Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH ANEMIA TERHADAP AKTIFITAS REMAJA

PUTRI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERSIAPAN


KEHAMILAN

POLICY BRIEF

FADHILATUN NISA
NIM 1813101044

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI
2019
PENGARUH ANEMIA REMAJA TERHADAP AKTIFITAS REMAJA DAN
DAMPAKNYA TERHADAP PERSIAPAN KEHAMILAN

A. Ringkasan Eksekutif

PNS sebagai salah satu aparatur negara mempunyai peranan yang


sangat strategis dalam menyelenggarakan tugas-tugas negara,
pemerintahan dan pembangunan sehingga setiap perilaku PNS sering
menjadi sorotan dari masyarakat terutama perilaku negatif seperti
terlambat datang, korupsi, belanja di mall saat jam kantor, dan sebagainya.
Oleh sebab itu dibutuhkan sosok PNS yang memiliki perilaku etis yang
baik dalam menjalankan tugas dan dapat menunjukkan perilaku yang
sesuai dengan norma dan peraturan yang berlaku di dalam organisasi.
Dalam penelitian diperoleh variabel kecerdasan emosional, komitmen
keorganisasian, dan kepuasan kerja pegawai memiliki pengaruh yang
positif terhadap perilaku etis pegawai di Pusdiklat Pegawai Kementerian
Ketenagakerjaan Hal ini berarti naik dan turunnya tingkat kecerdasan
emosional, komitmen keorganisasian, dan kepuasan kerja pegawai secara
bersamasama dapat mempengaruhi tingkat perilaku etis pegawai di
Pusdiklat Pegawai Kementerian Ketenagakerjaan. Sehingga diperlukannya
mempertahankan dan meningkatkan kualitas pegawai dengan
menyediakan fasilitas dan sarana kerja yang sesuai dengan kebutuhan
pegawai, pemberian promosi kepada pegawai yang berprestasi,
mengikutsertakan pegawai ke dalam berbagai kegiatan peningkatan
softskill, memberikan pemahaman tujuan organisasi kepada para pegawai,
dan sebagainya yang dapat memberikan dampak atau pengaruh yang
positif terhadap perilaku etis pegawai.

B. Pendahuluan

Hampir 23% remaja putri di Indonesia mengalami anemia


alias kurang darah. Dengan jumlah remaja putri kurang lebih 21
juta, terdapat setidaknya 4,8 juta yang mengidap kekurangan
jumlah sel darah merah (yang mengandung protein hemoglobin,
Hb). Sel ini yang memungkinkan oksigen dari jantung diangkut ke
seluruh bagian tubuh (Kemenkes RI 2018)

Anemia remaja putri disebabkan oleh asupan makanan


rendah kandungan zat besi hewani maupun nabati. Anemia pada
remaja bisa menurunkan kemampuan daya ingat sehingga prestasi
akademik tidak optimal. Selain itu, dampak anemia pada remaja
putri berpeluang menimbulkan anemia ketika hamil.

Oleh karena itu penanganan kasus anemia pada remaja putri


berusia 10-19 tahun perlu diprioritaskan karena mereka dapat
memutus siklus anemia pada ibu hamil dan dampak kelahiran bayi
dengan kognitif rendah akibat ibu hamil yang anemia.

Meski terdapat berbagai penanganan kasus anemia, di


antaranya, pemberian tablet tambah darah dan penambahan zat
besi pada tepung terigu, yang telah dilakukan, kasus anemia di
kalangan remaja putri masih tetap tinggi. Karena itu, diperlukan
cara alternatif yang efektif untuk mengurangi anemia pada remaja
putri.

Saat ini Nutrition International menyediakan bahan-bahan informasi yang


dibutuhkan bidan untuk menyampaikan pentingnya pil ini. Dukungan serupa
juga dilakukan untuk mencegah anemia pada remaja putri melalui program
Right Start dan MITRA Youth.

