PROPOSAL PENELITIAN
Oleh:
NIM: 2192039
PENDAHULUAN
manusia secara global. Stunting adalah suatu kondisi kronis yang menggambarkan
pendek digambarkan sebagai seorang balita yang memiliki tinggi badan lebih
rendah dari standar tinggi badan balita seumurnya Pada saat ini terdapat sekitar
162 juta anak berusia di bawah lima tahun mengalami stunting. Jika tren seperti
ini terus berlanjut diproyeksikan bahwa pada tahun 2025 terdapat 127 juta anak
berusia dibawah lima tahun akan mengalami stunting. Menurut United Nations
Children's Emergency Fund (UNICEF) lebih dari setengah anak stunting atau
sebesar 56% tinggal di Asia dan lebih dari sepertiga atau sebesar 37% tinggal di
Prevalensi pendek pada balita secara nasional tahun 2013 adalah 37,2 %
yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007
(36,8%). Prevalensi pendek sebesar 37,2 persen terdiri dari 18,0 persen sangat
pendek pada tahun 2013, prevalensi sangat pendek menunjukkan penurunan dari
18,8 % tahun 2007 dan 18,5 % tahun 2010. Sedangkan prevalensi pendek
meningkat dari 18,0 persen pada tahun 2007 menjadi 19,2 persen pada tahun
sebesar 30 – 39 persen dan serius bila prevalensi pendek ≥40 persen (WHO 2010).
Sebanyak 14 provinsi termasuk kategori berat, dan sebanyak 15 provinsi termasuk
kategori serius. Ke 15 provinsi tersebut adalah: (1) Papua, (2) Maluku, (3)
Sulawesi Selatan, (4) Maluku Utara, (5) Sulawesi Tengah, (6) Kalimantan
Tengah, (7) Aceh, (8) Sumatera Utara, (9) Sulawesi Tenggara, (10) Lampung,
(11). Kalimantan Selatan, (12). Papua Barat, (13) Nusa Tenggara Barat, (14).
Sulawesi Barat dan (15). Nusa Tenggara Timur (Riskesdas, 2013). Berdasarkan
hasil Riskesdas (2013), Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang
memiliki kejadian stunting pada balita tinggi. Empat provinsi di Pulau Sumatera
memiliki angka kejadian stunting pada balita tinggi yaitu Provinsi Aceh (40.3%),
prevalensi kejadian rata-rata stunting pada balita secara nasional yaitu 37.2%.
Berdasarkan hasil data dari profil Dinas Kesehatan Sumatera Utara (2019)
yang diperoleh dari Riskesdas, diperoleh bahwa balita pendek (TB/U) di Provinsi
Sumatera Utara adalah sebesar 30.11%. Angka ini mengalami sedikit penurunan
demikian angka ini tentunya masih jauh dari target nasional yaitu 14 %. Untuk 3
terendah yaitu Tapanuli Selatan (0,18%), Serdang Bedagai (0,28%) dan Medan
(0,32%). Sedangkan untuk kota Padang Sidempuan sebesar 9,82 %. Angka ini
menjadikan kota Padang Sidempuan masuk kedalam 7 kabupaten/kota tertinggi
seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan
kurangnya asupan gizi pada bayi. Umumnya berbagai penyebab ini berlangsung
dalam jangka waktu lama (kronik). Hal ini sesuai dengan salah satu penelitian
yang dilakukan oleh Nirmalasari (2020) pada anak sekolah dasar di Provinsi
Sumatera Utara, yaitu kota Medan dan Kabupaten Langkat menunjukkan angka
cross-sectional dengan total sampel 400 anak-anak berusia 8-13 tahun pada bulan
Juli - Oktober 2017. Prevalensi stunting pada anak-anak sekolah dasar di daerah
tersebut adalah 38,87%. Faktor yang terkait adalah pendidikan ibu, pendapatan,
pekerjaan, asupan energi, dan asupan protein. Faktor yang dominan adalah asupan
energi.
