Anda di halaman 1dari 25

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TERHADAP

KEJADIAN STUNTING PADA UMUR 25-59 BULAN


DI PUSKESMAS SAITNIHUTA KECAMATAN
DOLOKSANGGUL KABUPATEN
HUMBANG HASUNDUTAN
TAHUN 2023

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melakukan penelitian

OLEH :
HERWIN TUMANGGOR
NIM. 2014005

PRODI D III KEPERAWATAN STIKES KESEHATAN BARU


JALAN BUKIT INSPIRASI SIPALAKKI KABUPATEN
HUMBANG HASUNDUTAN
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan
proses pertumbuhan dan perkembangan yang sanga pesat disertai dengan
perubahan yang memerlukan zat-zat yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas
tinggi (Pos & Gorontalo, 2017).
Stunting adalah keadaan tubuh yang kurang normal, atau tubuh yang kurang
gizi/pendek terhadap usinya, yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut
umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U). (Olsa, Sulastri, & Anas,
2017).
World Health Organization (WHO) pada tahun 2018 menyatakan bahwa
kejadian balita stunting di dunia mencapai sebesar 22,9% atau 158,8 juta balita.
Jumlah kejadian stunting di Indonesia termsuk kedalam lima besar negara di dunia.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2017 indonesia termasuk
kedalam negara dengan prevalensi tertinggi di regionl Asia Tenggara/ South-East
Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun
2005-2017 adaalh 36,4% (WHO, 2017). Menurut laporan WHO yang dikutip dari
Riskesdas tahun 2018 target stunting di indonesia adalah 20% namun pada tahun
2013 angka stunting sebesar 37,2% namun pada tahun 2018 ada penurunan menjadi
30,8%. Meski demikian angka stunting di Indonesia masih sangat tinggi daan jauh
dari yang ditargetkan oleh WHO. pravelensi balita pendek di Indonesia juga tinggi
dibandingkan dengan Vietnam (23%, malaysia (17%), thailand (16%) dan
Singapura (4%). Indonesia menduduki urutan ke 17 dari 117 negara dengan
pravelensi 30,8% (Riskesdas, 2018).
Dari data Badan Pusat Statistik prevalensi stunting di Indonesia pada tahun
2017 balita pendek berkisar (19,8%), sangat pendek (9,8%), di Aceh balita pendek
(23,5%), sangat pendek (12,2%), di Sumatera Utara balita pendek (16%), sangat
pendek (12,5%), di Sumatera Barat balita pendek (21,3%), sangat pendek (9,3%),
angka stunting tertinggi berada di sulawesi Barat balita pendek berkisar (25,1%)
dan sangat pendek (14,9%).
Pada tahun 2019 di Sumatera Utara ditemukan juga permasalahan balita pendek
sebesar 2,61%, oleh karena itu perlu dicermati lagi bagaimana menyikapi
perbedaan kondisi kepedekan pada balita dengan lebih serius lagi. Untuk 3
kabupaten/kota tertinggi balita pendek yaitu gunung sitoli (41,51%), nias barat
(16,61%) dan samosir (11,97%). Untuk kategori 3 kabupaten/kota terendah yaitu
tapanuli selatan (0,18%), serdang bedagai (0,28%) dan Medan (0,32%)
Data Riskesdas Kemenkes tahun 2018 prevalensi stunting pada balita di
Indonesia sebesar (30,8%) dan di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar
(41,3%). Menurut data dari EPPGBM (Pencatatan Dan Pelaporan Gizi Terpadu)
tahun 2021 prevalensi stunting di Parlilitan sekitar (28,18%), Huta Paung
(34,57%), Baktiraja (22,40%), Paranginan (11,86%), Lintongnihuta (16,63%),
Doloksanggul (26,11%), Sijamapolang (27,56%), Pakkat (16,54%), Onanganjang
(30,38%), Tarabintang (24,23%) sehingga total menjadi (23,65%). Keputusan
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional No. KEP/42/M.PPN/HK/04/2020, tentang penetapan
perluasan kabupaten/kota lokasi fokus intervensi penurunan stunting terintegrasi
tahun 2021, Kabupaten Humbang Hasundutan salah satu kabupaten lokus stunting
untuk tahun 2021. Peraturan Bupati Humbang Hasundutan Nomor 3 tahun 2021
tentang konvergensi percepatan pencegahan dan penurunan 3 stunting di
Kabupaten Humbang Hasundutan, serta berdasarkan surat keputusan Bupati
Humbang Hasundutan nomor 56 tahun 2021 tentang pembentukan tim koordinasi
konvergensi percepatan pencegahan dan penurunan stunting Kabupaten Humbang
Hasundutan.
Kejadian balita stunting merupakan masalah gizi utama yang dihadapi di
Indonesai. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi ( PSG) pendek memiliki
prevalensi tinggi dibandingkan dengan masalag gizi lainnya seperti gizi kurang,
kurus dan gemuk.
Faktor penyebab stunting terbagi atas faktor langsung dan tidak langsung.
Faktor langsung antara lain inu yang mengalammi kekurangan nutrisi, kehamilan
patern, pemberian makanan yang tidak optimal, tidak ada ASI Eksklusif dan
infeksi. Sedangkan faktor tidak langsungnya adalah pelayan kesehatan, pendidikan,
sosial budaya dan sanitasi lingkungan (WHO, 2016). Berdasarkan hasil penelitian
Verawati Simamora tahun 2019 banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
keadaan stunting pada anak. Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh
faktor langsung maupun tidak langsung. Penyebab langsung ari kejadain stunting
adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi, sedangkan penyebab tidal
langsungnya adalahpendidikan, status ekonomi and kelurga, status gizi ibu saat
hamil, sanitasi air dan lingkungan, BBLR dan pengetahuan dari ibu maupun
keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian Septamarini dalam Journal of Nutrition College
tahun 2019 mengatakan bahwa ibu dengan pengetahuan yang rendah beresiko 10,2
kali lebih besar anak mengalami stunting dibandingkan dengan ibu berpengetahuan
cukup. Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan pngindraan terhadap suatu objek tertentu.
MASUKKAN ALASAN PENELITI MELAKUKAN PENILITIAN TERKAIT
KEJADIAN TUNTING.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini adlah bagaimanakah “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Kejadian Stunting pada pada Umur 25-59 Bulan Di Puskesmas Saitnihuta
Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2023.