Organisasi nirlaba tersebut membantu melatih staf dinas-dinas terkait


dan guru; mendukung perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan; serta
mengembangkan media komunikasi. Harapannya, peserta didik, guru dan
anggota masyarakat bisa mendapatkan pengetahuan tentang gizi yang baik
dan pencegahan anemia. Program Right Start dan MITRA Youth ini
merupakan kolaborasi antara Nutrition International dan pemerintah
Indonesia dengan dukungan dari Pemerintah Kanada dan Australia. Total
investasi yang dikucurkan sebesar 3,6 juta dollar Kanada atau sekitar Rp 36
milyar agar program ini bisa mencapai para remaja putri di 9.000 sekolah di
Jawa Barat, Banten, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur. Selain turut
serta dalam pelaksanaan program Suplementasi Tablet Tambah Darah
Mingguan, Nutrition International juga mendukung pemerintah dalam
pengembangan strategi nasional untuk penanggulangan anemia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Agung Ayu


Sriningrat1, Putu Cintya Denny (2019) tentang PREVALENSI ANEMIA PADA REMAJA
PUTRI DI KOTA DENPASAR, didapatkan hasil sebanyak 34 responden (45,9%)
mengalami anemia. Kejadian anemia cenderung terjadi pada remaja putri
dengan asupan energi kurang (55,6%), asupan protein kurang (66,7%), asupan
zat besi kurang (50%), asupan vitamin C kurang (52,4%), status gizi kurus (100%),
siklus menstruasi pendek (57,1%), durasi panjang (55,6%), aktivitas tinggi
(58,3%) dan pendapatan orang tua rendah (49,2%). Remaja putri cenderung
menderita anemia sehingga deteksi dini kadar hemoglobin disarankan.

C. Pendekatan dan Metode

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini


adalah ddengan melakukan wawancara mendalam terkait penyebab
tingginya angka anemia dengan menggunakan acuan pertanyaan .
Berdasarkan hasil analisis uji regresi dapat diketahui bahwa kecerdasan
emosional, komitmen keorganisasian, dan kepuasan kerja berpengaruh
signifikan terhadap perilaku etis pegawai di Pusdiklat Pegawai
Kementerian Ketenagakerjaan. Pengaruh tersebut bersifat positif dalam
arti semakin baik kecerdasan emosional, komitmen keorganisasian, dan
kepuasan kerja pegawai maka akan semakin tinggi juga perilaku etis
pegawai.

D. Implikasi dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kecerdasan


emosional, komitmen keorganisasian, dan kepuasan kerja memiliki peran
penting dalam membentuk perilaku etis pegawai di Pusdiklat Pegawai
Kementerian Ketenagakerjaan. Pegawai-pegawai yang memiliki perilaku
etis akan bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma dan
peraturan yang berlaku di organisasi. Perilaku etis dapat membangun
ikatan dan keharmonisan di antara pegawai di tempat kerja. Sehingga
pimpinan dan pegawai harus mengembangkan perilaku yang berperan
dalam mendukung terbentuknya pegawai yang memiliki perilaku etis.
Peranan kecerdasan emosional, komitmen keorganisasian, dan kepuasan
kerja telah terbukti mampu memberikan dampak positif dan signifikan
terhadap perilaku etis pegawai.

Hal ini juga mengungkapkan kecerdasan emosional memberikan


pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku etis pegawai.
Kemampuan pegawai dalam memahami kedalaman emosinya dan dapat
mengekspresikan emosinya akan memiliki perasaaan dan pengakuan
emosi yang baik. Pengendalian emosi diri dan mengerti dengan kondisi
emosi orang lain dapat berdampak pada perilaku pegawai dalam
kegiatannya sehari-hari di organisasi. Selian itu kepuasan kerja yang juga
memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku etis
pegawai. Pemberian pembayaran gaji yang adil, rekan kerja yang
mendukung, pemberian promosi bagi pegawai yang berprestasi, dan
pimpinan yang berperilaku adil serta mendukung aktivitas pegawainya
dapat membuat pegawai dapat berperilaku sesuai dengan norma dan aturan
organisasi.

Hasil ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Pusdiklat


Pegawai Kementerian Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan yang isi kompetensinya atau materinya tidak
hanya bersifat hardskill tetapi juga bersifat softskill sehingga dapat
meningkatkan PNS yang profesional. Selain itu pegawai di Pusdiklat
Pegawai Kementerian Ketenagakerjaan tidak hanya selalu memberikan
pelayanan kediklatan kepada orang lain, tetapi pegawai juga harus
berpartisipasi aktif sebagai peserta diklat atau pelatihan lain yang sifatnya
softskill agar semakin baik dan terpeliharanya kompetensi yang dimiliki
pegawai. Tingkat kecerdasan emosional, komitmen keorganisasian,
kepuasan kerja, dan perilaku etis pegawai akan menurun jika tidak
dilakukan maintenance oleh pimpinan dan bidang kepegawaian.

