merupakan masalah besar bagi suatu Negara apabila dihadapkan pada krisis
pangan.
Krisis pangan terjadi akibat dari kurangnya ketahanan pangan yang dimiliki
oleh suatu negara. ketahanan pangan adalah akses bagi semua penduduk atas
makanan yang cukup untuk hidup sehat dan aktif. Kebalikan dari ketahanan
pangan adalah ketidaktahanan pangan, yaitu dimana setiap orang mengalami
kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan akan makanan yang diakibatkan oleh
kemiskinan, konflik dan pencemaran lingkungan (Suhardjo 2008 : Pangan, Gizi
dan Pertanian).
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Definisi Pangan
2. Definisi Era Globalisasi
3. Memenuhi Kebutuhan Pangan Dalam Era Globalisasi
4. Pangan Dalam Era Globalisasi
5. Faktor Yang Menyebabkan Krisis Pangan
6. Masalah Pangan Dalam Era Globalisasi
7. Sejarah Pangan di Indonesia
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pangan
Menurut UU RI No. 7 th.1996 tentang Pangan, Pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati dan air , baik yang diolah maupun tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau
minuman.
Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang
terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, air dan mineral serta tanamannya
yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Bagi tumbuhan,
pangan disintesis sendiri dengan energi sinar matahari, mikro organisme hanya
memerlukan sumber energi yang sederhana. Untuk hewan memerlukan pangan
antara lain berupa tanaman dalam bentuk molekul yang komplek.
Pangan dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu :
1. Pangan segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar
dapat dikonsumsi langsung atau tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku
pengolahan pangan.
2. Pangan olahan
Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan dengan
cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Contoh : the
manis, nasi, pisang goreng dan sebagainya. Pangan olahan bisa dibedakan lagi
menjadi pangan olahan siap saji dan tidak saji. Pangan olahan siap saji adalah
makanan dan minuman yang sudah diolah dan siap disajikan di tempat usaha
atau di luar tempat usaha atau dasar pesanan. Sedangkan Pangan olahan tidak
siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah mengalami proses
pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk
dapat dimakan atau diminum.
tidak mau, siap tidak siap perubahan itu akan terjadi. Era ini di tandai dengan
proses kehidupan mendunia, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama
dalam bidang tranformasi dan komunikasi serta terjadinya lintas budaya.
negara
importir
akan
baru
sehingga
meningkatkan
areal
tanam
dan
akhirnya
produk pertanian akan dipengaruhi oleh kondisi yang berkembang pada negara
lain.
Pada umumnya tanaman dapat tumbuh subur pada temperatur 20 38 oC.
Hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki temperatur pada kisaran tersebut.
Tanpa harus mengeluarkan dana yang besar untuk menjaga kondisi temperatur,
petani kita dapat memproduksi bahan pangan untuk kebutuhan ekspor. Letak
astronomis Indonesia yang berada tepat pada garis khatulistiwa juga memberi
keuntungan yang besar bagi negeri ini. Matahari yang bersinar sepanjang tahun
dengan curah hujan tinggi menjadikan Indonesia negeri subur dengan
keanekaragaman hayati yang melimpah. Potensi ini dapat digunakan seluas
luasnya untuk pengembangan produk pangan dan pertanian.
Adanya keterbukaan di era globalisasi akan menguntungkan petani apabila
peran dari berbagai pihak berjalan secara optimal. Selama ini yang terjadi adalah
ketika panen telah tiba harga produk pertanian menurun drastis disebabkan
minimnya pasar. Petani pada akhirnya hanya mengalami kerugian. Modal yang
dikeluarkan untuk pengolahan pertanian tidak sebanding dengan hasil yang
diperoleh. Tidak ada cara lain selain melakukan alih profesi dari petani menjadi
karyawan pabrik, jasa dan lainnya. Era globalisasi yang menuntut adanya
ketergantungan negara lain akan dapat menjawab persoalan ini. Tinggal
manajemen pemasarannya yang perlu diperbaiki. Harapannya walaupun pada
musim panen tiba, harga pangan tetap stabil agar petani memperoleh keuntungan
sesuai yang diinginkan. Perluasan lahan pertanian salah satu langkah yang harus
dilakukan. Seyogyanya lahan pertanian jangan lagi dibuat untuk pemukiman. Hal
ini sesuai dengan Undang Undang perlindungan lahan pertanian pangan
berkelanjutan. Melalui UU ini kawasan dan lahan pertanian ditetapkan (jangka
panjang, menengah, pendek) lewat perencanaan kabupaten/kota atau provinsi
(pasal 11). Sekarang banyak lahan subur ternyata banyak dibuat menjadi
pemukiman. Setiap tahun lahan pertanian semakin sempit sementara jumlah
pemukiman semakin meningkat. Tata kota dan pengembangan wilayah harus
dipertegas. Peraturan mengenai pengaturan lahan harus dioptimalkan. Izin
bangunan jangan dikeluarkan apabila daerah tersebut merupakan lahan subur
untuk pertanian. Deli serdang dalam menangani stok berasnya perlu dicontoh.
