Anda di halaman 1dari 13

Volume 7, Nomor 2, Agustus 2022 Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika M.

W4

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN STUNTING


PADA BALITA USIA 24 – 60 BULAN
Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika Minata Wathan4
Program Studi S1 Kebidanan, Fakultas Kebidanan Dan Keperawatan,
Universitas Kader Bangsa Palembang1,2,3,4
rahmifachrudi@gmail.com1
hj.sitiaisyahhamid@yahoo.com2
helnianggraini589@gmail.com3
fikafkunsri07@gmail.com4

DOI: https://doi.org/10.36729
ABSTRAK
Latar Belakang: Stunting pada anak merupakan dampak dari defisiensi nutrien selama 1000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK). Hal ini menimbulkan gangguan perkembangan fisik anak yang irreversible, sehingga
menyebabkan penurunan kemampuan kognitif dan motorik serta penurunan performa kerja. Berat badan lahir,
status pemberian ASI eksklusif dan status imunisasi merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaru
hiprevalensi stunting. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan berat badan lahir, status pemberian ASI eksklusif
dan status imunisasi dengan kejadian stunting pada balita usia 24-60 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Penyandingan Kecamatan Sosoh Buay Rayap Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2022. Metode: Penelitian
ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Penyandingan Kecamatan Sosoh Buay Rayap Kabupaten Ogan
Komering Ulu Tahun pada bulan Januari 2022. Populasinya yaitu seluruh ibu yang memiliki balita usia 24 -60
bulan. Penelitian ini menggunakan metode observasi yang bersifat studi analitik dengan pendekatan case-control.
Pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive samplingdengan jumlah 158 responden. Instrumen
penelitian ini menggunakan kuesioner dan microtoise/pita meteran. Hasil: Analisis bivariat menggunakan uji
chi-square pada variabel berat badan lahir didapatkan p-value=1,000, status ASI Eksklusif p-value=0,728 dan
status imunisasi didapatkan p-value=0,327. Tidak ada hubungan antara berat badan lahir, status pemberian ASI
eksklusif dan status imunisasi dengan kejadian stunting pada balita usia 24-60 bulan di Puskesmas Penyandingan
Kecamatan Sosoh Buay Rayap Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2022. Saran: Semua pihak terkait agar
berkolaborasi menerapkan kebijakan untuk mengurangi risiko stunting agar masyarakat mendapatkan pendidikan
yang berkualitas, dan dapat memberikan asupan nutrien yang seimbang dan meningkatkan derajat kesehatan
anak.

Kata Kunci: Stunting, Berat Badan Lahir, ASI Eksklusif, Imunisasi, Balita

ABSTRACT
Background: Stunting in children is the impact of nutrient deficiency during the first 1000 days of life. This
causes irreversible physical development disorders of children, resulting in a decrease in cognitive and motor
abilities as well as a decrease in work performance. Birth weight, exclusive breastfeeding status and
immunization status are several factors that can affect the prevalence of stunting. Objective: To determine the
relationships of birth weight, exclusive breastfeeding status and immunization status towards the incidence of
stunting in toddlers aged 24-60 months in the working area of Penyanding Public Health Center, District of
Sosoh Buay Rayap, Ogan Komering Ulu Regency in 2022. Method: This research was conducted in the work
area of the Pairing Health Center, Sosoh Buay Termite District, Ogan Komering Ulu Tahun Regency in January
2022. The population is all mothers who have toddlers aged 24-60 months. This was analytical observational
study with a case control approach. This study used consecutive sampling technique, with a total sample of 158
respondents. The research instruments were a questionnaire and a microtoise/meter tape. Results: The results of
bivariate analysis by using the chi-square test showed that the p-value of birth weight variable was 1,000, the p-
value of exclusive breastfeeding status was 0,728 and the p-value of immunization status was 0,327. There was
no significant relationship of birth weight, exclusive breastfeeding status and immunization status towards the
incidence of stunting in toddlers aged 24-60 months at Penyanding Public Health Center, District of Sosoh Buay
Rayap, Ogan Komering Ulu Regency in 2022. Suggestion: All relevant parties must collaborate to implement
policies to reduce the risk of stunting so that the community gets quality education, and can provide balanced
nutrition intake and improve children's health.

