Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK DENGAN KASUS GANGGUAN FISIK DAN GANGGAUN


PSIKOLOGIS PADA LANSIA.
Dosen Pembimbing : Umi Azizah M.Kep

DISUSUN OLEH :

RISKA FIDYA NINGRUM

202003082

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gerontik dengan


Gangguan Fisik dan Gangguan Psikologis Sebagai Syarat Pemenuhan Tugas
Keperawatan Gerontik Program Studi Profesi Ners Stikes Bina Sehat PPNI
Mojokerto oleh :

Nama : Riska Fidya Ningrum

Nim : 202003082

Prodi : Profesi Ners

Telah disetujui dan disahkan pada

Hari :

Tanggal :

Mojokerto, februari 2021

Mahasiswa,

(Riska Fidya Ningrum)

Mengetahui,
Pembimbing Akademik,

(Umi Azizah, M.Kep)


BAB 1
TINJAUAN TEORI
1.1 KONSEP LANSIA
1.1.1 Definisi
Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas. Lansia
merupak suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua
orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,
mental dan sosial secara bertahap.

WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia


kronologis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle age)
antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74
tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 - 90 tahun, dan usia sangat tua (Very old) diatas
90 tahun (Azizah et al., 2016).

Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 ke atas (Sunaryo et


al., 2016) Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahap terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides,1994 dalam (Sunaryo et
al., 2016) Oleh karena itu, dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi
metabolic dan structural yang disebut penyakit degenerative yang menyebabkan
lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999 ; 4 dalam (Sunaryo et al., 2016)

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini
berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit
yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak
proporsional. (Ida Untari, 2016)

WHO dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan


lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah
usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses
yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatit, merupakan
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian.

1.1.2 Batasan Usia Lanjut


Berikut dikemukakan beberapa pendapat para ahli tentang batasan-batasan
umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut: (Ida Untari,
2016)

1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1 ayat 2


yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun ke atas”.

2. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahap, yakni: Usia
pertengahan (middle age) ialah 45–59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74
tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75–90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di
atas 90 tahun.

3. Menurut Depkes RI (2003) dalam Maryam, dkk (2008). Klasifikasi pada lansia
yaitu:
1) Pralansia (prasenilis): seseorang dengan usia antara 45-59 tahun.
2) Lansia: seseorang dengan usia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia resiko tinggi: seseorang yang berusia 70 tahun/lebih atau seseorang
dengan usia 60 tahun/lebih dengan masalah kesehatan.
4) Lansia potensial: seorang lanjut usia yang bisa melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang mendapatkan hasil barang/jasa.
5) Lansia tidak pontensial: lanjut usia yang ketergantungan terhadap bantuan
orang lain karena ketidakberdayaannya dalam mencari nafkah dalam
kehidupannya.

Kalau pembagian umur dari beberapa ahli tersebut ditelaah, dapat


disimpulkan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang berumur lebih dari
60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998
tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Ida Untari, 2016)

1.1.3 Perubahan Perubahan yang terjadi Pada Lanjut Usia


Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik,
peruahan kognitif, perubahan spiritual dan psikososial. Berikut ini adalah uraian
perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia: (Sunaryo et al., 2016)

Perubahan Fisik
Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat kaitannya dengan presbiopi.
Lensa kehilangan elastisitas dan kaku, otot penyangga lensa lemah, ketajaman
penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang. Pada sistem
pendengaran terjadi presbiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena
hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi. Pada sistem integumen (kulit) mengalami
atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut. Kekeringan kulit disebabkan
atrofi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat
pada kulit dikenal dengan liver spot. Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi
oleh faktor lingkungan antara lain angin dan matahari, terutama sinar ultra violet

Perubahan kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang,


kartilago, dan jaringan pengikat menjadi bentangan yang tidak teratur. Perubahan
pada kolagen tersebut merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia
sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk
meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok
dan berjalan. Pada jaringan kartilago persendian lunak mengalami granulasi dan
permukaan sendi menjadi rata sehingga rentan terhadap gesekan. Akibat
perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan
gerak, dan terganggunya aktifitas sehari-hari.

Kepadatan tulang berkurang mengakibatkan osteoporosis , nyeri,


deformitas, dan beresiko fraktur. Perubahan struktur otot, penurunan jumlah dan
ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada
otot mengakibatkan efek negatif. Dampak perubahan morfologis pada otot adalah
penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan
penurunan kemampuan fungsional otot.