Pemerintah daerah menyiapkan lahan untuk produksi berasnya supaya harga beras
dan stok pangan dapat terjamin. Setiap daerah perlu memiliki lahan pertanian
supaya stok pangannya terpenuhi.
2.5 Faktor Yang Menyebabkan Krisis Pangan
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan krisis pangan terjadi, yaitu faktorfaktor seperti kebutuhan objektif, permintaan efektif dan kemungkinan produksi.
Kebutuhan objektif pangan dalam skala global adalah fungsi dari
kebutuhan pangan pokok. Akibat dari perbaikan kondisi kehidupan manusia,
penduduk dunia telah meningkat dengan cepat dan hal ini mendorong peningkatan
kebutuhan objektif akan bahan pangan secara
cepat pula.
Faktor yang kedua yang menyebabkan terjadinya krisis pangan adalah
permintaan efektif. Kebutuhan objektif harus diubah menjadi permintaan efektif
dalam pasar bahan bahan pangan dunia dan pasar diorganisasikan berdasar pada
daya beli dalam bentuk mata uang kuat terutama US dollar. Kebutuhan objektif
hanya hanya akan menjadi permintaan efektif jika seseorang mempunyai uang
yang dapat dipakai untuk membeli bahan pangan.
Selain faktor-faktor diatas, sejumlah kendala fisik maupun ekonomik
dalam upaya meningkatkan produksi pertanian menjadi faktor selanjutnya yang
telah menimbulkan masalah pangan dunia. Ketiga faktor tersebut telah
menciptakan masalah-masalah yang besar yakni kelangkaan bahan pangan kronis,
ketidakstabilan pasar, jaminan impor bahan pangan, produktivitas pertanian yang
rendah serta malnutrisi kronis (Wahidin, 2005:4).
2.6 Masalah Pangan Dalam Era Globalisasi
Pemenuhan pangan bagi manusia sangat krusial adanya, hal ini dikarenakan
masalah tersebut selalu berkaitan erat dengan hak asasi manusia, yaitu untuk
mendapatkan kehidupan yang layak, termasuk didalamnya untuk memiliki hidup
yang sejahtera, baik secara jasmani maupun rohani.
Bahkan jika berbicara dalam skala nasional, masalah pangan ini memiliki
dampak
yang
sangat
besar
terhadap
kualitas
hidup
seseorang
dalam
memaksimalkan perannya sebagai bagian dari masyarakat yang mana hal ini
sangat berpengaruh terhadap kualitas suatu negara tersebut. Maka dari itu masalah
pangan telah menjadi perhatian dunia bahkan menjadi isu keamanan nontradisional dalam hubungan internasional. Isu keamanan non-tradisional tersebut
mulai mengemuka pada akhir dekade 1990-an yang dimana mencoba memasukan
aspek-aspek diluar hirauan tradisional kajian keamanan, seperti masalah
kerawanan pangan, kemiskinan, kesehatan, lingkungan hidup, perdagangan
manusia, terorisme dan bencana alam.
Berangkat dari hal tersebut maka konsep keamanan pun tidak lagi berbicara
mengenai keamanan negara namun juga mengenai keamanan manusia yang
menyangkut juga dengan keamanan pangan (Hermawan, 2007:13).
