, bagaimana pengetahuan ibu yang memiliki balita stunting? Jika rendah itu mengapa,
jika tinggi itu mengapa?

I : Disini dong pung pengetahuan kurang untuk masalah stunting itu. Ada yang kalo ibu- ibu yang
sekolah ini dong mungkin mengerti, tapi yang dirumah ini kurang paham untuk stunting ini. Itu
karena masalahnya satu adanya sosialisasi dari mama kader atau ibu- ibu bidan disetiap kali
posyandu itu kan dong maksudnya anggap remeh saja to. Ada ibu bidan yang bilang tunggu dulu
nanti sedikit lagi ada informasi begini- begini tapi ada yang posyandu habis tidak mau dengar
langsung jalan, dong tidak mau dengar pentingnya ini sosialisasi dari ibu- ibu bidan tentang
stunting.

P : Begini kak berdasarkan hasil temuan, ada orang tua yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi
namun anaknya mengalami stunting. Menurut ibu apa sajakah kemungkinan penyebabnya?
Mengapa ibu berpikir demikian?

I : Itu karena masalahnya begini ibu dong kan tidak terlalu sibuk dengan dong punya anak hanya sibuk
dengan pekerjaan. Sehingga contoh a dong sibuk kerja sedangkan dong pung anak orang lain yang
bawa pi posyandu. Jadi, contohnya kek masalah apa pasti babby sitter atau dong pung adek- adek
yang lebih yau, pulangkan mungkin tidak kasih tau lagi di orang tua yang mengandung. Pasti kan
kita kasih tahu penjelasan tentang ini- ini dong hanya sibuk dengan pekerjaan, kadang dong lupa
posyandu. Kalau mau posyandu kadang kami telepon, contohnya kami ada serratus lebih setiap kali
posyandu itu kadang yang pigi itu hanya enam puluh, lima puluh, nah setelah selesai baru kami
telepon. Itu biasanya orang tua yang sibuk- sibuk kerja dong tu. Nanti baru dong suruh mereka
punya anak, kek ponakan atau apa untuk datang antar posyandu itu masalah yang kami dapat disini.
Kadang lupa posyandu hanya karena pikir dong pung pekerjaan, sebenarnya kan penting posyandu
apalagi yang stunting itu yang paling kami perhatikan.

P : O begitu ee ibu. Menurut pengamatan ibu selama menjadi kader posyandu atau petugas kesehatan
bagaimana ciri-ciri anak stunting yang paling sering ditemukan?

I : Ciri-ciri anak stunting yang saya temui setiap kali posyandu itu ibu ciri-cirinya dia pendek terus
kerdil ni. Contohnya dia sudah umur a hampir lima puluh Sembilan bulan sudah mau tamat kan
enam puluh bulan kan tamat to ibu tapi dia masih tetap pendek terus kalau stunting itu kadang
kepalanya besar , badanya kecil atau kakinya kecil itu kan menurut saya untuk stunting. Pendek saja
tidak pernag tinggi- tinggi biar pun umur semakin bertambah tapi dia tetap pendek.

P : Baik ee kak, kemudian kak Menurut pengamatan ibu jika orang tua mengetahui anaknya mengalami
stunting. Apakah mereka merasa cemas atau khawatir?

I : Mereka cemas juga ibu , tapi cemas itu mungkin didepan kami tapi tidak tau sampe di rumah. Kan
setiap kali kalau kami ke posyandu kami selalu ingatkan kalo stunting tolong perhatikan ini anak
punya pola makan, karena pola makan juga bisa berpengaruh terhadap pertumbuhan anak to ibu
supaya dia pung petumbuhan bagus dan bisa tinggi to ibu, kami tegur soal itu. Tapi dari orang tua
kalo sampe dirumah dilaksanakan lainkan kita tidak tau

P : Biasanya rasa cemasnya itu ditunjukan dengan perilaku seperti apa ibu?

I : A mereka merasa tidak nyaman dan konsultasi pada kami kader. Kami juga bantu kasih tau karena
kami kader juga tidak begitu paham, tapi apa yang kami tau pasti kami bantu kasih tau biar dong ju
jangan terlalu cemas to ibu.

P : A sampai saat ini, dampak stunting yang paling sering terlihat di posyandu ini itu apa?