Keywords: Stunting, birth weight, exclusive breastfeeding, immunization, toddler

Jurnal ‘Aisyiyah Medika 11


Volume 7, Nomor 2, Agustus 2022 Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika M. W4

PENDAHULUAN bahwa Prevalensi stunting di Kabupaten


Kejadian balita pendek atau biasa Ogan Komering Ulu (OKU) sebesar
disebut dengan stunting merupakan salah 33,2%. Berdasarkan riset Studi Status Gizi
satu masalah gizi yang dialami oleh balita Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019
di dunia saat ini termasuk di Indonesia. prevalensi stunting di Kabupaten OKU
Menurut World Health Organization sebesar 27,97persen, tahun 2020 sebesar
(WHO) tahun 2017, terdapat 22,2 persen 3,57 persen dan tahun 2021 adalah sebesar
atau sekitar 150,8 juta balita di dunia 4 persen.
mengalami stunting. Lebih dari setengah Keadaan pendek (stunting) menurut
balita yang mengalami stunting tersebut Keputusan Menteri Kesehatan Republik
berada di Benua Asia yaitu 55 persendan Indonesia Nomor 1995/ MENKES/ SK/
lebih dari sepertiga berada di Benua Afrika XII/ 2010 tentang standar antropometri
yaitu 39persen. Dari 83,6 juta balita penilaian status gizi anak adalah suatu
stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal keadaan dimana hasil pengukuran Panjang
dari Asia Selatan (58,7persen) dan proporsi Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi
paling sedikit di Asia Tengah (0,9persen). Badan menurut Umur (TB/U) berada di
Sedangkan Indonesia menempati peringkat antara -3 Standar Deviasi (SD) sampai
ketiga dengan prevalensi tertinggi di dengan kurang dari -2 SD. Sangat pendek
regional Asia Tenggara/South-East Asia (severe stunting) adalah keadaan dimana
Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi hasil pengukuran PB/U atau TB/U di
balita stunting di Indonesia tahun 2005 - bawah -3 SD (Kemenkes RI, 2015) .
2017 adalah 36,4persen (Kemenkes RI, Masalah kurang gizi dan stunting
2018). merupakan dua masalah gizi yang belum
Data Riset Kesehatan Dasar dapat diselesaikan. Terdapat beberapa
(Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan program pemerintah dalam menyelesaikan
prevalensi stunting dalam lingkup nasional masalah kurang gizi dan stunting.
sebesar 30,8persen, terdiri dari prevalensi Perbaikan gizi dan penurunan angka
pendek sebesar 18,0persen dan sangat prevalensi stunting pada anak bawah dua
pendek sebesar 19,2%. Stunting dianggap tahun (baduta) dari 37,2 persen pada tahun
sebagai masalah kesehatan masyarakat 2013menjadi 30,8 persen pada tahun 2018
yang berat bilaprevalensi stunting berada menjadi salah satu prioritas pembangunan
pada rentang 30-39%. Prevalensi stunting nasional seperti yang tercantum pada
di Provinsi Sumatera Selatan adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah
sebesar 31,7persen, dimana diketahui Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019.

Jurnal ‘Aisyiyah Medika 12


Volume 7, Nomor 2, Agustus 2022 Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika M. W4

Penurunan prevalensi kejadian balita faktor tidak langsung meliputi pemberian


pendek (stunting) juga merupakan salah ASI Eksklusif, jenis kelamin balita, tinggi
satu prioritas pembangunan kesehatan pada badan ibu,tingkat pendidikan ibu dan status
periode 2015 – 2019 (Kemenkes RI, 2015) ekonomi (Sativa dan Amelia, 2020).
Masalah kurang gizi dan stunting Menurut WHO (2013), beberapa
juga merupakan dua masalah yang saling faktor penyebab terjadinya kejadian
berhubungan. Stunting pada anak stunting pada anak ada empat kategori
merupakan dampak dari defisiensi nutrien besar, yaitu pertama rumah tanggadan
selama 1000 Hari Pertama Kehidupan keluarga, kedua kurangnya makanan
(HPK). Hal ini menimbulkan gangguan tambahan atau komplementer, ketiga
perkembangan fisik anak yang irreversible, pemberian ASI, dan keempat faktor
sehingga menyebabkan penurunan infeksi. Faktor dalam rumah tangga dan
kemampuan kognitif dan motorik serta keluarga diantaranya tinggi badan ibu yang
penurunan performa kerja. Anak stunting rendah dan Intra Uterine Growth
memiliki rata-rata skor Intelligence Retardation (IUGR) yang dapat
Quotient (IQ) sebelas poin lebih rendah menyebabkan kejadian BBLR karena
dibandingkan rerata skor IQ pada anak adanya gangguan aliran darah pada rahim
normal. Gangguan tumbuh kembang pada dan gangguan pertumbuhan uterus,
anak akibat kekurangan gizi bila tidak plasenta dan janin pada ibu hamil yang
mendapatkan intervensi sejak dini maka pendek atau terbatas sehingga bayiterlahir
akan berlanjut sampai dewasa (Kemenkes dengan berat badan rendah (Hanum, 2019).
RI, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh
Stunting pada balita perlu Apriyanti dan Syahasti (2019)
mendapatkan perhatian khusus karena menunjukkan hasil uji statistik chi-square,
dapat menyebabkan terhambatnya diperoleh p-value = 0,004 < 0,05.
pertumbuhan fisik, perkembangan mental, Prevalensi stunting pada anak dengan BBL
dan status kesehatan pada anak. < 2500 gram cenderung lebih banyak
(Kemenkes RI, 2015). Menurut United dibandingkan dengan anak yang lahir
Nations International Children’s normal dan lahir dengan BB > 4000 gram.
Emergency Fund (UNICEF) pertumbuhan Persentase stunting pada anak dengan BBL
pada balita dapat dipengaruhi oleh faktor < 2500 gram adalah sebesar 43,3%, BBL
langsung diantaranya adalah asupan energi, 2500-3999 gram sebesar 33,0% dan BBL >
asupan protein, BBLR, dankeadaan 4000 gram adalah sebesar 28,1%
kesehatan seperti penyakit infeksi dan (Kemenkes RI, 2015).