Stunting merupakan masalah yang terjadi pada anak balita dan merupakan
kondisi gagal tumbuh pada anak balita yang merupakan salah satu bentuk dari
malnutrisi kronis, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai
terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yaitu sejak janin hingga
anak berusia dua tahun. (Yuniastini dan Yunani, 2021). Dampak buruk yang dapat
prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko
pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja
yang terdapat di Kota Padangsidempuan. Kecamatan ini menjadi salah satu daerah
Nasional penurunan angka stunting. Berdasarkan data diatas dan masih tingginya
penelitian terkait mengenai hal ini, maka penulis tertarik untuk meneliti faktor-
1.3.2.2 Mengetahui hubungan faktor hygiene dan sanitasi yaitu tingkat pendidikan
wawasan dan pengetahuan dibidang kesehatan secara umum dan secara khusus
2022.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima
tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis yang ditandai dengan panjang atau
panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua dari standar deviasi (-
terkena stunting hingga usia 5 tahun akan sulit untuk diperbaiki sehingga akan
berlanjut hingga dewasa dan dapat meningkatkan risiko keturunan dengan berat
dewasa. Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tetapi disebabkan oleh
banyak faktor yang saling berhubungan satu dengan lain (Kemenkes RI, 2017).
67
2.2.1 Faktor Penyebab Langsung
komposisi zat gizi yang memenuhi syarat makanan beragam, bergizi seimbang,
dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yang ditunjukkan oleh tingkat produksi dan
yang cukup dan harga terjangkau oleh semua rumah tangga sangat menentukan
keluarga. ibu yang pendekatan stunting akan berisiko melahirkan anak stunting
dan hal ini yang disebut sebagai siklus kekurangan gizi antar generasi (Bq.
Safinatunnaja, 2019).
Untuk itu, cakupan universal untuk imunisasi lengkap pada anak sangat
minum bersih dan higienis sanitasi yang merupakan salah satu faktor penyebab
tidak langsung.
68
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan
memungkinkan terjadinya berbagai penyakit antara lain diare dan infeksi saluran
kesehatan ganda pada anak-anak termasuk anemia dan stunting (Murtini dan
Jamaluddin, 2018)
rakyat banyak, dengan wilayah yang luas dan banyak daerah yang masih terpencil,
sedangkan sumber daya pemerintah baik tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan
69
Pendidikan merupakan sesuatu yang dapat membawa seseorang untuk
orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki wawasan dan
pengetahuan yang lebih luas jika dibandingkan dengan orang- orang yang
Anak-anak yang lahir dari orang tua yang terdidik cenderung tidak
mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang lahir dari orang tua yang
Hermansyah (2018) ibu dengan pendidikan tinggi memiliki anak stunting 39,3%,
yang baik bagi keluarga. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Haile yang menyatakan bahwa anak yang terlahir dari orang tua yang
tangga untuk menyediakan makan 3 kali sehari sepanjang tahun sesuai dengan
70
risiko kejadian stunting pada balita. Status ekonomi yang rendah dianggap
memiliki dampak yang signifikan terhadap kemungkinan anak menjadi kurus dan
memperoleh pangan, yang diukur dari pemilikan lahan (Faiqoh dkk, 2018)
menghadapi masalah kekurangan gizi yang cukup besar. Permasalahan gizi secara
nasional saat ini adalah balita dengan gizi kurang dan balita dengan gizi buruk
(Sambo, 2020).
mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional, maupun social
pertumbuhan dan perkembangan anak balita adalah agar dapat mengetahui apa
71
sebelum anak jatuh dalam kondisi buruk, penyimpangan pertumbuhan pada anak
Stunting pada anak-anak merupakan salah satu masalah yang cukup serius,
karena dikaitkan dengan risiko angka kesakitan dan kematian yang lebih besar,
obesitas, dan penyakit tidak menular di masa depan, orang dewasa yang pendek,
2.4.1 Energi
lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji - bijian. Setelah
dan gula murni. Semua makanan yang dibuat dari dan dengan bahan
atau tenaga untuk melakukan kerja yang diperoleh dari zat-zat gizi penghasil
energi.
(2016), angka kecukupan energi untuk anak usia 6-11 bulan adalah sebesar
2.4.2 Karbohidrat
72
Karbohidrat-zattepung / pati-gula adalah makanan yang dapat
Angka Kecukupan Gizi (2019) sehari bagi anak usia 6-11 bulan sebesar
105gram, anak usia 1-3 tahun sebesar 215 gram, dan untuk usia anak 4-6
2.4.3 Protein
pada umur satu tahun menjadi 18-19% pada umur empat tahun, yang sama
serta membuat enzim pencernaan dari zat kekebalan yang bekerja untuk
protein menurut Angka KecukupanGizi (2019), untuk anak usia 6-11 bulan
sebesar 15 gram, anak usia 1-3 tahun sebesar 20 gram, dan anak usia 4-6
73
2.4.4 Lemak
lemak untuk anak usia 6-11 bulan sebesar 35 gram, usia 1-3 tahun sebesar
45 gram, dan anak usia 4-6 tahun sebesar 50 gram (Hutagalung, 2012)
dan lemak. Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan oleh tubuh
yang lambat, mineralisasi tulang yang tidak cukup, cadangan besi yang
mengetahui serta mengenal faktor resiko pada balita, yang disebut juga anak usia
dini. Melalui deteksi dini dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak
pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas pada masa-masa kritis
74
proses tumbuh kembang. Upaya-upaya tersebut diberikan sesuai dengan umur.
indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibandingkan
Tabel 2.2 Pelaksana dan Alat dalam Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan
Tingkat Pelayanan Pelaksana Alat &bahan yang Yang dipantau
digunakan
Keluarga Orang tua. Buku KIA Berat badan.
Masyarakat Kader kesehatan. Timbangan dacin
Pendidik PAUD, Timbangan digital
Petugas BKB, (untuk anak > 5 tahun)
petugas TPA dan Alat ukur tinggi
Guru TK. badan/panjang badan.
Puskesmas. Tenaga kesehatan Buku KIA Panjang/Tinggi
terlatih SDIDTK: Tabel/Grafik BB/TB
Dokter Tabel/Grafik TB/U Badan
Bidan Grafik LK
Perawat Timbangan Berat Badan
Ahli gizi Alat ukur tinggi
Tenaga kesehatan badan/panjang badan Lingkarkepala
lainnya Pita pengukur lingkar kepala
2.5.1 Penilaian Status Gizi Balita Balita
Balita merupakan suatu individu yang memilki rentang usia tertentu. Balita
dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan usia yaitu usia bayi (0 sampai 2
tahun), golongan balita (2 sampai 3 tahun) dan usia pra sekolah (> 3 sampai 5
tahun). WHO menggolongkan usia balita dari 0 sampai 60 bulan dan pendapat
lain mengatakan bahwa balita berada di usia 1 sampai 5 tahun. Usia balita (1 – 5
tahun) merupakan usia dalam siklus daur kehidupan yang mana terjadi
pertumbuhan yang tidak begitu pesat jika dibandingkan dengan masa bayi.
75
Elizabeth B. Hurlock dalam Adriani dan Wirjatman (2016) mengatakan siklus
hidup pada masa balita merupakan periode emas dalam proses perkembangan
anak yang akan menjadi modal bagi fase kehidupan selanjutnya. Balita memiliki
kebutuhan gizi yang harus di penuhi, sebab gangguan gizi yang dialami pada
fase ini akan mempengaruhi kualitas kehidupan selanjutnya. Oleh sebab itu,
asupan makanan yang berkualitas gizi tinggi sangat diperlukan terutama yang
kompleks, Vit C dan Vit A) serta mineral (Ca, yodium, fosfor, Fe dan Zn). Orang
tua dan keluarga sangat berperan dalam pemenuhan asupan gizi yang tepat dan
2.5.1.1 Antropometri
yang dilakukan terhadap seluruh komponen tubuh manusia yaitu tulang, seluruh
jaringan tubuh, otot dan juga lemak. Metode PSG menggunakan pengukuran
utama gizi, yaitu KEP dan Obesitas (Hartiyanti & Triyanti, 2014). Nurlinda
yang dilakukan pada fisik manusia yang mengukur derajat nutrisi yang tentu
tidak sama. Pengukuran dengan antropometri yaitu pengukuran lemak tubuh dan
kelemahan yaitu membutuhkan data yang harus relevan, terdapat kesalahan dari
alat ataupun dari tenaga pengukur serta tidak dapat memberikan informasi
76
lebih murah, dapat dilakukan pada populasi yang besar, pengukuran tidak
menimbulkan rasa sakit pada populasi yang diukur (Hartiyanti & Triyanti, 2014).
umumnya dengan mengukur panjang badan atau tinggi badan, lingkar kepala,
berat badan, lingkar lengan atas dan tebal kulit. Pengukuran ini dilakukan guna
menilai pertumbuhan dan status gizi pada bayi (Nurlinda, 2013). Indeks
pengukuran antropometri terdiri dari berat badan menurut umur (BB/U), panjang
badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), berat badan menurut
panjang badan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/PB atau BB/TB).
Penilaian stunting dilakukan pengukuran yaitu panjang badan (anak 0-24 bulan)
yang diukur telentang atau berbaring dan tinggi badan (anak > 24 bulan) diukur
dengan cara berdiri menurut umur anak yang dihitung dalam bulan (Kementerian
Kesehatan, 2011).
