D
I
S
U
N
O
L
E
H
Kelompok 1 :
1. Anisa Clarisa Hilman
2. Doni Irwandar
3. Intan Puspita Sari
4. Putri Ayu Lestari
5. Sinta Ayu Lestari
A. LATAR BELAKANG
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi
badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Anak yang menderita
stunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa berisiko untuk
mengidap penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan
tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Anak merupakan aset bangsa di
masa depan. Bisa dibayangkan, bagaimana kondisi sumber daya manusia Indonesia di
masa yang akan datang jika saat ini banyak anak Indonesia yang menderita stunting.
Dapat dipastikan bangsa ini tidak akan mampu bersaing dengan bangsa lain dalam
menghadapi tantangan global. Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah
mencanangkan program intervensi pencegahan stunting terintegrasi yang melibatkan
lintas kementerian dan lembaga. Pada tahun 2018, ditetapkan 100 kabupaten di 34
provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan bertambah
sebanyak 60 kabupaten pada tahun berikutnya. Dengan adanya kerjasama lintas sektor
ini diharapkan dapat menekan angka stunting di Indonesia sehingga dapat tercapai
target Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2025 yaitu penurunan angka
stunting hingga 40%. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan
stunting sebagai salah satu program prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, upaya yang dilakukan untuk
menurunkan prevalensi stunting di antaranya sebagai berikut:
2. Balita
a. Pemantauan pertumbuhan balita;
b. Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita;
c. Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan d.
d. Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
3. Anak usia sekolah
a. Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
b. Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;
c. Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan
d.Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba.
4. Remaja
a. Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola
gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba; dan
b. Pendidikan kesehatan reproduksi.
5. Dewasa Muda
a. Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana
(KB); b.Deteksi dini penyakit (menular dan tidak
menular); dan
c. Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba.
1. Situasi Global
Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu
masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017 22,2% atau
sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Namun angka ini sudah
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu
32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia
(55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta
balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan
proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%).
2. Situasi Nasional
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama yang dihadapi
Indonesia. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir,
pendek memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti
gizi kurang, kurus, dan gemuk. Prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari
tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017. Prevalensi balita pendek di
Indonesia cenderung statis. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
menunjukkan prevalensi balita pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010,
terjadi sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali
meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Prevalensi balita pendek selanjutnya
akan diperoleh dari hasil Riskesdas tahun 2018 yang juga menjadi ukuran keberhasilan
program yang sudah diupayakan oleh pemerintah. Survei PSG diselenggarakan sebagai
monitoring dan evaluasi kegiatan dan capaian program. Berdasarkan hasil PSG tahun
2015, prevalensi balita pendek di Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami
penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%. Namun prevalensi balita pendek kembali
meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017.
3. Situasi stunting di kota bengkulu
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas ) 2018 mencatat stunting di
Bengkulu sebesar 27,98 persen. Dengan angka tersebut menunjukkan 1 ( satu ) dari 3
( tiga ) anak di Bengkulu menyandang stunting yang terdapat di sejumlah daerah
kabupaten/kota. dalam penanganan stunting di Bengkulu, pemerintah telah menetapkan
empat kabupaten sebagai daerah prioritas penanganan penurunan prevalansi stunting. Yakni
Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur, Seluma dan Kabupaten Bengkulu Utara.
kasus stunting atau tubuh kerdil di Kabupaten Bengkulu Selatan sebesar 33,73 persen,
Kabupaten Kaur mencapai 34, 26 persen, Seluma sebesar 35, 91 persen, dan Bengkulu
Utara sebesar 26,81 persen Melalui peran interevensi sensitifnya dalam penurunan stunting,
BKKBN gaungkan program ketahanan keluarga yang diatur dalam undang-undang nomor
52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
Strategi ke depan terkait dengan pola asuh, maka direkomendasikan beberapa hal
antara lain:
1. Melakukan monitoring pasca pelatihan konselor menyusui utamanya di tingkat
kecamatan dan desa;
2. Melakukan sanksi terhadap pelanggar PP tentang ASI;
3. Melakukan konseling menyusui kepada pada ibu hamil yang datang ke ante natal
care/ANC (4 minggu pertama kehamilan) untuk persiapan menyusui;
4. Meningkatkan kampanye dan komunikasi tentang menyusui;
5. Melakukan konseling dan pelatihan untuk cara penyediaan dan pemberian MP-ASI
sesuai standar (MAD).