Perubahan sistem kardiovaskuler seperti ventrikel kiri mengalami hipertrofi,


dan arteri kurang elastis dapat menyebabkan peningkatan nadi dan tekanan
sistolik. Pada sistem respirasi terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total
paru tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi
kenaikan ruang rugi paru, sehingga udara yang mengalir ke paru berkurang.
Perubahan pada otot kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernafasan
terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti kehilangan gigi,
indera pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi
indera pengecap (80%), hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap di lidah
terutama rasa tentang rasa asin, asam, dan pahit. Pada lambung, rasa lapar
menurun (sensitifitas lapar menurun) asam lambung menurun, dan fungsi absorbsi
melemah. Peristaltik usus melemah dan biasanya timbul konstipasi. Hati makin
mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan berkurangnya aliran darah
sehingga menimbulkan efek yang merugikan ketika diobati

Pada sistem perkemihan banyak fungsi yang mengalami kemunduran,


seperti laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal menurun. Hal ini akan
memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia karena kemampuan untuk
mengekskresi obat atau produk metabolisme obat menurun. Pola berkemih tidak
normal, seperti ba`nyak berkemih di malam hari, sehingga mengharuskan mereka
pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini menunjukkan bahwa inkontinensia urin
meningkat

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang


progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan
penurunan persepsi sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat, dan
penurunan reseptor proprioseptit hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada
lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut
mengakibatkan penurunan fungsi kognitif. Terjadi penurunan koordinasi
keseimbangan dan kekuatan otot, reflek, perubahan postur, dan peningkatan
waktu reaksi. Hal ini dapat di cegah dengan pemberian latihan koordinasi dan
keseimbangan serta latihan untuk menjaga mobilitas dan postur.

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan mengecilnya ovari,


uterus, dan atrofi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatosoa, meskipun adanya penurunan secara beransur-ansur. Dorongan
seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun (asal kondisi kesehatan baik), yaitu
dengan kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia. Selaput
lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang,dan
reaksi sifatnya menjadi alkali.

Perubahan Kognitif
Pada lanjut usia, daya ingat (memory) merupakan salah satu fungsi kognitif
yang seringkali paling awal mengalami penurunan. Daya ingat atau ingatan adalah
kemampuan untuk menerima, mencamkan, menyimpan dan menghadirkan
kembali rangsangan/peristiwa yang pernah dialami seseorang.. Ingatan jangka
panjang (long term memory) kurang mengalami perubahan, sedangkan ingatan
jangka pendek (short term memory) atau seketika 0-10 menit memburuk. Lansia
akan kesulitan dalam mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak
begitu menarik perhatiannya dan informasi baru seperti TV dan film.
Kemampuan pemahaman (comprehension) atau menangkap pengertian pada
lansia mengalami penurunan .Hal ini juga dipengaruhi oleh konsentrasi dan fungsi
pendengarannya lansia yang mengalami penurunan. Dalam pelayanan terhadap
lanjut usia agar tidak timbul salah paham sebaiknya dalam berkomunikasi
dilakukan kontak mata (saling memandang). Dengan kontak mata, mereka akan
dapat membaca bibir lawan bicaranya, sehingga penurunan pendengarannya dapat
diatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud orang lain. Sikap yang hangat
dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa aman dan diterima, sehingga
mereka akan lebih tenang, lebih senang dan merasa dihormati.

Pada lanjut usia masalah-masalah yang dihadapi tentu semakin banyak.


Banyak hal yang dahulunya dengan mudah dapat dipecahkan menjadi terhambat
karena terjadi penurunan fungsi indra pada lanjut usia. Hambatan yang lain dapat
berasal dari penurunan daya ingat, pemahaman dan lain-lain, yang berakibat
pemecahan masalah (problem solving) menjadi lebih lama. Pengambilan
keputusan (decission making) yang termasuk dalam proses pemecahan masalah
(problem solving) pada lansia juga mengalami perubahan. Pengambilan keputusan
pada umumnya berdasarkan data yang terkumpul, kemudian dianalisa,
dipertimbangkan dan dipilih alternatif yang dinilai positif (menguntungkan),
kemudian baru diambil suatu keputusan.

Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat atau seolah-olah


terjadi penundaan. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan petugas atau
pendamping yang dengan sabar sering mengingatkan mereka. Keputusan yang
diambil tanpa dibicarakan dengan mereka akan menimbulkan kekecewaan dan
mungkin dapat memperburuk kondisinya. Oleh karena itu dalam pengambilan
keputusan, kaum tua tetap dalam posisi yang dihormati.

Pada lanjut usia memang akan terlihat penurunan kinerja (performance) baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan performance yang membutuhkan
kecepatan dan waktu mengalami penurunan secara signifikan. (Azizah et al.,
2016)
Perubahan Spritual
Agama atau kepercayaan lansia makin berintegrasi dalam kehidupannya.
Lansia makin teratur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini dapat dilihat dalam
berfikir dan bertindak sehari-hari. Spiritualitas pada lansia bersifat universal,
intrinsik dan merupakan proses individual yang berkembang sepanjang rentang
kehidupan. Lansia yang telah mempelajari cara menghadapi perubahan hidup
melalui mekanisme keimanan akhirnya dihadapkan pada tantangan akhir yaitu
kematian. Harapan memungkinkan individu dengan keimanan, spiritual atau
religius untuk bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai
kematian.