Tabel 2.2 Kategori Indeks Antropometri Status Gizi Anak (Kemenkes RI,2011)
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-score)
77
panjang badan Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
(BB/PB) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Atau Berat Badan Gemuk > 2 SD
menurut Tinggi Badan
(BB/TB)
Anak (0-60 bulan)
dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi tinggi badan orang tua dan jenis
kelamin. Tinggi badan ayah dan ibu yang pendek merupakan risiko terjadinya
yang dilahirkan dalam keadaan stunting pada saat dewasa akan berisikosaat
kondisi medis ibu sebelum kehamilan, saat kehamilan maupun kondisi medis
yang berkembang selama kehamilan baik pada ibu atau bayi yang kemudian
menyebabkan kehamilan berisiko tinggi. Kondisi fisik ibu hamil yang berisiko
yaitu bila tinggi badan terlalu pendek (kurang dari 145 cm) yang mempunyai
panggul sempit merupakan ada ketidaksesuaian antar luas pintu panggul dengan
bagian kepala bayi sehingga bayi tidak dapat melewati pintu pangggul yang
membuat proses persalinan menjadi sulit. Jika hal ini terjadi maka proses
persalinan akan memanjang dan bahkan tidak maju. Apabila tidak ditangani
secara tepat dapat terjadi gawat janin atau bahkan dapat terjadi robekan rahim
karena kontraksi yang terjadi kuat tetapi janin tidak dapat didorong keluar dari
78
kehamilan adalah pada ibu hamil sering dijumpai kelainan bentuk rahim, keadaan
perut menggantung, kelainan letak dan posisi janin dalam kandungan, kepala
tidak dapat masuk pintu panggul memasuki usia kehamilan cukup bulan,
menimbulkan kecemasan ibu hamil dan sebagainya. Risiko pada saat proses
cenderung lebih lambat, ibu sangat kesakitan dan lelah akibat kontraksi rahim
yang semakin kuat tetapi bayi tidak mau turun ke pintu panggul, berpotensi
terjadi infeksi pada ibu dan bayi akibat proses persalinan yang lama, terjadi
kelainan letak posisi kepala janin berusaha masuk ke pintu panggul dan terjadi
agar dapat masuk pintu panggul dalam upaya menyesuaikan bentuk panggul ibu)
jika ini terjadi menyebabkan perdarahan otak bayi, bila ketuban pecah dan kepala
janin belum masuk ke pintu panggul dapat mengakibatkan tali pusar keluar dari
Kesakitan dan Kematian pada ibu dan bayi (AKI dan AKB) (Mochtar, 1998).
Wanita yang stunting yang akan memiliki panggul sempit pada saat
dewasa karena tinggi badan kurang dari 145 cm akan melahirkan bayi dengan
kehidupan (World Health Organization (WHO) 2012). Bayi prematur dan bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sangat rentan terkena penyakit infeksi
dan berisiko mengalami kematian. Bayi yang selamat dari risiko kematian
79
memiliki peningkatan risiko untuk menjadi kurang gizi dan stunting di 2 tahun
Istilah kerangka teori sering diartikan dengan istilah lain seperti model
teori yang ada, sedangkan kerangka konsep disusun melalui identifikasi dan
dua variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya. Jadi, teori ini menjelaskan
sebuah hubungan yang dapat berisi sebab dan akibat antara dua variabel atau
lebih. Penentuan kerangka teori harus sesuai dengan topik ataupun permasalahan
Kriteria :
Sangat Pendek < -3 SD
Pendek -3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi > 2 SD
Dampak :
Faktor :
Keterlambatan
Penyebab Langsung :
Pertumbuhan dan
Asupan Gizi Keterbelakangan
Mental
Penyakit Infeksi
Penyebab Tidak Stunting
Langsung :
Higiene dan Sanitasi 80
Pelayanan Kesehatan
Asuhan Ibu dan Anak
Pengertian :
Panjang atau tinggi badannya
berada di bawah standar
Skor : panjang badan atau
tinggi badan menurut umur
(PB/U atau TB/U)
Riwayat Infeksi
Higiene dan
Sanitasi Stunting Pada Balita Di
Tingkat Kecamatan Padangsidimpuan
Pendidikan Hutaimbaru Tahun 2022
81
3. Ada hubungan faktor tingkat pendidikan dengan kejadian stunting di
82
BAB III
METODE PENELITIAN
penelitian case-control.
