Anda di halaman 1dari 49

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI KECAMATAN


PADANGSIDIMPUAN HUTAIMBARU TAHUN 2022

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:

Nama: ELIDA HOTMA LUBIS

NIM: 2192039

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS KEBIDANAN INSTITUT KESEHATAN
MEDISTRA LUBUK PAKAM
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stunting merupakan salah satu masalah yang menghambat perkembangan

manusia secara global. Stunting adalah suatu kondisi kronis yang menggambarkan

terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting atau anak

pendek digambarkan sebagai seorang balita yang memiliki tinggi badan lebih

rendah dari standar tinggi badan balita seumurnya Pada saat ini terdapat sekitar

162 juta anak berusia di bawah lima tahun mengalami stunting. Jika tren seperti

ini terus berlanjut diproyeksikan bahwa pada tahun 2025 terdapat 127 juta anak

berusia dibawah lima tahun akan mengalami stunting. Menurut United Nations

Children's Emergency Fund (UNICEF) lebih dari setengah anak stunting atau

sebesar 56% tinggal di Asia dan lebih dari sepertiga atau sebesar 37% tinggal di

Afrika (Larasati, 2018)

Prevalensi pendek pada balita secara nasional tahun 2013 adalah 37,2 %

yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007

(36,8%). Prevalensi pendek sebesar 37,2 persen terdiri dari 18,0 persen sangat

pendek pada tahun 2013, prevalensi sangat pendek menunjukkan penurunan dari

18,8 % tahun 2007 dan 18,5 % tahun 2010. Sedangkan prevalensi pendek

meningkat dari 18,0 persen pada tahun 2007 menjadi 19,2 persen pada tahun

2013. Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek

sebesar 30 – 39 persen dan serius bila prevalensi pendek ≥40 persen (WHO 2010).
Sebanyak 14 provinsi termasuk kategori berat, dan sebanyak 15 provinsi termasuk

kategori serius. Ke 15 provinsi tersebut adalah: (1) Papua, (2) Maluku, (3)

Sulawesi Selatan, (4) Maluku Utara, (5) Sulawesi Tengah, (6) Kalimantan

Tengah, (7) Aceh, (8) Sumatera Utara, (9) Sulawesi Tenggara, (10) Lampung,

(11). Kalimantan Selatan, (12). Papua Barat, (13) Nusa Tenggara Barat, (14).

Sulawesi Barat dan (15). Nusa Tenggara Timur (Riskesdas, 2013). Berdasarkan

hasil Riskesdas (2013), Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang

memiliki kejadian stunting pada balita tinggi. Empat provinsi di Pulau Sumatera

memiliki angka kejadian stunting pada balita tinggi yaitu Provinsi Aceh (40.3%),

Sumatera Utara (42.5%), Sumatera Selatan (40.1%), dan Lampung (42.3%).

Angka prevalensi tersebut dapat dinyatakan tinggi jika dibandingkan dengan

prevalensi kejadian rata-rata stunting pada balita secara nasional yaitu 37.2%.

Berdasarkan hasil data dari profil Dinas Kesehatan Sumatera Utara (2019)

yang diperoleh dari Riskesdas, diperoleh bahwa balita pendek (TB/U) di Provinsi

Sumatera Utara adalah sebesar 30.11%. Angka ini mengalami sedikit penurunan

dibandingkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada tahun 2013. Meskipun

demikian angka ini tentunya masih jauh dari target nasional yaitu 14 %. Untuk 3

Kabupaten/Kota tertinggi balita pendeknya yaitu Gunung Sitoli (41,51%), Nias

Barat (16,61%) dan Samosir (11,97%). Untuk kategori 3 Kabupaten/Kota

terendah yaitu Tapanuli Selatan (0,18%), Serdang Bedagai (0,28%) dan Medan

(0,32%). Sedangkan untuk kota Padang Sidempuan sebesar 9,82 %. Angka ini
menjadikan kota Padang Sidempuan masuk kedalam 7 kabupaten/kota tertinggi

balita pendeknya di Provinsi Sumatera Utara.

Balita yang mengalami stunting dapat disebabkan oleh banyak faktor

seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan

kurangnya asupan gizi pada bayi. Umumnya berbagai penyebab ini berlangsung

dalam jangka waktu lama (kronik). Hal ini sesuai dengan salah satu penelitian

yang dilakukan oleh Nirmalasari (2020) pada anak sekolah dasar di Provinsi

Sumatera Utara, yaitu kota Medan dan Kabupaten Langkat menunjukkan angka

prevalensi stunting yang tinggi. Penelitian ini menggunakan analisis pendekatan

cross-sectional dengan total sampel 400 anak-anak berusia 8-13 tahun pada bulan

Juli - Oktober 2017. Prevalensi stunting pada anak-anak sekolah dasar di daerah

tersebut adalah 38,87%. Faktor yang terkait adalah pendidikan ibu, pendapatan,

pekerjaan, asupan energi, dan asupan protein. Faktor yang dominan adalah asupan

energi.

Stunting merupakan masalah yang terjadi pada anak balita dan merupakan

kondisi gagal tumbuh pada anak balita yang merupakan salah satu bentuk dari

malnutrisi kronis, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai

terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yaitu sejak janin hingga

anak berusia dua tahun. (Yuniastini dan Yunani, 2021). Dampak buruk yang dapat

ditimbulkan oleh masalah gizi (stunting), dalam jangka pendek adalah

terganggunya perkembangan otak kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan

gangguan metabolism dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat


buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan

prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko

tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan

pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja

yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi.

Kecamatn Padangsidimpuan Hutaimbaru adalah salah satu kecamatan

yang terdapat di Kota Padangsidempuan. Kecamatan ini menjadi salah satu daerah

yang terdapat di Kota Padangsidempuan yang masuk dalam agenda Pembangunan

Nasional penurunan angka stunting. Berdasarkan data diatas dan masih tingginya

angka stunting di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru serta belum adanya

penelitian terkait mengenai hal ini, maka penulis tertarik untuk meneliti faktor-

faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di Kecamatan

Padangsidimpuan Hutaimbaru tahun 2022.

1.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai: “Apakah Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting

pada Balita di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru tahun 2022 ? “

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum :

Menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting

pada balita di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru.


1.3.2 Tujuan Khusus :

1.3.2.1 Mengetahui hubungan faktor riwayat infeksi dengan kejadian stunting di

Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru tahun 2022

1.3.2.2 Mengetahui hubungan faktor hygiene dan sanitasi yaitu tingkat pendidikan

ibu dengan kejadian stunting.

1.3.2.3 Mengetahui hubungan faktor tingkat pendidikan yaitu status ekonomi

keluarga dengan kejadian stunting.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis


Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam mengkaji apakah

faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di

Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru tahun 2022

1.4.2 Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan data menjadi bahan masukan dan

pertimbangan dalam pembuatan kebijakan kesehatan, khususnya mengenai

langkah – langkah yang dapat dilakukan dalam menurunkan angka stunting.