Kepedulian terhadap keamanan manusia pun semakin meningkat, terutama
setelah laporan tahunan UNDP, Human Development Report 1994 yang mencoba
mengetengahkan tujuh dimensi untuk menciptakan ketahanan manusia yang
mencakup keamanan ekonomi, keamanan pangan, keamanan kesehatan,
keamanan lingkungan, keamanan individu, keamanan komunitas dan keamanan
politik. Sejak saat itu penanganan masalah kemanusiaan seperti masalah pangan
yang terjadi di berbagai belahan dunia gencar dilaksanakan oleh berbagai pihak,
diantaranya oleh organisasi internasional.
Salah satu organisasi internasional yang menaruh perhatian besar terhadap
masalah kemanusiaan dalam hal pangan adalah Food and Agriculture
Organization (FAO). Organisasi internasional ini berada dibawah naungan
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Awalnya organisasi ini dibentuk atas dasar
adanya kepedulian dari PBB terhadap kualitas masyarakat desa yang semakin
mengalami penurunan sebagai akibat dari terkonsentrasinya investasi dan
perhatian dunia terhadap industrialisasi, sementara bidang pertanian yang
merupakan sektor penting masyarakat pedesaan semakin tersisihkan dan kurang
mendapat perhatian.
Semenjak berdiri pada tahun 1945 FAO telah memberikan kontribusi yang
berarti dalam upaya peningkatan produksi makanan agar sejalan dengan
peningkatan populasi jumlah penduduk dunia yang terjadi. Tercatat pada tahun
10
11
12
membeli, menjual dan mengadakan persediaan bahan makanan (dalam hal ini
beras) dan lahirlah stock policy pertama.
Jadi, suatu hal yang biasa jika sewaktu-waktu Indonesia dihadapkan dengan
kekurangan pangan, karena sejak dulu Indonesia menghadapi masalah pangan.
Bahkan, di masa mendatang Indonesia akan lebih serius menghadapi masalah
pangan jika sektor pertanian tidak digarap secara sungguh-sungguh (Mulyono
1981).
Penguasa Orde Baru (Orba) sangat menyadari bahwa pangan memiliki
posisi strategis dan politis. Karenanya, usaha-usaha peningkatan produksi beras
yang dilakukan sejak tahun 1959 terus digenjot melalui revolusi hijau dan telah
menunjukkan keberhasilan sangat menakjubkan yakni dicapainya swasembada
beras tahun 1984, sehingga merubah status Indonesia dari sebuah negara importir
beras terbesar di dunia dalam tahun 1970-an ke negara swasembada. Dalam
rentang waktu 1969 sampai 1988, produksi beras meningkat rata-rata 4,5 persen
per tahun. Keberhasilan ini akibat dari kebijakan yang menekankan penggunaan
teknologi baru, investasi infrastruktur, dan harga-harga yang menguntungkan para
petani. Penggunaan varietas unggul hasil tinggi, penggunaan pupuk, penyuluhan
kepada petani dan perbaikan pengelolaan air irgasi adalah faktor-faktor kunci
dalam meningkatkan produksi beras. Namun, pemerintah Orde baru tampaknya
terlena oleh kemajuan yang dijanjikan industri substitusi impor dan industri
teknologi tinggi yang menyedot devisa banyak, sehingga swasembada beras yang
telah dicapai dengan susah payah ternyata ditinggalkan begitu saja. Pemerintah
dalam hal ini presiden terkesan lengah pada pentingnya memperkukuh sektor
pertanian. Ini ditunjukkan oleh alokasi dana riset dan pengembangan pertanian
sangat kecil, sementara dana amat besar dialokasikan ke riset-riset dan
pengembangan industri teknologi tinggi. Bahkan Pearson et al. (1991)
mengingatkan agar para elit pengambil keputusan tidak boleh lengah karena
permasalahan pangan masih menghadang di depan kita yakni laju konsumsi beras
yang terus meningkat. Proyeksi konsumsi ini mensinyalkan bahwa produksi beras
memerlukan pertumbuhan 2,5 persen per tahun agar Indonesia tetap mampu
mempertahankan self-sufficiency on trend. Walaupun laju ini hanya separuh dari
pertumbuhan produksi selama dua dekade lampau, tetapi pertumbuhan mantap
13
produksi padi 2,5 persen per tahun bukanlah sesuatu yang mudah dicapai. Impor
beras sebanyak 5,8 juta ton yang dilakukan Bulog tahun 1998 adalah impor beras
tertinggi selama sejarah bangsa Indonesia. Impor beras tertinggi sebelumnya yang
pernah dilakukan Indonesia terjadi sebelum swasembada beras yakni tahun 1980
sebanyak 2,01 juta ton. Harga yang harus dibayar oleh pemerintah Orba yaitu
melemahnya kinerja sektor pertanian, sehingga produksi beras nasional mulai
menunjukkan gejala leveling-off. Jadi dengan ungkapan lain, sejak menurunnya
perhatian terhadap sektor pertanian, tampak sistem ketahanan pangan nasional
semakin melemah.