Jurnal ‘Aisyiyah Medika 13


Volume 7, Nomor 2, Agustus 2022 Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika M. W4

Menurut penelitian Nova dan dengan kejadian stunting pada batita usia
Afriyanti (2018) di Puskesmas Lubuk 24-36 bulan di Desa Watugajah,
Buaya Kota Padang, pada kelompok balita Kabupaten Gunung Kidul.
umur 24-59 bulan terdapat sebesar 60% Penelitian yang dilakukan di
diantaranya memiliki berat badan lahir Wilayah Tambang Poboya Kota Palu juga
rendah. Kejadian stunting pada balita usia menunjukkan hasil bahwa status imunisasi
24-59 bulan dengan berat badan lahir yang tidak lengkap yaitu 52,4% pada
memiliki hubungan yang signifikan kelompok kasus dan 22,2% pada kelompok
(p=0,002). Begitupun dengan penelitian kontrol ada hubungan dengan kejadian
Setiawan (2018) di wilayah kerja stunting dimana nilai OR=3,850 (CI 95%
Puskesmas Andalas Kecamatan Padang 1,358-10,916), yang artinya bahwa anak
Timur Kota Padang menunjukkan bahwa yang tidak mendapatkan imunisasi dasar
Berat Badan Lahir (BBL) anak memiliki lengkap beresiko 3,850 kali lebih besar
hubungan yang bermakna dengan kejadian untuk menderita stunting dibandingkan
stunting pada balita usia 24-59 bulan dengan balita yang mendapatkan imunisasi
(p=0,016). dasar lengkap (Agustia et al, 2018).
Menurut Pusat Data dan Informasi Berdasarkan penelitian Juwita dkk
(Pusdatin) tahun 2018 gagalnya pemberian (2019) di Kabupaten Pidie menunjukkan
ASI eksklusif menjadi salah satu faktor bahwa anak dengan riwayat imunisasi
terjadinya stunting. Secara nasional, dasar lengkap cenderung tidak mengalami
cakupan pemberian ASI eksklusif pada stunting yaitu sejumlah 31 balita (35,2%),
tahun 2017 adalah 61,33%, cakupan di sedangkan anak dengan riwayat imunisasi
Provinsi Sumatera Selatan masih dibawah dasar tidak lengkap, cenderung mengalami
rata-rata yaitu 60,36%. Menurut penelitian stunting yaitu sejumlah 34 balita (38,6%).
Handayani dkk (2019), balita yang Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh
diberikan ASI eksklusif cenderung tidak nilai p<0,05 (p-value=0,000) yang
mengalami stunting dengan kata lain membuktikan bahwa terdapat hubungan
semakin baik pemberian ASI secara yang signifikan antara kelengkapan
eksklusif pada anak usia 0-24 bulan maka imunisasi dasar dengan kejadian stunting
semakin baik pula pertumbuhan pada anak pada balita di Kabupaten Pidie.
berdasarkan tinggi badan pada usia 24-36 Penelitian yang dilakukan oleh
bulan. Uji chi square menunjukkan nilai Swathma (2016) menunjukkan hasil bahwa
p=0,000 (p<0,05) dan nilai r=0,609 artinya balita dengan imunisasi dasar tidak
ada hubungan pemberian ASI eksklusif lengkap mempunyai resiko mengalami