1.3 Tujuan penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui bagaimanakah Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Trehadap
Kejadian Stunting Pada pada Umur 25-49 Bulan Di Puskesmas Saitnihuta
Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2022.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadapa kejadian
stunting pada umur 25-59 bulan di Puskesmas Saitnihuta Kecamatan
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2022.
b. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadapa kejadian
stunting pada umur 25-59 bulan di Puskesmas Saitnihuta Kecamatan
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2022 berdasarkan
pendidikan
c. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu terhadapa kejadian
stunting pada umur 25-59 bulan di Puskesmas Saitnihuta Kecamatan
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2023 berdasarkan
sumber informasi

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Responden
Mengetahui kejadian stunting pada balita umur 25-49 tahun
1.4.2 Bagi Peneliti
Unutk menerapkan ilmu yang telah diperoleh penulis selama pendidikan di D-
III Keperawatan dan sebagai persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Ahli
Madya Keperwatan di STIKes Kesehatan Baru.
1.4.3 Bagi Tempat Peneliti
Sebagai informasi dan masukan bagi setiap individu dan keluarga khususnya
bu Di Puskesmas Saitnihuta Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang
Hasundutan Tahun 2023.
1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi dalam memperkaya ilmu pengetahuan para mahasiswa/I dan
dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 STUNTING
2.1.1 Pengertian stunting
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi
dalam waktu yang cukup lama sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan
pada ank. Seorang anak dianggap mengalami stunting jika tinggi badan mereka
lebih renda atau pendek (kerdil) dari standart usianya berdasarkan WHO-
Multicentre Growth References Study (WHO-MGRS). Stunting adalah masalah
gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama,
umumnya karena asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dari baru terlihat saat anak usai dua
tahun, UNICEF 2017 (United Nations Childres Emergency Fund).
Stunting merupakan kondisi dimana balta dinyatakan memiliki panjang atau
tinggi yang pendek diabndingkan dengan umur. Panjang atau tinggi badannya
lebih kecil dari standart pertumbuhan anak dari WHO (Kemenkes, 2018). Stunting
adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis
sehingga anak lebih pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi
dalam kandungan pada masa awal kehidupan setelah lahir, tetapi baru tampak
setelah anak berusia 2 tahun (Izwardy, 2019).
Sedangkan defenisi stunting menurut Kementrian Kesehatan (Kemenkes)
adalah anak balita dengan nilai z- scorenya kurang dari 2SD/ standar deviasi
(stunted) dan kurang dari -3SD (severely stunted). (Tim Nasinonal Percepatan
Penanggulan Kemiskinan, 2017).
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak usia di bawah lima tahun
akibat dari kekurangan gizi kronis, sehingga anak terlalu pendek untuk usianya
(Pem, 2016). Kekurangan gizi kronis tersebut terjadi terutama pada 1000 HPK dan
terlihat setelah anak berusia 2 tahun. Stunting didefinisikan anak balita dengan nilai
z-skor kurang dari -2 standar deviasi/SD (stunted) dan kurang dari –3 SD (severely
stunted). Pengukuran antropometri berdasarkan panjang badan (PB/U) atau tinggi
badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku World Health
Organization/WHO (World Health Organization, 2018). Hasil analisis tersebut
dapat disimpulkan bahwa stunting merupakan kondisi gagal tumbuh akibat
kekurangan gizi kronis yang terjadi terutama pada 1000 HPK dengan pengukuran
standar TB/U atau PB/U kurang dari -2 SD berdasarkan standar baku antropometri
WHO (De Onis et al., 2019).
Batasan untuk kategori status gizi balita menurut indeks BB/U, TB/U. BB/TB
menurut WHO dapat dilihat pada tabel “pengertian kategori status gizi balita”
(Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Tabel 2.1.1 Klasifikasi Status Gizi Menurut WHO
Indikator Status Gizi Z-score Z-score
BB/U Gizi buruk <-3,0 SD
Gizi kurang -3,0 SD s/d <-SD
Gizi baik -2,0 SD s/d 2,0 SD
Gizi lebih >2,0 SD
TB/U Sangat pendek <-3,0 SD
Pendek -3,0 SD s/d <-2,0 SD
Normal ≥-2,0 SD
BB/TB Sangat kurus <-3,0 SD
Kurus -3,0 SD s/d <-2,0 SD
Normal -2,0 SD s/d2,0 SD

Gemuk >2,0 SD
2.1.2 Penyebab Stunting
Secara lebih detail ada beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat
digambarkan sebagai berikut (TNP2K, 2017)
1. Praktek pengasuhan yang kurang baik
Termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum
dan pada masa kehamilan, serat setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan
informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak
mendapatkan air susuibu (ASI) secara eksklusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24
bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-
ASI diberikan/ mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan.
Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MP-ASI
juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat
disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan
sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman
2. Masih terbatasnya layanan kesehatan
Termasuk layanan Ante Natal Care-ANC (pelayanan kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilan, Post Natal Care- PNC dan pembelajaran dini yang
berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank
Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di posyandu semakin
menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat
akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu
hamil belum mengkomsumsi suplemen zat beis yang memadai serta msih
terbatasnya akeses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas.
3. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi.
Hal ini dikarenkan harga makanan bergizi di Indonesai masih tergolong
mahal. Menurut beberapa sumber (RISKESDAS, 2013), komoditas makanan
di Jakarta 94% lebih mahal dibandingkan di New Delhi, India. Harga buah
dan sayuran di Indonesia lebih mahal dibangdingan dengan Singapura.
Terbatasnya akses ke makanan bergizi di indonesia juga di catat telah
berkontribusi pada 1 dari 3 ibu yang mengalami anemia.
4. Kurangnya akses air bersih dan sanitasi.
Data yang diperoleh di lapangn menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga
di Indonesia masih buang air besar (BAB) di ruang terbuka, serta 1 dari 3
rumah tangga belum memiliki akses ke air bersih
2.1.3 Manifestasi Klinik Stunting
Gejala stunting menurut kemenkes , 2017 adalah sebagai berikut
1. Anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya
2. Proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/kecil unutk
anak seusianya
3. Pertumbuhan terlambat
4. Berat badan rendah untuk anak seusianya
5. Pertumbuhan tulang tertunda
Stunting bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh
pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganngu perkembangan otaknya, yang
tentunya sangat memengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah,
produktivitas dan krativitas di usia-usia produktif
2.1.4 Dampak Stunting
Masalah gizi terutama masalah balita stunting dapat menyebabkan proses
tumbuh kembang menjadi terhambat, dam memiliki dampak negatif yang akan
berlangsung untuk kehidupan selanjutnya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
balita pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang kurang dan
pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa (Astutik, Rahfiludin, & Aruben,
2018)
Menurut WHO (2018), dampak yang terjadi akibat stunting dibagi menjadi
dampak jangka pendek dan jangka panjang
1. Dampak jangka pendek
a. Peningkatan kejadian kesakitan
b. Perkembangan kognitif, motorik dan verbal pada anak tidak optimal
c. Peningkatan biaya kesehatan
2. Dampak jangka panjang
a. Postur ubuh yang tidak optimal sat dewasa (lebih pendek bila
dibandingkan pada anak umumnya)
b. Meningkatna resiko obesitas dan penyakit lainna
c. Menurunnya kesehatan reproduksi
d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah
e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal
2.1.5 Penatalaksanaan
Menurut khoeroh & Indriyani (2017), beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk mengatasi stunting yaitu :
1. Penilaian status gizi yang dapat dilakukan melalui kegiatan posyandu setiap
bulna
2. Pemberian makanan tambahan pada balita
3. Pemberian vitamin
4. Memberikan konselling oleh tenaga gizi tentang kecukupan gizi balita pada
ibu dan keluarga
5. Pemberian suplemen menggunakan makanan penyediaan makanan dan
minuman menggunakan bahan makanan yang sudah umum dapat
meningkatkan asupan energi dan zat gizi yang besar pada balita
6. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai usia 2 tahun
dengan ditambah asupam MP-ASI
7. Pemberian suplemen menggunakan supleme gizi khusus peroral siap guna
yang dapat digunakan bersama makanan unutk memenuhi kekurangan gizi.