I : Dampaknya walaupun sudah besar sudah berusia enam puluh bulan tapi perawakannya pendek,
sepeti yang saya pernah temui itu ibu badannya besar tapi pendek, ada juga yang dong kelihatan
loyo ibu, itu menurut saya ee ibu.

P : Sepengetahuan ibu apakah disini ada makanan atau minuman khusus yang menjadi pantangan bagi
ibu hamil?

I : A kalau di posyandu sini tidak ada ibu hamil yang pantang ibu. Makan saja semua tidak masalah.

P : Oiya terus ibu, apakah disini ada makanan atau minuman yang diperkenalkan sejak dini kepada bayi
sebelum berusia 6 bulan?

I : Tidak ada, kami hanya kasih tau saja mulai dari 0- 6 bulan itu harus ASI eksklusif saja ibu, air putih
pun tidak.

P : Oiya ibu, kemudian apakah disini ada pantangan makanan khusus pada anak?

I : Pantangan makanan khusus pada anak disini tidak ada juga ibu.

P : Baik ibu ee, menurut ibu adakah dukungan yang diberikan suami atau anggota keluarga lain kepada
ibu yang memiliki anak stunting?

I : Dukungan dari suami ada mereka selalu dukung. Semua orang tua kan pasti mau selalu mendukung
yang terbaik bagi anaknya.

P : Biasanya dukungannya itu dalam bentuk apa?


I : A kasih semangat, support ibu ibu maksudnya tiap posyandu pasti dalam kelurga ada yang ingatkan
hari ini posyandu, pokoknya jadi penyemangat dalam keluarga saling mengingatkan, karena kami
posyandu setiap tanggal sepuluh kan ibu. A ada juga yang datang antar istri anak posyandu itu kan
bentuk dukungan kan ibu.

P : Dukungan apa saja yang diberikan kader atau petugas kesehatan untuk ibu dalam mencegah atau
menanggulangi stunting?

I : Dukungan dari kami itu misalnya kek kasih mereka a pendapat, motivasi, penyemangat itu kek
kata- kata yang baik, contohnya ibu tolong esok bawa anak posyandu soalnya anak ini begini dia ini
stunting, kader ingatkan penting untuk posyandu apalagi adek ini stunting. Baru kami kader juga
setiap tanggal sembilan pasti kami sudah saling kasi tau keliling masyarakat untuk posyandu. Untuk
ibu yang jarang antar anak ke posyandu itu kami telepon juga, tapi kami telepon bukan kek marah-
marah, kami hanya mengingatkan saja contohnya selamat pagi kami ini betul dengan orangtua anak
atas nama ini ko? Ini hari tanggal posyandu, kami tunggu di tempat posyandu bisa antar ko? Nanti
setelah telepon itu dong antar ibu dan pasti kami tunggu ibu, tapi setelah lewat batas waktu ya
mungkin jam sebelas atau jam setengah dua belas itu kami tidak hubungi lagi.

I : Baik ibu, saya rasa informasinya sudah cukup. Terimakasih karena sudah meluangkan waktu untuk
menjawab pertanyaan dari saya.

Informan 10
P : Selamat sore ibu perkenalkan saya Sisilia Noviaming, mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Nusa Cendana Kupang yang hendak melakukan penelitian tugas akhir dengan judul
Kajian Persepsi Ibu Balita tentang Stunting, jadi maksud kedatangan saya disini hari ini untuk
mewawancarai ibu selaku selaku salah satu kader posyandu di wilayah puskesmas Tarus ini.
Sebelumnya saya mohon kesediaan ibu untuk memperkenalkan diri.

I : Baik terima kasih ade a nama saya biasa di panggil ibu Erny, umur saya 38 tahun saya kader di
posyandu Cempaka 2 Penfui Timur.

P : Baik ma, kita langsung saja apakah ibu selaku kader posyandu pernah memberikan informasi terkait
stunting, penyebab, upaya pencegahan dan cara menanggulangi stunting saat posyandu atau saat ibu
melakukan pemeriksaan rutin?