1.4.3 Manfaat Praktis

Sebagai wahana untuk peneliti dan peneliti lainnya untuk memperluas

wawasan dan pengetahuan dibidang kesehatan secara umum dan secara khusus

memperkaya pengetahuan mengenai faktor – faktor yang berhubungan dengan


kejadian stunting pada balita di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru tahun

2022.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima

tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis yang ditandai dengan panjang atau

tinggi badannya berada di bawah standar. Anak tergolong stunting apabila

panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua dari standar deviasi (-

2SD) panjang atau tinggi anak seumurnya (Kemenkes, 2021).

Stunting masih merupakan satu masalah gizi di Indonesia yang belum

terselesaikan. Stunting akan menyebabkan dampak jangka panjang yaitu

terganggunya perkembangan fisik, mental, intelektual, serta kognitif. Anak yang

terkena stunting hingga usia 5 tahun akan sulit untuk diperbaiki sehingga akan

berlanjut hingga dewasa dan dapat meningkatkan risiko keturunan dengan berat

badan lahir yang rendah (BBLR) (Gladys, 2018)

Stunting dapat menghambat pertumbuhan fisik, meningkatkan kerentanan

anak terhadap penyakit, menimbulkan hambatan perkembangan kognitif yang

menurunkan kecerdasan dan produktivitas anak di masa depan (Candra, 2020).

Stunting juga akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit degeneratif di usia

dewasa. Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tetapi disebabkan oleh

banyak faktor yang saling berhubungan satu dengan lain (Kemenkes RI, 2017).

2.2 Faktor- Faktor Penyebab Stunting

67
2.2.1 Faktor Penyebab Langsung

2.2.1.1 Asupan zat gizi

Pertama adalah konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan

komposisi zat gizi yang memenuhi syarat makanan beragam, bergizi seimbang,

dan aman.Pada tingkat makro, konsumsi makanan individu dan keluarga

dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yang ditunjukkan oleh tingkat produksi dan

distribusipangan. Ketersediaan pangan beragam sepanjang waktu dalam jumlah

yang cukup dan harga terjangkau oleh semua rumah tangga sangat menentukan

ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan tingkat konsumsi makanan

keluarga. ibu yang pendekatan stunting akan berisiko melahirkan anak stunting

dan hal ini yang disebut sebagai siklus kekurangan gizi antar generasi (Bq.

Safinatunnaja, 2019).

2.2.1.2 Penyakit infeksi

Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang berkaitan

dengan tingginya kejadian penyakit menular dan buruknya kesehatan lingkungan.

Untuk itu, cakupan universal untuk imunisasi lengkap pada anak sangat

mempengaruhi kejadian kesakitan yang perlu ditunjang dengan tersedianya air

minum bersih dan higienis sanitasi yang merupakan salah satu faktor penyebab

tidak langsung.

2.2.2 Faktor Penyebab Tidak Langsung

2.2.2.1 Higiene dan Sanitasi

68
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan

lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya

status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan

tersebut antara lain: perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan

air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan

ternak (kandang), dan sebagainya. Keadaan lingkungan yang kurang baik

memungkinkan terjadinya berbagai penyakit antara lain diare dan infeksi saluran

pernapasan. Kurangnya akses ke fasilitas sanitasi, yaitu toilet dan/atau jamban,

mengarah ke berbagai tantangan kesehatan seperti cacing parasit dan enteropati

lingkungan. Ditularkan melalui kotoran manusia dan menyebabkan komplikasi

kesehatan ganda pada anak-anak termasuk anemia dan stunting (Murtini dan

Jamaluddin, 2018)

2.2.2.2 Pelayanan Kesehatan

Secara umum tujuan utama pelayanan kesehatan masyarakat adalah

pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan

sasaran masyarakat. Namun secara terbatas pelayanan kesehatan masyarakat juga

melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan). Oleh

karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan

rakyat banyak, dengan wilayah yang luas dan banyak daerah yang masih terpencil,

sedangkan sumber daya pemerintah baik tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan

sangat terbatas, maka sering program pelayanan kesehatan tidak terlaksana

dengan baik (Larasati, 2017)

2.2.2.3 Tingkat Pendidikan

69
Pendidikan merupakan sesuatu yang dapat membawa seseorang untuk

memiliki ataupun meraih wawasan dan pengetahuan seluas- luasnya. Orang –

orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki wawasan dan

pengetahuan yang lebih luas jika dibandingkan dengan orang- orang yang

memiliki pendidikan yang lebih rendah (Setiawan dkk, 2018)

Anak-anak yang lahir dari orang tua yang terdidik cenderung tidak

mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang lahir dari orang tua yang

tingkat pendidikanya rendah. Berdasarkan hasil penelitian Mentari dan

Hermansyah (2018) ibu dengan pendidikan tinggi memiliki anak stunting 39,3%,

sedangkan pendidikan rendah 72,1%. Ini menunjukkan bahwa pendidikan juga

sangat mempengaruhi pemahaman seseorang untuk dapat memberikan asupan gizi

yang baik bagi keluarga. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Haile yang menyatakan bahwa anak yang terlahir dari orang tua yang

memiliki pendidikan tinggi cenderung lebih mudah dalam menerima edukasi

kesehatan selama kehamilan, misalnya dalam pentingnya memenuhi kebutuhan

nutrisi saat hamil dan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.

2.2.2.4 Ketersediaan Pangan di Tingkat Rumah Tangga

Ukuran ketersediaan pangan dalam rumah tangga adalah jumlah yang

cukup tersedia bagi untuk konsumsinya sesuai dengan jumlah anggota

keluarganya sedangkan stabilitas ketersediaan pangan adalah kemampuan rumah

tangga untuk menyediakan makan 3 kali sehari sepanjang tahun sesuai dengan

kebiasaan makan penduduk di daerah tersebut.Hasil penelitian Nadhiroh dan

Khoirun (2015) menyatakan bahwa pendapatan yang rendah merupakan faktor

70
risiko kejadian stunting pada balita. Status ekonomi yang rendah dianggap

memiliki dampak yang signifikan terhadap kemungkinan anak menjadi kurus dan

pendek (Masrin dkk, 2014)

2.2.2.5 Aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan

Indikator aksesibilitas/keterjangkauan dalam pengukuran ketahanan

pangan di tingkat rumah tangga dilihat dari kemudahan rumah tangga

memperoleh pangan, yang diukur dari pemilikan lahan (Faiqoh dkk, 2018)

2.3 Status Gizi Anak

Masalah gizi merupakan masalah kesehatan utama di dunia termaksud

negara Indonesia. Indonesia merupakan negara berkembang yang masih

menghadapi masalah kekurangan gizi yang cukup besar. Permasalahan gizi secara

nasional saat ini adalah balita dengan gizi kurang dan balita dengan gizi buruk

(Sambo, 2020).

Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih di dalam kandungan

sampai 5 tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar

mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional, maupun social

serta memilki intelegensi majemuk sesuai potensial genetiknya. Manfaat

pertumbuhan dan perkembangan anak balita adalah agar dapat mengetahui apa

yang menghambat dan menganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui

kegiatan- kegiatan deteksi dini tumbuh kembang kondisi terparah dari

penyimpangan pertumbuhan anak seperti gizi buruk dapat dicegah, karena

71
sebelum anak jatuh dalam kondisi buruk, penyimpangan pertumbuhan pada anak

dapat terdeteksi melalui kegiatan DDTK (Ida Widaningsih, 2012).

Stunting pada anak-anak merupakan salah satu masalah yang cukup serius,

karena dikaitkan dengan risiko angka kesakitan dan kematian yang lebih besar,

obesitas, dan penyakit tidak menular di masa depan, orang dewasa yang pendek,

buruknya perkembangan kognitif, dan rendahnya produktivitas ekonomi serta

pendapatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

2.4 Kebutuhan Gizi Masa Balita

2.4.1 Energi

Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber

lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji - bijian. Setelah

itu bahan makanan sumber karbohidrat, seperti padi - padian, umbi-umbian,

dan gula murni. Semua makanan yang dibuat dari dan dengan bahan

makanan tersebut merupakan sumber energi. Energi merupakan kemampuan

atau tenaga untuk melakukan kerja yang diperoleh dari zat-zat gizi penghasil

energi.

Berdasarkan hasil Angka Kecukupan Gizi Kementrian Kesehatan RI

(2016), angka kecukupan energi untuk anak usia 6-11 bulan adalah sebesar

800kkal/orang/hari, anak berusia 1-3 tahun adalah sebesar

1350kkal/orang/hari, sedangkan untuk anak berusia 4-6 tahun adalah sebesar

1400kkal/orang/hari (Diniyyah dan Nindya, 2017)

2.4.2 Karbohidrat

72
Karbohidrat-zattepung / pati-gula adalah makanan yang dapat

memenuhi kebutuhan energi, energi yang terbentuk dapat digunakan untuk

melakukan gerakan-gerakan tubuh baik yang disadari maupun yang tidak

disadari misal, gerakan jantung, pernapasan, usus, dan organ-organ lain

dalam tubuh. Pangan sumber karbohidrat misalnya serealia, biji-bijian, gula,

buah-buahan, umumnya menyumbang paling sedikit 50% atau separuh

kebutuhan energi keseluruhan. Anjuran konsumsi karbohidrat menurut

Angka Kecukupan Gizi (2019) sehari bagi anak usia 6-11 bulan sebesar

105gram, anak usia 1-3 tahun sebesar 215 gram, dan untuk usia anak 4-6

tahun sebesar 220 gram (Sulistya dan Sunarto, 2013)

2.4.3 Protein

Selama pertumbuhan, kadar protein tubuh meningkat dari 14,6%

pada umur satu tahun menjadi 18-19% pada umur empat tahun, yang sama

dengan kadar protein orang dewasa. Kebutuhan protein untuk pertumbuhan

diperkirakan berkisar antara 1-4 g/kg penambahan jaringan tubuh. Protein

diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh,

serta membuat enzim pencernaan dari zat kekebalan yang bekerja untuk

melindungi tubuh balita. Protein bermanfaat sebagai presekutor untuk

meurotransmitter demi perkembanga otak yang baik nantinya. Kebutuhan

protein menurut Angka KecukupanGizi (2019), untuk anak usia 6-11 bulan

sebesar 15 gram, anak usia 1-3 tahun sebesar 20 gram, dan anak usia 4-6

bulan sebesar 25 gram (Adriani dan Wirjatmadi, 2014)

73
2.4.4 Lemak

Lemak merupakan sumber energi dengan konsentrasi yang cukup

tinggi. Balita membutuhkan lebih banyak lemak dibandingkan orang dewasa

karena tubuh mereka menggunakan energi yang lebih secara proporsional

selama masa pertumbuhan dan perkembangan mereka. Angka kecukupan

lemak untuk anak usia 6-11 bulan sebesar 35 gram, usia 1-3 tahun sebesar

45 gram, dan anak usia 4-6 tahun sebesar 50 gram (Hutagalung, 2012)

2.4.5 Vitamin dan Mineral

Fungsi vitamin adalah untuk membantu proses metabolisme, yang

berarti kebutuhannya ditentukan oleh asupan energi, karbohidrat, protein,

dan lemak. Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan oleh tubuh

untuk berbagai fungsi. Mineral penting untuk proses tumbuh kembang

secara normal. Kekurangan konsumsi terlihat pada laju pertumbuhan

yang lambat, mineralisasi tulang yang tidak cukup, cadangan besi yang

kurang, dan anemia (Nurapriyanti, 2015)

2.5 Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan

Deteksi dini merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara

komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan

mengetahui serta mengenal faktor resiko pada balita, yang disebut juga anak usia

dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak

secara dini, sehingga upaya pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta

pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa-masa kritis

74
proses tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur.

Penentuan stunting menurut Child Growth Standart WHO didasarkan pada

indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibandingkan

umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD (Rahmadi, 2017)

Deteksi dini gangguan pertumbuhan dilakukan di semua tingkat pelayanan.

Adapun pelaksana dan alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Pelaksana dan Alat dalam Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan
Tingkat Pelayanan Pelaksana Alat &bahan yang Yang dipantau
digunakan
Keluarga Orang tua. Buku KIA Berat badan.
Masyarakat Kader kesehatan. Timbangan dacin
Pendidik PAUD, Timbangan digital
Petugas BKB, (untuk anak > 5 tahun)
petugas TPA dan Alat ukur tinggi
Guru TK. badan/panjang badan.
Puskesmas. Tenaga kesehatan Buku KIA Panjang/Tinggi
terlatih SDIDTK: Tabel/Grafik BB/TB
Dokter Tabel/Grafik TB/U Badan
Bidan Grafik LK
Perawat Timbangan Berat Badan
Ahli gizi Alat ukur tinggi
Tenaga kesehatan badan/panjang badan Lingkarkepala
lainnya Pita pengukur lingkar kepala
2.5.1 Penilaian Status Gizi Balita Balita

Balita merupakan suatu individu yang memilki rentang usia tertentu. Balita

dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan usia yaitu usia bayi (0 sampai 2

tahun), golongan balita (2 sampai 3 tahun) dan usia pra sekolah (> 3 sampai 5

tahun). WHO menggolongkan usia balita dari 0 sampai 60 bulan dan pendapat

lain mengatakan bahwa balita berada di usia 1 sampai 5 tahun. Usia balita (1 – 5

tahun) merupakan usia dalam siklus daur kehidupan yang mana terjadi

pertumbuhan yang tidak begitu pesat jika dibandingkan dengan masa bayi.