Jurnal ‘Aisyiyah Medika 14


Volume 7, Nomor 2, Agustus 2022 Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika M. W4

stunting 6,004 kali lebih besar Wanita hamil berisiko mengalami


dibandingkan dengan balita dengan Kurang Energi Kronis (KEK) jika
imunisasi dasar lengkap (OR= 6,044; memiliki Lingkar Lengan Atas (LILA) <
95%CI= 2,295-15,916). Studi Kohor 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK berisiko
Tumbuh Kembang Anak Badan Penelitian melahirkan bayi BBLRyang jika tidak
dan Pengembangan Kesehatan segera ditangani dengan baik akan berisiko
(Balitbangkes) juga telah membuktikan mengalami stunting. Hasil uji statistik
bahwa faktor ibu selama masa kehamilan didapatkan nilai p=0,005 =(0,05), yang
dan sebelum hamil, ikut menentukan berarti bahwa ada hubungan antara status
panjang lahir bayi. Faktor penting yang gizi ibu selama kehamilan dengan kejadian
mempengaruhi tersebut berupa asupan stunting. Berdasarkan hasil analisis
makanan selama ibu hamil, baik kalori, diperoleh nilai OR=2,228, artinya status
protein maupun mikronutrien (Kemenkes gizi ibu selama kehamilannya mengalami
RI, 2015). KEK mempunyai risiko2,2 kali lebih besar
Anemia kehamilan merupakan terjadinya balita stunting dibandingkan
masalah kesehatan masyarakat yang sangat dengan status gizi ibu selama
besar di dunia terutama bagi wanita usia kehamilannya yang memiliki LILA normal
reproduksi (WUS). Anemia kehamilan (Alfarisi dkk. 2019).
sangat berisiko terhadap bayi yang akan Kabupaten OKU merupakan salah
dilahirkan dan akan menyebabkan stunting satu kabupaten di Provinsi Sumatera
pada balita, hal ini dikarenakan asupan gizi Selatan yang tengah menghadapi masalah
yang didapatkan tidak mencukupi. Analisis kesehatan masyarakat yang berat dalam
uji statistik dengan menggunakan uji chi kasus balita stunting. Menurut WHO,
square (p-value= 0,005 <0,05) dan OR masalah kesehatan masyarakat dapat
4,471 menunjukkan ada hubungan yang dianggap kronis bila prevalensi
signifikan riwayat anemia kehamilan stunting lebih dari 20%. Artinya, secara
dengan kejadian stunting pada balita di nasional masalah stunting di Indonesia
Desa Ketandan Dagangan Madiun. Ibu tergolong kronis, dan berdasarkan data-
hamil yang menderita anemia memiliki data tersebut maka kabupaten OKU
resiko 4 kali terjadinya anak mengalami ditetapkan menjadi Kabupaten Lokus
stunting dibandingkan dengan ibu yang Stunting pada tahun 2021 oleh Kementrian
tidak anemia (Savita dan Amelia, 2018). Kesehatan Republik Indonesia. Dengan
ditetapkannya Kabupaten OKU sebagai
Kabupaten Lokus Stunting Tahun 2021

Jurnal ‘Aisyiyah Medika 15


Volume 7, Nomor 2, Agustus 2022 Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika M. W4

maka Kabupaten OKU melakukan analisis badan lahir, status pemberian ASI eksklusif
situasi untuk mengetahui angka prevalensi dan status imunisasi, sedangkan variabel
stunting di Kabupaten OKU. dependen adalah kejadian stunting.
Berdasarkan analisis situasi Populasi dalam penelitian ini adalah
tersebut didapatlah bahwa ada 3 puskesmas seluruh ibu yang memiliki balita usia 24-60
diKabupaten OKU yang memiliki jumlah bulan di wilayah kerja Puskesmas
prevalensi stunting lebih tinggi dari Penyandingan Kecamatan Sososh Buay
puskesmas yang lain pada tahun 2020. Rayap Kabupaten Ogan Komering Ulu,
Adapun puskesmas-puskesmas tersebut berjumlah 736 orang dengan sampel
adalah Puskesmas Penyandingan sebanyak berjumlah 158 orang yang terbagi menjadi
56 orang (23,39%), Puskesmas 2 kelompok yaitu kelompok kasus (ibu
Pengandonan sebanyak 44 orang (22,48%), yang memiliki balita usia 24-60 bulan
dan Puskesmas Mendingin sebanyak 28 dengan stunting sebanyak 79 orang) dan
orang (20,12%). Per 31 Oktober 2021 kelompok kontrol (ibu yang memiliki
jumlah balita stunting di wilayah balita usia 24-60 bulandengan tinggi
Puskesmas Penyandingan berjumlah 129 normal sebanyak 79 orang).
orang (11%). Berdasarkan data-data di atas Penelitian ini dilakukan pada bulan
maka peneliti tertarik untuk meneliti Januari 2022 di UPTD Puskesmas
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyandingan Kecamatan Sosoh Buay
Kejadian Stunting di Wilayah Kerja Rayap Kabupaten OKU. Data dianalisis
Puskesmas Penyandingan Kecamatan dengan analisis univariat untuk
Sosoh Buay Rayap Kabupaten OKU Tahun menjelaskan karakteristik masingmasing
2022. variabel yang diteliti dengan menggunakan
distribusi frekuensi dalam ukuran
METODE PENELITIAN persentase, dan analisis bivariat untuk
Penelitian ini dilakukan dengan menilai hubungan antara variabel dependen
menggunakan metode observasi yang dengan variabel independen menggunakan
bersifat studi analitik dengan pendekatan uji statistik chi-square pada α = 0,05.
case-control. Penelitian kasus-kontrol Hubungan dikatakan bermakna apabila
adalah suatu penelitian analitik yang nilai p ≤ 0,05 dan tidak ada hubungan yang
menyangkut bagaimana faktor risiko bermakna apabila nilai p > 0,05 (Hastono,
dipelajari dengan menggunakan 2001).
pendekatan retrospektif. Variabel
independen dalam penelitian adalah berat