I : A pernah itu saat posyandu, waktu posyandu kita sosialisasi disitu

P : Menurut ibu diantara menurut ibu diantara pengetahuan tentang pengertian stunting, ciri-ciri
stunting, dampak, penyebab stunting serta cara pencegahan dan penanggulangan stunting mana
yang menurut ibu masih rendah dikelompok ibu- ibu stunting dan mengapa?

I : Saya juga tidak begitu tau ee kak. Begini kak kita sudah sosialisasikan ke mereka, memberi
sarankan untuk mereka datang ke posyandu saja setengah mati kak. Bayangkan kalau posyandu
saja, sebelum posyandu kita sudah kasih info H-2, H-3 tu kita su kasih info itupun su setengah mati
kak begitu. Sebenarnya pengertian stunting, ciri-ciri stunting, dampak, penyebab stunting dan cara
untuk mencegahnya itu sepertinya mereka tau tapi tidak bisa menjalankannya dengan baik begitu
kak dan terkesan masa bodoh kak. Mungkin karena ibu- ibu ee banyak kerjaan, jadi terbengkelai
saja dalam mengurus anak, bersyukur kalau anaknya cuma satu atau dua tapi kalau lebih dari itu.
Apalagi kalau a anak yang sebelumnya atau ada saudara yang lain yang pendek juga, ibu- ibu dong
selalu jadikan itu patokan begitu, a maksudnya apa ee kak dong bilang kalo beta pung anak pendek
itu krna kakaknya ju pendek, sepupu atau saudara yang lain ju pendek. Jadi, pendek itu sesuatu yang
biasa begitu kak.

P : Terus pertanyaan selanjutnya ibu, menurut ibu pengamatan ibu bagaimana pengetahuan ibu yang
memiliki balita stunting? Apakah rendah atau tinggi?

I : Kalo kita pung posyandu ini rendah, dua atau tiga orang saja kak yang tinggi begitu.

P : Itu kira- kira kenapa ee ibu?

I : Kermana ee, itu yang seperti saya bilang tadi datang kebayakan ibu- ibu memang tidak semua ee ke
posyandu saja setengah mati, dengar sosialisasi setengah- setengah jadi bagaimana bisa
pengetahuannya bisa bagus begitu. Tapi, begitu sudah.

P : Kemudian begini ma berdasarkan hasil temuan, ada orang tua yang memiliki tingkat pengetahuan
tinggi tetapi anaknya mengalami stunting. Menurut ibu apa sajakah kemungkinan penyebabnya dan
mengapa ibu berpikir demikian?

I : Menurut saya a karna pola asuhnya, memang pengetahuan tentang stuntingnya bagus tapi kalo ibu
atau orang tua ada pekerjaan lain kan anaknya titip dengan pembantu, itu bisa menjadi
kemungkinannya. Selama ini di kita pung posyandu ni kan ada beberapa anak yang begitu
kebanyakan orang tuanya sibuk diluar jadi titiplah anak dengan pembantu.

P : Kemudian a menurut pengamatan ibu selama menjadi kader posyandu bagaimana ciri-ciri anak
stunting yang paling sering ditemukan?

I : Stunting yang paling sering ditemukan salah satunya pendek, terkadang juga badannya itu kecil
sekali. Itu sa kak dilapangankan kebanyakan ditemukan seperti itu kak. Padahal kami sudah arahkan
mereka kasih marungga saja cukup begitu, tapi namanya ibu- ibu kita omong dia jawab iya tapi dia
su balek belakang kita tidak tau lagi ee.

P : Kemudian menurut pengamatan ibu jika orang tua mengatahui anaknya mengalami stunting apakah
mereka merasa cemas atau khawatir? Jika ada, rasa cemasnya ditunjukan dengan perilaku seperti
apa?

I : Untuk itu kita tidak tau kakak karena kalo di posyandu kita temukan yang seperti itu, kita langsung
arahkan ke ibu bidan, sampe di ibu bidan itu baru ibu bidan arahkan bagaimanakan kita sudah tidak
tau soal itu kan kalo begitu ibu langsung a bawa mereka ke puskesmas. Yang penting kita su
arahkan, kan ada kartu khusus to jadi kalo kita dapat yang stunting kita langsung kasih kartu ke ibu
bidan.

P : A sampai saat ini dampak stunting yang paling sering terlihat di posyandu itu apa ibu?

