Anda di halaman 1dari 6

GIZI DI INDONESIA DAN INDONESIA SEHAT

A. Gizi Indonesia

Pada saat ini, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang
dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah
miskin gizi (iodium). Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada
lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu
seimbang, dan kesehatan.

1.      Masalah Gizi Kurang

Keberhasilan pemerintah dalam peningkatan produksi pangan dalam Pembangunan


Jangka Panjang Tahap I (PJP I) disertai dengan perbaikan distribusi pangan, perbaikan
ekonomi, dan peningkatan daya beli masyarakat telah banyak memperbaiki keadaan gizi
masyarakat. Namun, 4 masalah gizi kurang yang dikenal sejak pelita 1, hingga sekarang
masih ada walaupun dalam taraf jauh berkurang. Upaya penanggulangan masalah kurang gizi
yang di lakukan secara terpadu antara lain:

a.       Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi


beraneka ragam pangan.

b.      Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang di arahkan pada pemberdayaan
keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga.

c.       Peningkatan upaya gizi terpadu dan sistem rujukan di mulai dari tingkat pos pelayanan
terpadu (posyandu).

d.      Peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui sistem kewaspadaan pangan dan gizi
(SKPG).

e.       Meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat.

f.       Meningkatkan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang


bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas.

g.      Interfensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan (PMT).

h.      Peningkatan kesehatan lingkungan.


i.        Upaya portifikasi bahan pangan dengan vitamin A, yodium dan zat besi.

j.        Upaya pengawasan makanan dan minuman.

k.      Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi.

2.      Masalah Gizi Lebih

Masalah gizi lebih baru muncul dipermukaan pada tahun-tahun terahir PJP1, yaitu
pada awal tahun 1990an. Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu,
terutama diperkotaan menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama dalam pola
makan. Pola makan tradisional yang tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat kasar, dan rendah
lemak berupa ke pola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat kasar, dan tinggi
lemak sehingga menggeser mutu makanan kearah tidak seimbang. Perubahan pola makan ini
di percepat oleh makin kuatnya arus budaya makanan asing yang disebabkan oleh kemajuan
teknologi, informasi, dan globalisasi ekonomi.

Masalah gizi lebih disebabkan oleh kebanyakan masukan energi dibandingkan dengan
keluaran energi. Penanggulangannya adalah dengan menyeimbangkan masukan dan keluaran
energi melalui pengurangan makanan dan penambahan latihan fikik atau olahraga serta
menghindari tekanan hidup atau stress. Penyeimbangan masukan energi dilakukan dengan
membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta menghindari konsumsi alkohol. Untuk itu
diperlukan upaya penyuluhan kemasyarakat luas. Disamping itu, diperlukan peningkatan
teknologi pengolahan makanan tradisional indonesia siap santap, sehingga makanan
tradisional yang lebih sehat ini disajikan dengan cara dan kemasan yang dapat menyaingi
cara penyajian dan kemasan makanan barat. 

3.      Kurang Energi Protein (KEP)

Kurang energi protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makan sumber energi
secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak, KEP dapat menghambat
pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan
rendahnya tingkat kecerdasan.

Pada orang dewasa, KEP menurunkan produktifitas kerja dan derajat kesehatan
sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit. Status gizi balita diklasifikasikan dalam
gizi buruk, gizi kurang dan gizi baik. KEP berat pada orang dewasa yang disebabkan oleh
kelaparan, pada saat ini sudah tidak terdapat lagi. KEP berat pada orang dewasa dikenal
sebagai honger oedeem. KEP pada saat ini terutama terdapat pada anak balita.

4.      Anemia (Penyakit Kurang Darah)

Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi pada tubuh tidak seimbang atau kurang
dari kebutuhan tubuh. Zat besi merupakan mikro elemen yang esensisl bagi tubuh, sangat
diperlukan dalam pembentukan darah yakni dalam hemoglobin. Kekurangan zat besi pada
umumnya menyababkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya
kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan
gangguan penyembuhan luka.

