Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting merupakan keadaan dimana anak mengalami keterlambatan

dalam pertumbuhan yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu

yang lama. Kekurangan asupan gizi tersebut biasanya terjadi sejak bayi dalam

kandungan hingga setelah lahir atau 1.000 hari pertama kehidupan (Riskesdas

2018). Namun, stunting bisa dideteksi secara jelas setelah bayi berusia lebih

dari 24 bulan yaitu tinggi badan menurut usia yang berada di <-2 standar

deviasi (SD). Stunting dibagi menjadi dua golongan yaitu pendek (-2 SD) dan

sangat pendek (-3SD) (Sanjaya 2019) yang dapat dilihat dari TB/U dengan

hasil z-score <-2SD dari median standar pertumbuhan anak (Pratiwi, Sari, &

Ratnasari, 2021).

Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals

(SDGs) yang termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu

menghilangkan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai

ketahanan pangan. Target yang telah ditetapkan adalah menurunkan angkat

stunting hingga 40% pada tahun 2025 (Pratiwi, Sari, and Ratnasari 2021)

Periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) merupakan masa kritis

dari awal proses tumbuh kembang seorang anak, yaitu mulai dari masa

konsepsi sampai usianya dua tahun. Anak yang mengalami kekurangan gizi

kronik sejak dalam 1.000 HPK ini dapat berisiko menderita stunting

(UNICEF, 2019).
2

Situasi global pada tahun 2015, diperkirakan 156 juta anak (23% dari

seluruh jumlah anak di dunia) mengalami stunting (WHO, 2016). Pada tahun

2017 angka tersebut mengalami sedikit penurunan menjadi 150,8 juta

(22,2%). Lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%),

hal ini menjadikan Asia sebagai wilayah dengan prevalensi balita stunting

tertinggi (Kemenkes RI, 2018).

Berdasarkan data global pada tahun 2017, dari 83,6 juta balita

stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari regional Asia Selatan yaitu

sebanyak 58,7%, dan sementara itu regional Asia Tenggara atau South-East

Asia Regional (SEAR) menduduki tempat kedua dengan proporsi balita

stunting 14,9% (WHO, 2018).

Stunting merupakan salah satu masalah gizi terbesar pada balita di

Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan

penurunan prevalensi stunting balita di tingkat nasional sebesar 6,4% selama

5 tahun, yaitu dari 37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018). Proporsi status gizi;

pendek dan sangat pendek pada baduta, mencapai 29,9% atau lebih tinggi

dibandingkan target RPJMN 2019 sebesar 28% (Riskesdas, 2018).

Kejadian stunting menjadi salah satu masalah gizi yang utama di

Indonesia. Tahun 2015, prevalensi balita stunting di Indonesia sebesar 29%.

Angka ini telah mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%.

Namun prevalensi balita stunting kembali meningkat menjadi 29,6% pada

tahun 2017. Dimana kategori pendek sebesar 19,8% dan sangat pendek 9,8%

(Direktorat Gizi Masyarakat, 2018). Pemerintah telah menyusun Rencana

Kerja Pemerintah (RKP) 2020, dimana sektor kesehatan menjadi salah satu
3

prioritas nasional. Menurunkan angka kejadian stunting termasuk ke dalam

salah satu fokus pembenahan Kemenkes dalam penggunaan anggaran

kesehatan 2020. Hal itu tentu sejalan dengan visi misi presiden RI yakni

dalam hal peningkatan gizi masyarakat dan penurunan stunting. Strategi

nasional dalam menurunkan stunting dilakukan dengan intervensi gizi

spesifik untuk anak dalam 1000 hari pertama kehidupannya (Kemenkes RI,

2019).

Kurang Energi Kronik (KEK) pada ibu hamil menandakan bahwa ibu

dalam keadaan malnutrisi. Hal ini disebabkan karena kurangnya konsumsi

pangan sumber energi yang berlangsung lama (Rahayu et al., 2018).