I : Dampaknya itu apa ee, be son tau kak beta ju kurang mengerti itu juga .

P : Terus sepengetahuan ibu apakah disini ada makanan atau minuman khusus yang menjadi pantangan
bagi ibu hamil?

I : Sepengetahuan saya sebagai kader itu sonde ada ee kak, karna kami kader itu selalu menyarankan
ibu untuk makan apa saja yang mengandung gizi begitu kak.
P : Kemudian apakah disini ada makanan atau minuman yang diperkenalkan sejak dini kepada bayi
sebelum berusia enam bulan?

I : Tidak ada kak ASI eksklusif sampe bayi berusia enam bulan. Paling kami perkenalkan sayur-
sayuran, seperti yang lagi tenar sayur marungga dong to sebagai makanan pendamping ASI setelah
bayi berusia enam bulan.

P : Terus apakah ada pantangan makanan khusus juga pada anak ibu?

I : Tidak ada pantangan- pantangan khusus pada anak itu.

P : Terus sejauh ini menurut ibu adakah dukungan yang diberikan suami atau anggota keluarga lain
kepada ibu yang memiliki anak stunting?

I : Itukan kembali ke keluarga dan rumah tanggga masing- masing jadi kita su sonde tau begitu. Yang
biasa datang timbangkan istrinya, jarang ada bapa yang datang timbang kita tidak tau alasannya apa.
Sebenarnya yang bagus itu suami dan istri bawa anak datang timbang berdua untuk tau
perkembangan anaknya, bukan hanya ibu saja yang tau dan datang timbang. Selama ini yang kita
alami bapa-bapa itu tidak pernah datang untuk bawa anak timbang.

P : Terus pertanyaan yang terkakhir dukungan apa saja yang diberikan kader untuk ibu dalam
mencegah atau menanggulangi stunting?

I : Kalo dukungan kita paling mengarahkan untuk memberikan anak makanan- makanan yang sehat itu
tidak harus mahal, yang penting itu ada sayur- sayur. Terus menghubungi ibu kalo ada jadwal
posyandu, kita dekati mereka secara khusus tapi itu andia saya bilang tergantung dari mereka juga
apakah mereka mau atau tidak kan yang selama ini kita temukan dilapangankan seperti itu.
Walaupun kita dekati mereka jawab iya tapi begitulah namanya juga kita orang desa begitu sudah
kak didepan kita jawab iya, balek belakang sudah masa bodoh.

P : Baik ee ma, saya rasa informasinya sudah cukup tentang stunting. Terima kasih karena sudah
meluangkan waktu untuk saya.
Lampiran 4. Reduksi Data (Uraian Hasil Wawancara Mendalam)

INFORMAN INFORMAN INFORMAN 3 INFORMAN INFORMAN INFORMAN


FOKUS URAIAN INTERPRETASI
1 FP, 29 Th, 2 ML, 40 th, DF, 38 th, 4 MJ, 30 th, 5 EK, 35 th, 6 YL, 45 th,
PENELITIAN HASIL DATA
D3, IRT SD, IRT SMA, IRT S1, Arsitek SLTA, IRT SMA, IRT

Informan pernah
Terpapar
Ya Ya Ya Ya Ya Ya mendengar istilah
informasi
stunting

Sumber informasi
Gubernur; Petugas Petugas
Kader Kader Petugas dari kader
Petugas Kesehatan; Kesehatan;
Sumber Posyandu; Posyandu; Kesehatan; posyandu, petugas
Kesehatan; Ketua Kader Kader
Bidan Bidan Kader Posyandu kesehatan,
Radio Posyandu Posyandu
Persepsi tentang gubernur, dan radio
Pengertian
Stunting