Satu hal pada lansia yang diketahui sedikit berbeda dari orang yang lebih
muda yaitu sikap mereka terhadap kematian. Hal ini menunjukkan bahwa lansia
cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep dan realitas kematian. Pada tahap
perkembangan usia lanjut merasakan atau sadar akan kematian (sense of
awareness of mortality).

Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial yang dialaminya oleh lansia antara lain pensiun,
terjadi perubahan kepribadian, perubahan dalam peran sosial di masyarakat,
penurunan fungsi dan potensi seksual. Pensiun sering dikatakan secara salah
dengan kepasifan atau pengasingan. Dalam kenyataannya pensiun adalah tahap
kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan perubahan peran yang
menyebabkan stres psikososial.

Usia wajib pensiun bervariasi, contohnya pegawai negeri sipil (PNS) pada
usia 65 tahun, sedangkan industri swasta hak pensiun biasanya antara usia 62
tahun dan 70 tahun, dan juga mungkin pensiun pada usia 55 tahun. Nilai
seseorang sering di ukur oleh produktivitasnya dan identitas yang dikaitkan
dengan peran dalam pekerjaan. Hilangnya kontak sosial dari area pekerjaan
seseorang lansia pensiunan merasakan kekosongan, dan secara tiba-tiba
merasakan begitu banyak waktu luang yang ada di rumah disertai dengan
sedikitnya hal-hal yang dapat dijalani. Meskipun pensiun karena alasan kesehatan,
masalah-masalah yang berputar di sekitar pensiun berkaitan erat dengan
pertimbangan atas jabatan dan keadaan keuangan.

Bila seseorang pensiun (purna tugas), la akan mengalami kehilangan-


kehilangan antara lain:

1) Kehilangan penghasilan, pada umumnya, di manapun, pemasukan uang pada


seseorang yang pensiun akan menurun, kecuali pada orang yang sangat kaya
dengan tabungan yang melimpah.
2) Kehilangan status, terutama ini terjadi bila sebelumnya orang tersebut
mempunyai jabatan dan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan fasilitasnya.
3) Kehilangan teman atau kenalan, mereka akan jarang sekali bertemu dan
berkomunikasi dengan teman sejawat vang sebelumnya tiap hari dijumpainya,
hubungan sosialnya pun akan hilang atau berkurang.
4) Kehilangan Kegiatan atau Pekerjaan, lansia akan merasa kehilangan kegiatan
yang dilakukan setiap hari, ini berarti bahwa rutinitas yang bertahun-tahun
telah dikerjakan akan hilang.

1.1.4 Proses Menua


Dalam buku ajar geriatri, bahwa yang dinamakan “menua” (menjadi tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita. Dari pernyataan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa manusia secara perlahan mengalami kemunduran struktur dan
fungsi organ. Kondisi ini dapat memengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut
usia, termasuk kehidupan seksualnya. (Ida Untari, 2016)

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini
berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit
yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas,
penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak
proporsional.

1.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Menua


Proses penuaan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan ekternal.
Proses penuaan primer merupakan proses yang berlangsung secara wajar tanpa
pengaruh dari luar, sedangkan jalannya proses penuaan yang berlangsung akibat
stress psikis dan sosial serta kondisi lingkungan (proses penuaan sekunder).
Penuaan ini sesuai dengan kronologis usia yang dipengaruhi oleh faktor endogen.
Perubahan ini dimulai dari sel jaringan organ sistem pada tubuh. Penuaan dapat
terjadi secara fisiologis dan patologi. Bila seseorang mengalami penuaan
fisiologis (fisiological aging), diharapkan mereka dapat tua dalam keadaan sehat.
Perubahan ini dimulai dari sel jaringan organ sistem pada tubuh. (Sunaryo et al.,
2016)

Sedangkan faktor lain yang juga berpengaruh pada proses penuaan adalah
faktor eksogen, seperti faktor organik, genetic, dan imunitas. faktor organik
adalah penurunan hormone pertumbuhan, penurunan hormone testosteron,
peningkatan prolaktin, penurunan melatonin, perubahan folicel stimulating
hormon dan luteinizing hormon. Kedua, faktor lingkungan dan gaya hidup.
Termasuk faktor lingkungan antara lain pencemaran lingkungan akibat kendaraan
bermotor , pabrik, bahan kimia , bising, kondisi lingkungan yang tidak bersih,
kebiasaan menggunaan obat dan jamu tanpa control, radiasi sinar matahari ,
makanan berbahan kimia, infeksi virus, bakteri, dan stress. Ketiga, faktor status
kesehatan.

