Anda di halaman 1dari 7

SKRIPSI

GAMBARAN PERAN PENDAMPING


KELUARGA(PK) DALAM PENCEGAHAN STUNTING
PADA ANAK BALITA DI MASYARAKAT

Studi dilakukan di Desa Lebih, Kapubaten Gianyar, Provinsi Bali.

Oleh:

GUSTI AYU KETUT PUTRI WIDNYANI


213221222

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan sumber daya manusia merupakan salah satu upaya Indonesia
dalam membangun Indonesia Emas 2045, dimana adalah sebuah penerapan untuk
menyiapkan suatu generasi penerus bangsa Indonesia pada 100 tahun emas
Indonesia merdeka antara tahun 1945 sampai tahun 2045(Rustandi, 2020). Upaya
membangun generasi emas dilakukan melalui dengan peningkatan baik dari segi
pendidikan maupun kesehatan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dimulai
sejak proses tumbuh kembang janin, masa pertumbuhan anak hingga masa dewasa.
Pertumbuhan pada anak tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya
kecukupan gizi pada anak. Masalah gizi dapat mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangan serta kognitif anak. Saat ini, salah satu permasalahan global pada
anak-anak Indonesia adalah kekurangan gizi sehingga dapat menyebabkan balita
stunting.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh dan kembang pada anak yang
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dapat
terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia
dua tahun (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Status gizi yang
tergolong stunting didasarkan pada indeks PB/TU atau TB/U dimana dalam standar
antropometri penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada
ambang batas (Z-Score) < -2 SD sampai dengan -3 SD (pendek / stunted) dan < -3
SD (sangat pendek/ severaly stunted). (Rahmadhita, 2020)
Pada umumnya, masalah pertumbuhan pada balita sering diabaikan karena
masih dianggap normal apabila berat badan anak telah memenuhi standar. Namun,
dampak jangka pendek stunting adalah terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik serta gangguan metabolisme, seperti
diare, campak, saluran pernafasan, dan malaria. Sedangkan dampak jangka
panjangnya adalah menurunnya kemampuan perkembangan kognitif otak anak
kesulitan belajar, kekebalan tubuh lemah sehingga mudah sakit serta berisiko tinggi
munculnya penyakit metabolik. Bahkan ketika dewasa nanti akan memiliki tubuh
pendek, tingkat produktivitas yang rendah serta tidak memiliki daya saing di dalam
dunia kerja.
Menurut kerangka UNICEF tahun 1998, faktor langsung penyebab
masalah gizi adalah asupan makanan atau tingkat konsumsi zat gizi dan penyakit
infeksi. Kedua faktor ini saling berkaitan, kurangnya asupan makanan dapat
menyebabkan tubuh mudah terserang penyakit infeksi demikian juga juga
sebaliknya, penyakit infeksi dapat menurunkan asupan makanan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kurangnya asupan protein dapat berpengaruh
terhadap terjadinya masalah gizi kurang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Fitrah Ernawati mengenai gambaran konsumsi protein nabati dan hewani pada anak
balita didapatkan hasil bahwa pada anak balita stunting maupun gizi kurang, asupan
protein hewani terutama yang berasal dari susu dan hasil olahnya lebih rendah
dibandingkan anak balita dengan status gizi baik.(F. Ernawati et al., 2017)
Stunting juga berhubungan dengan faktor keturunan. Orang tua yang
pendek dapat menurunkan keturunan yang pendek. Adapun penyebab tidak
langsung stunting antara lain pengetahuan ibu tentang gizi, pola asuh orang tua,
tingkat pendapatan orang tua, dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. (A. Ernawati,
2020). Berdasarkan penelitian Syariefah H. W (2018) yang membahas mengenai
pengaruh edukasi terhadap tingkat pengetahuan dan upaya pencegahan stunting
pada balita didapatkan hasil bahwa edukasi berpengaruh terhadap pengetahuan dan
upaya pencegahan stunting pada anak (Waliulu, 2018).
Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting cukup
tinggi. Berdasarkan Riskesdas 2013, tercatat bahwa prevalansi stunting nasional
mencapai 37,2 persen. Masih tingginya angka stunting di Indonesia membuat
pemerintah merancang strategi untuk menurunkan angka stunting di Indonesia.
Menurut hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2019, prevalensi stunting
di Indonesia telah berhasil ditekan sebanyak kurang lebih sebesar 10 persen.
Dibuktikan dengan prevalensi stunting pada tahun 2017 yaitu hanya sebesar 27,7
persen (Buku Laporan Nasional SSGI 2020). Namun menurut WHO, prevalensi
balita stunting menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevelensinya 20 persen
atau lebih, ini berarti angka Indonesia masih lebih tinggi dari prevelensi yang
ditetapkan WHO. Prevalensi stunting yang ada di Indonesia juga masih lebih tinggi
dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara yang berpendapatan
menengah lainnya, seperti Vietnam (23 persen), Malaysia (17 persen), Thailand (16
persen), dan Singapura (4 persen) (Kemenkes RI, 2016).
Permasalahan stunting ini sangat serius mengingat anak sudah mengalami
gagal tumbuh yang akan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif yang secara
nasional akan berpengaruh terhadap daya saing bangsa. Menanggulangi hal
tersebut, Pemerintah Indonesia membuat strategi percepatan penurunan angka
stunting yaitu dengan program pendekatan keluarga melalui pendampingan
keluarga berisiko stunting. Pendampingan Keluarga adalah serangkaian kegiatan
yang meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi pemberiaan
bantuan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan akses informasi dan pelayanan
kepada keluarga dan/atau keluarga beresiko stunting.
Target/sasaran dari program ini, yakni calon pengantin (catin)/calon
Pasangan Usia Subur (PUS), ibu hamil dan menyusui sampai dengan pasca salin,
dan anak 0-59 bulan. Dalam pelaksanaan pendampingan keluarga berisiko stunting
diperlukan kolaborasi di tingkat lapangan yang terdiri dari Bidan, Kader Tim
Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga serta Kader Keluarga
Berencana untuk melaksanakan pendampingan keluarga berisiko stunting. Tim
pendamping bertugas membantu dalam proses percepatan penurunan stunting dari
hulu, terutama dalam pencegahan, mulai dari proses inkubasi hingga melakukan
tindakan pencegahan lain dari faktor langsung penyebab stunting. (panduan
pelaksanaan stunting). Tim Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting dibentuk
mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan. Untuk
kelancaran dalam pelaksaan pendampingan keluarga, tim memiliki panduan yang
dapat menjadi dasar dalam pelaksanaan pendampingan(BKKBN, 2021).
Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dinilai
berhasil dalam menurunkan angka stunting. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Provinsi Bali
sebesar 21.7%. Angka ini mengalami penurunan sebesar 10.9% dibandingkan
dengan Riskesdas tahun 2013 sebesar 32.6% (DPR RI, 2020). Walaupun tingkat
prevalensi stunting di Bali sudah menurun, namun angka prevalensi stunting di
Provinsi Bali masih lebih tinggi dari standar WHO. Di Kabupaten Gianyar status
gizi balita tahun 2018 dengan indikator balita gizi kurang BB/U 28 orang ( 8.3 % )
balita pendek TB/U 69 ( 20.5%) balita kurus BB/TB 18 orang (5.3 % ) dari hasil
penimbangan yang dilakukan di posyandu. Ada 10 (sepuluh) desa di Kabupaten
Gianyar yang memiliki angka stunting yang cukup tinggi. Desa-desa tersebut
adalah Desa Lebih, Sigaran, Lodtuduh, Singakerta, Sanding, Manukaya, Pupuan,
Taro, Kedisan dan Bresela (Ariyanti & Peratiwi, 2021).
Berdasarkan pemaparan diatas membuat penulis tertarik untuk membahas
mengenai peran pendamping keluarga untuk mencegah stunting pada anak. Oleh
karena itu penulis mengangkat judul yaitu “Gambaran Peran Pendamping
Keluarga(PK) dalam Pencegahan Stunting pada Anak Balita di Masyarakat”
dengan studi kasus pada Desa Lebih, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut “Bagaimanakah gambaran peran Pendamping Keluarga(PK) dalam
pencegahan stunting pada anak balita di masyarakat pada Desa Lebih, Kapubaten
Gianyar, Provinsi Bali.?”
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, K. S., & Peratiwi, N. M. I. (2021). Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang


Stunting Di Desa Lebih Kabupaten Gianyar Tahun 2020. Jurnal Medika
Usada, 4(1), 17–27. https://doi.org/10.54107/medikausada.v4i1.90
BKKBN. (2021). Panduan Pelaksanaan Pendampngan Keluarga dalam Upaya
Percepatan Penurunan Stunting di Tingkat Desa/Kelurahan. In Direktorat
Bina Penggerakan Lini Lapangan Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (Vol. 0, Issue 0).
DPR RI. (2020). Kunjungan Kerja Spesifik Komisi Vi Dpr Ri Ke Provinsi
Lampung. Kunjungan Kerja Spesifik Komisi Vi Ke Provinsi Lampung,
http://www(November), 1–25.
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2929/pandemi-covid-
19-stunting-masih-menjadi-tantangan-besar-bangsa
Ernawati, A. (2020). Gambaran Penyebab Balita Stunting di Desa Lokus Stunting
Kabupaten Pati. Jurnal Litbang: Media Informasi Penelitian, Pengembangan
Dan IPTEK, 16(2), 77–94. https://doi.org/10.33658/jl.v16i2.194
Ernawati, F., Prihatini, M., & Yuriestia, A. (2017). Gambaran Konsumsi Protein
Nabati Dan Hewani Pada Anak Balita Stunting Dan Gizi Kurang Di Indonesia
(the Profile of Vegetable - Animal Protein Consumption of Stunting and
Underweight Children Under Five Years Old in Indonesia). Penelitian Gizi
Dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research), 39(2), 95–102.
https://doi.org/10.22435/pgm.v39i2.6973.95-102
Kemenkes RI. (2016). Situasi Balita Pendek. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, ISSN 2442-(Hari anak Balita 8 April), 1–10.
Rahmadhita, K. (2020). Permasalahan Stunting dan Pencegahannya. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 225–229.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.253
Rustandi, D. (2020). Pendidikan Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045. DIKTI
Kemendikbud.
Waliulu, S. H. (2018). Pengaruh Edukasi Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan
Upaya Pencegahan Stunting Anak Usia Balita. Jurnal Penelitian Kesehatan
Suara Forikes, 9(4), 269–272.

Anda mungkin juga menyukai