Stunting adalah
Tinggi anak
Pertumbuhan balita pendek,
Anak pendek, Tinggi, gizi, abnormal,
anak tidak Pendek; badan kecil, kurang gizi,
Pengertian Balita pendek kecil; kurang berat badan dibawah
sesuai dengan kurus berat badan kurang,
gizi kurang standar,
umur pertumbuhan anak
pendek; kurus
tidak sesuai umur
INFORMAN INFORMAN INFORMAN 3 INFORMAN INFORMAN INFORMAN
FOKUS URAIAN INTERPRETASI
1 FP, 29 Th, 2 ML, 40 th, DF, 38 th, 4 MJ, 30 th, 5 EK, 35 th, 6 YL, 45 th,
PENELITIAN HASIL DATA
D3, IRT SD, IRT SMA, IRT S1, Arsitek SLTA, IRT SMA, IRT
Ciri-ciri stunting:
pendek,
pertumbuhan
Pendek; kurus; terlambat dan tidak
Badan pendek; Berat badan Pendek; kurus;
lemah; normal, kurus, dan
Ciri-ciri pertumbuhan Pendek; kurus Tidak tahu kurang; pertumbuhan
pertumbuhan kurang gizi.
lambat pendek abnormal
lambat Seorang informan
tidak mengetahui
ciri-ciri anak
stunting

Empat informan
tidak merasa cemas
Tidak cemas Cemas dan dan khawatir, dua
Respon ibu Biasa saja Biasa saja Cemas Biasa saja
dan khawatir khawatir informan lainnya
merasa cemas dan
khawatir.
INFORMAN INFORMAN INFORMAN 3 INFORMAN INFORMAN INFORMAN
FOKUS URAIAN INTERPRETASI
1 FP, 29 Th, 2 ML, 40 th, DF, 38 th, 4 MJ, 30 th, 5 EK, 35 th, 6 YL, 45 th,
PENELITIAN HASIL DATA
D3, IRT SD, IRT SMA, IRT S1, Arsitek SLTA, IRT SMA, IRT

Reaksi yang
ditunjukan tidak
Respon Tidak cemas Sedikit Tidak cemas
Biasa saja Biasa saja Biasa saja cemas dan
keluarga dan khawatir khawatir dan khawatir
khawatir,sedikit
khawatir, biasa saja

Dampak stunting:
Cacat fisik; gampang sakit,
Malas gerak; gampang lemah, tidak
Dampak Daya tangkap
Mudah sakit Tidak tahu Kecil; lemah kurang sakit; bersemangat, malas
Stunting berkurang
bersemangat berbadan gerak, cacat fisik
lemah dan daya tangkap
anak berkurang..
INFORMAN INFORMAN INFORMAN 3 INFORMAN INFORMAN INFORMAN
FOKUS URAIAN INTERPRETASI
1 FP, 29 Th, 2 ML, 40 th, DF, 38 th, 4 MJ, 30 th, 5 EK, 35 th, 6 YL, 45 th,
PENELITIAN HASIL DATA
D3, IRT SD, IRT SMA, IRT S1, Arsitek SLTA, IRT SMA, IRT
Informan
mempersepsikan
penyebab stunting:
tidak diberi ASI,
tidak imunisasi,
cacingan, faktor
Tidak ASI; Rendah asupan keturunan, tidak
Kurang gizi; Tidak ASI; Rendah
tidak makanan mengkonsumsi
tidak diberi rendah asupan asupan
imunisasi; bergizi saat makanan bergizi,
Penyebab susu; makanan makanan Tidak tahu
kurang gizi; hamil; kurang anak lahir
premature; bergizi saat bergizi,
cacingan; kalsium dan premature, saat
genetik hamil bawaan lahir
genetik vitamin kehamilan tidak
mengkonsumsi
Persepsi tentang
makanan yang
penyebab
bergizi. .Seorang
stunting
yang lain tidak
mengetahui
penyebab stunting

Lima informan
mengatakan YA,
dan seorang
Kurang gizi=
Ya Ya Ya Tergantung Ya Ya diantaranya
stunting
mengatakan tidak
semua anak kurang
gizi itu stunting.
INFORMAN INFORMAN INFORMAN 3 INFORMAN INFORMAN INFORMAN
FOKUS URAIAN INTERPRETASI
1 FP, 29 Th, 2 ML, 40 th, DF, 38 th, 4 MJ, 30 th, 5 EK, 35 th, 6 YL, 45 th,
PENELITIAN HASIL DATA
D3, IRT SD, IRT SMA, IRT S1, Arsitek SLTA, IRT SMA, IRT