Jurnal ‘Aisyiyah Medika 16


Volume 7, Nomor 2, Agustus 2022 Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika M. W4

HASIL PENELITIAN Sosoh Buay Rayap Kabupaten Ogan


Analisis Univariat Komering UluTahun 2022, disajikan data
Berdasarkan hasil penelitian di sebagai berikut:
Puskesmas Penyandingan Kecamatan

Tabel 1.
Hasil Analisis Univariat
Kejadian Stunting
Variabel Independen Ya Tidak
n % n %
Berat Badan Lahir
 BBLR 7 8,9 6 7,6
 Normal 72 91,1 73 92,4
ASI Eksklusif
 Tidak 57 72,2 54 68,4
 Ya 22 27,8 25 31,6
Imunisasi
 Tidak Lengkap 7 8,9 3 3,8
 Lengkap 72 91,1 76 96,2
Jumlah 79 100 79 100

Berdasarkan tabel 1 diketahui ASI Eksklusif lebih banyak yaitu 57 orang


bahwa pada kelompok stunting jumlah (72,2%), sedangkan pada kelompok balita
balita yang tidak mengalami stunting stunting jumlah balita dengan imunisasi
dengan berat lahir normal sebanyak 73 lengkap lebih banyak yaitu 76 orang
orang (92,4%), pada kelompok balita (96,2%).
stunting jumlah balita yang tidak mendapat
Analisis Bivariat

Tabel 2.
Hubungan Berat Badan Lahir Balita dengan Kejadian Stunting
Kejadian Stunting
Berat Badan Lahir Ya Tidak
p - value OR CI
n % n %
BBLR 7 8,9 6 7,6
Normal 72 91,1 73 92,4 1,000 1,183 0,379– 3,691
Jumlah 79 100 79 100

Hasil analisis hubungan antara stunting dengan BBLR adalah sebanyak 7


berat badan lahir dengan kejadian stunting orang (8,9%) dan yang dengan berat badan
diketahui bahwa balita yang mengalami normal sebanyak 72 orang (91,1%),

Jurnal ‘Aisyiyah Medika 17


Volume 7, Nomor 2, Agustus 2022 Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika M. W4

sedangkan balita yang tidak mengalami uji statistik didapatkan p-value=1,000 yang
stunting dengan BBLR adalah sebanyak 6 berarti bahwa tidak ada hubungan antara
orang (7,6%) dan yang dengan berat badan berat badan lahir dengan kejadian stunting.
normal sebanyak 73 orang (92,4%). Hasil

Tabel 3.
Hubungan Status Pemberian ASI Eksklusif Balita dengan Kejadian Stunting
Kejadian Stunting
ASI Eksklusif Ya Tidak
p - value OR CI
n % n %
Tidak 57 72,2 54 68,4
Ya 22 27,8 25 31,6 0,728 1,199 0,606– 2,375
Jumlah 79 100 79 100

Hasil analisis hubungan antara Eksklusif sebanyak 25 orang (31,6%).


pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian Hasil uji statistik didapat p-value=0,728
stunting dapat diketahui bahwa balita yang yang berarti bahwa tidak ada hubungan
mengalami stunting yang tidak mendapat antara status pemberian ASI Eksklusif
ASI Eksklusif sebanyak 57 orang (72,2%) dengan kejadian stunting. Balita yang tidak
dan yang mendapat ASI Eksklusif mendapat ASI eksklusif berpeluang 1,199
sebanyak 22 orang (27,8%). Sedangkan kali (CI 95 % 0,606-2,375) akan menjadi
balita yang tidak mengalami stunting dan stunting dibanding balita yang mendapat
tidak mendapat ASI Eksklusif sebanyak 54 ASI Eksklusif.
orang (68,4%) dan yang mendapat ASI