2.2 Pengertahuan
2.2.1 Defenisi Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar
menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan
sebagainya (Notoadmojo, 2017)
Pengetahuan adalah suatu hasil tau dari manusia atas penggabungan atau
kerjasama antara suatu subyek yang mengetahui dan objek yang diketahui.
Segenap apa yang diketahui tentang sesuatu objek tertentu (Suriasumantri dalam
Nurroh 2017).
2.2.2 Tingkat Penegtahuan
Menurut Daryanto dalam Yuliana (2017), pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda, dan menjelaskan bahwa ada
enam tingkatan pengetahuan yaitu sebagai berikut:

1. Tahu (Know)
Tingkat pengetahuan yang paling rendah ini hanya sebatas mengingat kembali
pelajaran yang telah didapatkan sebelumnya, seperti mendefinisikan,
menyatakan, menyebutkan, dan menguraikan
2. Memahami (Comprehension)
Pada tahap ini pengetahuan yang dimiliki sebagai keterampilan dalam
menjelaskan mengenai objek ataupun sesuatu dengan tepat. Seseorang mampu
menjelaskan, menyimpulkan dan menginterpretasi objek atau sesuatu yang
telah dipahami sebelumnya.
3. Aplikasi (Application)
Objek yang telah dipahami sebelumya dan sudah menjadi materi, selanjutnya
diaplikasikan atau diterapkan pada keadaan atau lingkungan yang sebenarnya.
4. Analisis (Analysis)
Pengelompokan suatu objek ke dalam unsur yang memiliki keterikaitan satu
sama lain serta mampu menggambarkan dan membandingkan atau
membedakan.
5. Sintesis (Synthetsis)
Perencanaan dan penyusunan kembali komponen pengetahuan ke dalam suatu
pola baru yang komprehensif.
6. Evaluasi (Evaluation)
Penilaian terhadap suatu objek serta dideskripsikan sebagai sistem
perencanaan, perolehan dan penyediaan data guna menciptakan alternative
keputusan. (Nurmala,dkk, 2018)
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Fitriani dalam Yuliana (2017), faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah sebagai berikut

1. Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi proses dalam belajar, semakin tinggi pendidikan
seseorang, maka semakin mudah seseorang tersebut untuk menerima sebuah
informasi. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan
formal, akan tetapi dapat diperoleh juga pada pendidikan non formal.
Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek mengandung dua aspek yaitu
aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini menentukan sikap seseorang
terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang
diketahui akan menumbuhkan sikap positif terhadap objek tersebut. pendidikan
tinggi seseorang didapatkan informasi baik dari orang lain maupun media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk, semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
2. Media Massa/ Sumber Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengetahuan jangka pendek (immediatee impact), sehingga
menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan. Kemajuan teknologi
menyediakan bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang informasi baru. Sarana komunikasi seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan, dan lain-lain yang mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.
3. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu baik lingkungan
fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses
masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada pada lingkungan
tersebut. Hal tersebut terjadi karena adanya interaksi timbal balik yang akan
direspon sebagai pengetahuan.
4. Sosial budaya dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau tidak. Status ekonomi seseorang juga akan
menentukan ketersediaan fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,
sehingga status sosial ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
5. Pengalaman
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman pribadi ataupun pengalaman
orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
suatu pengetahuan.
6. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Bertambahnya usia
akan semakin berkembang pola pikir dan daya tangkap seseorang sehingga
pengetahuan yang diperoleh akan semakin banyak.
2.2.4 Kriteria Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan Menurut Nursalam (2016) pengetahuan seseorang dapat
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1. Pengetahuan Baik : 76%-100%
2. Pengetahuan Cukup : 56%-75%
3. Pengetahuan Kurang : <56%
2.2.5 Cara Memperoleh Pengetahuan
Dari berbagai macam yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjai dua yaitu :
a) Cara tradisional ayau cara non – Ilmiah
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan
secara sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini
antara lain meliputi:
1. Cara coba – salah (Trial and Error)
Cara yang palint tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam
memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba-coba atau dengan kata
lain “trial and error”. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan
tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan lain. Apabila kemungkinan
kedua ini gagal pula, maka dicoba kembali dengan kemungkinan ketiga dan
seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya
maka cara ini disebut metode trial (coba), and error (gagal atau salah) atau
metode coba-salah / coba-coba.
2. Secara kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh
orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan enzim urease
oleh Summers pada tahun 1926. Pada suatu hari Summers sedang bekerja
dengan ekstrak acetone dan karena terburu-buru ingin bermain tennis, maka
ekstrak acetone tersebut disimpan di dalam kulkas. Keesokan harinya ketika
ingin meneruskan percobaannya, ternyata ekstrak acetone yang disimpan di
dalam kulkas tersebut timbul kristal-kristal yang kemudian disebut enzim
urease.
3. Cara kekuasaan atau otoritas
Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja,
melainkan terjadi pada masyarakat modern, sumber pengetahuan tersebut
dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun
informal,ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata
lain pengetahuan diperoleh berdasarkan otoritas atau kekuasaan baik tradisi,
otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu
pengetahuan.
4. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman
yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa
lalu.semua pengalaman pribadi tersebut dapat merupakan sumber kebenaran
pengetahuan. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak semua pengalaman
pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar.
Untuk dapat menarik kesimpulan dari pengalaman dengan benar diperlukan
berfikir kritis dan logis.
5. Cara akral sehat
Akal sehat kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran. Sebelum
ilmu pendidikan ini berkembang para orang tua zaman dahulu agar anaknya
mau menuruti nasihat orangtuanya, atau agar anak disiplin menggunakan cra
hukuman fisik bila anaknya berbuat salah.
6. Kebenaran melalui wahyu
Ajaran dan dogma agama atau suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan
melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oelh pengikut-
pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut
rasional atau tidak.
7. Kebenaran secara intutif
Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui
proses di luar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir.
8. Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir
manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan
kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahun manusia telah
menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
b) Cara modern atau cara ilmiah
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat ini lebih
sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau
lebih popular disebut metodologi penelitian (Notoadmojo,2017).