75
Elizabeth B. Hurlock dalam Adriani dan Wirjatman (2016) mengatakan siklus

hidup pada masa balita merupakan periode emas dalam proses perkembangan

anak yang akan menjadi modal bagi fase kehidupan selanjutnya. Balita memiliki

kebutuhan gizi yang harus di penuhi, sebab gangguan gizi yang dialami pada

fase ini akan mempengaruhi kualitas kehidupan selanjutnya. Oleh sebab itu,

asupan makanan yang berkualitas gizi tinggi sangat diperlukan terutama yang

mengandung energi, protein (khususnya protein hewani), vitamin (Vit B

kompleks, Vit C dan Vit A) serta mineral (Ca, yodium, fosfor, Fe dan Zn). Orang

tua dan keluarga sangat berperan dalam pemenuhan asupan gizi yang tepat dan

berkualitas bagi anak balita.

2.5.1.1 Antropometri

Antropometri adalah salah satu studi pengukuran terhadap tubuh manusia

yang dilakukan terhadap seluruh komponen tubuh manusia yaitu tulang, seluruh

jaringan tubuh, otot dan juga lemak. Metode PSG menggunakan pengukuran

antropometri sebagai salah satu pengukurannya yang dapat menilai permasalahan

utama gizi, yaitu KEP dan Obesitas (Hartiyanti & Triyanti, 2014). Nurlinda

(2013) menjelaskan bahwa istilah nutritional anthropometry ialah pengukuran

yang dilakukan pada fisik manusia yang mengukur derajat nutrisi yang tentu

tidak sama. Pengukuran dengan antropometri yaitu pengukuran lemak tubuh dan

massa tubuh yang bebas lemak. Penilaian menggunakan antropometri memiliki

kelemahan yaitu membutuhkan data yang harus relevan, terdapat kesalahan dari

alat ataupun dari tenaga pengukur serta tidak dapat memberikan informasi

mengenai defisiensi zat gizi makro. Namun, pengukuran antropometri relatif

76
lebih murah, dapat dilakukan pada populasi yang besar, pengukuran tidak

menimbulkan rasa sakit pada populasi yang diukur (Hartiyanti & Triyanti, 2014).

Pengukuran antropometri dalam menilai status gizi seseorang pada

umumnya dengan mengukur panjang badan atau tinggi badan, lingkar kepala,

berat badan, lingkar lengan atas dan tebal kulit. Pengukuran ini dilakukan guna

menilai pertumbuhan dan status gizi pada bayi (Nurlinda, 2013). Indeks

pengukuran antropometri terdiri dari berat badan menurut umur (BB/U), panjang

badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), berat badan menurut

panjang badan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/PB atau BB/TB).

Penilaian stunting dilakukan pengukuran yaitu panjang badan (anak 0-24 bulan)

yang diukur telentang atau berbaring dan tinggi badan (anak > 24 bulan) diukur

dengan cara berdiri menurut umur anak yang dihitung dalam bulan (Kementerian

Kesehatan, 2011).

Berikut merupakan indeks atau batasan yang ditetapkan dalam

melakukan pengukuran antropometri untuk menilai status gizi.

Tabel 2.2 Kategori Indeks Antropometri Status Gizi Anak (Kemenkes RI,2011)
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-score)

Berat badan menurut Gizi Buruk < -3 SD


umur (BB/U) Gizi Kurang -3 SD sampai degan < -2 SD
Anak (0-60 bulan) Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Lebih > 2 SD
Panjang badan Sangat Pendek < -3 SD
menurut umur (PB/U) Pendek -3 SD sampai dengan < -2 SD
Atau Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi badan menurut Tinggi > 2 SD
umur (TB/U)
Anak (0-60 bulan)
Berat Badan menurut Sangat Kurus < -3 SD

77
panjang badan Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
(BB/PB) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Atau Berat Badan Gemuk > 2 SD
menurut Tinggi Badan
(BB/TB)
Anak (0-60 bulan)

2.6. Dampak Stunting Terhadap Kesehatan Reproduksi

Stunting pada masa balita akan berakibat buruk pada kehidupan

berikutnya yang sulit diperbaiki. Pertumbuhan fisik berhubungan dengan genetik

dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi tinggi badan orang tua dan jenis

kelamin. Tinggi badan ayah dan ibu yang pendek merupakan risiko terjadinya

stunting. Masalah stunting merupakan masalah gizi intergenerasi, anak wanita

yang dilahirkan dalam keadaan stunting pada saat dewasa akan berisikosaat

kehamilan dan persalinan. Kehamilan berisiko tinggi bisa disebabkan oleh

kondisi medis ibu sebelum kehamilan, saat kehamilan maupun kondisi medis

yang berkembang selama kehamilan baik pada ibu atau bayi yang kemudian

menyebabkan kehamilan berisiko tinggi. Kondisi fisik ibu hamil yang berisiko

yaitu bila tinggi badan terlalu pendek (kurang dari 145 cm) yang mempunyai

panggul sempit atau CPD (cephalo pelvic disproportion). Dalam kebidanan

panggul sempit merupakan ada ketidaksesuaian antar luas pintu panggul dengan

bagian kepala bayi sehingga bayi tidak dapat melewati pintu pangggul yang

membuat proses persalinan menjadi sulit. Jika hal ini terjadi maka proses

persalinan akan memanjang dan bahkan tidak maju. Apabila tidak ditangani

secara tepat dapat terjadi gawat janin atau bahkan dapat terjadi robekan rahim

karena kontraksi yang terjadi kuat tetapi janin tidak dapat didorong keluar dari

rahim karena ketidakseimbangan janin panggul. Risiko panggul sempit terhadap

78
kehamilan adalah pada ibu hamil sering dijumpai kelainan bentuk rahim, keadaan

perut menggantung, kelainan letak dan posisi janin dalam kandungan, kepala

tidak dapat masuk pintu panggul memasuki usia kehamilan cukup bulan,

menimbulkan kecemasan ibu hamil dan sebagainya. Risiko pada saat proses

persalinan yaitu waktu yang dibutuhkan untuk kemajuan tiap pembukaan

cenderung lebih lambat, ibu sangat kesakitan dan lelah akibat kontraksi rahim

yang semakin kuat tetapi bayi tidak mau turun ke pintu panggul, berpotensi

terjadi infeksi pada ibu dan bayi akibat proses persalinan yang lama, terjadi

kelainan letak posisi kepala janin berusaha masuk ke pintu panggul dan terjadi

moulage berlebihan (upaya tulang tengkorak kepala saling menindih/bertumpuk

agar dapat masuk pintu panggul dalam upaya menyesuaikan bentuk panggul ibu)

jika ini terjadi menyebabkan perdarahan otak bayi, bila ketuban pecah dan kepala

janin belum masuk ke pintu panggul dapat mengakibatkan tali pusar keluar dari

jalan lahirdan mengakibatkan kematian janin dalam kandungan karena

kekurangan oksigen. Apabila hal ini terjadi akan menyumbangkan Angka

Kesakitan dan Kematian pada ibu dan bayi (AKI dan AKB) (Mochtar, 1998).