Tabel 4.
Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Stunting
Kejadian Stunting
Imunusasi Ya Tidak
p - value OR CI
n % n %
Tidak Lengkap 7 8,9 3 3,8
Lengkap 72 91,1 76 96,2 0,327 2,463 0,613– 9,892
Jumlah 79 100 79 100

Hasil analisis hubungan antara status imunisasinya lengkap sebanyak 72


status imunisasi dengan kejadian stunting orang (91,1%), sedangkan balita yang tidak
diketahui bahwa balita yang mengalami mengalami stunting dengan status
stunting dengan status imunisasitidak imunisasi tidak lengkap sebanyak 3 orang
lengkap sebanyak 7 orang (8,9%) dan yang (3,8%) dan balita dengan status imunisasi

Jurnal ‘Aisyiyah Medika 18


Volume 7, Nomor 2, Agustus 2022 Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika M. W4

lengkap sebanyak 76orang (96,2%). Hasil baik dan tidak stunting, sebaliknya bayi
uji statistik didapat p-value=0. yang lahir normal juga dapat mengalami
stunting jika dalam masa pertumbuhannya
PEMBAHASAN kekurangan asupan gizi khususnya energi
Hubungan Berat Badan Lahir dengan dan protein yang sangat berperan penting
Kejadian Stunting dalam pertumbuhan anak.
Berat badan lahir juga terkait
dengan pertumbuhan dan perkembangan Hubungan Pemberian ASI Eksklusif
jangka panjang balita,pada penelitian yang dengan Kejadian Stunting
ASI Eksklusif juga ambil andil
dilakukan oleh Nova dan Afriyanti (2018)
cukup banyak dalam memenuhi kebutuhan
di Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang
gizi. Pemenuhan kebutuhan bayi 0-6 bulan
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan
telah dapat terpenuhi dengan pemberian
yang bermakna antara berat lahir dengan
ASI saja. Menyusu secara eksklusif juga
kejadian stunting pada balita usia 24-59
penting karena pada usia ini, makanan
bulan. Namun hal ini tidak sesuai dengan
selain ASI belum mampu dicerna oleh
hasil penelitian yang dilakukan di
enzim-enzim yang ada di dalam usus selain
Puskesmas Penyandingan Kabupaten OKU
itu pengeluaran sisa pembakaran makanan
yang menunjukkan hasil bahwa tidak ada
belum bisa dilakukan dengan baik karena
hubungan antara berat badan lahir dengan
ginjal belum sempurna.
kejadian stunting pada balita usia 24-60
Menurut Pusdatin (2018) gagalnya
bulan. Hal ini sesuai dengan penelitian
pemberian ASI eksklusif menjadi salah
yang dilakukan Meilyasari dan Isnawati
satu faktor terjadinya stunting. Namun
(2014) yang menyatakan bahwa balita
hasil penelitian yang dilakukan di
yang lahir dengan BBLR bukan merupakan
Puskesmas Penyandingan Kabupaten OKU
faktor risiko untuk menderita stunting
menunjukan balita yang stunting dan tidak
dengan nilai p=0,609.
ASI eksklusif sebesar 72,2%, dan balita
Tidak adanya hubungan antara
yang tidak stunting tidak mendapat ASI
BBL dengan stunting pada balita dalam
eksklusif yaitu sebesar 68,4%, sedangkan
penelitian ini bisa dikarenakan adanya pola
pada balita yang stunting yang mendapat
asuh yang salah dari orangtua balita
ASI eksklusif sebesar 27,8% dan balita
termasuk pola makan balita, dimana balita
yang tidak stunting yang mendapat ASI
yang lahir dengan BBLR jika diberikan
eksklusif sebesar 31,6%. Hasil uji statistik
asupan gizi yang baik dapat menjadi
didapat p-value=0,728 yang berarti bahwa
normal dan pertumbuhannya dapat menjadi