2.1 KONSEP GANGGUAN FISIK PADA LANSIA (HIPERTENSI)


1.2.1 Defisini
World Health Organzation (WHO) dan The International Society of
Hypertension (ISH) menetapkan bahwa hipertensi merupakan kondisi ketika
tekanan darah (TD) sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Nilai ini merupakan hasil rerata minimal dua
kali pengukuran setelah melakukan dua kali atau lebih kontak dengan petugas
kesehatan. (Yasmara et al., 2017)

Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan suatu peningkatan tekanan


darah di dalam arteri. Hiper artinya berlebihan, sedangkan tensi artinya tekanan
atau tegangan. Untuk itu, hipertensi merupakan tekanan darah atau denyut jantung
yang lebih tinggi dibandingkan dengan normal karena penyempitan pembuluh
darah atau gangguan lainnya. Dimana terjadi peningkatan tekanan sistolik 140
mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih , dan tekanan
darah berfluktuasi dalam batas tertentu tergantung pada posisi tubuh, usia dan
tingkat stress.(Asikin et al., 2016)

Menurut JNC hipertensi terjadi apabila tekanan darah lebih dari 140/90
mmHg Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan darah secara
abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang
disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara abnormal.(Andra Safery
Wijaya & Putri, 2013).

1.2.2 Klasifikasi Hipertensi


Hipertensi usia dewasa telah diklasifikasikan dalam Sixtth Report of The
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure (JNC VI) dalam (Yasmara et al., 2017). Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa usia 18 tahun

Tekanan
Tekanan Sistolik
Kategori Diastolik
(mmHg)
(mmHg)
Optimal <120 Dan <80
Normal <130 Dan/atau <85
Tinggi-normal 130-139 Dan/atau 85-89
Hipertensi derajat I 140-159 Dan/atau 90-99
Hipertensi derajat II 160-179 Dan/atau 100-109
Hipertensi derajat III ≥180 Dan/atau ≥110

Keterangan tabel 2.1 klasifikasi tekanan darah untuk dewasa usia 18 tahun:

1. Kategori normal dapat diterima jika individu tersebut tidak mengonsumsi obat

atau sedang sakit.

2. Jika TD sistolik atau diastolik jatuh ke kategori yang berbeda, maka yang
dipilih adalah kategori yang lebih tinggi. Misal: 160/92 diklasifikasikan
sebagai hipertensi derajat 2; 174/120 diklasifikasikan sebagai hipertensi derajat
3
3. Hipertensi sistolik terisolasi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik >140

mmHg dan tekanan darah diastolik <90 mmHg

Misal: Tekanan darah 170/82 mmHg merupakan hipertensi sistolik terisolasi


derajat

Berdasarkan penyebabnya hipertensi juga dapat diklasifikasikan menjadi


hipertensi primer dan hipertensi sekunder. (Yasmara et al., 2017)

1. Hipertensi Primer
Hipertensi primer atau hipertensi esensial ini merupakan jenis hipertensi
yang tidak diketahui penyebabnya. Ini merupkan jenis hipertensi yang paling
banyak yaitu sekitar 90–95% dari insidensi hipertensi secara keseluruhan.
Hipertensi primer ini sering tidak disertai dengan gejala dan biasanya gejala baru
muncul saat hipertensi sudah berat atau sudah menimbulkan komplikasi. Hal
inilah yang kemudian menyebabkan hipertensi dijuluki sebagai sillent killer.

2. Hipertensi Sekunder

Jumlah hipertensi sekunder hanya sekitar 5-10% dari kejadian hipertensi


secara keseluruhan. Hipertensi jenis ini merupakan dampak sekunder dari
penyakit tertentu. Berbagai kondisi yang bisa menyebabkan hipertensi antara lain
penyempitan arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, hiperaldosteron maupun
kehamilan. Selain itu, obat-obatan tertentu bisa juga menjadi pemicu jenis
hipertensi sekunder.

1.2.3 Etiologi Hipertensi


1. Hipertensi Primer
Penyebab hipertensi primer bersifat multifaktorial, yakni sebagai hasil
interaksi dari berbagai faktor yang memicu timbulnya hipertensi tersebut antara
lain faktor risiko, aktivitas sistem saraf simpatik, keseimbangan vasodilatasi dan
vasokonstriksi pembuluh darah, serta aktivitas sistem renin-angiotensin.

Beberapa hal yang dapat menjadi faktor risiko di antaranya usia, jenis
kelamin, dan faktor herediter atau keturunan. Selain itu pola hidup yang tidak
sehat seperti mengonsumsi alkohol, merokok, kurang olahraga, makanan
berlemak dapat menjadi pemicu hipertensi.

Seiring dengan pertambahan usia, elastisitas dinding pada dinding pembuluh


darah akan menyebabkan luka pembuluh darah semakin menurun. Demikian pula
dengan jenis kelamin, laki-laki memiliki risiko hipertensi lebih tinggi
dibandingkan wanita. Hal ini berkaitan dengan adanya hormon estrogen pada
wanita yang berkontribusi darah sehingga bisa menurunkan aliran darah.
Penurunan produksi hormon estrogen pada usia menopause membuat risiko pada
wanita juga akan meningkat.

