Anda di halaman 1dari 4

Strategi Dan Pencegahan Stunting

Stunting atau sering disebut pendek adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi
kronis dan stimulasi psikososial serta paparan infeksi berulang terutama dalam 1.000
Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia dua tahun. Anak
tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua
standar deviasi (-2 SD) anak seusianya. Masyarakat belum menyadari bahwa stunting
adalah suatu masalah serius, hal ini dikarenakan belum banyak yang mengetahui
penyebab, dampak dan pencegahannya.

Stunting dan kekurangan gizi lainnya yang terjadi pada 1.000 HPK tidak hanya
menyebabkan hambatan pertumbuhan fisik dan meningkatkan kerentanan terhadap
penyakit, tetapi juga mengancam perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada
tingkat kecerdasan saat ini dan produktivitas anak di masa dewasanya. Berdasarkan
WHO, stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak yang disebabkan kekurangan
asupan gizi, terserang infeksi, maupun stimulasi yang tak memadai.

Pencegahan stunting memerlukan intervensi gizi yang terpadu, mencakup intervensi gizi
spesifik dan gizi sensitif. Pengalaman global menunjukkan bahwa penyelenggaraan
intervensi terpadu yang melibatkan lintas sektor dan menyasar kelompok prioritas di
lokasi prioritas merupakan kunci keberhasilan perbaikan gizi dan tumbuh kembang anak,
yang pada akhirnya membantu terhadap pencegahan stunting. Tiga hal yang perlu
diperhatikan dalam pencegahan stunting adalah perbaikan terhadap pola makan, pola
asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih.

Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting terdiri dari lima pilar, yaitu:

1) komitmen dan visi kepemimpinan;

2) Kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku;

3) Konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi program pusat, daerah, dan desa;

4) Gizi dan ketahanan pangan; dan

5) Pemantauan dan evaluasi.


Strategi ini diselenggarakan di semua tingkatan pemerintah dengan melibatkan berbagai
institusi pemerintah yang terkait maupun pihak non pemerintah seperti swasta,
masyarakat madani, dan komunitas. Strategi Nasional Komunikasi Perubahan Perilaku
yang terpadu diperlukan agar terjadi pembagian peran dan tanggung jawab masing-
masing pemangku kepentingan untuk mendukung komunikasi perubahan perilaku
sebagai salah satu upaya dalam pencegahan stunting.

Jumlah penderita stunting di Indonesia menurut hasil Riskesdas 2018 terus menurun.
Tetapi langkah pencegahan stunting sangat perlu dilakukan, seperti :

- Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil

Tindakan yang relatif ampuh dilakukan untuk mencegah stunting pada anak adalah selalu
memenuhi gizi sejak masa kehamilan. Lembaga kesehatan Millenium Challenge Account
Indonesia menyarankan agar ibu yang sedang mengandung selalu mengonsumsi makanan
sehat nan bergizi maupun suplemen atas anjuran dokter. Selain itu, perempuan yang
sedang menjalani proses kehamilan juga sebaiknya rutin memeriksakan kesehatannya ke
dokter atau bidan.

- Beri ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan

Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman, menyatakan ASI
ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat kandungan gizi mikro
dan makro. Oleh karena itu, ibu disarankan untuk tetap memberikan ASI Eksklusif
selama enam bulan kepada sang buah hati. Protein whey dan kolostrum yang terdapat
pada susu ibu pun dinilai mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang
terbilang rentan.

- Dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat

Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan makanan
pendamping atau MPASI. Dalam hal ini pastikan makanan-makanan yang dipilih bisa
memenuhi gizi mikro dan makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI untuk
mencegah stunting. WHO pun merekomendasikan fortifikasi atau penambahan nutrisi ke
dalam makanan. Di sisi lain, sebaiknya ibu berhati-hati saat akan menentukan produk
tambahan tersebut.
- Terus memantau tumbuh kembang anak

Orang tua perlu terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan
berat badan anak. Bawa si Kecil secara berkala ke Posyandu maupun klinik khusus anak.
Dengan begitu, akan lebih mudah bagi ibu untuk mengetahui gejala awal gangguan dan
penanganannya.

