OLEH
I GUSTI AGUNG KRISNA SWADISTANA
NIM: 2118011037
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah gizi merupakan suatu permasalahan yang masih sangat
mendominasi di masyarakat umum. Stunting merupakan kondisi yang
mana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika
dibandingkan dengan umur sebayanya ataupun rata-ratanya. Stunting
dapat dinilai. Berdasarkan indeks panjang badan menurut umur (PB/U)
atau indeks tinggi badan menurut umur (TB/U). Anak bisa dikatakan
pendek (stunting) jika indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau
tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2
SD dan dikategorikan sangat pendek (severly stunted) jika nilai z-score
kurang dari -3SD (Kemenkes RI, 2020).
Balita yang mengalami stunting memiliki risiko terjadinya
penurununan intelektual, produktivitas dan peningkatan risiko penyakit
degeneratif dimasa mendatang. Stunting juga meningkatkan risiko
terjadinya obesitas karena
orang dengan tubuh pendek memiliki berat badan ideal yang
rendah.
Kenaikan berat badan beberapa kilogram saja bisa menaikan
Indeks Massa
Tubuh (IMT) melebihi normal (Anugraheni, 2012). Selain itu anak
stunting
cenderung lebih rentan terhadap penyakit infeksi, sehingga berisiko
lebih
sering absen dan mengalami penurunan kualitas belajar di sekolah
(Yunitasari, 2012).
Hasil penelitian Alam MA, Richard SA, Fahim SM, Mahfud M, et
al (2020)
menunjukkan bahwa anak yang memiliki nilai z score untuk PB/U
lebih
rendah pada 2 tahun pertama kehidupan, memiliki hasil kognitif
yang lebih
buruk. Anak-anak yang mengalami stunting pada usia dini
memiliki skor
2
kognitif lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak mengalami
hambatan
pertumbuhan. Penelitian lain yang dilaksanakan oleh Picauly I dan
Toy SM
(2013) terhadap anak sekolah di Kupang dan Sumba Timur
menunjukkan
bahwa siswa dengan stunting lebih banyak memiliki prestasi
belajar yang
kurang, sementara siswa yang non stunting lebih banyak memiliki
prestasi
belajar yang baik. Dapat disimpulkan anak yang mengalami
stunting akan
mengalami hambatan pada proses berpikir dan memorinya sehinga
berdampak terhadap kurangnya prestasi belajar.
Stunting disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik
faktor
penyebab lansgung maupun tidak langsung dan akar masalah yang
ada di
masyarakat. Secara langsung dipengaruhi oleh jangkauan dan
kualitas
pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang memadai,
kurang baiknya
kondisi sanitasi lingkungan dan rendahnya ketahanan pangan di
tingkat
rumah tangga (Sulistiyani, 2011). Sebagai akar masalah di
masyarakat yaitu
rendahnya pendidikan, pengetahuan serta keterampilan (Jayanti,
2015).
Pencegahan stunting dipengaruhi 3 poin penting dan mendasar
yaitu: pola
asuh yang baik, perbaikan pola makan dan peningkatan sanitasi
dan air bersih
(P2PTM Kemenkes RI, 2018). Pola asuh yang salah dan kurang
memadai
menjadi salah satu penyebab terjadinya masalah gizi khususnya
kurang gizi.
Kurang gizi juga disebabkan oleh kemiskinan, keadaan sosial
ekonomi
rendah, ketersediaan makanan yang kurang, daya beli yang rendah,
sering
mengalami sakit, kurang perawatan dan kebersihan, serta kebiasaan
atau pola
asuh orang tua dalam praktik pemberian makan yang kurang tepat
(Amalia &
Mardiana, 2016).