Faktor lain yang dapat memicu hipertensi adalah perangsangan sistem saraf
simpatik. Berbagai kondisi yang menimbulkan stresor baik secara fisik maupun
psikologis dapat memicu aktivitas saraf simpatik. Efek yang ditimbulkan dari
perangsangan sistem saraf simpatik adalah vasokonstriksi pembuluh darah dan
peningkatan denyut jantung. Kedua hal ini akan menyebabkan peningkatan
resistensi perifer pembuluh darah sistemik sehingga sehingga memicu
peningkatan tekanan darah. Selain itu perangsangan sistem saraf simpatik memicu
aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron yang berperan dalam meningkatkan
tekanan darah

Sistem renin-angiotensin-aldosteron sebenarnya bekerja secara otonom


sebagai respons terhadap kondisi tubuh. Saat terjadi syok, peningkatan sistem
saraf simpatik, atau penurunan kadar natrium, ginjal akan mengeluarkan renin
yang mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I. Selanjutnya atas bantuan
Angiotensin converting enzym (ACE) angiotensin I diubah menjadi angiotensin
II. Keberadaan angiotensin II ini akan memicu pengeluaran aldosterone oleh
korteks adrenal. Keberadaan aldosteron ini akan menarik air dan NaCl tetap di
dalam tubulus sehingga meningkatkan volume cairan ekstraseluler yakni dalam
pembuluh darah. Angiotensin II ini juga memicu vasokonstriksi pembuluh darah.
Kombinasi peningkatan volume pembuluh darah dan vasokonstriksi ini
menyebabkan peningkatan tekanan darah. (Yasmara et al., 2017)

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder merupakan dampak dari penyakit tertentu. Angka


kejadiannya berkisar antara 10-20% saja. Beberapa penyakit atau kelainan yang
dapat menimbulkan hipertensi sekunder antara lain:

1) Glomerulonefritis akut. Dimana hipeprtensi terjadi secara tiba tiba dan


memburuk dengan cepat, dan jika kondisi ini tidak segera ditangani maka dapat
menyebabkan gagal jantung.
2) Sindrom nefrotik. Penyakit ini berlangsung lambat dan menimbulkan gejala
klinis sindrom nefrotik seperti proteinuria berat, hipoproteinemia, dan edema
yang berat. Meskipun pada tahap awal fungsi ginjal masih baik, namun lama
kelamaan daya filtrasi glomerulus semakin menurun, faal ginjal memburuk,
dan terjadi kenaikan tekanan darah.
3) Pielonefritis. Terdapat kaitan antara pielonefritis dan adanya hipertensi.
Peradangan pada ginjal ini sering disertai dengan kelainan struktur bawaan
ginjal atau juga pada batu ginjal. Diagnosis klinis sering sukar ditegakkan.
Namun demikian terdapat keluhan yang biasanya muncul yaitu nyeri pinggang,
mudah lelah, dan rasa lemas pada badan. Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan adanya proteinuria, piuria, dan kadang-kadang disertai dengan
hematuria.
4) Kimmelt Stiel-Wilson. Penyakit pada ginjal ini merupakan komplikasi dari
penyakit diabetes melitus yang berlangsung lama. Gejala yang timbul
menyerupai glomerulonefritis kronis dapat disertai dengan tekanan darah
tinggi. Penyakit ini memiliki prognosis yang buruk, penderita dapat meninggal
akibat gangguan fungsi ginjal atau gagal jantung.
5) Hipertensi renovaskular. Hipertensi ini disebabkan oleh stenosis yang terjadi
pada arteri renalis yang memicu pengeluaran renin yang berlebihan. Meskipun
kemudian mengalami penurunan, namun kadarnya tidak akan mencapai tingkat
terendah. Selain itu terdapat pula penambahan volume cairan tubuh serta
peningkatan curah jantung. (Yasmara et al., 2017)

1.2.4 Manifestasi Klinis Hipertensi


Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat (Kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada
kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).

Pada tahap awal perkembangan hipertensi tidak ada manifestasi yang dicatat
oleh klien atau praktisi kesehatan. Pada akhirnya tekanan darah akan naik dan jika
keadaan ini tidak “terdeteksi” selama pemeriksaan rutin, klien tetap tidak sadar
bahwa tekanan darahnya naik, jika kondisi ini tetap dibiarkan dan tidak
terdiagnosis , tekanan darah akan terus naik dan manifestasi klinis akan menjadi
jelas dan klien akan mengeluh sakit kepala terus menerus, kelelahan, pusing,
berdebar-debar, sesak, pandangan kabur atau penglihatan ganda, dan mimisan.
(Black & Hwaks, 2014)

Gejala yang muncul akibat tidak disadarinya tentang kenaikan tekanan


darah dari klien juga akan menunjukkan gejala-gejala tertentu, apabila ada
kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis pada
ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam
hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen  urea darah (BUN) dan kreatinin).
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan
iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu sisi
(hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan (Brunner & Suddarth, 2005 dalam
andra safery wijaya & Putri, 2013). 