Informan
Kunjungan
Ya Ya Ya Ya Ya Ya melakukan
ANC
kunjungan ANC

Informan
mengatakan bahwa
pemeriksaan
Pemeriksaan
Penting Penting Penting Penting Penting Penting kehamilan dan
kehamilan
kesehatan ibu
setelah melahirkan
itu penting
INFORMAN INFORMAN INFORMAN 3 INFORMAN INFORMAN INFORMAN
FOKUS URAIAN INTERPRETASI
1 FP, 29 Th, 2 ML, 40 th, DF, 38 th, 4 MJ, 30 th, 5 EK, 35 th, 6 YL, 45 th,
PENELITIAN HASIL DATA
D3, IRT SD, IRT SMA, IRT S1, Arsitek SLTA, IRT SMA, IRT

Pantangan
Tidak ada
makanan dan
pantangan makanan
miunuman Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
dan minuman saat
khusus saat
kehamilan
kehamilan

Informan
ASI eksklusif Ya Ya Ya Ya Ya Ya memberikan ASI
Eksklusif
INFORMAN INFORMAN INFORMAN 3 INFORMAN INFORMAN INFORMAN
FOKUS URAIAN INTERPRETASI
1 FP, 29 Th, 2 ML, 40 th, DF, 38 th, 4 MJ, 30 th, 5 EK, 35 th, 6 YL, 45 th,
PENELITIAN HASIL DATA
D3, IRT SD, IRT SMA, IRT S1, Arsitek SLTA, IRT SMA, IRT

Makanan
pendamping ASI
yang diberikan:
Bubur, Bubur, Bubur, bubur
Bubur, sayur, Biskuit balita, biskuit, sayur-
MP-ASI marungga, marungga, kacang,olahan Bubur
telur bubur, sayur sayuran (marungga
telur, daging wortel, telur ubi
dan wortel), telur,
bubur, dan olahan
ubi

Tidak ada
Pantangan pantangan makanan
makanan khusus Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak khusus yang
pada anak diberikan kepada
anak.
INFORMAN INFORMAN INFORMAN 3 INFORMAN INFORMAN INFORMAN
FOKUS URAIAN INTERPRETASI
1 FP, 29 Th, 2 ML, 40 th, DF, 38 th, 4 MJ, 30 th, 5 EK, 35 th, 6 YL, 45 th,
PENELITIAN HASIL DATA
D3, IRT SD, IRT SMA, IRT S1, Arsitek SLTA, IRT SMA, IRT

Imunisasi Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Lengkap Imunisasi lengkap.

Pemeriksaan
Konsumsi Memberikan
kehamilan
makanan Rutin periksa Konsumsi Memberi makanan bergizi,
rutin, Konsumsi
Persepsi ibu bergizi, ASI kehamilan, ASI, makanan makanan ASI ekskusif, rutin
konsumsi makanan
tentang eksklusif, konsumsi begizi bagi ibu bergizi, mengikuti
Pencegahan makanan bergizi,
pencegahan imunisasi makanan sehat, anak, periksa Periksa posyandu,
sehat, ASI, konsumsi
stunting pemeriksaan rajin posyandu, kesehatan kesehatan imunisasi dan
rutin marungga
kehamilan imunisasi rutin secara rutin periksa kesehatan
posyandu,
rutin secara rutin
imunisasi
INFORMAN INFORMAN INFORMAN 3 INFORMAN INFORMAN INFORMAN
FOKUS URAIAN INTERPRETASI
1 FP, 29 Th, 2 ML, 40 th, DF, 38 th, 4 MJ, 30 th, 5 EK, 35 th, 6 YL, 45 th,
PENELITIAN HASIL DATA
D3, IRT SD, IRT SMA, IRT S1, Arsitek SLTA, IRT SMA, IRT

Sejak hamil,
Sejak Masa beberapa tahun
Waktu terpapar Setelah anak Beberapa
Sejak hamil kelahiran anak Saat hamil kepemimpinan terakhir semejak
informasi lahir tahun terakhir
ke-6 gubernur VL kepemimpinan
gubernur VL