Karakteristik ibu mempengaruhi pola asuh dalam praktek
pemberian makan,
pemanfaatan pelayanan kesehatan dan hiegene dan berdampak
terhadap status
gizi anak., semakin tinggi pendidikan ibu akan menambah pola
pikir ibu
tentang pola pemberian makan keluarga maupun pola pengasuhan
anak
(Mustamin dkk, 2018). Beberapa studi menunjukkan adanya
hubungan antara
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Kekurangan gizi pada
usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan
penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat
dewasa (Millenium Challengga Account Indonesia, 2013). Stunting terjadi
mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia
dua tahun. Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus
karena dapat menghambat perkembangan fisik dan mental anak.
Stunting berkaitan dengan peningkatan risiko kesakitan dan kematian
serta terhambatnya pertumbuhan kemampuan motorik dan mental juga
memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual,
produktivitas, dan peningkatan risiko penyakit degeneratif. Anak stunting
juga cenderung lebih rentan terhadap penyakit infeksi, sehingga berisiko
mengalami penurunan kualitas belajar di sekolah dan berisiko lebih
sering absen, sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka
panjang bagi Indonesia (Kartikawati, 2011 dalam Indrawati, 2016).
Prevalensi stunting pada balita berdasarkan hasil Riskesdas pada tahun
2013 prevalensi stunting sebanyak 37,2% dan pada tahun 2018
prevalensi ini menurun secara nasional menjadi 30,8% (Kemenkes,
2018b). Berdasarkan prevalensi stunting tersebut, kejadian stunting di
Indonesia masih menjadi masalah karena prevalensi nasional masih
diatas toleransi yang ditetapkan WHO yang hanya 20% (Kemenkes,
2016). Riskesdas tahun 2018, Provinsi Sulawesi Barat menduduki
peringkat kedua angka stunting tertinggi secara nasional sekitar 40%.
Kota Mamasa menduduki urutan kedua se-Sulawesi Barat dan
Kecamatan Buntu Malangka menduduki angka kejadian stunting
paling tinggi di Kota Mamasa sebesar 49,2%. Menurut Unicef
Framework faktor penyebab stunting pada balita salah satunya yaitu
asupan makanan yang tidak seimbang. Asupan makanan yang tidak
seimbang termasuk dalam pemberian ASI eksklusif yang tidak diberikan
selama 6 bulan (Wiyogowati, 2012 dalam Fitri, 2018). ASI (Air Susu
Ibu) adalah air susu yang dihasilkan oleh ibu dan mengandung zat
gizi yang diperlukan oleh bayi untuk kebutuhan dan perkembangan bayi.
Bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu
formula, air jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan
padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim,
selama 6 bulan (Mufdlilah, 2017). Manfaat ASI eksklusif bagi bayi
antara lain sebagai nutrisi lengkap, meningkatkan daya tubuh,
meningkatkan kecerdasan mental dan emosional yang stabil serta
spiritual yang matang diikuti perkembangan sosial yang baik, mudah
dicerna dan diserap, memiliki
450 Sr. Anita Sampe, SJMJ, etal, 2020, Relationship between
Exclusive Breastfeeding and Stunting in Toddlers, jiksh Vol.11 No. 1
Juni 2020 komposisi lemak, karbohidrat, kalori, protein dan vitamin,
perlindungan penyakit infeksi, perlindungan alergi karena didalam ASI
mengandung antibodi, memberikan rangsang intelegensi dan saraf,
meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal (Mufdlilah, 2017)
Penelitian ini menggunakan pendekatan case control study
yang merupakan penelitian yang membandingkan kelompok kasus dan
kelompok kontrol untuk mengetahui proporsi kejadian berdasarkan
riwayat ada tidaknya paparan disebut juga penelitian retrospektif untuk
melihat hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting
pada balita. Tempat penelitian adalah di Kecamatan Buntu Malangka
Kabupaten Mamasa, pada bulan Desember 2019-Februari 2020. Populasi
dalam penelitian ini dipilih dari 7 desa prioritas stunting di Kecamatan