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh balita yang bertempat tinggal di
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yaitu balita
a. Besar Sampel
Keterangan :
83
n = besar sampel minimum
N = jumlah populasi
Padangsidimpuan Hutaimbaru)
minimal 6 bulan.
3. Jika ibu memiliki 2 anak balita maka yang menjadi sampel adalah anak yang
termuda.
84
3.4 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dalam prosesnya menggunakan data primer dan juga data
sekunder.
a. Data primer
Data primer dikumpulkan dari hasil pengukuran dan data hasil wawancara
b. Data Sekunder
85
(Variabel baik diare terakhir)
Bebas) ataupun ISPA 2. Jarang sakit (< 3 kali
(batuk, demam, dalam tiga bulan
pilek) pada tiga terakhir)
bulan terakhir
sampai waktu
penelitian
dilakukan
86
BAB IV
HASIL
Tabel 4.1.1
Tabel 4.1.2
87
total 79 100
Berdasarkan Tabel 4.1.2 diatas, terlihat bahwa mayoritas responden
Tabel 4.1.3
Tahun 2022.
Tabel 4.1.4
88
Berdasarkan table 4.1.4 diatas, terlihat bahwa mayoritas responden
(10%).
Tabel 4.1.5
89
1 mempengaruhi 18 23 40 51 48
2 Tidak mempengaruhi 9 11 12 15 21
total 27 52 79
90
BAB V
PEMBAHASAN
Hasil uji statistik menggunakan chi-square test didapatkan hasil p-value 0,445 >
0,05. maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan Pengetahuan Ibu dengan
2022
orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki wawasan dan
pengetahuan yang lebih luas jika dibandingkan dengan orang- orang yang
Hasil uji statistik menggunakan chi-square test didapatkan hasil p-value 0,014 <
0,05. maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Pendidikan ibu dengan
91
kejadian stunting pada balita di kecamatan padangsidimpuan hutaimbaru tahun
Hasil uji statistik menggunakan chi-square test didapatkan hasil p-value 0,056 >
0,05. maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan sanitasi dalam
penyakit antara lain diare dan infeksi saluran pernapasan. Kurangnya akses ke
Hasil uji statistik menggunakan chi-square test didapatkan hasil p-value 0,065 >
0,05. maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan Pola makan dengan
92
kejadian stunting pada balita di kecamatan padangsidimpuan hutaimbaru tahun
2022.
yang memiliki anak balita yang jarang sakit sebanyak 24 orang (30%).
Hasil uji statistik menggunakan chi-square test didapatkan hasil p-value 0,090 >
0,05. maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan Pola makan dengan
tahun 2022.
93
BAB VI
6.1. Kesimpulan
1. Pengetahuan Ibu Tidak Ada hubungan terhadap kejadian stunting pada balita
p-value=0,445
p-value=0,014
p-value=0,065
94
5. Sakit Berulang tidak berhubungan terhadap kejadian Stunting pada balita di
p-value=0,445
95
6.2. Saran
segala factor factor yang mempengaruhi stunting baik itu secara langsung maupun
tidak langsung
tersebuat secara langsung maupun tidak langsung. Baik itu sosisalisasi secara
Kesehatan Medistra Lubuk Pakam dan dapat dijadikan bahan acuan peneliti
balita.
Diharapkan penelitian ini dapat membuka wawasan yang lebih luas dan
responden, membuat penelitian dengan variabel yang lebih banyak lagi serta
96
menggunakan analisa yang lebih baik lagi agar penelitian tentang kejadian stunting
97
DAFTAR PUSTAKA
98
Wonosari Ii Tahun 2017.Skripsi.Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Yogyakarta.
Masrin, Yhona P, Veriani A.2014. Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan
dengan stunting pada anak usia 6-23 bulan.Jurnal Gizi dan Dietetik
Indonesia,Vol 2(3)
Mursyita, A.2020. Situasi stunting di Indonesia, dalam Khairani, et al, Jendela
data dan informasi kesehatan, Jakarta : Pusdatin Kemkes
Murtini, Jamaluddin.2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Usia 0 – 36 Bulan.Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah,
Vol 7(2)
Nadhiroh Dan Khoirun. 2015. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Nirmalasari.2020. Stunting pada anak: penyebab dan faktor risiko stunting di
Indonesia, Journal: Qawwam: Journal For Gender Mainstreaming, Vol. 14,
No. 1 (2020), hal. 19-28
Nurapriyanti, Ima.2015.Faktor – faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di
Posyandu Kunir Putih 13 Wilayah Kerja Puskesmas Umbulharjo I Kota
Yogyakarta Tahun 2015.Naskah Publikasi.Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Aisyiyah
Pada Anak Usia 6-23 Bulan. Jurusan Ilmu Kebidanan. Vol. 7 (1)
Permenkes RI.2020.StandarAntropometri Anak.