Wanita yang stunting yang akan memiliki panggul sempit pada saat

dewasa karena tinggi badan kurang dari 145 cm akan melahirkan bayi dengan

berat lahir rendah, kemudian berkontribusi dalam siklus malnutrisi dalam

kehidupan (World Health Organization (WHO) 2012). Bayi prematur dan bayi

dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sangat rentan terkena penyakit infeksi

dan berisiko mengalami kematian. Bayi yang selamat dari risiko kematian

79
memiliki peningkatan risiko untuk menjadi kurang gizi dan stunting di 2 tahun

pertama kehidupannya (Santos dkk, 2009)

2.7. Kerangka Teori Penelitian

Istilah kerangka teori sering diartikan dengan istilah lain seperti model

konseptual, paradigma, metapradigma, persepektif teori, atau kerangka berfikir.

Bahkan ada yang mempertukarkannnya dengan kerangka konsep. Brink (2009)

membedakan kerangka teori sebagai pernyataan-pernyataan yang berasal dari

teori yang ada, sedangkan kerangka konsep disusun melalui identifikasi dan

penentuan konsep-konsep dan hubungan antar konsep yang disarankan.

Pada dasarnya, kerangka teori merupakan pernyataan tentang hubungan

dua variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya. Jadi, teori ini menjelaskan

sebuah hubungan yang dapat berisi sebab dan akibat antara dua variabel atau

lebih. Penentuan kerangka teori harus sesuai dengan topik ataupun permasalahan

dan tujuan penelitian (Brink, 2009).

Kriteria :
Sangat Pendek < -3 SD
Pendek -3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi > 2 SD

Dampak :
Faktor :
Keterlambatan
Penyebab Langsung :
Pertumbuhan dan
Asupan Gizi Keterbelakangan
Mental
Penyakit Infeksi
Penyebab Tidak Stunting
Langsung :
Higiene dan Sanitasi 80

Pelayanan Kesehatan
Asuhan Ibu dan Anak
Pengertian :
Panjang atau tinggi badannya
berada di bawah standar
Skor : panjang badan atau
tinggi badan menurut umur
(PB/U atau TB/U)

Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian


2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Riwayat Infeksi
Higiene dan
Sanitasi Stunting Pada Balita Di
Tingkat Kecamatan Padangsidimpuan
Pendidikan Hutaimbaru Tahun 2022

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.2. Skema kerangka konsep

2.8 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan faktor riwayat infeksi dengan kejadian stunting di

Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru tahun 2022

2. Ada hubungan faktor hygiene dan sanitasi dengan kejadian stunting di

Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru tahun 2022

81
3. Ada hubungan faktor tingkat pendidikan dengan kejadian stunting di

Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru tahun 2022

82
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

penelitian case-control.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru.

Penelitian ini akan dilakukan Mei - Juni tahun 2022.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh balita yang bertempat tinggal di

Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yaitu balita

yang bertempat tinggal di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru. Adapun

responden dalam penelitian ini ialah Ibu balita.

a. Besar Sampel

Cara menghitung besar sampel menggunakan rumus Lameshow yaitu.

𝑛 = 𝑁.𝑍2 1−∝/2 .𝑃 (1−𝑃)

(𝑁−1) 𝑑2+𝑍21−∝/2.𝑃 (1−𝑃)

Keterangan :

83
n = besar sampel minimum

N = jumlah populasi

𝑍1−∝/2 = nilai distribusi normal baku pada CI 95% (1,96)

P = proporsi yang diteliti (Proporsi stunting pada balita di Kecamatan

Padangsidimpuan Hutaimbaru)

d = besar penyimpangan yan bisa diterima (0,1)

b. Teknik pengambilan sampel

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara

purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada balita yang bertempat

tinggal di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru. Responden dalam penelitian

ini ialah ibu balita yang bertempat tinggal di Kecamatan Padangsidimpuan

Hutaimbaru. Penelitian ini memiliki kriteria inklusi dan eksklusi sebagai

pertimbangan. Berikut merupakan kriteria inklusi pengambilan sampel.

1. Bersedia untuk menjadi responden penelitian.

2. Bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru selama

minimal 6 bulan.

3. Jika ibu memiliki 2 anak balita maka yang menjadi sampel adalah anak yang

termuda.

Adapun kriteria eksklusi dari penelitian ini.

1. Tidak bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru

selama minimal 6 bulan

84
3.4 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dalam prosesnya menggunakan data primer dan juga data

sekunder.

a. Data primer

Data primer dikumpulkan dari hasil pengukuran dan data hasil wawancara

dengan responden yang memiliki balita yang bertempat tinggal di wilayah

desa Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru. Adapun instrumen

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menyebarkan kuesioner yang dibagikan secara langsung kepada responden

b. Data Sekunder

Data jumlah balita, dan gambaran umum di dapat dari puskesmas

Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Ukur

Stunting kondisi gagal Microtois Menilai TB/U serta Ordinal


(Variabel tumbuh pada e menentukan status
Terikat) anak berusia di gizinya dengan standar
bawah lima tahun WHO antro
(balita) akibat 1. Stunting (Z score < -
kekurangan gizi 2 SD)
kronis yang 2. Normal (Z score ≥ -
ditandai dengan 2 SD)
panjang atau
tinggi badannya
berada di bawah
standar
Riwayat sakit yang Kuesioner 1. Sering sakit (≥ 3 kali Ordinal
Infeksi Balita dialami balita dalam tiga bulan

85
(Variabel baik diare terakhir)
Bebas) ataupun ISPA 2. Jarang sakit (< 3 kali
(batuk, demam, dalam tiga bulan
pilek) pada tiga terakhir)
bulan terakhir
sampai waktu
penelitian
dilakukan

Higiene dan ketersediaan Kuesioner 1. Tidak baik (apabila, Ordinal


Sanitasi serta keluarga menggunakan
(Variabel pemanfaatan fasilitas BAB milik
Bebas) fasilitas buang air bersama/umum, BAB
besar (BAB), sembarangan, jamban
jenis tempat cemplung dan tidak
BAB serta ada septik tank)
tempat 2. Baik (apabila
pembuangan keluarga menggunakan
akhir tinja fasilitas BAB milik
sendiri, BAB jamban
leher angsa atau
plengsengan dan ada
septik tank)
Tingkat jenjang sekolah Kuesioner 1. Rendah (tidak Ordinal
terakhir yang sekolah, SD dan SMP)
Pendidikan
pernah dijalani 2.Tinggi (SMA dan
Ibu (Variabel dan mendapatkan
Perguruan Tinggi)
ijazah
Bebas)

3.6 Metode Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis univariat untuk memperoleh gambaran

distribusi frekuensi dari masing – masing variabel, analisis bivariat menggunakan

uji Chi-square untuk memperleh hubungan variable bebas dan terikat.

86
BAB IV
HASIL

4.1 Analisis Univariat

A. Pengetahuan Ibu Tentang Stunting

Tabel 4.1.1

Distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang factor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di kecamatan Padang

Sidempuan Hutaimbaru, Kota Padang Sidempuan Tahun 2022.