D. Rekomendasi yang dapat dilakukan oleh lembaga adalah sebagai berikut:


1. Biro Organisasi dan Kepegawaian bekerja sama dengan Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Ketenagakerjaan serta
Lembaga Administrasi Negara dapat meningkatkan kualitas pelatihan
dengan menambahkan materi-materi dalam pelatihan tentang
kecerdasan emosional, komitmen keorganisasian, dan kepuasan kerja
secara spesifik agar tercipta kualitas pegawai yang baik sehingga
dapat menambah kualitas pelayanan dan peningkatan pencapaian
tujuan organisasi.
2. Pusdiklat Pegawai Kementerian Ketenagakerjaan melakukan
tindakan-tindakan yang dapat mempertahankan dan meningkatkan
perilaku etis pegawai dengan penyediaan fasilitas dan sarana kerja
yang sesuai dengan kebutuhan pegawai, pemberian promosi kepada
pegawai yang berprestasi, mengikutsertakan pegawai ke dalam
berbagai kegiatan peningkatan softskill, memberikan pemahaman
tujuan organisasi kepada para pegawai, dan sebagainya yang dapat
memberikan dampak atau pengaruh yang positif terhadap perilaku etis
pegawai.

Referensi

Cooper, R.K. & Sawaf, A. (1999). Executive EQ. Kecerdasan Emosional Dalam
Kepemimpinan dan Organisasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Ebert, Ronald J. & Griffin, Ricky W. (2006). Bisnis. Jakarta: Erlangga.

Mowday, Richard T., Porter, Lyman W., & Steers, Richard M. (1982). Employee
Organization Linkages: The Psychology of Commitment, Absenteeism and
Tumover. New York: Academics Press.

Nelson, Debra L. and James Campbell Quick. (2006). Organizational Behavior:


Foundations, Realities & Challenges. Ohio: South-Western.
POLICY BRIEF

Strategi Penurunan AKI dan AKB: Peningkatan Mutu Klinis Pelayanan


Kesehatan Ibu dan Bayi di Rumah Sakit

Ditujukan ke pengambil kebijakan di


a. Kementerian Kesehatan
b. Pemerintah Propinsi (Dinas Kesehatan Propinsi)
c. Pemerintah Kabupaten/Kota (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota)
d. Direksi Rumah Sakit
e. Perhimpunan Profesi

1. Pengantar
Situasi kematian ibu dan bayi di Indonesia masih buruk. Data
menunjukkan bahwa penurunan laju kematian ibu dan bayi masih belum
seperti yang diharapkan. Data juga menunjukkan bahwa ternyata kematian
ibu dan bayi tersebut banyak yang terjadi di rumah sakit. Kendala apa
yang sebenarnya menghambat pelayanan kesehatan ibu dan anak di rumah
sakit?

2. Pengamatan
Pola kejadian kematian ibu dan bayi bersifat acak, sebab rendah
dan tingginya tidak diketahui. Lebih dari 80% kematian terjadi di rumah
sakit (RS) baik milik pemerintah maupun swasta di berbagai wilayah
kecamatan. Sebanyak 80 – 90 % kasus kematian sebenarnya bisa dicegah.
Ilmu kedokteran juga sudah memiliki prosedur atau tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengubah outcome. Pola penyebab kematian ibu dan bayi
juga masih sama dan tidak ada hal baru. Diperlukan juga kebutuhan
pelayanan baru yang customer oriented. Ini disebabkan banyak kasus
kematian ibu dan bayi karena penyakit yang lain yang tidak secara
langsung mempengaruhi kehamilan seperti HIV/ AIDS, TBC, penyakit
jantung dan problem psikososial

3. Apa yang Terjadi di Rumah Sakit dalam Proses Pelayanan Kesehatan


Ibu dan Anak? Apa Dampaknya?
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa ada masalah dalam proses
pelayanan kesehatan ibu dan anak di rumah sakit. Mutu pelayanan
kesehatan ibu dan anak di rumah sakit kurang baik. Ini disebabkan adanya
berbagai permasalahan internal yang terjadi di rumah sakit, diantaranya
yaitu kurangnya adekuasi sumber daya. Dari telaah AMP di Yogyakarta
selama 3 – 5 tahun diketahui bahwa ada dokter spesialis obgin yang
berpraktek tanpa izin. Terkait dokter, masih banyak rumah sakit yang tidak
memiliki dokter jaga UGD yang onsite.