2.3 Sumber Informasi


Sumber informasi adalah media yang berperan penting bagi seseorang dalam
menentukan sikap dan keputusan untuk bertindak. Meningkatkan minat seseorang
untuk selalu berusaha mencari informasi dalam berbagai bentuk. Sumber
informasi dapat diperoleh dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku,
film, video, bahkan dengan mudah membuka situs-situs lewat internet (Taufia,
2017).
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi peantara dalam
menyampaikan informasi, media informasi unutk komunikasi massa. Sumber
informasi dapat diperoleh melalui media cetak (surat kabar, majalah), mesia
elektronik (televisi, radio, internet), dan melalui kegiatan tenaga kesehatan seperti
pelatihan yang di adakan (Notoadmojo, 2013).
2.3.1 Macam-macam sumber informasi
a. Media Elektronik
Media elektronik sebagai sarana unutk menyampaikan pesan-pesan atau
informasi kesehatan berbeda-beda jenisnya antara lain :
1. Televisi
Penyampaian pesan atau informasi keshatan melalui media televisi dalam
bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab sekitar
masalah kesehatan, pidato (ceramah), kuis, atau cerdas cermat dan
sebagainya
2. Radio
Penyampaian informasi atau pesan pesan kesehatan melalui radio juga
dapat bermacam-macam bentuknya, antara lain obrolan (tanya jawab),
sandiwara radio, ceramah
3. Video
Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehtan dapat melalui video
4. Internet
Informasi dalam internet adalah informasi tanpa batas, informasi apapun
yang dikehendaki dapat dengan mudah diperoleh.
b. Media catak
Media cetak sedbagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan sanagat
bervariasi, antara lain se bagai berikut :
1. Booklet adalah mediaunutk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam
bentuk buku-buku, baik berupa tulisan maupun gambaran
2. Leaflet ialah bentuk penyampaian pesan atau informasi-informasi
kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat adlam bentuk
kalimat maupun gambar atau kombinasi
3. Selebaran bentuknya seperti leaflet tetapi tidak berlipat
4. Lembar balik, media penyampain pesan atau informasi kesehatan dalam
bentuk lembar balik. Biasanya dala bentuk buku dimana tiap lembar
(halaman) berisi gambar peragaan dan lembar baliknya berisi kalimat
sebagai pesan atau informasi yang berkaitan dengan gambar tersebut
5. Poster ialah bentuk media cetak yang berisi pesan-pesan informasi
kesehatan yang biasanya ditempel sitembok, di tempat umum, dan
kendaraan umum
c. Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan disini dimaksudkan adalah petugas yang mempunyai latar
belakang pendidikan kesehatan yang bertugas memberikan pelayanan,
penyuluhan, konseling tentang kesehtan, antara lain yaitu : dokter, perawat
ataupun bidan
d. Kader Posyandu
Kader kesehatan atau kader posyandu merupakan orang yang lebih dekat
dengan masyarakat, sehingga ketika kader mendapatkan informasi terbaru
dari petugas kesehatan di Puskesmas maupun penyuluhan yang diadakan di
Puskesmas, maka kader dapat segera menyampaikan langsung kepada pasien.
e. Keluarga
Keluarga merupakan orang terdekat yang dapat memberikan informasi atau
nasehat atau nasehat untuk memberikan informasi dan pengetahuankepada
masyarakat
2.3.2 Pengukuran sumber informasi
Pengukuran sumber informasi dalam skala Guttman yang diperoleh tentang
kejadian stunting dibagi 2 kategori yaitu mendapatkan informasi dan tidak
mendapatkan informasi. Item sumber informasi antara lain tenaga kesehtan
(dokter, perawat, bidan), teman. Keluarga kader posyandu, media elektronik
(televisi, radio, internet), media cetak (koran, majalah, leaflet, booklet, poster,
lembar balik).

2.4 Pendidikan

2.5 Kerangka Konsep


Kerangaka konsep adalah hubungan antara variabel yang ingin diamati atau
diukur melalui penelitian ini dan akan dilakukan pada penelitian “Hubungan
Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Umur 25-59
Tahun Di Puskesmas Saitnihuta Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang
Hasundutan Tahun 2022.

Variabel independen Variabel Dependen

1. Pengetahuan
2. Sumber Kejadian
informasi stunting
3. pendidikan

Variabel independen adalah adalah variabel yang memengearuhi variabel


dependen sedangkan variaben dependen atau terikat adlah variabel yang
dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel independen dalam penelitin ini
adalah pengetahuan dengan karakteristik pendidikan dan sumber informasi
sedangkan variabel dependen adalah kejadian stunting.

2.6 Hipotesa
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Ha : Ada hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Stunting
Pada Balita Umur 25-59 Bulan Di Puskesmas Saitnihuta Kecamata
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2022.
Ho : Tidak Ada hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian
Stunting Pada Balita Umur 25-59 Tahun Di Puskesmas Saitnihuta Kecamata
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2022
2. Ha : Ada hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Stunting
Pada Balita Umur 25-59 Tahun Di Puskesmas Saitnihuta Kecamata
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2022 berdasarkan
Sumber Informasi
Ho : Tidak Ada hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian
Stunting Pada Balita Umur 25-59 Bulan Di Puskesmas Saitnihuta Kecamata
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2022 berdasarkan
Sumber Informasi.
3. Ha : Ada hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Stunting
Pada Balita Umur 25-59 Tahun Di Puskesmas Saitnihuta Kecamata
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2022 berdasarkan
Pendidikan.
Ho : Ada hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Stunting
Pada Balita Umur 25-59 Tahun Di Puskesmas Saitnihuta Kecamata
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2022 berdasarkan
Pendidikan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik desain crossectional
yang dilakukan dalam survey dengan cara membagikan kuesioner pada responden
dan kemudian melakukan analisa data dengan menggunakan tabel distributif
frekuensi yaitu pengukuran pada saat bersamaan untuk mengetahui faktor-faktoe
penyebab kejadian stunting pada balita usia 25-59 Bulan Di Desa Saitnihuta
Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2022.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Saitnihuta Kecamatan Doloksanggul
Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2022.
3.1.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2022 di Desa
Saitnihuta kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun
2022.