Menurunnya kegairahan petani berusaha tani padi yang disebabkan oleh
meningkatnya harga input dan menurunnya harga produk mereka, belum
memasyarakatnya program diversifikasi pangan, dan ketergantungan bahan
pangan utama pada impor akan memperlemah tingkat ketahanan pangan nasional
maupun rumahtangga. Di pihak lain pemerintah lewat Bulog tampaknya kurang
bergairah membeli beras petani dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah
karena terjerembab oleh membanjirnya beras impor dengan harga di bawah harga
dasar gabah petani.
Kondisi tersebut secara komprehensif akan semakin mengarah pada rapuhnya
sistem pangan secara keseluruhan. Mengantisipasi kondisi yang diuraikan
sebelumnya, dalam jangka menengah, ada dua
tujuan yang perlu dicapai pemerintahan yakni:
Pertama, Ketahanan pangan yang tinggi, di mana beras merupakan jenis makanan
pokok paling penting.
Kedua, Peningkatan kesejahteraan petani, baik karena tingkat kesejahteraan petani
saat ini relatif rendah, juga untuk memberikan insentif produksi yang lebih besar
dan untuk lebih menstimulasi pertumbuhan ekonomi.
Namun, seperti masalah ekonomi lainnya, pencapaian satu tujuan sering
bertentangan dengan tujuan lainnya, atau trade-off antara satu tujuan dengan
tujuan lainnya. Misalnya, di satu sisi, pemerintah ingin meningkatkan
kesejahteraan petani dengan menetapkan harga dasar (ceiling price) yang tinggi,
tetapi di sisi lain beberapa lapisan masyarakat tidak mampu menjangkau harga
pangan yang lebih tinggi karena pendapatan mereka relatif rendah. Ini berarti
14
15
juga
dimaknai
dengan
gerakan
mendunia,
yaitu
suatu
global.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional yang terus meningkat,
16
berkaitan erat dengan hak asasi manusia, yaitu untuk mendapatkan kehidupan
yang layak, termasuk didalamnya untuk memiliki hidup yang sejahtera, baik
secara jasmani maupun rohani.
3.2 Saran
Pentingnya penciptaan ketahanan pangan dalam era globalisasi sebagai wahana
penguatan stabilitas ekonomi dan politik, jaminan ketersediaan pangan dengan
harga yang terjangkau dan menjanjikan untuk mendorong peningkatan produksi.
Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama masyarakat dan kemampuan pemerintah
untuk menjaga stabilisasi penyediaan pangan serta daya dukung sektor pertanian.
17
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Achmad Djeani Sediaoetama, M.Sc. 2010. Ilmu Gizi Jilid 1. Jakarta : PT
Dian Rakyat
Prof. Dr. Achmad Djeani Sediaoetama, M.Sc. 2010. Ilmu Gizi Jilid 2. Jakarta : PT
Dian Rakyat
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta : PT
Rajagrafindo Persada
Suharjo. 2008. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara
Sunita Almatsier. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama
Made Antara. Orientasi Penelitian Pertanian: Memenuhi Kebutuhan Pangan
Dalam Era Globalisasi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian,
Universitas Udayana, Denpasar-Bali. (online) diakses pada 15 Februari 2012
jam 13:09
Masyhuri (Staf pengjar Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta) 2001. Revitalisasi
Kebijakan Pangan Nasional Dalam Era Globalisasi Dan Otonomi Daerah.
diakses pada 15 Februari 2012 jam 13:05
Ginandjar Kartasasmita (Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional /
Ketua Bappenas) 2005. Membangun Kemandirian Pangan Menghadapi Era
Globalisas. diakses pada 15 Februari 2012 jam 13:00
Ginandjar Kartasasmita. 2005. Ketahanan Pangan dan Ketahanan Bangsa.
(online) diakses pada 15 Februari 2012 jam 13:00
18
19