No. Pengetahuan frekuensi %


1 baik 8 10
2 cukup 15 19
3 kurang 56 71
total 79 100

Berdasarkan table 4.1.1 diatas, terlihat bahwa mayoritas responden memiliki

pengetahuan kategori kurang sebanyak 56 orang (71%). Kategori cukup sebanyak

15 orang (19%) dan minoritas kategori baik sebanyak 8 orang (10%).

B. Pengaruh Pendidikan Ibu Terhadap Kejadian Stunting

Tabel 4.1.2

Distribusi frekuensi Pendidikan Ibu tentang factor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di kecamatan Padang

Sidempuan Hutaimbaru, Kota Padang Sidempuan Tahun 2022.

No. Pendidikan frekuensi %


1 SD - -
2 SMP - -
3 SMA 61 77
4 Perguruan Tinggi 18 23

87
total 79 100
Berdasarkan Tabel 4.1.2 diatas, terlihat bahwa mayoritas responden

memiliki tingkat Pendidikan SMA sebanyak 61 orang (77%). Perguruan

tinggi sebanyak 18 orang (23%).

C. Pengaruh sanitasi dalam penggunaan jamban terhadap kejadian stunting

Tabel 4.1.3

Distribusi frekuensi sanitasi dalam penggunaaan jamban terhadap factor-

faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di

kecamatan Padang Sidempuan Hutaimbaru, Kota Padang Sidempuan

Tahun 2022.

No. Kebiasaan BAB frekuensi %


1 Jamban 27 34
2 Diparet/sembarang 52 66
total 79 100

Berdasarkan table 4.1.3 diatas, terlihat bahwa mayoritas responden

memiliki kebiasaan membuang air besar di paret/sembarangan sebanyak

52 orang (66%), di jamban hanya sebanyak 27 orang (34%).

D. Pola makan terhadap kejadian stunting

Tabel 4.1.4

Distribusi frekuensi Pola makan terhadap factor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di kecamatan Padang

Sidempuan Hutaimbaru, Kota Padang Sidempuan Tahun 2022.

No. Pola makan frekuensi %


1 Baik 8 10
2 cukup 13 16
3 kurang 58 73
total 79 100

88
Berdasarkan table 4.1.4 diatas, terlihat bahwa mayoritas responden

memiliki kebiasaan pola makan dengan kategori kurang sebanyak 58

orang (73%), cukup sebanyak 13 orang (16%), baik sebanyak 8 orang

(10%).

E. Pengaruh kejadian sakit berulang pada balita terhadap kejadian stunting

Tabel 4.1.5

Distribusi frekuensi kejadian sakit berulang terhadap factor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di kecamatan Padang

Sidempuan Hutaimbaru, Kota Padang Sidempuan Tahun 2022.

No. Sakit berulang frekuensi %


1 Jarang sakit 24 30
2 Sering sakit 55 70
total 79 100
Berdasarkan tabel 4.1.5 diatas terlihat bahwa mayoritas memiliki anak balita

mengalami sering sakit sebanyak 55 orang (70%), sedangkan responden yang

memiliki anak balita yang jarang sakit sebanyak 24 orang (30%).

4.2 Analisa Bivariat

faktor factor yang berhubungan dengan kejadian stunting

4.2.1 faktor pengetahuan dengan kejadian stunting

No. Pengetahuan Faktor kejadian stunting total


baik % cukup % kurang %
1 mempengaruhi 5 6,3 8 10,1 51 64,5 64
2 Tidak 3 3,7 7 8,8 5 6,3 15
mempengaruhi
total 8 15 56 79
4.2.2 faktor sanitasi dengan kejadian stunting

No. sanitasi Factor kejandian stunting total


Dijamban % Sebaranga %
n

89
1 mempengaruhi 18 23 40 51 48
2 Tidak mempengaruhi 9 11 12 15 21
total 27 52 79

4.2.3 faktor pola makan dengan kejadian stunting

No. Pola makan Faktor kejadian stunting total


baik % cukup % kurang %
1 mempengaruhi 6 8 9 11 49 62 64
2 Tidak 2 2 4 5 9 11 15
mempengaruhi
total 8 13 58 79

4.2.4 faktor kejadian sakit berulang

No. Frekuensi sakit Factor kejandian stunting total


berulang Jarang sakit % Sering sakit %
1 mempengaruhi 18 23 43 54 61
2 Tidak mempengaruhi 6 8 12 15 18
total 24 55 79

90
BAB V
PEMBAHASAN

A. Kejadian Stunting Berdasarkan Pengetahuan Ibu

Berdasarkan table 4.1.1 terlihat bahwa mayoritas responden memiliki

pengetahuan kategori kurang sebanyak 56 orang (71%). Kategori cukup sebanyak

15 orang (19%) dan minoritas kategori baik sebanyak 8 orang (10%).

Hasil uji statistik menggunakan chi-square test didapatkan hasil p-value 0,445 >

0,05. maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan Pengetahuan Ibu dengan

kejadian stunting pada balita di kecamatan padangsidimpuan hutaimbaru tahun

2022

B. Kejadian Stunting Berdasarkan Pendidikan Ibu

Berdasarkan Tabel 4.1.2 diatas, terlihat bahwa mayoritas responden

memiliki tingkat Pendidikan SMA sebanyak 61 orang (77%). Perguruan tinggi

sebanyak 18 orang (23%).

Pendidikan merupakan sesuatu yang dapat membawa seseorang untuk

memiliki ataupun meraih wawasan dan pengetahuan seluas- luasnya. Orang –

orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki wawasan dan

pengetahuan yang lebih luas jika dibandingkan dengan orang- orang yang

Hasil uji statistik menggunakan chi-square test didapatkan hasil p-value 0,014 <

0,05. maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Pendidikan ibu dengan

91
kejadian stunting pada balita di kecamatan padangsidimpuan hutaimbaru tahun

2022 memiliki pendidikan yang lebih rendah (Setiawan dkk, 2018)

C. Kejadian Stunting Berdasarkan sanitasi dalam penggunaan jamban

Berdasarkan table 4.1.3 diatas, terlihat bahwa mayoritas responden

memiliki kebiasaan membuang air besar di paret/sembarangan sebanyak 52 orang

(66%), di jamban hanya sebanyak 27 orang (34%).

Hasil uji statistik menggunakan chi-square test didapatkan hasil p-value 0,056 >

0,05. maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan sanitasi dalam

penggunaan jamban dengan kejadian stunting pada balita di kecamatan

padangsidimpuan hutaimbaru tahun 2022

Keadaan lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai

penyakit antara lain diare dan infeksi saluran pernapasan. Kurangnya akses ke

fasilitas sanitasi, yaitu toilet dan/atau jamban, mengarah ke berbagai tantangan

kesehatan seperti cacing parasit dan enteropati lingkungan. Ditularkan melalui

kotoran manusia dan menyebabkan komplikasi kesehatan ganda pada anak-anak

termasuk anemia dan stunting (Murtini dan Jamaluddin, 2018)

D. Kejadian Stunting Berdasarkan Pola makan

Berdasarkan table 4.1.4 diatas, terlihat bahwa mayoritas responden

memiliki kebiasaan pola makan dengan kategori kurang sebanyak 58 orang

(73%), cukup sebanyak 13 orang (16%), baik sebanyak 8 orang (10%).