Buntu Malangka Kabupaten Mamasa. Peneliti mengambil 3 desa secara
acak yaitu Desa Penatangan, Ranteberang, dan Kebanga. Populasi dalam
penelitian ini semua balita di Desa Penatangan, Ranteberang, dan
Kebanga yang berjumlah 219 balita. Data diperoleh dengan
melakukan pengukuran TB terhadap anak menggunakan microtoise dan
pengisian kuesioner terhadap ibu. Hasil pengukuran TB selanjutnya diolah
untuk mendapatkan data status gizi anak dengan menggunakan standar
perhitungan z-
451 Sr. Anita Sampe, SJMJ, etal, 2020, Relationship between
Exclusive Breastfeeding and Stunting in Toddlers, jiksh Vol.11 No. 1
Juni 2020 score tinggi badan menurut umur (TB/U) menggunakan tabel
antropometri SK Kemenkes, 2010. Data mengenai riwayat pemberian ASI
eksklusif diperoleh melalui kuesioner yang diisi oleh ibu balita. Data
dianalisis dengan analisis univariat untuk memperoleh gambaran
distribusi frekuensi, analisis bivariat menggunakan uji chi square
untuk memperoleh hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
stunting pada balita dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Selanjutnya
dilakukan uji Odds Ratio (OR) untuk menentukan seberapa besar
hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Peneliti
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Tidur
2.1.1.1 Pendahuluan Tidur
Tidur adalah keadaan fisiologis yang terjadi saat seseorang tidak
terjaga dan tidak aktif secara fisik atau mental. Tidur merupakan
proses yang penting bagi kesehatan seseorang karena dapat membantu
menjaga kesehatan fisik dan mental, meningkatkan produktivitas, dan
menjaga kestabilan emosi. Tidur terdiri dari beberapa tahap, di
antaranya adalah tahap tidur lelap, tahap tidur REM (Rapid Eye
Movement), dan tahap tidur tidak REM. Tahap tidur lelap merupakan
tahap pertama saat seseorang mulai tertidur, tahap tidur REM
merupakan tahap tidur yang terjadi setelah tahap tidur lelap dan
biasanya terjadi sekitar setengah jam pertama saat seseorang tertidur,
sedangkan tahap tidur tidak REM merupakan tahap tidur yang terjadi
setelah tahap tidur REM. (Rahma Reza, R. et al, 2019)
Kualitas tidur mengacu pada kualitas tidur seseorang secara
keseluruhan. Ini adalah ukuran seberapa baik seseorang dapat tertidur,
tetap tertidur, dan mencapai tidur yang nyenyak dan nyenyak. Kualitas
tidur yang baik sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik,
kesejahteraan mental, dan kualitas hidup secara keseluruhan. Faktor
yang dapat mempengaruhi kualitas tidur meliputi gangguan tidur,
kebiasaan gaya hidup (seperti konsumsi kafein atau alkohol), dan
faktor lingkungan (seperti tingkat kebisingan atau cahaya di kamar
tidur). Meningkatkan kualitas tidur mungkin melibatkan mengatasi
gangguan tidur yang mendasarinya, membuat perubahan gaya hidup
untuk mendorong kebiasaan tidur yang lebih baik, dan menciptakan
lingkungan tidur yang kondusif. Tidur memengaruhi kualitas hidup
dan kesehatan, yang juga dianggap sebagai variabel penting. Merasa
energik dan bugar setelah tidur digambarkan sebagai kualitas tidur.
Kualitas tidur yang rendah menjadi indikator banyak penyakit medis.
Kualitas
tidur merupakan konsep penting dalam praktik klinik dan penelitian
terkait tentang tidur. (Yilmaz, D et al, 2017)
Kualitas tidur dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya
adalah ritme sirkadian, lingkungan tidur, gaya hidup, dan kondisi
kesehatan.
b. Peran Vaskulatur
d. Peran Endokrin
f. Peran Genetik
a. Hipertensi Esensial
b. Hipertensi Sekunder
c. Faktor Resiko
1) Anamnesis
Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala
apapun. Pada kasus hipertensi esensial, hipertensi bersifat idiopatik
atau tidak terdapat penyebab dasar yang bisa diidentifikasi. Pada kasus
hipertensi sekunder, dokter perlu mengidentifikasi keluhan-keluhan
untuk mengetahui penyebab hipertensi, misalnya penyakit ginjal
kronik atau hipertiroid.