- Selalu jaga kebersihan lingkungan

Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama kalau
lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tak langsung meningkatkan
peluang stunting. Studi yang dilakukan di Harvard Chan School menyebutkan diare
adalah faktor ketiga yang menyebabkan gangguan kesehatan tersebut. Sementara salah
satu pemicu diare datang dari paparan kotoran yang masuk ke dalam tubuh manusia.

- Pola Asuh yang Baik

Hal yang tidak kalah penting yaitu faktor perilaku, salah satunya adalah keluarga sebagai
tempat pertama tumbuh kembang anak. Orangtua yang baik adalah mereka yang
memahami edukasi perkembangan kesehatan anak sejak masa kehamilan. Hal ini
mencakup pemenuhan gizi saat hamil, serta memeriksakan kandungan empat kali selama
masa kehamilan. Pemberian hak anak untuk mendapatkan kekebalan melalui imunisasi
juga hal yang tidak boleh dilupakan. Psikologis dan mental sang ibu juga perlu dijaga
agar stabil. Maka dari itu, kerja sama ibu dan ayah untuk tetap harmonis pun tak kalah
penting dalam tumbuh kembang anak.

- Membaca dan Memahami Ilmu Kesehatan

Apapun cara pencegahan yang kamu ketahui tidak akan bisa dilakukan dengan mudah
jika orangtua tidak memiliki informasi dan pemahaman yang baik tentang kesehatan,
salah satunya tentang stunting. Pemahaman baik tentang stunting akan mampu
memberikan orangtua kesadaran arti pemenuhan gizi bagi anak. Sudah menjadi sebuah
keharusan bagi para orangtua untuk berbagi informasi tentang stunting pada lingkungan
sekitarnya. Pasalnya, efek jangka panjang dari stunting mampu mengganggu kualitas
kecerdasan anak yang berdampak terhadap rendahnya sumber daya manusia Indonesia.
Kendala penyelenggaraan pencegahan stunting di Indonesia, secara umum diakibatkan
lemahnya koordinasi program di berbagai tingkat administrasi:

a. Kebijakan yang dirumuskan dan program yang dilaksanakan oleh berbagai sektor
belum memriotaskan intervensi yang terbukti efektif. Stunting yang telah ditetapkan
sebagai prioritas nasional dalam RPJMN 2015-2019 belum dijabarkan menjadi
program dan kegiatan prioritas oleh seluruh kementerian/lembaga terkait.
b. Penyelenggaraan intervensi gizi spesifik dan sensitif masih belum terpadu, baik dari
proses perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, maupun evaluasi
baik di tingkat pusat, daerah hingga ke tingkat desa. Akibatnya cakupan dan kualitas
berbagai pelayanan dasar kurang optimal.
c. Pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya dan sumber dana belum efektif dan
efisien. Belum ada kepastian pemenuhan kebutuhan sumber dana untuk pencegahan
stunting di tingkat kabupaten/kota. Potensi sumber daya dan sumber dana tersedia dari
berbagai sumber, namun belum diidentifikasi dan dimobilisasi secara optimal.
d. Keterbatasan kapasitas penyelenggara program advokasi, sosialisasi, kampanye
stunting, kegiatan konseling, dan keterlibatan masyarakat.
e. Ketersediaan, kualitas, dan pemanfaatan data untuk menyusun kebijakan serta
pemantauan dan evaluasi kurang optimal.
f. Stunting tidak hanya terjadi pada kalangan masyarakat miskin tetapi juga di kelompok
rumah tangga terkaya, yaitu sebesar 29% balita dari 20% rumah tangga dengan status
sosial ekonomi tertinggi.
g. Akses ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terbatas juga mempengaruhi kepatuhan
masyarakat, khususnya ibu hamil dan ibu menyusui, untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai jadwal. h. Ketimpangan akses air minum dan sanitasi masih cukup
besar, terutama di wilayah Indonesia Timur.

http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Pedoman_stra
kom_pencegahan_stunting_1339.pdf

http://promkes.kemkes.go.id/pencegahan-stunting

https://www.halodoc.com/cegah-anak-stunting-dengan-4-cara-ini

Anda mungkin juga menyukai