Kekurangan gizi yang lama dan berkelanjutan hingga di masa kehamilan

akan berakibat buruk pada janin. Ibu hamil akan mengalami penurunan

volume darah yang akan menyebabkan aliran darah ke plasenta menurun,

sehingga transfer zat-zat gizi dari ibu ke janin melalui plasenta berkurang dan

mengakibatkan terjadinya retardasi pertumbuhan janin (Soetjiningsih, 2013).

Ibu hamil dengan masalah gizi tersebut akan membentuk suatu siklus

interaktif dalam sebuah kegagalan pertumbuhan. Siklus tersebut diawali

dengan ibu hamil yang kurang gizi (terlebih bila miskin dan dibawah umur)

melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, yang kemudian bayi

tersebut berisiko untuk mengalami stunting dan gangguan perkembangan

(UNICEF, 2017).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ruaida dan Soumokil di

Puskesmas Tawiri, Kota Ambon juga menunjukkan adanya hubungan antara

KEK pada ibu hamil dengan kejadian stunting. Dimana didapatkan bahwa ibu
4

yang KEK sewaktu hamil berisiko 4,8 kali memiliki balita stunting

dibandingkan dengan ibu yang tidak KEK sewaktu hamil (Ruaida dan

Soumokil, 2018).

Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi stunting ialah pemberian

ASI eksklusif, imunisasi, BBLR, IMD (Bentian, 2015). Riwayat anemia ibu

hamil juga merupakan faktor yang mempengaruhi stunting dibandingkan

dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat anemia saat hamil

(Widyaningrum dan Romadhoni, 2018). Ibu hamil yang mengalami Kurang

Energi Kronik (KEK) lebih berisiko melahirkan anak dengan panjang badan

pendek (stunting) (Ruaida dan Soumokil, 2018).

Salah satu kunci utama keberhasilan pelaksanaan program adalah

koordinasi dan kerjasama antara para pelaksana program, sehingga terwujud

harmonisasi kegiatan yang manfaatnya dapat dirasakan secara optimal bagi

masyarakat. Harmonisasi program yang dilaksanakan oleh berbagai pihak di

kabupaten/kota dibuktikan dengan adanya kepemimpinan yang kuat dari

pembuat keputusan, tersedianya alokasi sumber daya yang jelas, tidak adanya

program yang tumpang tindih, terlaksananya program secara efektif dan

berkesinambungan, hingga terukurnya perubahan perilaku masyarakat dalam

mencegah stunting dengan baik (Kemenkes, 2021).

Survei awal yang peneliti lakukan pada bulan Desember 2022

didapatkan data dari Puskesmas Bungi jumlah anak balita sebanyak 1900

orang(stunting ada 172 orang atau sekitar 8,94%). Berdasarkan hasil data

pencatatan. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan tersebut

maka penulis tertarik untuk meneliti "Hubungan pengetahuan dan riwayat


5

KEK pada ibu hamil terhadap kejadian stunting di Puskesmas Bungi

Kabupaten Pinrang Tahun 2023".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang tersebut diatas maka dapat dirumuskan

Masalah penelitian yakni “Apakah ada hubungan pengetahuan dan riwayat

KEK pada ibu hamil terhadap kejadian stunting di Puskesmas Bungi

Kabupaten Pinrang Tahun 2023.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan riwayat KEK pada

ibu hamil terhadap kejadian stunting di Puskesmas Bungi Kabupaten

Pinrang Tahun 2023?.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu balita

b. Untuk Mengidentifikasi riwayat KEK selama kehamilan di

Puskesmas Bungi Kabupaten Pinrang Tahun 2023

c. Untuk Mengidentifikasi kejadian stunting pada balita Puskesmas

Bungi Kabupaten Pinrang Tahun 2023

d. Untuk Menganalisa hubungan pengetahuan dan riwayat KEK pada

ibu hamil terhadap kejadian stunting di Puskesmas Bungi Kabupaten

Pinrang Tahun 2023.


6

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan melalui

sumbangsih teori mengenai hubungan pengetahuan dan riwayat Kurang

Energi Kronik (KEK) ibu hamil dengan kejadian stunting.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi

terutama bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Bungi Kabupaten

Pinrang mengenai hubungan riwayat Kurang Energi Kronik (KEK) ibu

hamil dengan kejadian stunting.

Anda mungkin juga menyukai