Gejala
Faktor Resiko
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik utama yang dilakukan adalah pemeriksaan
tekanan darah. Selain itu, dapat dilakukan pemeriksaan fisik yang
mengevaluasi target organ untuk mengetahui adanya penyebab
sekunder atau kemungkinan komplikasi
Pengukuran Tekanan Darah
3) Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan pada pasien
dengan hipetensi sekunder adalah hiperaldosteronisme, koarktasio
aorta, stenosis arteri renal, dan penyakit gunjal kronis.
Hipersldosteronisme
Koarktasio Aorta
Jenis Hipertensi
4) Pemeriksaan Penunjang
2.1.2.6 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan tekanan
darah, mencegah perkembangan penyakit kardiovaskuler, menurunkan
mortalitas, serta menjaga kualitas hidup pasien. Penatalaksanaan
mencakup modifikasi gaya hidup dan pemberian medikamentosa.
Modifikasi Diet
Aktivitas Fisik
2) Medikamentosa
Terapi medikamentosa perlu segera dimulai pada hipertensi derajat
1 dengan risiko tinggi maupun dengan riwayat penyakit komorbid
seperti stroke, penyakit ginjal kronik, diabetes mellitus, dan
hypertension-mediated organ damage dan. Farmakoterapi juga
dilakukan pada setiap kasus hipertensi derajat 2.
Pada hipertensi derajat 1 dengan risiko rendah-sedang dan tanpa
disertai komorbiditas, terapi medikamentosa dimulai setelah 3–6 bulan
modifikasi gaya hidup tidak menyebabkan tekanan darah terkontrol.
Target reduksi tekanan darah setidaknya 20/10 mmHg dalam 3 bulan,
tetapi sebaiknya hingga <140/90 mmHg. Bila memungkinkan, target
tekanan darah dilakukan berdasarkan usia, yaitu:
<65 tahun : Target tekanan darah <130/80 mmHg bila dapat
ditoleransi
≥65 tahun: Target tekanan darah <140/90 mmHg bila dapat
ditoleransi
Kualitas
Tidur
Hipertensi
Genetik Umur
METODE PENELITIAN
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah subjek atau objek yang dipilih dari populasi
penelitian untuk dijadikan objek penelitian. Sampel harus dipilih dengan
cermat untuk memastikan bahwa hasil penelitian dapat diterapkan pada
populasi yang lebih luas. Ada beberapa cara untuk memilih sampel,
termasuk menggunakan teknik random sampling, yaitu dengan mengambil
sampel secara acak dari populasi penelitian, atau menggunakan teknik
sampling terstruktur, yaitu dengan memilih sampel sesuai dengan
karakteristik tertentu dari populasi penelitian. Ukuran sampel juga harus
dipertimbangkan, karena semakin besar sampel yang diambil, semakin
tinggi kemungkinan bahwa hasil penelitian akan dapat diterapkan pada
populasi yang lebih luas. Namun, mengambil sampel yang terlalu besar
juga dapat memakan waktu dan biaya yang lebih banyak. Penentuan
sampel akan dilakukan secara total sampling sehingga berjumlah kurang
lebih 100 orang.
a) Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah kualitas tidur pada pasien
penderita hipertensi.
b) Variabel terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah hipertensi.
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang menjelaskan secara
spesifik bagaimana suatu konsep atau variabel akan diukur atau
diobservasi dalam penelitian. Definisi operasional bertujuan untuk
membuat konsep atau variabel yang diuji dapat diobservasi secara
konsisten dan diukur dengan tepat.