Rahmadi, A.2017. Hubungan berat badan dan panjang badan lahir dengan
Sambo, et al.2020. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Anak Usia
Prasekolah. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 423–429.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.316
Stunting Pada Balita. Media Gizi Indonesia, Vol. 10, No. 1: Hlm. 13–19
Sulistya, H., Sunarto.2013.Hubungan Tingkat Asupan Energi dan Protein dengan
Kejadian Gizi Kurang Anak Usia 2-5 Tahun. Jurnal Gizi Universitas
Muhammadiyah Semarang; 2(1):25-30
Yuniastini dan Yunani. 2021. Faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada 1000 hari pertama kehidupan.Holistik Jurnal Kesehatan.
Vol. 15(2) Hal: 256-266
99
Lampiran 1. Pernyataan Kesediaan untuk Ikut Penelitian (Informed
Consent)
Nama :
Alamat :
NIM : 2192039
diperlukan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa ada
Pembuat Pernyataan
(…….……….……)
100
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian
I. IDENTITAS RESPONDEN
01. Nama Ibu/Responden :
02. Umur/ tanggal lahir :
03. Tinggi Badan :
04. Alamat :
05. Pekerjaan :
101
b. SPAL
c. Kolam/sawah
d. Sungai/laut
e. Lubang tanah
f. Lainnya
102
Lampiran Hasil Olahan Penelitian SPSS
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak bekerja 4 5,1 5,1 5,1
Wiraswasta 33 41,8 41,8 46,8
Petani 37 46,8 46,8 93,7
PNS/TNI/POLRI 5 6,3 6,3 100,0
Total 79 100,0 100,0
Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 8 10,1 10,1 10,1
SMP 19 24,1 24,1 34,2
SMA 38 48,1 48,1 82,3
Perguruan tinggi 14 17,7 17,7 100,0
Total 79 100,0 100,0
Pengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 18 22,8 22,8 22,8
Cukup 39 49,4 49,4 72,2
Kurang 22 27,8 27,8 100,0
Total 79 100,0 100,0
Sanitasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak baik 71 89,9 89,9 89,9
Baik 8 10,1 10,1 100,0
Total 79 100,0 100,0
103
Pola Makan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 43 54,4 54,4 54,4
Tidak baik 36 45,6 45,6 100,0
Total 79 100,0 100,0
Kejadian Stunting
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 32 40,5 40,5 40,5
Tinggi 47 59,5 59,5 100,0
Total 79 100,0 100,0
104
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 15,212a 2 ,000
Likelihood Ratio 16,342 2 ,000
Linear-by-Linear Association ,583 1 ,445
N of Valid Cases 79
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 7,29.
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4,395 a
1 ,036
Continuity Correction b
2,947 1 ,086
Likelihood Ratio 4,375 1 ,036
Fisher's Exact Test ,056 ,044
Linear-by-Linear Association 4,339 1 ,037
N of Valid Cases 79
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,24.
b. Computed only for a 2x2 table
105
Pendidikan * Kejadian Stunting Crosstabulation
Count
Kejadian Stunting
Rendah Tinggi Total
Pendidikan SD 6 16 22
SMP 8 20 28
SMA 13 7 20
Perguruan tinggi 5 4 9
Total 32 47 79
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2-
Value df sided)
Pearson Chi-Square 9,079a 3 ,028
Likelihood Ratio 9,104 3 ,028
Linear-by-Linear Association 6,064 1 ,014
N of Valid Cases 79
a. 1 cells (12,5%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 3,65.
106
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4,133a 1 ,042
Continuity Correction b
3,250 1 ,071
Likelihood Ratio 4,154 1 ,042
Fisher's Exact Test ,065 ,036
Linear-by-Linear Association 4,081 1 ,043
N of Valid Cases 79
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,58.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3,619 a
1 ,057
Continuity Correctionb 2,758 1 ,097
Likelihood Ratio 3,738 1 ,053
Fisher's Exact Test ,090 ,047
Linear-by-Linear Association 3,573 1 ,059
N of Valid Cases 79
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,94.
b. Computed only for a 2x2 table
107
108