Anda di halaman 1dari 7

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ANEMIA

PADA WANITA USIA REPRODUKSI UNTUK

MENINGKATKAN PERHATIAN DAN

TINDAKAN GUNA MENGURANGI

ANEMIA

POLICY BRIEF

FADHILATUN NISA
NIM 1813101044

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Panyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat

menyelesaikan tugas Policy Brief dengan judul Faktor Yang Mempengaruhi

Kejadian Anemia Pada Wanita Usia Reproduksi Untuk Meningkatkan Perhatian

Dan Tindakan Guna Mengurangi Anemia

Tugas ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas ini.Untuk itu

saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan tugas ini.

  Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu

dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar

saya dapat memperbaiki tugas ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat

maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bukittinggi, Oktober 2019

Penulis
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ANEMIA

PADA WANITA USIA REPRODUKSI UNTUK

MENINGKATKAN PERHATIAN DAN

TINDAKAN GUNA MENGURANGI

ANEMIA

A. Ringkasan Eksekutif

Pada tahun 2012, WHO menyetujui rencana implementasi

komprehensif pada nutrisi ibu, bayi, dan anak kecil, yang menetapkan

enam target gizi global untuk tahun 2025. Pada pembahasan policy brief

kali ini akan membahas cakupan pengurangan 50% anemia pada wanita

usia subur.

Tujuan dari ringkasan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan

perhatian, intervensi, dan tindakan untuk kebijakan yang dapat membantu

mengurangi angka anemia pada wanita usia subur.

B. Pendahuluan

Anemia merupakan masalah gizi yang mempengaruhi jutaan orang

di negara-negara berkembang dan tetap menjadi tantangan besar bagi

kesehatan manusia (WHO.2002). Prevalensi anemia diperkirakan 9 persen

di negara-negara maju, sedangkan di negara berkembang prevalensinya 43

persen. Anak-anak dan wanita usia subur (WUS) adalah kelompok yang
paling berisiko, dengan perkiraan prevalensi anemia pada balita sebesar 47

persen, pada wanita hamil sebesar 42 persen, dan pada wanita yang tidak

hamil usia 15-49 tahun sebesar 30 persen (McLea . 2009). World Health

Organization (WHO) 2014 menargetkan penurunan prevalensi anemia

pada WUS sebesar 50 persen pada tahun 2025.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sudikno pada tahun 2016


dengan judul Prevalensi Dan Faktor Risiko Anemia Pada Wanita Usia Subur Di
Rumah Tangga Miskin Di Kabupaten Tasikmalaya Dan Ciamis, Provinsi Jawa
Barat didapatkan hasil prevalensi anemia WUS pada penelitiannyaa dalah
sebesar 9,6 persen. Pada WUS dengan status ferritin yang kurang berisiko untuk
menjadi anemia sebesar 4,01 kali dibandingkan dengan WUS dengan status feriti
yang cukup setelah dikontrol oleh variable status vitamin A dan umur.

Berdasarkan temuan yang banyak ditemukan dilapangan, penyebab

yang paling umum dari anemia adalah kekurangan zat besi karena

kurangnya asupan dan penyerapan zat besi yang tidak memadai,

meningkatnya kebutuhan zat besi selama kehamilan atau masa

pertumbuhan, dan meningkatkan kehilangan zat besi pada masa

menstruasi. Penyebab lain dari anemia adalah infeksi, kekurangan nutrisi

lainnya dan faktor genetic, kemudian dapat disebabkan oleh malaria berat

dan dapat dikaitkan dengan infeksi bakteri sekunder. Terutama pada

wanita hamil sangt rentan terhadap anemia karena mereka memiliki

kebutuhan zat besi untuk mereka sendiri dan janinnya, sehingga kecil

kemungkinan untuk mendapat perawatan selama masa kehamilan.

Anemia sering dikaitkan dengan stunting, washting, BBLR,

kelebihan berat badan pada anak anak, ASI eksklusif. Secara khusus,
dengan mengontrol kejadian anemia ini pada wanit ausia subur sangatlah

penting untuk mencegah kelahiran berat badan rendah dan kematian

perinatal dan ibu, dan angka kejadian penyakit dikemudian harinya. Oleh

sebab itu kepada pembuat kebijakan mampu melakukan intervensi

terhadap permasalahan anemia tersebut baik dari segi sarana untuk

mempromosikan, peningkatan ekonomi dan kesehatan. Semuanya haruslah

dipertimbangkan sebagai prioritas dalam menggapai target nutrisi yang

telah ditetapkan.