Dokter jaga UGD ini juga belum sesuai standar yaitu belum terdiri
dari formasi spesialis bedah, anak, obgin dan penyakit dalam. Terbukti,
saat ada kondisi gawat darurat untuk kasus kebidanan dan neonatal tidak
dapat tertangani baik bahkan hingga menyebabkan kematian. Selain itu,
fasilitas pelayanan maternal dan neonatal seperti ruang, alat dan obat-
obatan juga kurang memadai di rumah sakit. Khususnya di rumah sakit
pemerintah, ini diakibatkan oleh sulitnya proses penganggaran. Masalah
sumber daya ini menyebabkan hambatan pada proses pelayanan di rumah
sakit rumah sakit sehingga memperburuk hasil perawatan. Pada beberapa
kasus maternal dan neonatal, dokter spesialis diluar obgin dan anak dirasa
kurang berperan optimal.
Semua permasalahan pada ibu hamil dan bayi baru lahir
dipasrahkan pada dokter spesialis obgyn dan anak. Padahal pada ibu hamil
dan bayi baru lahir tersebut terdapat kasus yang membutuhkan
penanganan dari bidang lain, misalnya penyakit dalam. Dokter spesialis
ataupun ahli bidang lain juga dibutuhkan dalam penanganan kasus
maternal dan neonatal dikarenakan pada saat ini mulai berkembang
kondisi yang berpengaruh secara tidak langsung pada ibu dan bayi seperi
HIV/AIDS, TBC, penyakit jantung ataupun masalah psikososial. Ibu atau
bayi yang dirujuk ke rumah sakit kadang datang terlambat dan dalam
kondisi jelek. Ini dimungkinkan karena kurangnya pembinaan oleh rumah
sakit kepada fasilitas kesehatan jejaring dan rujukan.

Rumah sakit kurang ambil peran dalam upaya memperbaiki proses


rujukan dari Puskesmas maupun Bidan Praktek Swasta (BPS). Bila ada
kelalaian dalam proses rujukan ke rumah sakit yang disalahkan hanya
pihak Puskesmas dan sarana rujukan yang buruk. Penanganan proses
persalinan juga kadang tidak berbasis bukti. Misalnya dilakukan tindakan
SC tanpa indikasi. Dengan begitu, biaya perawatan akan semakin mahal
(tidak efektif). Selain itu, perawatan yang kurang baik di rumah sakit
memungkinkan terjadinya dampak lanjutan seperti infeksi pada ibu dan
bayi. Dampak buruk ini menjadikan biaya perawatan yang harusnya ringan
menjadi lebih berat.

4. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan telaah di atas, PKMK memberikan rekomendasi untuk
peningkatan mutu klinis pelayanan kesehatan ibu dan anak di rumah sakit
sebagai berikut:

a. Adekuasi sumber daya yang terlibat dalam pelayanan kesehatan ibu


dan anak di rumah sakit
b. Meningkatkan peran dokter spesialis di luar obgyn dan anak
c. Melakukan pembinaan terhadap jejaring rujukan baik Puskesmas dan
Rumah Sakit
d. Melakukan perbaikan proses internal rumah sakit
e. Implementasi pelayanan berbasis bukti
f. Mengatasi pemborosan biaya pelayanan kesehatan (meningkatkan
efisiensi biaya)

Rekomendasi Kebijakan ini dapat dikomunikasikan lebih lanjut ke:


a. Hanevi Djasri,e-mail: hanevi_pmpk@yahoo.com
b. Rukmono Siswishanto,e-mail: rukmonos@yahoo.com

Referensi
Telaah hasil AMP 3 – 5 tahun di Provinsi DIY oleh dr. Rukmono Siswishanto,
Sp.OG

Anda mungkin juga menyukai