3.3 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Pupilasi adalah wilayah generelisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti unutk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini yang menjadi
populasi penelitian adalah ibu yang memiliki balita usia 25-59 bulan di Desa
saitnihuta diambil sebanyak 50 orang.
3.2.2 Sampel Penelitian
sampel adalah bagian dari populsi dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Sampel yang diambil dari poplasi tersebut harus betul-betul resprentatif
atau mewakili populasi yang diteliti. (sugiyono, 2018).
Pada penelitian ini menggunakan ini menggunakan teknik non probability
sampling dengan metode total sampling, yaitu keseluruhan Ibu yang memiliki
Balita Usia 25-59 Bulan di Desa Saitnihuta Kecamatan Doloksangggul Kabupaten
Humbang Hasundutan Tahun 2022.

3.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data


3.4.1 Jenis Data
a. Data primer
Data priemer adalah data yang diperoleh dengan melakukan wawancara
menggunaakan kuesioner yang disusun oleh peneliti kepada Ibu yang memiliki
Balta usia 25-59 Bulan di Desa Saitnihuta Kecamatan Doloksanggul Kabupaten
Humabng Hasundutan tahun 2022.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, badan institusi yang
secara rutin mengumpulkan data. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
data-datayang telah diterima peneliti dari Puskesmas Saitnihuta kecamatan
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2022.
c. Data Tersier
Data tersier yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian yang berkaitan
dengan masalah yang dibahas atau diteliti. Data tersier didapat melalui literasi
internet, jurnal-jurnal penelitian sebelumnya.
3.4.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengunjungi responden kemudian
menjelaskan observasi melalui wawancara langsung dengan menjalankan
kuesioner. Peneliti turun ke lokasipenelitian kemudian menyebarkan luesioner
kepada seluruh responden dan menjelaskan teknik pengisian.
3.5 Variabel dan Defenisi Operasional
3.5.1 Variabel Penelitian
Menurut Indra, Cahyaningrum, 2019 Variabel penelitian adlah segala sesuatu
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam
penelitian ini variabel terbagi menjadi dua yaitu :
a. Variabel bebas (variabel independen)
Variabel independen disebut juga dengan variabel bebas dan merupakan
variabel yang empengaruhi, yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini
adalah Pengetahuan, Pendidikan dan Sumber Imformasi.
b. Vaariabel terikat (vaariabel dependen)
variabel dependen adala variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena variabel bebas. Variabel dependen disebut juga variabel terikat. Dalam
penelitian ini adalah Tingkat Pengetahuan ibu terhadap Kejadian stunting pada
anak umur 25-59 tahun.

3.5.2 Defenisi Operasional

3.6 Aspek Pengukuran


Menurut Notoadmojo (2017), aspek pengukuran adalah semua variabel yang
diukur dalam penelitian. Aspek pengukuran dalam penelitian ini yaitu
3.6.1 Variabel independen
a. Pengetahuan
Variabel diukur melalui kuesioner test pengetahuan dengan 10 pertanyaan
setiap item pertanyaan terdapat 3 pilihan jawaban. Untuk pilihan jawaban yang
benar mendapatkan skor 1, untuk pilihan jawaban yang salah mendapatkan skor 0
dengan kategori penilaian :
1) Baik : Apabila responden dapat menjawab dengan
pertanyaan dengan nilai 76%-100% dari seluruh pertanyaan dengan skor 7-
10 (kode 1)
2) Cukup : Apabila responden dapat menjawab dengan benar
pertanyaan dengan nilai 56%-75% dari seluruh pertanyaan dengan
skor 4-6 (kode 2)
3) Kurang : Apabila responden dapat menjawab dengan benar
pertanyaan dengan nilai <56% dari seluruh pertanyaan degan skor
<3 (kode 3)
b. Pendidikan
c. Jenis kelamin

Anda mungkin juga menyukai