C. Pendekatan dan Metode

Cara dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan

mengisikan koesioner yang sudah dilakukan pengujian lapangan dan

terstruktur dan dilakukan oleh pewawancara yang terlatih terlebih dahulu.

dengan desain cross sectional. Pada hasil temuan penelitian ini

menunjukkan bahwa anemia pada wnaita usia subur masih menjadi

masalah kesehatan. Pada WUS dengan status ferritin (sejenis protein

dalam tubuh, yang berfungsi mengikat zat besi) yang kurang (defisit)

mempunyai risiko untuk menjadi anemia sebesar 4,01 kali dibandingkan dengan

WUS dengan status feritin yang cukup setelah dikontrol oleh variabel status

vitamin A dan umur.

D. Implikasi dan Rekomendasi


Hal ini juga mengungkapkan kecerdasan emosional memberikan
pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku etis pegawai.
Kemampuan pegawai dalam memahami kedalaman emosinya dan dapat
mengekspresikan emosinya akan memiliki perasaaan dan pengakuan
emosi yang baik. Pengendalian emosi diri dan mengerti dengan kondisi
emosi orang lain dapat berdampak pada perilaku pegawai dalam
kegiatannya sehari-hari di organisasi. Selian itu kepuasan kerja yang juga
memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku etis
pegawai. Pemberian pembayaran gaji yang adil, rekan kerja yang
mendukung, pemberian promosi bagi pegawai yang berprestasi, dan
pimpinan yang berperilaku adil serta mendukung aktivitas pegawainya
dapat membuat pegawai dapat berperilaku sesuai dengan norma dan aturan
organisasi.

Hasil ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Pusdiklat


Pegawai Kementerian Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan yang isi kompetensinya atau materinya tidak
hanya bersifat hardskill tetapi juga bersifat softskill sehingga dapat
meningkatkan PNS yang profesional. Selain itu pegawai di Pusdiklat
Pegawai Kementerian Ketenagakerjaan tidak hanya selalu memberikan
pelayanan kediklatan kepada orang lain, tetapi pegawai juga harus
berpartisipasi aktif sebagai peserta diklat atau pelatihan lain yang sifatnya
softskill agar semakin baik dan terpeliharanya kompetensi yang dimiliki
pegawai. Tingkat kecerdasan emosional, komitmen keorganisasian,
kepuasan kerja, dan perilaku etis pegawai akan menurun jika tidak
dilakukan maintenance oleh pimpinan dan bidang kepegawaian.

D. Rekomendasi yang dapat dilakukan

1. Kepada tenaga kesehatan dapat berperan dalam meningkatkan

identifikasi, pengukuran dan pemahaman anemia di kalangan wanita

usia reproduksi dan peningkatan cakupan kegiatan pencegahan,


pengendalian dan perawatan. Kemudian tetap melakukan pemantauan

dan mengevaluasi implementasi program pengendalian anemia.

2. Untuk dinas keseahtan dapat lebih membantu dalam hal finansial dan

memberikan lingkungan yang mendukung seperti pemberian makanan

guna pencegahan dan mengontrol anemia pada wanita usia reproduksi.

3. Membuat sebuah kebijakan dan program dengan program diluar

kesehatan seperti pertanian dan sector pendidikan. Untuk pertanian

dapat mengajarkan tentang hasil panen yang berguna untuk

pencegahan anemia atau penyediaannya. Untuk pendidikan dapat

memberikan informasi terkait anemia dan pengonsumsian tablet pada

remaja putri secara rutin.

4.

Referensi

Sudikno pada tahun 2016 dengan judul Prevalensi Dan Faktor Risiko Anemia Pada
Wanita Usia Subur Di Rumah Tangga Miskin Di Kabupaten Tasikmalaya Dan Ciamis,
Provinsi Jawa Barat

Anda mungkin juga menyukai