Anda di halaman 1dari 6

TREND & ISSUE MASALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pelayanan Kesehatan
Primer

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Ade Titin Diantina 211117080
Elis Maemunah 211117081
Wulan Nurtari 211117093
Andika Putra Pratama 211117096
Puzy Agustiani 211117098
Annisa Destiani Nurramadhan 211117105

PRODI D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2019/2020
1. Masalah Kesehatan dalam Keperawatan Komunitas
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (Bagi bayi dibawah lima tahun)
yang diakibatkan kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir
akan tetapi, kondisi Stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Stunting dapat pula disebabkan tidak melewati periode emas yang dimulai 1000 hari
pertama kehidupan yang merupakan pembentukan tumbuh kembang anak pada 1000 hari
pertama. Pada masa tersebut nutrisi yang diterima bayi saat didalam kandungan dan
menerima ASI memiliki dampak jangka panjang terhadap kehidupan saat dewasa. Hal ini
dapat terlampau maka akan terhindar dari terjadinya stunting pada anak- anak dan status
gizi yang kurang (Depkes, 2015).
2. Hasil Penelitian
Dari sumber yang didapatkan, masalah gizi di Indonesia terutama di beberapa wilayah
di bagian Timur seperti NTT dan Papua Barat, dinilai masih tinggi. Namun, secara nasional,
status gizi di Indonesia mengalami perbaikan yang signifikan. Sebagai contoh provinsi NTT
penurunan prevalensi stunting sebanyak 9.1%, hampir 2 % pertahun penurunan, hal ini
menunjukkan upaya multisektor yang terkonvergensi pusat dan daerah. Penderita gizi buruk
tentu tidak akan lepas dari pantauan tenaga kesehatan, dimana pun kasusnya tenaga
kesehatan dibentuk untuk selalu siaga membantu perbaikan gizi penderita.
Perbaikan status gizi nasional dapat dilihat berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018. Pada prevalensi Gizi Kurang (Underweigth) perbaikan itu terjadi
berturutturut dari tahun 2013 sebesar 19,6% naik menjadi 17,7% 2018. Prevalensi stunting
dari 37,2% turun menjadi 30,8%, dan prevalensi kurus (Wasting) dari 12,1% turun menjadi
10,2%.
Dalam perhitungan data kasus gizi buruk harus diambil dari indeks berat badan menurut
tinggi badan (BBTB) atau yang disebut sangat kurus sesuai standar WHO yang disertai
dengan gejala klinis, jelas Dirjen Kesehatan Masyarakat Kirana Pritasari, di Jakarta (30/1).
Ia menegaskan, intervensi terhadap masalah gizi terutama di wilayah Indonesia bagian
Timur sudah ditangani atau diintervensi oleh tenaga gizi di Puskesmas. Hasil Riset Tenaga
Kesehatan (Risnakes) tahun 2017, Tenaga Gizi di seluruh Indonesia sudah memenuhi 73,1%
Puskesmas.
Kirana menjelaskan, untuk 26,1% Puskesmas yang belum memiliki Tenaga Gizi
utamanya di daerah terpencil dan sangat terpencil, Kementerian Kesehatan memiliki
program Nusantara Sehat. Nusantara Sehat terdiri dari tenaga tenaga kesehatan seperti
dokter, dokter gigi, tenaga gizi, perawat, bidan, tenaga farmasi, sanitarian, analis kesehatan
dan tenaga kesehatan masyarakat yang dilatih untuk ditempatkan di Puskesmas selama 2
tahun.
Bentuk intervensi untuk pemulihan gizi buruk yakni dengan pemberian makanan
tambahan.
Selain itu, dilakukan juga kegiatan surveilans gizi yang dimulai dari masyarakat di
Posyandu, Puskesmas, dan Dinas Kesehatan.
Upaya lain dalam mencegahan masalah gizi adalah dengan perubahan perilaku
masyarakat. (Depkes, 2019)
Sumber : Riskesdas 2018
Menurut data di atas Indonesia mengalami penurunan pada stunting dari tahun 2013
37,2% kemudian turun menjadi 30,8%. Ini masih di anggap kronis oleh WHO karena masih
melebihi angka 20%. (Kemenkes, 2018)
Menurut Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI tahun 2018, dampak yang
ditimbulkan stunting yaitu peningkatan kejadian kesakitan dan kematian, perkembangan
kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal.
Menurut penelitian pada jurnal berjudul “A review of child stunting determinants in
indonesia” bahwa dapat disimpulkan :
1. Determinan utama terjadinya stunting di Indonesia :
a. ASI tidak eksklusif pada 6 bulan pertama
b. Status ekonomi keluarga yang rendah
c. Kelahiran prematur
d. Panjang badan baru lahir yang pendek
e. Tingkat pendidikan orangtua rendah
2. Anak laki-laki cenderung lebih beresiko mengalami stunting dari pada anak
perempuan.
3. Anak-anak dengan jamban yang buruk dan air minum tidak layak meningkatkan
resiko terjadinya stunting
4. Faktor masyarakat dan sosial seperti akses yang rendah terhadap pelyanan
kesehatan dari tempat tinggal di pedesaan yang berlangsung lama berkaitan dengan
kejadian stunting pada anak.
3. Upaya Pemerintah
a. Intervensi Gizi Spesifik
Ini merupaan intervensi yang di tunjukan kepada anak dalam 1.000 hari pertama
kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kerangka
kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya di lakukan pada sektor kesehtan.
I. Intervensi dengan sasaran ibu hamil:
1) Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan
energi dan protein kronis.
2) Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat
3) Mengatasi kekurangan iodium
4) Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil
5) Melindungi ibu hamil dari malaria
II. Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan:
1) Mendorong insiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong/kolostrum)
2) Mendorong pemberian ASI ekslusif
III. Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan:
1) Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan di dampingi oleh
pemerintah MP-ASI
2) Menyediakan obat cacing
3) Menyediakan suplementasi zink
4) Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan
5) Melakukan perlindungan terhadap malaria
6) Memberikan imunisasi lengkap
7) Melakukan pencegahan dan pengobatan diare
b. Intervensi Gizi Sensitif
Idealnya di lakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor
kesehatan dan berkontribusi pada 70% intervensi stunting. Sasaran dari intervensi
gizi spesifik adalah masyrakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita
pada 1.000 hari pertama keihdupan (HPK).
1. Menyediakan dan memastikan akses pada air bersih
2. Menyediakan dan memastikan akses pada sanitasi
3. Melakukan fortifikasi bahan pangan
4. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan keluarga berencana (KB)
5. Menyediakan jaminan kesehatab nasional (JKN)
6. Menyediakan jaminan persalinan universal (jampersal)
7. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua
8. Memberikan pendidikan usia dini universal
9. Memberikan pendidikan gizi masyarakat
10. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada remaja
11. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin
12. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi
c. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
d. Kampanye Hidup Sehat melalui berbagai media
e. Program nusantara sehat
Dimana programnya terdiri dari tenaga kesehatan seperti dokter, dokter gigi,
tenaga gizi, perawat, bidan, tenaga farmasi, sanitarian, analis kesehatan dan tenaga
kesehatan masyarakat yang dilatih untuk di tempatkan di Puskesmas selama 2 tahun
di daerah terpencil.
4. Peran Perawat
a. Sebagai Pendidik (Edukator)
Perawat sebagai pendidik atau penyuluh, memberikan pendidikan atau
informasi kepada keluarga yang berkaitan tentang pemenuhan gizi balita sesuai
dengan usia tumbuh kembangnya, penanganan stunting dan pentingnya ASI
eksklusif.
b. Sebagai Konselor
Perawat dapat menjadi tempat bertanya atau konsultasi oleh orangtua yang
mempunyai balita dengan masalah kesehatan gizi Stunting.
c. Sebagai Pemantau Kesehatan (health monitor)
Perawat ikut berperan memantau kesehatan balita melalui posyandu,
puskesmas, atau kunjungan rumah. Pemantauan ini berguna mengetahui dinamika
kesehatan balita terutama pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga jika terjadi
masalah kesehatan dapat dideteksi sejak dini dan diatasi secara tepat dengan segera.
d. Fasilitator
Perawat menjadi penghubung antara masyarakat dengan unit pelayanan
kesehatan dan instansi terkait, melaksanakan rujukan.
e. Promotif
1) Penyuluhan untuk memberikan informasi kepada orangtua, terutama ibu tentang
pemenuhan dan peningkatan gizi bayi dan balita sesuai usia tumbuh kembangnya
dan penangan stunting, Bayi usia 1 sampai 6 bulan hanya boleh diberikan ASI,
lebih dari 6 bulan diperbolehkan untuk diberikan makanan pendamping ASI.
2) Penyuluhan tentang pentingnya imunisasi.
3) Memberikan informasi tentang pentingnya memeriksakan bayi dan balita yang
sakit ke petugas kesehatan
4) Memberikan informasi tentang pemantauan tumbuh kembang bayi dan balita.
f. Preventif
1) Imunisasi terhadap bayi dan balita.
2) Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu, puskesmas, maupun
kunjungan rumah.
3) Posyandu untuk penimbangan dan pemantauan kesehatan balita.
4) Pemberian vitamin A, yodium, dan obat cacing.
5) Skrining untuk deteksi penyakit atau kelainan pada bayi dan balita sejak dini.
DAFTAR REFERENSI

Depkes. (2019). Situasi Gizi Indonesia Alami Perbaikan. Kemenkes RI: Jakarta.

Kemenkes. (2018). Hasil Riskesdas 2018,92.

Beal, Tumilowicz, Sutrisna, Izwardy, Neufeld. (2018). A review of child stunting


determinants in indonesia. https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/mcn.1267.
Diakses pada tanggal 28 September 2019.

https://id.scribd.com/document/373914318/MAKALAH-STUNTING-KEL-8-docx. Diakses
pada tanggal 28 September 2019.

Anda mungkin juga menyukai