Kepala Lurah Kepala Desa B. Ringkasan Eksekutif Sekitar seperempat remaja usia 13-18 tahun mengalami stunting atau pendek, 9% remaja bertubuh kurus atau memiliki indeks massa tubuh rendah, sedangkan 16% remaja lainnya mengalami kegemukan dan obesitas. Selain itu sekitar seperempat remaja putri mengalami anemia. Masalah gizi pada remaja memiliki implikasi serius bagi kesehatan kaum muda, berdampak pada kesejahteraan generasi saat ini dan masa depan, serta ekonomi dan kesehatan negara. Masalah gizi juga berkaitan dengan isu gender, dimana ada prevalensi anemia yang lebih tinggi pada remaja putri dan prevalensi kurus dan stunting yang lebih tinggi pada remaja putra. Remaja putri sebagai sasaran sekunder dalam intervensi stunting merupakan investasi negara karena ia akan menjalankan fungsi reproduksinya dari hamil hingga menyusui, sehingga kualitas gizi maupun kesehatannya harus terjaga. C. Pendahuluan/ Rumusan Masalah Masa remaja adalah masa yang sangat penting dalam pembentukan perilaku yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi dimana apabila tidak ditangani dengan baik dan sesegera mungkin, permasalaha gizi pada remaja saat ini akan berkontribusi pada berbagai penyakit kronis di kemudian hari. Triple burden of malnutrition atau tiga masalah gizi yang dihadapi oleh remaja Indonesia saat ini adalah kekurangan gizi, kelebihan berat badan, dan kekurangan zat gizi mikro dengan anemia. Anemia adalah kadar Hemoglobin (Hb) dalam sel darah merah lebih rendah dari standart yang seharusnya, dimana standar untuk remaja putri dikatakan anemia apabila Hb <12 g/dl. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019, diketahui cakupan pemberian tablet tambah darah untuk remaja putri pada tahun 2018 adalah 46,56% yang telah melampaui target rencana strategis. Kementerian Kesehatan sebesar 30% (Kementerian Kesehatan, 2020). Data Riskesdas 2018 bahwa remaja putri yang mendapatkan tablet tambah darah (TTD) sebesar 76,2% yang terdiri dari sebanyak 80,9% diantaranya mendapatkan TTD di sekolah dan 19,1% menyatakan tidak didapatkan dari sekolah. Sedangkan yang tidak mendapatkan TTD sama sekali yaitu sebesar 23,8%. Tingkat konsumsi TTD yang <52 butir sebesar 98,6% dan yang mengkonsumsi ≥ 52 butir sebesar 1,4%, namun angka kejadian anemia pada remaja putri masih tinggi yaitu sebanyak 48,9% (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Keadaan anemia pada remaja perempuan dapat berlanjut saat mereka menjadi ibu. Selama kehamilan, mereka pun lebih berisiko mengalami perdarahan pasca- persalinan, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, bayi lahir prematur, atau kelahiran mati. Selain itu, anak-anak mereka lebih mungkin mengalami stunting, sehingga meneruskan siklus malnutrisi yang merusak (Yulianti, 2021). Stunting menunjukkan terjadi gangguan pertumbuhan linear (panjang badan/tinggi badan menurut usia) berada dibawah -2 Standar Deviasi (<-2SD) sesuai standar median World Health Organization (WHO), terjadi akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang selama 1000 hari pertama kehidupan (HPK) (Vilcins et al., 2018; Mbuya & Humphrey, 2016). Prevalensi balita pendek dan sangat pendek (stunting) di Kota Yogyakarta tahun 2020 meningkat dibanding tahun 2019. Stunting disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dan pola asuh yang salah terutama di masa- masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (Dinkes DIY, 2021). Ibu hamil muda dengan usia di bawah 20 tahun akan berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) dan akan memberikan pengaruh sekitar 20% untuk terjadinya stunting. Data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, prevelensi stunting di Indonesia mencapai 24,4% (Badan Litbangkes RI 2021). Penelitian oleh Fitriana & Dwi Pramardika (2019) tentang Evaluasi Program Tablet Tambah Darah pada Remaja Putri ditemukan beberapa faktor antara lain kurangnya sarana dan prasarana untuk sosialisasi anemia dan TTD berupa brosur dan leaflet, kartu suplementasi TTD dan kamera. Waktu distribusi yang tidak sesuai dilakukan 1 kali setiap bulan oleh Puskesmas Bengkuring, tidak dilakukan pemantauan kepatuhan konsumsi TTD dan pemantauan kadar hemoglobin darah (Hb) pada remaja puteri, tidak dilakukannya pencatatan ke dalam buku raport kesehatanku oleh pihak sekolah terhadap program TTD ini serta belum dilakukannya evaluasi dalam analisis dan tindak lanjut serta umpan balik dari pelaporan program TTD baik dari pihak sekolah, Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Samarinda. Faktor lain yang adalah ketidaksesuaian target dari sasaran program TTD Puskesmas terhadap rencana strategi direktorat gizi masyarakat serta konsumsi TTD tidak dilakukan secara bersama-sama di Sekolah melainkan di rumah masing-masing. Untuk mencegah peningkatan Stunting berdasarakan salah satu pilar dalam Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting yaitu kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku, promotor kesehatan memiliki peran dalam meningkatkan kesadaran dan perubahan perilaku. Proses terbentuknya sebuah perilaku dipengaruhi oleh domain kognitif, afektif dan psikomotor. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain penting dalam membentuk sebuah perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Upaya dalam meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatan salah satunya dapat dilakukan melalui pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai metode dan media tergantung kebutuhan sasaran, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat pendidikan kesehatan tidak hanya dilakukan melalui media-media konvensional, khususnya remaja yang cenderung lebih banyak terpapar oleh media informasi berbentuk digital seperti foto, ilustrasi gambar maupun video (BKKBN, 2017). Pemanfaatan media dalam pendidikan kesehatan tersebut sesuai dengan teori Edgar Dale, bahwa semakin banyak alat indera yang digunakan dalam proses pembelajaran maka dapat menciptakan lebih banyak pengalaman seseorang dan berpotensi memengaruhi hasil belajar. Selain itu penggunaan media dapat membangitkan keinginan, motivasi baru dan rangsangan belajar (Schneider, Nebel, Beege, & Rey, 2018). Pengembangan media dengan menggabungkan elemen-elemen media menjadi satu kesatuan telah banyak dibuat agar menciptakan media yang menarik minat dalam proses pendidikan dan mendorong sebuah perilaku. Dari latar belakang inilah, mahasiswa membuat sebuah inovasi program bernamakan “GREAT” “Gerakan Remaja Efectif Atasi Stunting”. D. Jika Masalah Diabaikan Masalah stunting adalah masalah seluruh bangsa Indonesia yang perlu mendapat perhatian, bahkan sejak pemuda/remaja. Saat ini Indonesia sedang menggalakkan percepatan penurunan stunting sebesar 40% yang akan dicapai pada tahun 2024. Beberapa potensi resiko jika program “GREAT” diabaikan adalah: 1. Kurangnya pengetahuan remaja putri mengenai masalah gizi pada remaja 2. Kurangnya pemantauan status gizi pada remaja putri 3. Konsumsi Tablet Tambah Darah tidak terpantau dengan baik 4. Percepatan penurunan stunting tidak cukup optimal E. Opsi Kebijakan 1. Penguatan Posyandu Remaja yang sudah ada 2. Pembentukan Posyandu Remaja aktif disetiap desa, seperti halnya Posyandu Balita dan Posyandu Lansia F. Daftar Pustaka Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2018, Riskesdasa 2018, Jakarta Badan Litbangkes Kemenkes RI, 2021, Survei Status Gizi Indonesia, Jakarata Beegem M., Schneider. S., Nebel, S., Habler, A., & Rey, G. D. (2018). Computers & Education Mood-affect congruency. Exploring the relation between leaners mood and the affective charge of educational vidios. Computers & Eduction, 123 (October 2017). BKKBN, BPS and Kemenkes (2017) Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017: Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta – Indonesia: BKKBN – Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional. Fitriana, F., & Dwi Pramardika, D. (2019). Evaluasi Program Tablet Tambah Darah pada Remaja Putri. MPPKI (Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia): The Indonesian Journal of Health Promotion, 2(3), 200–207. https://doi.org/10.31934/mppki.v2i3.807Kemenkes RI. (2018a). Buletin Stunting. Kementerian Kesehatan RI, 301(5), 1163–1178. Kemenkes RI. (2018b). Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur. Direktorat Gizi Masyarakat Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI. Kemenkes RI. (2020). Pedoman pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi remaja putri pada masa pandemi COVID-19. Kementrian Kesehatan RI, 22. http://appx.alus.co/direktoratgiziweb/katalog/ttd-rematri-ok2.pdf Kementerian Kesehatan. (2020). Profil Kesehatan Indonesia 2019. https://doi.org/10.5005/jp/books/11257_5 Kementrian Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama Laporan Riskesdas 2018. In Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. https://doi.org/1 Desember 2013 Notoatmodjo, S. (2010). Health Promotion. Theory and Applications. Rineka Cipta. Sudikno, Irawan, I. R., Setyawati, B., Sari, Y. D., Wiryawan, Y., Puspitasari, D.S., Widodo, Y., Ahmadi, F., Rachmawati, R., Amaliah, N., Arfines, P. P., Rosha, B. C., Pambudi, J., Aditianti, Julianti, E. D., & Safitri, A. (2019). Laporan Akhir Penelitian Status Gizi Balita Tahun 2019. Kemenkes RI, 1–150. https://cegahstunting.id/unduhan/publikasi-data/ Yuliati, R. (2021). Anemia Pada Usia Remaja. RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO. https://rsupsoeradji.id/anemia-pada-usia-remaja/
Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Posyandu Dengan Kepatuhan Ibu Balita Melakukan Kunjungan Ke Posyandu Di Kelurahan Tangkerang Labuai Wilayah Kerja Puskesmas Sapta Taruna