Corwin (2000) dalam (Andra Safery Wijaya & Putri, 2013) menyebutkan
bahwa sebagian besar gejala klinis timbul : 

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,


akibatpeningkatan tekanan darah intrakranial. 
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi 
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat 
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerplus 
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

1.2.5 Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepineprin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bias terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh


darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
ysng kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada


sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distesi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer
1.2.6 Pathway Hipertensi

Faktor predisposisi : Usia, jenis kelamin, merokok,


stress, kurang olahraga, genetik, alkohol, konsentrasi garam,
obesitas.
HIPERTENSI

Kerusakan vaskuler Tekanan


pembuluh darah Perubahan Sistemik
Situasi darah ↑
Perubahan struktur Defisiensi
Informasi yang pengetahuan
minim Beban kerja
Ansietas
Penyumbatan jantung ↑
pembuluh darah Resistensi
pembuluh darah Nyeri Aliran darah makin
Vasokonstriksi otak ↑ Kepala cepat ke seluruh tubuh,
sedangkan nutrisi
dalam sel sudag
Gangguan Sirkulasi Otak mencukupi kebutuhan

Suplai O₂ ke Krisis Situasional


otak↓
Resiko Metode Koping
ketidakefektifan tidak efektif
perfusi jaringan
otak Ketidakefektifan
Koping

Ginjal Retina Pembuluh Darah

Vasokonstriksi Spasme Arterio


pembuluh darah Sistemik Koroner
ginjal
Resiko Cedera
Vasokonstriksi Iskemik
Blood Flow Miokard
Darah↓ Kelebihan Afterload↑
Volume Cairan Nyeri
Respon RAA
Fatigue
Edema
Merangsang
Aldosteron Retensi Na Intoleransi
Aktifitas
Gambar 2.1 Modifikasi Patofisiologi Hipertensi
1.2.7 Komplikasi Hipertensi

Beberapa komplikasi yang timbul dikarenakan Hipertensi menurut


(Yasmara et al., 2017) adalah :

1. Retinopati Hipertensif

Retinopati merupakan kondisi rusaknya retina yang disebabkan oleh


tingginya tekanan intraokular akibat hipertensi yang tidak terkontrol. Tekanan
darah yang tinggi merusak pembuluh darah kecil retina sehingga menyebabkan
penebalan pada dinding pembuluh darah. Penebalan tersebut menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah yang berdampak pada penurunan aliran
darah yang melaluinya. Akibatnya adalah suplai darah ke retina berkurang
sehingga terjadi kerusakan di berbagai area retina tersebut. Gejala yang dapat
dirasakan oleh penderita adalah penglihatan ganda, penurunan daya lihat, nyeri
kepala, hingga kebutaan. pembuluh darah yang berdampak pada penurunan aliran
darah yang melaluinya. Akibatnya adalah suplai darah ke retina berkurang
sehingga terjadi kerusakan di berbagai area retina tersebut. Gejala yang dapat
dirasakan oleh penderita adalah penglihatan ganda, penurunan daya lihat, nyeri
kepala, hingga kebutaan.

2. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Penyakit jantung yang sering timbul pada penderita hipertensi ini adalah
penyakit jantung koroner dan penyakit jantung hipertensif. Penyakit jantung
koroner terkait dengan berbagai gejala yang muncul akibat terganggunya suplai
darah ke otot jantung sehingga menimbulkan kerusakan, mulai dari iskemia,
cedera, hingga kematian otot jantung tersebut.

Peregangan yang berlebihan pada dinding pembuluh darah ini akan


menyebabkan luka kecil pada endotelium yang dikenal dengan luka mikroskopik.
Meskipun demikian, luka tersebut sudah dapat memicu respons pembekuan
sehingga pada akhirnya terbentuk trombus pada area tersebut. Jika trombus
tersebut terkelupas, maka akan menyisakan dinding pembuluh darah yang tipis.
Seiring perjalanan waktu penipisan dinding pembuluh darah tersebut dapat
memicu aneurisma yaitu penonjolan dinding pembuluh darah seperti kantong.
Aneurisma ini sangat rentan untuk pecah yang dapat berakibat fatal.

Selain itu tingginya resistensi sistemik pada hipertensi membuat jantung


harus bekerja lebih keras lagi supaya aliran darah dapat tetap terjaga. Jika hal ini
berlangsung lama, akan menyebabkan pembesaran otot jantung (hipertrofi
miokard) yang menyebabkan penurunan fungsi jantung itu sendiri.

3. Hipertensi Serebrovaskular

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko paling penting penyakit stroke
baik karena perdarahan maupun emboli. Risiko stroke akan semakin bertambah
dengan. semakin tingginya tekanan darah. Tingginya regangan pada dinding
pembuluh darah akan menyebabkan luka mikroskopik yang dapat menjadi pemicu
terbentuknya trombus pada area tersebut. Trombus yang terbentuk. menyebabkan
penyempitan pada lumen pembuluh darah sehingga menurunkan aliran darah
serebral.Demikian pula ketika trombus terlepas dan ikut bersama aliran darah,
maka ia akan menimbulkan sumbatan pada pembuluh darah dengan diameter yang
lebih kecil. Penurunan aliran darah ini akan menyebabkan iskemia hingga
kematian sel-sel otak. Kondisi seperti ini dikenal dengan stroke non-hemoragik.