Hasil uji statistik menggunakan chi-square test didapatkan hasil p-value 0,065 >

0,05. maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan Pola makan dengan

92
kejadian stunting pada balita di kecamatan padangsidimpuan hutaimbaru tahun

2022.

E. Kejadian Stunting Berdasarkan kejadian sakit berulang pada balita

Berdasarkan tabel 4.1.5 diatas terlihat bahwa mayoritas memiliki anak

balita mengalami sering sakit sebanyak 55 orang (70%), sedangkan responden

yang memiliki anak balita yang jarang sakit sebanyak 24 orang (30%).

Hasil uji statistik menggunakan chi-square test didapatkan hasil p-value 0,090 >

0,05. maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan Pola makan dengan

kejadian sakit berulang pada balita di kecamatan padangsidimpuan hutaimbaru

tahun 2022.

93
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan menurut

pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di kecamatan padangsidimpuan

hutaimbaru Tahun 2022, maka diperoleh suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengetahuan Ibu Tidak Ada hubungan terhadap kejadian stunting pada balita

di kecamatan padangsidimpuan hutaimbaru Tahun 2022 dengan nilai

p-value=0,445

2. Pendidikan Ibu ada hubungan terhadap kejadian Stunting pada balita di

kecamatan padangsidimpuan hutaimbaru Tahun 2022 dengan nilai

p-value=0,014

3. Sanitasi dalam Penggunaan Jamban tidak ada hubungan terhadap kejadian

Stunting pada balita di kecamatan padangsidimpuan hutaimbaru Tahun 2022

dengan nilai p-value=0,056

4. Pola Makan tidak berhubungan terhadap kejadian Stunting pada balita di

kecamatan padangsidimpuan hutaimbaru Tahun 2022 dengan nilai

p-value=0,065

94
5. Sakit Berulang tidak berhubungan terhadap kejadian Stunting pada balita di

kecamatan padangsidimpuan hutaimbaru Tahun 2022 dengan nilai

p-value=0,445

95
6.2. Saran

6.2.1 Bagi Masyarakat khususnya Ibu di Desa Hutaimbaru

Disarankan kepada masyarakat khususnya ibu-ibu agar banyak mencari

informasi tentang pencegahan stunting serta tata cara penanganannya maupun

mengikuti perkumpulan kelompok kelompok pencegahan stunting. Untuk menekan

segala factor factor yang mempengaruhi stunting baik itu secara langsung maupun

tidak langsung

6.2.2. Bagi Tenaga Kesehatan

Diharapkan bagi tenaga Kesehatan di daerah Padangsidempuan,

khususnya desa Hutaimabaru lebih gencar lagi untuk mensosialisasikan ap aitu

stunting kepada masyarakat luas dan bagaimana cara pencegahan stunting

tersebuat secara langsung maupun tidak langsung. Baik itu sosisalisasi secara

online maupun offline.

6.2.3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan bagi Institut

Kesehatan Medistra Lubuk Pakam dan dapat dijadikan bahan acuan peneliti

selanjutnya khususnya tentang faktor factor penyebab kejadian stunting pada

balita.

6.2.4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat membuka wawasan yang lebih luas dan

diharapkan untuk pelaksanaan penelitian selanjutnya dengan menambah jumlah

responden, membuat penelitian dengan variabel yang lebih banyak lagi serta

96
menggunakan analisa yang lebih baik lagi agar penelitian tentang kejadian stunting

menjadi lebih luas lagi.

97
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M. dan Wirjatmadi, B.2014. Gizi Dan Kesehatan Balita. Jakarta :


Kencana Prenadamedia Group
Bq.Safinatunnaja. 2019. Hubungan Tinggi Badan Ibu Dengan Kejadian Stunting
Candra, Aryu.2020.Epidemiologi Stunting.Semarang :Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
Diniyyah SR dan Nindya TS.2017. Asupan Energi, Protein dan Lemak dengan
Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Suci Gresik.
Amerta Nutr (2017) : 341-350
Faiqoh RBA, Suyatno, Apoina K.2018. Hubungan Ketehanan Pangan Keluarga
Dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Usia 24-59 Bulan Di Daerah Pesisir (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kota Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal)
Volume 6, Nomor 5, Oktober 2018 (ISSN: 2356-3346) hal (33-35)
Hutagalung, H. 2012. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita (12-
59 Bulan) di Desa Bojonggede Kabupaten Bogor. Tesis. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Ida Widaningsih, et al.2012. Terhadap Perkembangan Anak Usia 4-24 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Cinunuk Kabupaten Bandung. Bhakti Kencana
Medika, 2, 0–4.
kejadian stunting anak 12-59 bulan di Provinsi Lampung. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Sai Betik, 12(2), 209-218.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2018. Riskesdas: angka kejadian 10
penyakit di indonesia. Diakses dari
https://www.litbang.kemkes.go.id/laporan-riset-kesehatan-dasar-riskesdas
Kementrian Kesehatan RI.2016. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan
intervensi dini tumbuh kembang anak. Diakses dari
https://banpaudpnf.kemdikbud.go.id
Larasati, N.2018. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada
balita usia 25-59 bulan di posyandu wilayah puskesmas wonosari ii Tahun
2017, Yogyakarta: Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Yogyakarta
Larasati, Nadia Nabila.2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita Usia 25-59 Bulan Di Posyandu Wilayah Puskesmas

98
Wonosari Ii Tahun 2017.Skripsi.Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Yogyakarta.
Masrin, Yhona P, Veriani A.2014. Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan
dengan stunting pada anak usia 6-23 bulan.Jurnal Gizi dan Dietetik
Indonesia,Vol 2(3)
Mursyita, A.2020. Situasi stunting di Indonesia, dalam Khairani, et al, Jendela
data dan informasi kesehatan, Jakarta : Pusdatin Kemkes
Murtini, Jamaluddin.2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Usia 0 – 36 Bulan.Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah,
Vol 7(2)
Nadhiroh Dan Khoirun. 2015. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Nirmalasari.2020. Stunting pada anak: penyebab dan faktor risiko stunting di
Indonesia, Journal: Qawwam: Journal For Gender Mainstreaming, Vol. 14,
No. 1 (2020), hal. 19-28
Nurapriyanti, Ima.2015.Faktor – faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di
Posyandu Kunir Putih 13 Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo I Kota
Yogyakarta Tahun 2015.Naskah Publikasi.Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Aisyiyah
Pada Anak Usia 6-23 Bulan. Jurusan Ilmu Kebidanan. Vol. 7 (1)
Permenkes RI.2020.StandarAntropometri Anak.
Rahmadi, A.2017. Hubungan berat badan dan panjang badan lahir dengan
Sambo, et al.2020. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Anak Usia
Prasekolah. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 423–429.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.316
Stunting Pada Balita. Media Gizi Indonesia, Vol. 10, No. 1: Hlm. 13–19
Sulistya, H., Sunarto.2013.Hubungan Tingkat Asupan Energi dan Protein dengan
Kejadian Gizi Kurang Anak Usia 2-5 Tahun. Jurnal Gizi Universitas
Muhammadiyah Semarang; 2(1):25-30
Yuniastini dan Yunani. 2021. Faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada 1000 hari pertama kehidupan.Holistik Jurnal Kesehatan.
Vol. 15(2) Hal: 256-266

