DI KOTA MATARAM
DISUSUN OLEH:
NIM : P0713102164
KELAS : 3B
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Status sosial ekonomi keluarga seperti pendapatan keluarga, pendidikan orang tua,
pengetahuan ibu tentang gizi, dan jumlah anggota keluarga secara tidak langsung dapat
berhubungan dengan kejadian stunting. Hasil Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa kejadian
stunting balita banyak dipengaruhi oleh pendapatan dan pendidikan orang tua yang rendah.
Keluarga dengan pendapatan yang tinggi akan lebih mudah memperoleh akses pendidikan
dan kesehatan sehingga status gizi anak dapat lebih baik (Bishwakarma, 2011).
Kasus stunting di Kota Mataram menjadi pekerjaan rumah yang perlu dituntaskan. Data
yang telah dientri di Kementerian Kesehatan baru mencapai 58%. Jika data itu digunakan
sebagai acuan maka kasus stunting di Kota Mataram mencapai 24,8% atau nomor urut tiga
tertinggi di NTB. Pekan penimbangan yang baru dimulai diharapkan bisa menekan kasus
tersebut.
Program pekan penimbangan bekerja sama dengan Tim Penggerak PKK Kota Mataram.
Pelayanan penimbangan dan pengukuran akan dilakukan di kelurahan. Di tahun 2021,
prevalensinya menjadi 22%. Hal ini terjadi akibat pandemi Covid-19, sehingga tidak semua
pelayanan posyandu atau penimbangan tercover.
Salah satu langkah dilakukan untuk mencegah tubuh pendek pada anak yakni melalui
intervensi pola makan dan pola hidup,sehingga pekan penimbangan itu bisa diketahui
kecendrungan anak stunting disebabkan oleh pola makan, pola asuh atau lain sebagainya
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan pada masa pandemi di
Kota Mataram ?
C. Tujuan
a. Tujuan Khusus
b. Tujuan Umum
a Mengetahui hubungan antara status pemberian ASI ekslusif dengan stunting pada
balita.
c Mengetahui hubungan antara tingkat asupan protein dengan stunting pada balita
d. Mengetahui hubungan antara tingkat asupan energi idengan stunting pada balita
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A .Pengertian
Stunting adalah suatu kondisi kekurangan gizi kronis yang terjadi pada saat periode kritis dari
proses tumbuh dan kembang mulai janin. Stunting didefinisikan sebagai kondisi anak usia 0-
59 bulan, dimana tinggi badan menurut umur (TB/U) berada dibawah minus 2 Standar
Devaisi (>-2SD) dari standar median WHO (WHO, 2018).
Stunting akan berdampak pada proses tumbuh kembang otak yang terganggu dan dalam
jangka pendek berpengaruh pada kemampuan kognitif. Pada jangka panjang mengurangi
kapasitas untuk berpendidikan lebih baik dan hilangnya kesempatan untuk peluang kerja
dengan pendapatan lebih baik. Dalam jangka panjang anak stunting yang berhasil
mempertahankan hidupnya, pada usia dewasa cenderungmenjadi gemuk (obese), dan
berpeluang menderita penyakit tidak menular (PTM), seperti hipertensi, diabetes, kanker, dan
lain-lain (Menon et al., 2018)
Terdapat 5 faktor utama yang mempegaruhi stunting yaitu kemiskinan, sosial budaya,
paparan terhadap penyakit infeksi, kerawanan pangan, kurangnya pengetahuan ibu mengenai
gizi sebelum dan pada masa hamil, dan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan (Fore et
al., 2020). faktor lanjutan lainnya yaitu:
Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir, kehamilan dibawah 20 tahun merupakan
risiko tinggi dibandingkan wanita cukup umur. Akibat perkembangan organ reproduksi dan
fungsi fisiologis belum optimal, kurang siapnya Rahim untuk terjadinya implantasi bagi
embrio sehingga pada saat kehamilan sering terjadi komplikasi dan bayi yang dilahirkan tidak
cukup umur. Dalam tahap lanjut bayi dalam masa pertumbuhan akan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan akibat sering sakit dan mudah terkena penyakit infeksi.
2. BBLR
BBLR adalah neonates dengan berat badan lahir saat kelahiran kurang dari 2500 gram. BBLR
sangat erat kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas janin. Keadaan ini dapat menghambat
pertumbuhan dan perkmbangan kognitif, kerentanan terhadap penyakit kronis di kemudian
hari. Secara populasi proporsi bayi dengan BBLR adalah gambaran multimasalah kesehatam
masyarakat yang mencakup ibu kekurangan gizi jangka panjang, kesehatan yang buruk,
perawatan kesehatan dan kehamilan yang buruk. BBLR merupakan prediktor penting dalam
kesehatan dan kelangsungan hidup bayi yang baru lahir dan berhubugan dengan risiko tinggi
pada kematian bayi dan anak.