Tabel 3.1
Definisi
Operasional
Jordan, J., Kurschat, C., & Reuter, H. (2018). Arterial Hypertension. Deutsches
Arzteblatt international, 115(33-34), 557–568.
https://doi.org/10.3238/arztebl.2018.0557
Lo, K., Woo, B., Martin, B. N., & Wilson, W. (2018). Subjective sleep quality ,
blood pressure , and hypertension : a meta- analysis. November 2017, 592–
605. https://doi.org/10.1111/jch.13220
Mills, K. T., Stefanescu, A., & He, J. (2020). The global epidemiology of
hypertension. Nature reviews. Nephrology, 16(4), 223–237.
https://doi.org/10.1038/s41581-019-0244-2
Oparil, S., Acelajado, M. C., Bakris, G. L., Berlowitz, D. R., Cífková, R.,
Dominiczak, A. F., Grassi, G., Jordan, J., Poulter, N. R., Rodgers, A., &
Whelton, P. K. (2019). HHS Public Access. Hypertension. Nature Reviews
Disease Primers, 22(4), 1–48.
https://doi.org/10.1038/nrdp.2018.14.Hypertension
Oparil, S., Acelajado, M. C., Bakris, G. L., Berlowitz, D. R., Cífková, R.,
Dominiczak, A. F., Grassi, G., Jordan, J., Poulter, N. R., Rodgers, A., &
Whelton, P. K. (2018). Hypertension. Nature reviews. Disease primers, 4,
18014. https://doi.org/10.1038/nrdp.2018.14
Pinto, I. C., Martins, D. (2017). Prevalence and risk factors of arterial
hypertension: A literature review. Journal of Cardiovascular Medicine and
Therapeutics. 2017; 1(2):1-7
Rahma Reza, R., Berawi, K., Karima, N., 38; Budiarto, A. (n.d.). Fungsi Tidur
dalam Manajemen Kesehatan Sleep Function in Health Management
Singh, S., Shankar, R., & Singh, G. P. (2017). Prevalence and Associated Risk
Factors of Hypertension: A Cross-Sectional Study in Urban Varanasi.
International Journal of Hypertension,
2017.
https://doi.org/10.1155/2017/5491838
Singh, S., Shankar, R., & Singh, G. P. (2017). Prevalence and Associated Risk
Factors of Hypertension: A Cross-Sectional Study in Urban Varanasi.
International journal of hypertension, 2017, 5491838.
https://doi.org/10.1155/2017/5491838
Unger, T., Borghi, C., Charchar, F., Khan, N. A., Poulter, N. R., Prabhakaran, D.,
Ramirez, A., Schlaich, M., Stergiou, G. S., Tomaszewski, M., Wainford, R.
D., Williams, B., & Schutte, A. E. (2020). 2020 International Society of
Hypertension Global Hypertension Practice Guidelines. Hypertension
(Dallas, Tex. : 1979), 75(6), 1334–
1357.
https://doi.org/10.1161/HYPERTENSIONAHA.120.15026
Weber, M. A., Schiffrin, E. L., White, W. B., Mann, S., Lindholm, L. H., Kenerson,
J. G., Flack, J. M., Carter, B. L., Materson, B. J., Ram, C. V., Cohen, D. L.,
Cadet, J. C., Jean-Charles, R. R., Taler, S., Kountz, D., Townsend, R. R.,
Chalmers, J., Ramirez, A. J., Bakris, G. L., Wang, J., … Harrap, S. B.
(2014). Clinical practice guidelines for the management of hypertension in
the community: a statement by the American Society of Hypertension and
the International Society of Hypertension. Journal of clinical hypertension
(Greenwich, Conn.), 16(1), 14–26. https://doi.org/10.1111/jch.12237
Whelton, P. K., Carey, R. M., Aronow, W. S., Casey, D. E., Jr, Collins, K. J.,
Dennison Himmelfarb, C., DePalma, S. M., Gidding, S., Jamerson, K. A.,
Jones, D. W., MacLaughlin, E. J., Muntner, P., Ovbiagele, B., Smith, S. C.,
Jr, Spencer, C. C., Stafford, R. S., Taler, S. J., Thomas, R. J., Williams, K.