Selain itu, luka akibat regangan pada dinding pembuluh darah atau luka
bekas dari trombus yang terlepas menyebabkan kelemahan pada lokasi dinding
pembuluh darah tersebut. Akibatnya daerah tersebut mudah mengalami aneurisma
atau ruptur, sehingga menimbulkan perdarahan di area otak. Perdarahan di otak
yang menimbulkan kerusakan pada sel-sel otak disebut stroke hemoragik.

4. Ensefalopati Hipertensi

Ensefalopati hipertensi merupakan sindrom yang ditandai oleh perubahan


neurologis secara mendadak akibat peningkatan tekanan darah arteri. Sindrom
tersebut akan hilang jika tekanan darah dapat diturunkan kembali. Gejala yang
sering muncul biasanya berupa nyeri kepala hebat, bingung, lamban, muntah,
mual, dan gangguan. penglihatan. Gejala ini umumnya bertambah berat dalam
waktu 12-48 jam, , pasien dapat mengalami kejang, penurunan kesadaran, hingga
kebutaan. Kondisi ini sering terjadi pada hipertensi maligna yang mengalami
paninigkárán tekanan darah secara cepat.

1.2.8 Faktor Resiko Hipertensi

Hipertensi primer mencakup lebih dari 90% dari keseluruhan kasus


hipertensi. Kurang dari 5-8% klien hipertensi dewasa memiliki hipertensi
sekunder; bagaimanapun juga, terlepas dari jenisnya, hipertensi merupakan akibat
dari serangkaian faktor-faktor genetik dan lingkungan. Faktor-faktor risiko ini
digolongkan menjadi yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah. Edukasi dan
perubahan gaya hidup ditujukan pada faktor-faktor yang dapat diubah (Black &
Hwaks, 2014)

1. Faktor-faktor yang tidak dapat di ubah

1) Riwayat Keluarga

Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu, pada seseorang


dengan riwayat hipertensi keluarga, beberapa gen  mungkin berinteraksi dengan
yang lainnya dan juga lingkungan yang dapat menyebabkan tekanan darah naik
dari waktu ke waktu. Kecenderungan genetis yang membuat keluarga tertentu
lebih rentan terhadap hipertensi mungkin berhubungan dengan peningkatan kadar
natrium intraselular dan penurunan rasio kalsium-natrium, yang lebih sering
ditemukan pada orang berkulit hitam. Klien dengan orang tua yang memiliki
hipertensi berada pada risiko hipertensi yang lebih tinggi pada usia muda.

2) Usia

Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun. Peristiwa


hipertensi meningkat dengan usia: 50-60% klien yang berumur lebih dari 60 tahun
memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Penelitian epidemiologi.
bagaimanapun juga telah menunjukkan prognosis yang lebih buruk pada klien
yang hipertensinya mulai pada usia muda. Hipertensi sistolik terisolasi umumnya
terjadi pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun, dengan hampir 24% dari
semua orang terkena pada usia 80 tahun. Di antara orang dewasa, pembacaan TDS
lebih baik dari pada TDD karena merupakan prediktor yang lebih baik untuk
kemungkinan kejadian di masa depan seperti penyakit jantung koroner, stroke,
gagal jantung, dan penyakit ginjal.

3) Jenis Kelamin

Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi pada pria


dibandingkan wanita sampai kira-kira usia 55 tahun. Risiko pada pria dan wanita
hampir sama antara usia 55 sampai 74 tahun; kemudian, setelah usia 74 tahun
wanita berisiko lebih besar.

4) Etnis

Statistik mortalitas mengindikasikan bahwa angka kematian pada wanita


berkulit putih dewasa dengan hipertensi lebih rendah pada angka 4,7%; pria
berkulit putih pada tingkat terendah berikutnya yaitu 6,3%, dan pria berkulit hitam
pada tingkat terendah berikutnya yaitu 22,5% angka kematian tertinggi pada
wanita berkulit hitam pada angka 29,3%. Alasan peningkatan prevalensi
hipertensi di antara orang berkulit hitam tidaklah jelas, akan tetapi peningkatannya
dikaitkan dengan kadar renin yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih besar
terhadap vasopresin, tingginya asupan garam, dan tingginya stres lingkungan.

