Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut data World Health Organization (WHO) yang dirilis pada tahun
2019 menyebutkan bahwa wilayah South- East Asia masih merupakan wilayah
dengan angka prevalensi stunting yang tertinggi (31,9%) di dunia setelah
Afrika (33,1%). Indonesia termasuk ke dalam negara keenam di wilayah
South-East Asia setelah Bhutan, Timor Leste, Maldives, Bangladesh, dan
India, yaitu sebesar 36,4% (WHO,2019).
Salah satu tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs) secara

global yakni stunting di Indonesia berproses mewujudkan tujuan


pembangunan berkelanjutan atau SDGs ke-2 yaitu mengakhiri kelaparan,
mencapai ketahanan pangan dan nutrisi yang lebih baik, dan mendukung
pertanian berkelanjutan. Target yang termasuk di dalamnya adalah
penanggulangan masalah stunting yang diupayakan menurun pada tahun
2025. Tujuan ke-2 ini berkaitan erat dengan tujuan ke-3 yaitu memastikan
kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua untuk
semua usia (INFID,2017).
Stunting merupakan salah satu masalah gizi terbesar pada balita di
Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan
penurunan prevalensi stunting balita di tingkat nasional sebesar 6,4% selama 5
tahun, yaitu dari 37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018). Proporsi status gizi;
pendek dan sangat pendek pada baduta, mencapai 29,9% atau lebih tinggi
dibandingkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2019 sebesar 28% (Untung dkk, 2021). Pada RPJMN 2020-2024
direncanakan 41 Major Project, yang mana salah satu project nya nomor 15
adalah Menurunnya prevalensi stunting hingga 14%.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima
tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis yang ditandai dengan panjang atau
tinggi badannya berada di bawah standar. Anak tergolong stunting apabila
panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua dari standar deviasi
(-2SD) panjang atau tinggi anak seumurnya (Untung dkk, 2021). Anak yang
mengalami stunting akan terlihat pada saat menginjak usia 2 tahun (Bappeda,
2020).
Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan stunting ke 24 tertinggi dari
35 provinsi di Indonesia, yaitu 22,8% yang mengalami stunting. Berdasarkan
Data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur per 31 Desember 2021, Kota
Paser prevalensi stunting tahun 2022 didapatkan 22,8% (Dinkes Kaltim, 2022)
Berdasarkan data yang diperoleh di Polindes Desa Klempang Sari tahun
2022 pada bulan Desember terdapat 18 orang balita yang mengalami stunting
(Puskesmas Kuaro, 2022).
Kondisi kesehatan dan gizi bayi dan balita mempengaruhi pertumbuhan
janin dan risiko terjadinya stunting. Berdasarkan penelitian menunjukan FASE
KRITIS terjadinya MALNUTRISI adalah saat peralihan dari ASI menjadi MPASI. Oleh
sebab itu Para Orang Tua Dan Pengasuh Bayi Wajib Dan Penting sekali untuk
mendapatkan edukasi yang tepat mengenai praktek pemberian MPASI.
Program pemerintah dalam upaya pencegahan stunting dilakukan melalui
strategi nasional salah satu sasaran prioritas ibu hamil dan anak usia 0 - 2
tahun atau rumah tangga 1000 HPK dengan intervensi prioritas yaitu intervensi
gizi spesifik dan sensitive. Permasalahan saat ini yaitu kurang nya
pengetahuan orang tua dan pengasuh mengenai pemberian makanan yang
baik untuk bayi.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk membuat
Midwifery Project berupa penyuluhan dan Praktek Pemberian Makanan bagi
Bayi dan Balita atau yang di singkat “PERI MAYA” Di Desa Klempang Sari
Kecamatan Kuaro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah
edukasi cegah risiko stunting sejak dini berupa penyuluhan dan Praktek
Pemberian Makanan Bayi dan Balita di Desa Klempang Sari wilayah kerja
Puskesmas Kuaro.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari program ini adalah mencegah risiko terjadinya
stunting sejak bayi.

2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang cara pemberian makanan bagi
bayi untuk mencegah risiko stunting bayi.
b. Meningkatkan kesadaran ibu untuk melakukan pemantauan pada bayi
dan balita
c. Mencegah terjadinya stunting dengan adanya praktek pemberian
makanan yang benar bagi bayi dan balit

D. Manfaat
a. Mahasiswa
1) Mengaplikasikan konsep kebidanan komunitas secara nyata kepada
masyarakat
2) Menerapkan asuhan kebidanan komunitas yang professional
b. Puskesmas
Membantu Desa Klempang Sari wilayah binaan Puskesmas Kuaro dalam
menambah pengetahuan masyarakat tentang pemberian makanan bayi dan
balita mencegah risiko stunting sejak masa bayi.

c. Masyarakat
1) Mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam
upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan stunting
2) Mendapatkan kemampuan untuk mengenal, mengerti dan menyadari
masalah kesehatan, dan dapat ikut serta dalam menyelesaikan masalah
kesehatan yang ada dimasyarakat.

Anda mungkin juga menyukai