Tidak tahu apakah


sudah dilakukan
Ketepatan &
Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu secara tepat sesuai
kesesuaian cara
dengan yang
dianjurkan.
INFORMAN INFORMAN INFORMAN 3 INFORMAN INFORMAN INFORMAN
FOKUS URAIAN INTERPRETASI
1 FP, 29 Th, 2 ML, 40 th, DF, 38 th, 4 MJ, 30 th, 5 EK, 35 th, 6 YL, 45 th,
PENELITIAN HASIL DATA
D3, IRT SD, IRT SMA, IRT S1, Arsitek SLTA, IRT SMA, IRT
Memberi ASI,
makan makanan
yang bergizi,
Rajin mengikuti
posyandu, posyandu secara
ASI, konsumsi
memberi obat Rajin posyandu, Memberi Makanan rutin, memberi obat
makanan Konsumsi
dan vitamin, disiplin waktu makanan, ajak bergizi, dan vitamin,
bergizi, rutin makanan 4
memberikan makan, anak posyandu, mengajak anak
Penanggulangan posyandu, sehat 5
makanan tiga konsumsi beraktivitas, memberi beraktifitas,
memberi sempurna,
kali sehari makanan konsumsi air vitamin dan memberi makan
vitamin dan rajin posyandu
(walaupun bergizi marungga suntikan tiga kali sehari
suntikan
Persepsi ibu hanya nasi dan (walau hanya nasi
tentang garam). dan garam),
penanggulangan memberi sayur-
stunting sayuran
(marungga)

Sejak anak lahir,


diketahui
Waktu mulai
Sejak tahu Sejak tahu Sejak tahu anak Sejak tahu Sejak tahu mengalami
penanggulangan Usia MP-ASI
anak stunting anak stunting stunting anak stunting anak stunting stunting, dan sejak
stunting
anak memasuki
usia MPASI
INFORMAN INFORMAN INFORMAN 3 INFORMAN INFORMAN INFORMAN
FOKUS URAIAN INTERPRETASI
1 FP, 29 Th, 2 ML, 40 th, DF, 38 th, 4 MJ, 30 th, 5 EK, 35 th, 6 YL, 45 th,
PENELITIAN HASIL DATA
D3, IRT SD, IRT SMA, IRT S1, Arsitek SLTA, IRT SMA, IRT

Memberikan ASI,
menambah porsi
Periksa makanan,
Olahan sayur kesehatan, mengkonsumsi
Konsumsi Menambah Memperhatikan Nasi, sayur,
Bentuk (perkedel, makanan sayur, rutin
marungga, porsi makan, makan dan telur, ikan,
penanggulangan cake, kue bergizi, posyandu,
ASI, imunisasi posyandu minum anak ikut posyandu
kering) istirahat membuat variasi
teratur makanan, istirahat,
dan cek kesehatan
secara rutin

Adanya dukungan
Dukungan sosial dari suami,
Ada Ada Ada Ada Ada Ada
sosial keluarga dan
petugas kesehatan.
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Pemegang Program Gizi


Lampiran 6. Rangkuman Data Kunjungan ANC

Informan Catatan Kesehatan Ibu Hamil Jumlah Kunjungan

FP 8

ML 4

DF 9
MJ 7

EK 6

YL

6
Lampiran 7. Kartu Menuju Sehat (Catatan Informasi Imunisasi Anak)

Informan Kartu Menuju Sehat Keterangan

FP LENGKAP

ML LENGKAP

DF LENGKAP

MJ LENGKAP
Informan Kartu Menuju Sehat Keterangan

EK LENGKAP

YL LENGKAP
Lampiran 8. Sertifkat Kaji Etik
Lampiran 9. Surat Penelitian
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama : Sisilia Noviaming
Nama Panggilan : Cici
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Watu-Ruteng, 23 November 1997
Alamat : Jalan Ulumbu Watu-Ruteng
Agama : Katholik
Kewarganegaraan : Indonesia
Nama Orang Tua
1. Ayah : Karolus Kuwus
2. Ibu : Elisabeth Tija
3. Anak ke- : 4 (empat) dari 5 (lima) bersaudara

1. Riwayat Pendidikan
1. SDK St. Theresia dari : Tamat 2010
kanak-kanak Yesus-Ruteng
V
2. SMPK St. Fransiskus : Tamat 2013
Xaverius Ruteng
3. SMAK St. Fransiskus : Tamat 2016
Saverius Ruteng
4. FKM Undana : Tamat 2021

Anda mungkin juga menyukai