Ketahanan pangan (food security) tingkat rumah tangga adalah aspek penting dalam
pencegahan stanting. Isu ketahanan pangan termasuk ketersediaan pangan sampai level
rumah tangga, kualitas makanan yang dikonsumsi (intake), serta stabilitas dari ketersediaan
pangan itu sendiri yang terkait dengan akses penduduk untuk membeli. Masalah ketahanan
pangan tingkat rumah tangga masih tetap menjadi masalah global, dan juga di Indonesia,
dan ini sangat terkait dengan kejadian kurang gizi, dengan indikator prevalensi kurus pada
semua kelompok umur. Dalam jangka panjang masalah ini akan menjadi penyebab
meningkatnya prevalensi stunting, ada proses gagal tumbuh yang kejadiannya diawali pada
kehamilan, sebagai dampak kurangnya asupan gizi sebelum dan selama kehamilan.
Amanat ketahanan pangan di Indonesia adalah dari UU Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan, dan juga UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, disebutkan antara lain:
1. Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban meningkatkan pemenuhan kuantitas
dan kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui:
a) penetapan target pencapaian angka konsumsi pangan per kapita pertahun sesuai
dengan angka kecukupan gizi;
b) penyediaan pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman, dan tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat; dan
c) pengembangan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pola konsumsi pangan yang
beragam, bergizi seimbang, bermutu, dan aman;
5. Pemerintah menetapkan kebijakan di bidang gizi untuk perbaikan status gizi masyarakat.
Kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a) penetapan persyaratan perbaikan atau pengayaan gizi pangan tertentu yang diedarkan apabila
terjadi kekurangan atau penurunan status gizi masyarakat;
b) penetapan persyaratan khusus mengenai komposisi pangan untuk meningkatkan kandungan gizi
pangan olahan tertentu yang diperdagangkan;
c) pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, dan kelompok rawan gizi
lainnya; dan
d) peningkatan konsumsi pangan hasil produk ternak, ikan, sayuran, buah-buahan, dan umbi-
umbian lokal;
6. Pemerintah dan pemerintah daerah menyusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi setiap 5
(lima) tahun. Pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terkait dengan
ketahanan pangan tingkat keluarga, tertulis sebagai berikut:
1. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi
perseorangan dan masyarakat, melalui antara lain
a) perbaikan pola konsumsi makanan, dan
b) peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi;
2. Pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga miskin
dan dalam keadaan darurat;
3. Pemerintah juga bertanggung jawab terhadap pendidikan dan informasi yang
benar tentang gizi kepada masyarakat. (Bab VIII, Pasal 142; ayat 3 UU 36/2009).
Dari amanat tersebut masih banyak yang belum terpenuhi, jika memperhatikan fakta yang ada
seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, seperti terkait masih banyaknya antara lain ibu hamil yang
asupannya defisit dari sisi energi dan protein. Beberapa program yang terekam dari lapangan dan sudah
dilaksanakan antara lain:
1) Beras Miskin (Raskin)/Beras Sejahtera (Rastra) (Bulog);
2) Bantuan Pangan Non Tunai (Kementerian Sosial);
3) Program Keluarga Harapan/PKH (Kementerian Sosial);
4) Pemberian Makanan Tambahan/PMT ibu hamil (Kementerian Kesehatan);
5) Bantuan pangan asal sumber lain (Pemda, LSM, dan lain-lain).