99
Lampiran 1. Pernyataan Kesediaan untuk Ikut Penelitian (Informed

Consent)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Alamat :

Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan serta memahami

penelitian yang dilakukan dengan judul:

“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di

Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru Tahun 2022” yang dibuat oleh:

Nama : Elida Hotma Lubis

NIM : 2192039

Dengan ini saya menyatakan kesediaan untuk berperanserta menjadi subjek

penelitian dan bersedia melakukan pemeriksaan sesuai dengan data yang

diperlukan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa ada

paksaan dari pihak manapun.

Lubuk Pakam, 2022

Pembuat Pernyataan

(…….……….……)

100
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

I. IDENTITAS RESPONDEN
01. Nama Ibu/Responden :
02. Umur/ tanggal lahir :
03. Tinggi Badan :
04. Alamat :
05. Pekerjaan :

II. IDENTITAS BALITA


01. Nama Balita :
02. Umur / Tgl.Lahir :
03. Berat badan lahir : kg
04. Tinggi badan : cm

Riwayat Infeksi Balita


1. Apakah anak anda pernah sakit selama tiga bulan terakhir?
a. Ya, (………………………………………………….)
b. Tidak
2. Berapa kali dalam tiga bulan terakhir anak anda mengalami sakit tersebut?
a. < 3 kali
b. ≥ 3 kali

Hygiene dan Sanitasi


1.Dimana biasanya ibu buang air besar (BAB)?
a. Jamban
b. Kolam/sawah/selokan
c. Sungai/danau/laut
d. Lubang tanah
e. Pantai/tanah lapang/kebun/halaman
2. Penggunaan fasilitas tempat buang air besar (BAB) sebagian besar anggota
rumah tangga:
a. Milik sendiri
b. Milik bersama
c. Umum
d. Tidak ada
3. Jenis fasilitas yang digunakan untuk BAB:
a. Leher angsa
b. Plengsengan
c. Cemplung/cubluk/lubang tanpa lantai
d. Cemplung/cubluk/lubang dengan lantai
4. Tempat pembuangan akhir kotoran (tinja):
a. Tangki septik

101
b. SPAL
c. Kolam/sawah
d. Sungai/laut
e. Lubang tanah
f. Lainnya

102
Lampiran Hasil Olahan Penelitian SPSS

Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak bekerja 4 5,1 5,1 5,1
Wiraswasta 33 41,8 41,8 46,8
Petani 37 46,8 46,8 93,7
PNS/TNI/POLRI 5 6,3 6,3 100,0
Total 79 100,0 100,0

Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 8 10,1 10,1 10,1
SMP 19 24,1 24,1 34,2
SMA 38 48,1 48,1 82,3
Perguruan tinggi 14 17,7 17,7 100,0
Total 79 100,0 100,0

Pengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 18 22,8 22,8 22,8
Cukup 39 49,4 49,4 72,2
Kurang 22 27,8 27,8 100,0
Total 79 100,0 100,0

Sanitasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak baik 71 89,9 89,9 89,9
Baik 8 10,1 10,1 100,0
Total 79 100,0 100,0

103
Pola Makan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 43 54,4 54,4 54,4
Tidak baik 36 45,6 45,6 100,0
Total 79 100,0 100,0

Kejadian Sakit Berulang


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sering sakit 27 34,2 34,2 34,2
Jarang sakit 52 65,8 65,8 100,0
Total 79 100,0 100,0

Kejadian Stunting
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 32 40,5 40,5 40,5
Tinggi 47 59,5 59,5 100,0
Total 79 100,0 100,0

Pengetahuan * Kejadian Stunting Crosstabulation


Count
Kejadian Stunting
Rendah Tinggi Total
Pengetahuan Baik 2 16 18
Cukup 24 15 39
Kurang 6 16 22
Total 32 47 79

104
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 15,212a 2 ,000
Likelihood Ratio 16,342 2 ,000
Linear-by-Linear Association ,583 1 ,445
N of Valid Cases 79
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 7,29.

Sanitasi * Kejadian Stunting Crosstabulation


Count
Kejadian Stunting
Rendah Tinggi Total
Sanitasi Tidak baik 26 45 71
Baik 6 2 8
Total 32 47 79

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4,395 a
1 ,036
Continuity Correction b
2,947 1 ,086
Likelihood Ratio 4,375 1 ,036
Fisher's Exact Test ,056 ,044
Linear-by-Linear Association 4,339 1 ,037
N of Valid Cases 79
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,24.
b. Computed only for a 2x2 table

105
Pendidikan * Kejadian Stunting Crosstabulation
Count
Kejadian Stunting
Rendah Tinggi Total
Pendidikan SD 6 16 22
SMP 8 20 28
SMA 13 7 20
Perguruan tinggi 5 4 9
Total 32 47 79

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 9,079a 3 ,028
Likelihood Ratio 9,104 3 ,028
Linear-by-Linear Association 6,064 1 ,014
N of Valid Cases 79
a. 1 cells (12,5%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 3,65.

Pola Makan * Kejadian Stunting Crosstabulation


Count
Kejadian Stunting
Rendah Tinggi Total
Pola Makan Baik 13 30 43
Tidak baik 19 17 36
Total 32 47 79

106
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4,133a 1 ,042
Continuity Correction b
3,250 1 ,071
Likelihood Ratio 4,154 1 ,042
Fisher's Exact Test ,065 ,036
Linear-by-Linear Association 4,081 1 ,043
N of Valid Cases 79
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,58.
b. Computed only for a 2x2 table

Kejadian Sakit Berulang * Kejadian Stunting Crosstabulation


Count
Kejadian Stunting
Rendah Tinggi Total
Kejadian Sakit Berulang Sering sakit 7 20 27
Jarang sakit 25 27 52
Total 32 47 79

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3,619 a
1 ,057
Continuity Correctionb 2,758 1 ,097
Likelihood Ratio 3,738 1 ,053
Fisher's Exact Test ,090 ,047
Linear-by-Linear Association 3,573 1 ,059
N of Valid Cases 79
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,94.
b. Computed only for a 2x2 table

107
108

Anda mungkin juga menyukai