3. ASI ekslusif
Air susu ibu ekslusif atau sering disebut ASI ekslusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi
sejak dilahirkan sampai bayi berusia 6 bulan tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan
makanan atau minuman lain. WHO menyatakan pertumbuhan dan perekembangan bayi yang
diberikan ASI ekslusif selama 6 bulan tidak mengalami deficit pertumbuhan panjang badan
dan berat badan dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI ekslusif yang lebih
singkat (3-4 bulan)
Masalah gizi kurang sering terjadi pada bayi setelah usia 6 bulan akibat ASI yang diberikan
tidak lagi mencukupi kebutuhan fisio;ogis bayi. MP-ASI diberikan tepat pada usia 6-24 bulan
karena pada usia tersebut merupakan waktu yang sangat rawat terjadinya malnutrisi dan
pencernaan bayi sudah mulai kuat. Untuk pedoman MP-ASI menurut WHO/UNICEF setiap
bayi usia 6-23 bulan mengkonsumsi sekurangnya 4 kelompok jenis makanan (dari 7
kelompok bahan makanan: serelia, umbi-umbian, kacang-kacangan, buah dan olahan, susu
dan olahan, telur dan olahan, daging dan olahan) dengan frekuensi minimal 3x sehari
(minimum acceptable diet). Terjadinya gagal tumbuh (growth faltering) mulai sejak bayi
berusia 2 bulan, dampak dari calon ibu hamil (remaja puteri) yang sudah bermasalah,
dilanjutkan dengan ibu hamil yang juga bermasalah (Rabaoarisoa et al., 2017).
5. Vitamin A
Vitamin A (retinol) berperan penting dalam pembentukan, produksi dan pertymbuhan sel
darah merah, sel limfosit, anti bodi, dan sel epitel pelapis tubuh. Jika anak kekurangan
vitamin A maka anak akan rentan terkena penyakit infeksi seperti ISPA, campak , dan siare.
Vitamin A diberikan pada bulan Februari dan Agustus. Vitamin A kapsul biru (dosis 100.000
IU) diberikan untuk bayi 6-11 bulan, dan kapsul merah (dosis 200.000 IU) diberikan untuk
bayi 12-59 bulan.
Stunting terjadi mulai dari prakonsepsi ketika seorang remaja menjadi ibu yang kurang gizi
dan anemia. Keadaan menjadi parah ketika ibu hamil dengan asupan gizi yang tidak
mencukupi kebutuhan ditambah dengan sanitasi yang kurang memadai. Berdasarkan Survei
Nasional Konsumsi Makanan Individu (SKMI) tahun 2014 didapatkan sebagian besar ibu
hamil menurut sosial ekonomi bermasalah untuk asupan makanan, baik energi maupun
protein. Kondisi ini disertai dengan ibu hamil dengan tinggi badan yang pendek (<150 cm)
berdampak pada bayi yang dilahirkan mengalami kurang gizi dengan BBLR < 2500 gram dan
juga panjang badan yang kurang dari 48 cm. Bayi yang dilahirkan dengan kondisi BBLR dan
panjang badan kurang dari 48 cm yang diiringi dengan rendahnya IMDakan memicu
rendahnya menyusui ekslusif sampai 6 bulan dan tidak memadainya makanan pendamping
ASI (MP-ASI) (Kemenkes RI, 2018). Beberapa faktor yang terkait dengan masalah ini
terutama berkaitan dengan asupan gizi yang tidak memadai yang pada akhirnya rentan
terhadap infeksi, sehingga sering sakit. Dalam proses tumbuh kembang selanjutnya akan
mengalami penurunan IQ dalam belajar dan ketika dewasa menjadi tidak produktif (Julianti
& Elni, 2020).
Merujuk pada pola pikir UNICEF masalah stunting terutama disebabkan karena ada pengaruh
dari pola asuh, cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan, lingkungan, dan ketahanan pangan.
Dari kedua kondisi ini dikaitkan dengan strategi implementasi progaram yang harus
dilaksanakan. Pola asuh (caring), termasuk didalamnya adalah IMD, menyusui ekslusif
sampai dengan 6 bulan, pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sampai usia 2 tahun
merupakan proses untuk membantu tumbuh kembang bayi dan anak (Batiro et al., 2017).
Kebijakan dan strategi yang mengatur pola asuh terdapat pada UU No 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan pasal 128, peraturan pemerintah No 33 tahun 2012 tentang ASI dan Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019, Keputusan Menteri Kesehatan No
HK.02.02/MENKES/52/2015. Adapaun amanat UU tersebut diatur dalam PP Nomor 33
tahun 2013 tentang ASI yaitu setiap ibu yang melahirkan wajib memberikan ASI ekslusif,
tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan wajib melakukan IMD terhadap bayi
yang baru lahir kepada ibunya paling sedikit selama 1 (satu) jam, IMD sebagaimana
dimaksud dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu
sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu ((Kemenkes RI, 2018).