Jurnal ‘Aisyiyah Medika 19


Volume 7, Nomor 2, Agustus 2022 Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika M. W4

tidak ada hubungan antara status Hubungan Status Imunisasi dengan


pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian Kejadian Stunting
Imunisasi merupakan upaya untuk
stunting OR 1,199 kali (CI 95 % 0,606-
menimbulkan dan meningkatkan kekebalan
2,375). Hal ini tidak sejalan dengan
terhadap penyakit pada bayi, dilakukan
penelitian yang dilakukan Handayani dkk
dengan suntikan. Imunisasi harus diberikan
(2019) yang menyatakan bahwa pemberian
kepada bayi dan anak usia sekolah dasar
ASI Eksklusif berhubungan secara
atau sederajat karena tidak lengkapnya
signifikan terhadap kejadian stunting.
imunisasi dapat mengakibatkan rendahnya
Tidak adanya hubungan antara
imunitas pada balita dan dapat
pemberian ASI eksklusif dengan stunting
memudahkan balita terserang infeksi, dan
pada balita dalam penelitian ini bisa
anak yang mengalami infeksi jika
dikarenakan adanya pola pemberian
dibiarkan maka dapat beresiko menjadi
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang
stunting (Agustia et al, 2018).
salah dari orang tua balita khususnya
Status imunisasi pada anak adalah
kecukupan gizi dan variasi makanan sesuai
salah satu indikator kontak dengan
usia balita, dimana balita yang tidak
pelayanan kesehatan, karena diharapkan
mendapatkan ASI secara eksklusif jika
bahwa kontak dengan pelayanan kesehatan
diberikan MP-ASI yang tepat sesuai usia
akan membantu memperbaiki masalah gizi
balita maka balita tersebut akan dapat
baru,jadi status imunisasi juga diharapkan
mengejar kekurangan asupan gizi yang
akan memberikan efek positif terhadap
seharusnya dia dapatkan dari ASI tersebut
status gizi jangka panjang (Rahmatillah,
sehingga pertumbuhannya dapat menjadi
2018).
normal, sebaliknya bayi yang mendapatkan
Hasil penelitian yang dilakukan di
ASI eksklusif juga dapat mengalami
Puskesmas Penyandingan Kabupaten OKU
stunting jika dalam masa pertumbuhannya
menunjukkan bahwa balita yang stunting
tidak mendapatkan MP-ASI yang tepat
yang imunisasinya tidak lengkap sebesar
sehingga terjadi kekurangan asupan gizi
8,9%, dan balita yang tidak stunting yang
khususnya energi dan protein yang sangat
imunisasinya juga tidak lengkap sebesar
berperan penting dalam pertumbuhan
3,8%, sedangkan pada balita yang stunting
balita.
yang mendapat imunisasi lengkap sebesar
91,1% dan balita yang tidak stunting yang
mendapat imunisasi lengkap sebesar
96,2%. Hasil uji statistik didapat p-

Jurnal ‘Aisyiyah Medika 20


Volume 7, Nomor 2, Agustus 2022 Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika M. W4

value=0,327 yang berarti bahwa tidak ada KESIMPULAN DAN SARAN


hubungan antara status imunisasi dengan Kesimpulan
kejadian stunting. Balita yang tidak 1. Tidak ada hubungan antara berat badan
mendapat imunisasi lengkap berpeluang lahir dengan kejadian stunting, BBLR
2,463 kali (CI 95% 0,613-9,892) untuk berpeluang 1,183 kali (CI 95%=0,379-
menjadi stunting dibanding balita yang 3,691) akan mengalami stunting
mendapat imunisasi lengkap. dibandingkan dengan balita yang lahir
Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan berat lahir
penelitian yang dilakukan oleh Bentian dkk 2. Tidak ada hubungan antara berat badan
(2015) di Puskesmas Siloam Tamako lahir pemberian ASI eksklusif Balita
Kabupaten Kepulauan Sangihe yang juga yang lahir. Balita yang tidak mendapat
menunjukkan hasil bahwa imunisasi dasar ASI eksklusif berpeluang 1,199 kali
bukan merupakan faktor risiko terjadinya (CI 95 % 0,606-2,375) akan menjadi
stunting. Namun tidak sejalan dengan hasil stunting dibanding balita yang
penelitian yang dilakukan oleh Juwita dkk mendapat ASI Eksklusif.
(2019) menunjukkan bahwa anak dengan 3. Tidak ada hubungan antara status
riwayat imunisasi dasar lengkap cenderung imunisasi dengan kejadian stunting.
tidak mengalami stunting, sedangkan anak Balita dengan status imunisasi tidak
dengan riwayat imunisasi dasar tidak lengkap berpeluang 2,463 kali (CI 95
lengkap, cenderung mengalami stunting. % 0,613-9,892) akan mengalami
Tidak adanya hubungan antara stunting balita yang mendapat
pemberian imunisasi dengan stunting pada imunisasi lengkap.
balita dalam penelitian ini bisa dikarenakan
Saran
adanya perbedaan tingkat imunitas yang
1. Dinas kesehatan dan instansi-instansi
terbentuk dalam tubuh bayi sehingga
terkait sebaiknya meningkatkan
meskipun bayi tersebut telah mendapatkan
pemberian informasi dan sosialisasi
imunisasi secara lengkap namun masih
kepada masyarakat mengenai stunting.
sering terinfeksi penyakit yang dapat
2. Diperlukan intervensi fokus kesehatan
menyebabkan gangguan gizi pada balita
ibu dan balita untuk mengurangi risiko
dan juga faktor lain seperti sanitasi yang
yang dapat menyebabkan semakin
buruk di lingkungan keluarga, status
banyaknya balita yang mengalami
ekonomi keluarga, tingkat pendidikan dan
stunting.
penegtahuan orangtua serta faktor lainnya
yang belum diteliti oleh peneliti.

