Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting adalah pertumbuhan yang rendah dan efek kumulatif dari


ketidakcukupan asupan energi, zat gizi makro dan zat gizi mikro dalam jangka
waktu panjang, atau hasil dari infeksi kronis/infeksi yang terjadi berulang kali.
Kejadian stunting muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama
seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak tepat, dan sering menderita
penyakit secara berulang karena higiene maupun sanitasi yang kurang baik.
Stunting pada anak balita merupakan salah satu indikator status gizi kronis yang
dapat memberikan gambaran gangguan keadaan sosial ekonomi secara
keseluruhan di masa lampau dan pada 2 tahun awal kehidupan anak dapat
memberikan dampak yang sulit diperbaiki (Sudiman, 2019).

Keadaan stunting merupakan kegagalan pencapaian pertumbuhan linier


yang disebabkan oleh kondisi kesehatan yang tidak optimal atau kurang gizi.
Tingginya angka stunting pada anak-anak di Negara berkembang berkaitan
dengan kondisi sosial ekonomi yang buruk, peningkatan faktor resiko dan paparan
sejak usia dini yang menimbulkan penyakit, serta pola asuh atau pemberian
makan yang tidak benar. WHO, (2019). Stunting merupakan salah satu bentuk
gizi kurang pada anak yang dihitung berdasarkan pengukuran tinggi badan
menurut umur (TB/U) dengan nilai Z-score kurang dari -2 SD (standar deviasi).
Stunting juga menggambarkan kejadian gizi kurang yang berlangsung dalam
waktu yang lama dan merupakan masalah kesehatan masyarakat karena
berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian
hingga terhambatnya pertumbuhan mental (The Lancet 2018) Salah satu faktor
yang mempengaruhi stunting adalah sosial ekonomi seperti pendapatan keluarga,
pendidikan orang tua, pengetahuan ibu tentang gizi, jumlah anggota keluarga dan
sanitasi lingkungan.

Hal ini dilihat dari beberapa penelitian Menurut (UNICEF, 2021), tahun
2022 ada 165 juta (26%) balita dengan stunting di seluruh dunia. Indonesia
termasuk dalam 5 negara dengan angka balita stunting tertinggi yaitu ada 7,5 juta
balita. Hasil Riskesdas (2022) menunjukkan bahwa kejadian stunting balita
banyak dipengaruhi oleh pendapatan dan pendidikan orang tua yang rendah.
Keluarga dengan pendapatan yang tinggi akan lebih mudah memperoleh akses
pendidikan dan kesehatan sehingga status gizi anak dapat lebih baik
(Bishwakarma, 2020).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2019,


prevalensi pendek secara nasional tahun 2019 adalah 37.2% yang berarti terjadi
peningkatan dibandingkan tahun 2017 (35.6%) dan 2007 (36.8%). Hasil
prevalensi pendek menurut Riskesdas (2021) menunjukkan semua provinsi di
Indonesia masih dalam kondisi bermasalah kesehatan masyarakat. Angka tersebut
masih dikategorikan tinggi karena masih berada di atas target MDG‟s yaitu 32%.

Hasil penelitian lain juga dilakukan oleh Rizky kurnia illahi pada tahun
2021 di Bangkalan Surabaya Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi
stunting balita di Desa Ujung Piring Tahun 2016 sebesar 29%, sebagian besar
responden memiliki pendapatan di bawah upah minimum Kabupaten Bangkalan.

Hasil penelitian lain juga dilakukan oleh Dewi Ngaisyah pada tahun 2018
di Desa Kanigoro Saptosari Gunung Kidul Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian orang tua pada kelompok Balita Stunting berpendidikan dasar sebanyak
104 responden (92,86 %), sebagian besar memiliki pekerjaan petani sebanyak 75
responden (66,97 %) serta penghasilan sebagian besar berpendapatan dibawah
upah minum regional (< UMR) sebanyak 67 responden (59,82%).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Nusaherang, secara


keseluruhan di peroleh data pada tahun 2023 adanya balita yang mengalami
stunting sebanyak 56 balita. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Hubungan Sosial ekonomi dengan kejadian stunting pada
Balita usia 2-5 tahun di Wilayah kerja Puskesmas Nusaherang”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan landasan latar belakang yang telah dijelaskan dapat


disimpulkan sebuah masalah yaitu “adakah hubungan sosial ekonomi dengan
kejadian stunting pada Balita usia 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas
Nusaherang?”

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Di ketahuinya hubungan sosial ekonomi dengan kejadian stunting pada


Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nusaherang.
1.3.2 Tujuan khusus

a. Di ketahuinya tingkat penghasilan orang tua di Wilayah Kerja Puskesmas


Nusaherang.
b. Di ketahuinya tingkat pendidikan ibu di Wilayah Kerja Puskesmas
Nusaherang.
c. Di ketahuinya kejadian stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Nusaherang.
d. Di ketahuinya Hubungan Penghasilan orang tua dengan kejadian stunting
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nusaherang.
e. Di ketahuinya Hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nusaherang

1.4 Kegunaan Penelitian

a. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan gambaran mengenai


stunting pada Balita. Supaya kemudian dapat dikaji kembali mengenai
hubungan sosial ekonomi dengan kejadian stunting.
b. Melalui penelitian ini bisa menambah wawasan baik secara teori maupun
keadaan nyata di lapangan yang sedang terjadi tentang Balita yang
mengalami stunting berkaitan dengan sosial ekonomi.
c. Dapat memberikan informasi kepada keluarga terkait hubungan sosial
ekonomi dengan kejadian stunting.
d. Dapat menambah pengetahuan kader wilayah kerja Puskesmas nusaherang
mengenai stunting pada balita, sehingga kader selalu memberikan
pengarahan pada orangtua dalam memberikan pelayanan tentang gizi anak
selain imunisasi.

Anda mungkin juga menyukai