A., Sr, Williamson, J. D., … Wright, J. T., Jr (2018). 2017
ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA
Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation, and Management of
High Blood Pressure in Adults: Executive Summary: A Report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on
Clinical Practice Guidelines. Hypertension (Dallas, Tex. : 1979), 71(6),
1269–1324. https://doi.org/10.1161/HYP.0000000000000066
Williams, B., Mancia, G., Spiering, W., Agabiti Rosei, E., Azizi, M., Burnier, M.,
Clement, D. L., Coca, A., de Simone, G., Dominiczak, A., Kahan, T.,
Mahfoud, F., Redon, J., Ruilope, L., Zanchetti, A., Kerins, M., Kjeldsen, S.
E., Kreutz, R., Laurent, S., Lip, G. Y. H., … Authors/Task Force Members:
(2018). 2018 ESC/ESH Guidelines for the management of arterial
hypertension: The Task Force for the management of arterial hypertension of
the European Society of Cardiology and the European Society of
Hypertension: The Task Force for the management of arterial hypertension
of the European Society of Cardiology and the European Society of
Hypertension. Journal of hypertension, 36(10), 1953–2041.
https://doi.org/10.1097/HJH.0000000000001940
Zhou, B., Carrillo-Larco, R. M., Danaei, G., Riley, L. M., Paciorek, C. J., Stevens,
G. A., Gregg, E. W., Bennett, J. E., Solomon, B., Singleton, R. K., Sophiea,
M. K., Iurilli, M. L. C., Lhoste, V. P. F., Cowan, M. J., Savin, S., Woodward,
M., Balanova, Y., Cifkova, R., Damasceno, A., … Zuñiga Cisneros, J.
(2021). Worldwide trends in hypertension prevalence and progress in
treatment and control from 1990 to 2019: a pooled analysis of 1201
population- representative studies with 104 million participants. The Lancet,
398(10304), 957–980. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(21)01330-1
LAMPIRAN
Lampiran 01. Jadwal Kegiatan
3 Seminar Proposal
KUESIONER KUALITAS
TIDUR
Pittsburgh Sleep Quality
Index (PSQI)
6 Selama sebulan
terakhir, seberapa
sering anda
menggunakan obat
tidur
7 Selama sebulan
terakhir,seberapa
sering anda
mengantuk ketika
melakukan aktivitas
di siang hari
Tidak Kecil Sedang Besar
Antusias
8 Selama satu bulan
terakhir, berapa
banyak masalah yang
anda dapatkan dan
seberapa antusias
anda selesaikan
permasalahan
tersebut?
Sangat Baik Cukup Cukup Sangat
(0) Baik (1) buruk (2) Buruk
(3)
9. Selama bulan
terakhir, bagaiman
anda menilai
kepuasan tidur anda?
Kisi - Kisi Kuesioner PSQI
Sistem Penilaian
No Komponen No.Item
Jawaban Nilai Skor
1 Kualitas Tidur Subyektif Sangat Baik 0
Baik 1
9
Kurang 2
Sangat kurang 3
2 Latensi Tidur ≤15 menit 0
16-30 menit 1
2
31-60 menit 2
>60 menit 3
Tidak Pernah 0
1x Seminggu 1
5a 2x Seminggu 2
>3x Seminggu 3
Skor Latensi Tidur 0 0
1-2 1
2+5a
3-4 2
5-6 3
3 Durasi Tidur > 7 jam 0
6-7 jam 1
4
5-6 jam 2
< 5jam 3
4 Efisiensi Tidur > 85% 0
Rumus : 75-84% 1
Durasi Tidur : lama di 65-74% 2
tempat tidur) X 100% <65% 3
1, 3, 4
*Durasi Tidur (no.4)
*Lama Tidur (kalkulasi
respon no.1 dan 3)
- Baik : ≤5
- Buruk : >5
Lampiran 03. Informed Consent
Setelah mendapatkan penjelasan dari penulis, saya yang bertanda tangan dibawah
ini:
Nama Responden :
*No. Responden :
Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Singaraja, / /2023
Mengetahui,
Responden
( )