E. Kerangka Konsep
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional
yaitu untuk melihat hubungan dua variabel (variabel independen dan variabel dependen)
dalam waktu yang bersamaan (Creswel, 2016). Variabel yang diteliti yaitu faktor stunting
pada balita (variabel independen) dan variabel dependen yaitu pengetahuan ibu tentang gizi,
tingkat pendapatan keluarga, jumlah anggota dalam keluarga, kelengkapan imunisasi dasar.
a. Tempat penelitian
b. Waktu Penelitian
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk
kemudian ditarik kesimpulan. Populasi target penelitian ini adalah balita usia 24-59
bulan.
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi besar
sampel. Besar sampel dihitung menggunakan rumus Lemeshow (2000).
n= N Z2 1-α/2 P (1-P)
Sampel dalam penelitian ini adalah balita usia 24-59 bulan yang tidak mengalami
stunting sebagai control dan balita usia 24-59 bulan dan yang mengalami stunting
sebagai kelompok kasus. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan simple random
sampling. Pengambilan sampel didasarkan pada prinsip bahwa setiap subyek dalam
populasi (terjangkau) mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih atau untuk
tidak terpilih sebagai sampel penelitian
c. Sampling
Sampling adalah cara atau teknik-teknik tertentu dalam mengambil sampel yang dapat
dapat mewakili populasi. Pengambilan sampel dilakukan melalui dua tahap. Tahap
pertama secara purposive sampling yaitu memilih posyandu yang memiliki balita
dengan jumlah stunting yang tinggi, yang kedua melakukan pengambilan sampel
secara random pada ketiga posyandu terpilih.
Adapun kriteria inklusi: ibu yang mempunyai bayi berusia 24-59 bulan, ibu mau
berpartisipasi dalam penelitian, ibu mematuhi protokol kesehatan (menggunakan
masker, mencuci tangan dan menjaga jarak)
D. Variabel Penelitian
E. Pengumpulan data
F. Analisis Data
a. Analisis univariat digunakan untuk menyajikan data deskriptif setiap variabel melalui
distribusi frekuensi yaitu variabel dependen stunting pada balita dan variabel
independen yaitu tingkat asupan energy, tingkat asupan protein, frekuensi sakit diare,
frekuensi sakit ISPA, kunjungan ibu ke pelayanan kesehatan.
b. Analisis bivariate digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu
variabel independen dan variabel dependen denganmenggunakan uji chi square (data
katagorik dan katagorik).
c. Analisis multivariate untuk mengestimasi secara valid variabel independen yang
paling berhubungan dengan variabel dependen. Hasil analisis bivariat yang memiliki
nilai p<0,25 maka variabel tersebut dimasukkan ke dalam model multivariat dengan
regresi logistik berganda.
Refrensi Jurnal
5) Pengaruh Pola Asuh Pemberian Makan Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita
6) https://www.suarantb.com/2022/08/04/mataram-urutan-ketiga-tertinggi-kasus-stunting-di-
ntb/
KUESIONER
A. Identitas Responden
Nama ibu : Nama anak :
Umur : Usia :
Berilah tanda ceklis (V) pada kolom yang dianggap benar dan tepat!
I. Pengetahuan Ibu
NO PERTANYAAN Jawaban
Ya Tidak
Setuju Tidak
Setuju
Pilihlah salah satu jawaban yang menurut Ibu paling benar dengan memberi tanda silang (X)
pada nomor pilihan!
1. Apakah ibu datang ke Posyandu setiap bulan untuk menimbang bayi/balita (Sesuai KMS)?
a.Ya
b.Tidak
Jika ya, dalam setahun terakhir berapa kali balita ibu ditimbang?
a) 1 – 7 kali
b) 8 – 12 kali
Jika tidak, apa alasan ibu tidak menimbang bayi/balita setiap bulan di Posyandu?
a) Tidak sempat/sibuk
2. Apakah bayi ibu mendapat imunisasi dasar lengkap di Posyandu ( sesuai KMS )?
a. Ya
b. Tidak
( Jika ya ) apa alasan ibu?
b) Supaya bayi dapat terhindar dari penyakit tertentu yang dapat di cegah dengan imunisasi
d) Kurang paham mengenai manfaat imunisasi (Jika tidak ) apa alasan ibu?
c) Tidak sempat/sibuk
3. Apakah anak ibu mendapat imunisasi sesuai jadwal yang telah ditetapkan?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah ibu tetap mengulangi imunisasi pada anak anda walaupun pada imunisasi
sebelumnya terjadiefek samping?
a. Ya
b. Tidak
a. Ya
a) 1 kali (1 kapsul)
b) 2 kali (2 kapsul)
a. Ya
b. Tidak
a) Kader Kesehatan
b) Petugas Posyandu