5.      Penyakit Gondok Endemik

Zat iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh karena merupakan komponen
dari hormone thyroxsin. Zat iodim ini dikonsentrasikan dalam kelenjar gondok (glandula
thyroidea) yang dipergunakan dalam sintesis hormon thyroxsin. Kekurangan zat iodium
berakibat kondisi hypothyroidisme dan tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan
menambah jaringan gondok. Akhirnya terjadi hypertrophi (membesarnya kelenjar tiroid),
yang kemudian disebut penyakit gondok. Penyakit gondok di Indonesia merupakan endemik
terutama di daerah terpencil seperti di pegunungan, yang air minumnya kekurangan zat
iodium. Oleh sebab itu, penyakit kekurangan iodium ini disebut gondok endemik. Untuk
penanggulangan penyakit akibat kekurangan iodium dapat dilakukan melalui program
iodiumisasi, yaitu dengan menyadiakan garam dapur yang diperkaya dengan iodium.

6.      Zerophthalmia (Defisiensi Vitamin A)

            Penyakit ini disebabkan karena kekurangan konsumsi vitamin A dalam tubuh. Gejala-
gejala penyakit ini adalah kekeringan epithel biji mata dan kornea, karana glandula
lacrimalis menurun. Terlihat selaput bola mata keriput dan kusam bila biji mata bergerak.
Fungsi mata berkurang menjadi hemeralopia  atau nictalpia, yang oleh orang awam disebut
buta senja atau buta ayam, yaitu tidak sanggup melihat pada cahaya remang-remang. Pada
stadium lanjut dapat menimbulkan kebutaan. Fungsi vitamin A yakni : berfungsi dalam
proses melihat, proses metabolisme, dan proses reproduksi.
B. Indonesia Sehat

1.      Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh


semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan


Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian perlu menyusun Rencana
Strategis (Renstra) yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN). Dengan telah ditetapkannya RPJMN 2015-2019 maka Kementerian Kesehatan
menyusun Renstra Tahun 2015-2019. Renstra Kementerian Kesehatan merupakan dokumen
perencanaan yang bersifat indikatif memuat program-program pembangunan kesehatan yang
akan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan menjadi acuan dalam penyusunan
perencanaan tahunan.

Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat


2020 dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui
melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan
finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah :

1)      Meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak

2)      Meningkatnya pengendalian penyakit

3)      Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah
terpencil, tertinggal dan perbatasan

4)      Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan
kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan

5)      Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin


6)      Meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.

Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma sehat,
penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional.

1)       Pilar paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam


pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat.

2)       penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan


kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan,
menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan.

3)       Sementara itu jaminan kesehatan nasional dilakukan dengan strategi perluasan sasaran
dan benefit  serta kendali mutu dan kendali biaya.

  

2.      Upaya Kesehatan Gizi Masyarakat

Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks saat ini, selain masih
menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga menjadi persoalan yang
harus kita tangani dengan serius. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
2010-2014, perbaikan status gizi masyarakat merupakan salah satu prioritas dengan
menurunkan prevalensi balita gizi kurang (underweight) menjadi 15% dan prevalensi balita
pendek (stunting) menjadi 32% pada tahun 2014.

Hasil Riskesdas dari tahun 2007 ke tahun 2013 menunjukkan fakta yang
memprihatinkan dimana underweight meningkat dari 18,4% menjadi 19,6%, stunting juga
meningkat dari 36,8% menjadi 37,2%, sementara wasting (kurus) menurun dari 13,6%
menjadi 12,1%. Riskesdas 2010 dan 2013 menunjukkan bahwa kelahiran dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) <2500 gram menurun dari 11,1% menjadi
10,2%. Stunting  terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan
pola asuh tidak tepat, yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak berkembang maksimal,
mudah sakit dan berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak dalam kemiskinan.

Seribu hari pertama kehidupan seorang anak adalah masa kritis yang menentukan
masa depannya, dan pada periode itu anak Indonesia menghadapi gangguan pertumbuhan
yang serius. Yang menjadi masalah, lewat dari 1000 hari, dampak buruk kekurangan gizi
sangat sulit diobati. Untuk mengatasi stunting, masyarakat perlu dididik untuk memahami
pentingnya gizi bagi ibu hamil dan anak balita.

Secara aktif turut serta dalam komitmen global (SUN-Scalling Up Nutrition) dalam
menurunkan stunting, maka Indonesia fokus kepada 1000 hari pertama kehidupan (terhitung
sejak konsepsi hingga anak berusia 2 tahun) dalam menyelesaikan masalah stunting secara
terintergrasi karena masalah gizi tidak hanya dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan saja
(intervensi spesifik) tetapi juga oleh sektor di luar kesehatan (intervensi sensitif). Hal ini
tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi. 

Anda mungkin juga menyukai