Jurnal ‘Aisyiyah Medika 21


Volume 7, Nomor 2, Agustus 2022 Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika M. W4

3. Menumbuhkan kesadaran ibu akan tingkat pengetahuan ibu, umur ibu


pentingnya memenuhi kebutuhan sewaktu hamil, pola asuh balita, pola
energi dan protein kepada ibu dan pemberian makanan pada balita,
calon ibu melalui penyuluhan. sanitasi lingkungan dan faktor ekonomi
4. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan keluarga serta dengan populasi yang
dapat menambahkan variabel lain lebih besar dari penelitian ini.
seperti variabel tingkat pendidikan ibu,

DAFTAR PUSTAKA
Agustia. (2018). Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Balita Usia 12-59 Bulan di Wilayah
Tambang Poboya Lota Palu. Jurnal Gizi dan Kesehatan, 2 (2): 59-62

Alfarisi, R., Nurmalasari, Y., & Nabilla, S. (2019). Status Gizi Ibu Hamil dapat
Menyebabkan Kejadian Stunting Pada Balita. Jurnal Kebidanan Malahayati, 5(3)

Apriyanti, F., & Syahasti, M. F. (2021). Faktor Sosio Demografi dan Tinggi Badan Ibu
dengan Kejadian Stunting di Desa Ranah Singkuang di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampar. Jurnal Doppler, 5 (1)

Bentian, I., Mayul, N., & Rattu, A. J. (2015). Faktor Risiko Terjadinya Stunting pada Anak di
Wilayah Kerja Puskesmas Siloam Tamako Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi
Sulawesi Utara. Jikmu, 5(1)

Handayani, Sri., dkk. (2019). Hubungan Status ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada
Batita Usia 24-36 Bulan di Desa Watugajah Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Medika
Respati, 14(4)

Hanum, N. H. (2019). Hubungan Tinggi Badan Ibu dan Riwayat Pemberian MP-ASI dengan
Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan. IAGIKMI & Universitas Airlangga,
78-84

Hastono, S. P. (2001). Statistik Kesehatan. Jakarta

Juwita, S., Andayani, H., Bakhtiar, Sofia, & Anidar. (2019). Hubungan Jumlah Pendapatan
Keluarga dan Kelengkapan Imunisasi Dasar dengan Kejadian Stunting pada Balita di
Kabupaten Pidie. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 2(4)

Kemenkes RI. (2015). Infodatin - Situasi dan Analisis Gizi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi,
pp. 1–7

Kemenkes RI. (2018). Infodatin-Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Pusat Data dan
Informasi Kesehatan

Kemenkes RI. (2015). Pendek (Stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Jakarta:
Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Jurnal ‘Aisyiyah Medika 22


Volume 7, Nomor 2, Agustus 2022 Rahmi Kurniati1, Siti Aisyah2, Helni Anggraini3, Fika M. W4

Nova, M., & Afrianti, O. (2018). Hubungan Berat Badan, ASI Eksklusif, MP-ASI dan Asupan
Energi dengan Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di Puskesmas Lubuk Buaya.
Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Jurnal), 5(1)

Rahmatillah, D. K. (2018). Hubungan Pengetahuan Sikap dan Tindakan terhadap Status Gizi.
Amerta Nutrition, pp. 106–112

Riskesdas. (2018). Pokok-Pokok Hasil Riskesdas. Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan (http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/pdf)

Sativa, R., & Amelia, F. (2020). Hubungan Pekerjaan Ibu, Jenis Kelamin, dan Pemberian Asi
Eklusif TerhadapKejadian Stunting Pada Balita 6-59 Bulan di Bangka Selatan. Jurnal
Kesehatan Poltekkes Kemenkes RI Pangkalpinang, 8(1)

Swathma, D., H, L., & R, T. (2016). Analisis Faktor Risiko BBLR, Panjang Badan Bayi Saat
Lahir dan Riwayat Imunisasi Dasar Terhadap Kejadian Stunting pada Balita Usia 12-
36 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kandai Kota Kendari. Disertasi Universitas Halu
Oleo.

Jurnal ‘Aisyiyah Medika 23

Anda mungkin juga menyukai