C. Kelompok sasaran
1. KELOMPOK PRIORITAS (Sasaran Primer)
Kelompok yang tergabung dan yang akan dilakukan intervensi KPP yaitu:
• Ibu hamil
• Ibu menyusui
• Anak usia 0-23 bulan, Anak usia 24-59 bulan
• Tenaga kesehatan: bidan, sanitarian, tenaga gizi, dokter, perawat
• Kader
2. KELOMPOK PENTING (Sasaran Sekunder)
Kelompok yang berpotensi mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku dan
diintervensi umumnya melalui upaya mobilisasi sosial:
• Wanita usia subur, Remaja
• Lingkungan pengasuh anak terdekat (kakek, nenek, ayah, dan lainnya)
• Pemuka masyarakat
• Pemuka agama
• Jejaring sosial (PKK, group pengajian, dll)
PESAN KUNCI UTAMA: Stunting adalah permasalahan prioritas di daerah yang bisa dituntaskan
melalui komitmen pemimpin daerah dan kerja sama antar Organisasi Perangkat Daerah
PESAN KUNCI UTAMA: Stunting adalah permasalahan mendesak yang terjadi di tengah
masyarakat dan dapat dicegah melalui komitmen pemimpin desa dan kerja sama antar
warga masyarakat
PESAN KUNCI UTAMA: Stunting adalah permasalahan kesehatan yang dapat dicegah dengan
intervensi gizi spesifik dan sensitif oleh penyedia layanan kesehatan yang terampil.
PESAN KUNCI UTAMA: Stunting saat ini menjadi salah satu prioritas kesehatan nasional.
Mendesak untuk melakukan penguatan kesadaran publik untuk membantu mencegah stunting
melalui optimalisasi tumbuh kembang pada 1.000 hari pertama kehidupan anak.
PESAN KUNCI UTAMA Mencegah stunting itu penting, dimulai dari remaja dan calon ibu,
dengan dukungan suami dan keluarga.
PESAN KUNCI UTAMA: Stunting adalah masalah nasional yang bisa dituntaskan melalui
komitmen para pemimpin dan kolaborasi lintas kementerian/lembaga
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
PUSKESMAS
• Melakukan pendataan masalah gizi masyarakat di tingkat keluarga
• Menganalisis, merumuskan intervensi terhadap permasalahan kesehatan tersebut dengan
intervensi gizi spesifik dan sensitif
• Melaksanakan penyuluhan kesehatan melalui kunjungan rumah
• Memutakhirkan dan mengelola sumber data.
POSYANDU
• Melakukan pemantauan dan pengukuran status gizi
• Memberikan penyuluhan
• Mobilisasi kader untuk mendukung komunikasi interpersonal kepada kelompok target •
Melakukan kunjungan rumah.
LINTAS SEKTOR
Kementerian dan lembaga yang dapat ikut berperan dalam mendorong dan
mengimplementasikan strategi ini diantaranya :
• Kementerian Desa
• Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
• Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
• Kementerian Dalam Negeri
• Kementerian Sosial
• Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
• Dan lain-lain.
Kerangka Kebijakan
indonesia bergabung dalam Gerakan Global Scaling Up Nutrition (SUN) movement pada
tahun 2011
Peraturan Presiden No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
(Gernas PPG
Pencegahan stunting tercakup dalam RPJMN 2015-2019
Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting
Sasaran Prioritas: Ibu hamil dan anak usia 0-2 tahun atau rumah tangga 1.000 HPK
Intervensi Prioritas: Intervensi Gizi Spesifik • Intervensi Gizi Sensitif
intervensi Gizi Spesifik
Intervensi gizi spesifik – Sasaran prioritas
Jenis Intervensi:
1. Peningkatan penyediaan air minum dan sanitasi:
• Akses air minum yang aman
• Akses sanitasi yang layak
2. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan:
• Akses pelayanan Keluarga Berencana (KB)
• Akses Jaminan Kesehatan (JKN)
• Akses bantuan uang tunai untuk keluarga kurang mampu (PKH)
3. Peningkatan kesadaran, komitmen, dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak
• Penyebarluasan informasi melalui berbagai media
• Penyediaan konseling perubahan perilaku antar pribadi
• Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua
• Akses Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan pemantauan tumbuh-kembang anak
• Penyediaan konseling kesehatan dan reproduksi untuk remaja
• Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
4. Peningkatan akses pangan bergizi
• Akses bantuan pangan non tunai (BPNT) untuk keluarga kurang mampu
• Akses fortifikasi bahan pangan utama (garam, tepung terigu, minyak goreng)
• Akses kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
• Penguatan regulasi mengenai label dan iklan pangan