2. Faktor-faktor yang dapat di ubah

1) Diabetes

 Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dari dua kali lipat pada klien diabetes
menurut beberapa studi penelitian terkini.Diabetes mempercepat aterosklerosis
dan menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah besar. Oleh
karena itu hipertensi akan menjadi diagnosis yang lazim pada diabetes, meskipun
diabetesnya terkontrol dengan baik. Ketika seorang klien diabetes didiagnosis
dengan hipertensi, keputusan pengobatan dan perawatan tindak lanjut harus benar-
benar individual dan agresif.
2) Stres

Stres meningkatkan resistansi vaskular perifer dan curah jantung serta


menstimulasi aktivitas sistem saraf simpatis. Dari waktu ke waktu hipertensi dapat
berkembang. Stresor bisa banyak hal, mulai dari suara, infeksi, peradangan, nyeri,
berkurangnya suplai oksigen, panas, dingin, trauma, pengerahan tenaga
berkepanjangan, respons pada peristiwa kehidupan, obesitas, usia tua, obat-
obatan, penyakit, pembedahan dan pengobatan medis dapat memicu respons stres.
Rangsangan berbahaya ini dianggap oleh seseorang sebagai ancaman atau dapat
menyebabkan bahaya; kemudian, sebuah respons psikopatologis “melawan-atau-
lari” (fight or flight) diprakarsai di dalam tubuh. Jika respons stres menjadi
berlebihan atau berkepanjangan, disfungsi organ sasaran atau penyakit akan
dihasilkan. Sebuah laporan dari Lembaga Stress Amerika (American Institute of
Stress) memperkirakan 60% sampai 90% dari seluruh kunjungan perawatan
primer meliputi keluhan yang berhubungan dengan stres. Oleh karena stres adalah
permasalahan persepsi, interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan
banyak stresor dan respons stres.

3) Obesitas

Obesitas, terutama pada tubuh bagian atas (tubuh berbentuk "apel”), dengan
meningkatnya jumlah lemak sekitar diafragma, pinggang, dan perut, dihubungkan
dengan pengembangan hipertensi. Orang dengan kelebihan berat badan tetapi
mempunyai kelebihan paling banyak di pantat, pinggul, dan paha (tubuh
berbentuk “pear”) berada pada risiko jauh lebih sedikit untuk pengembangan
hipertensi sekunder daripada peningkatan berat badan saja. Kombinasi obesitas
dengan faktor-faktor lain dapat ditandai dengan sindrom metabolis, yang juga
meningkatkan risiko hipertensi.

4) Nutrisi
Konsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam perkembangan
hipertensi esensial. Paling tidak 40% dari klien yang akhirnya terkena hipertensi
akan sensit terhadap garam dan kelebihan dan garam dan kelebihan garam
mungkin menjadi penyebab pencentus hipertensi pada individu ini :Diet tinggi
garam mungkin menyebabkan pelepasan hormon natriuretik yang berlebihan,
yang mungkin secara tidak langsung meningkatkan tekanan darah. Muatan
natrium juga menstimulasi mekanisme vasopresor di dalam sistem saraf pusat
(SSP). Penelitian juga menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsium, kalium,
dan magnesium dapat berkontribusi dalam pengembangan hipertensi.

5) Penyalahgunaan Obat

Merokok sigaret, mengonsumsi banyak alkohol, dan beberapa penggunaan


obat terlarang merupakan faktor. faktor risiko hipertensi. Pada dosis tertentu
nikotin dalam rokok sigaret serta obat seperti kokain dapat menyebabkan naiknya
tekanan darah secara langsung; namun bagaimanapun juga, kebiasaan memakai
zat ini telah turut meningkatkan kejadian hipertensin dari waktu ke waktu.
Kejadian hipertensi juga tinggi di antara orang yang minum 3 ons etanol per hari.
Pengaruh dari kafein adalah kontroversial. Kafein meningkatkan tekanan darah
akut tetapi tidak menghasilkan efek berkelanjutan.

3.1 KONSEP GANGGUAN PSIKOLOGIS LANSIA (KECEMASAN)

1.3.1 Definisi

Ansietas merupakan suatu keadaan dimana ketika individu atau kelompok


mengalami suatu perasaan gelisah (kekhawatiran) dan aktivasi saraf otonon
sebagai respon terhadap ancaman yang tidak jelas dan non spesifik. (Carpenito-
Moyet, 2013). Ansietas merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan dapat
menyebar, yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidaklah memiliki objek yang spesifik. Ansietas dialami secara
subjektif dan dapat dikomunikasikan secara interpersonal. Ansietas adalah kondisi
emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan
spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman. (Fadhillah, 2016).

1.3.2 Penyebab Kecemasan

Dalam buku Standar Diagnosa Keperawatan Republik Indonesia, penyebab

terjadinya ansietas adalah:

a. Krisis situasional
b. Kebutuhan tidak terpenuhi
c. Krisis maturasional
d. Ancaman terhadap konsep diri
e. Ancaman terhadap kematian
f. Kekhawatiran mengalami kegagalan
g. Disfungsi sistem keluarga.
h. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
i. Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
j. Penyalahgunaan zat
k. Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutan, dll)
l. Kurang terpapar informasi (PPNI, 2016)
1.3.3 Tingkatan Kecemasan

1.3.1.1 Ansietas ringan, berhubungan dengan ketegangan yang ada didalam

kehidupan sehari-hari. Ansietas ini menyebabkan individu menjadi

waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat

memodifikasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas

individu.

1.3.1.2 Ansietas sedang, memungkinkan individu untuk fokus pada hal yang

penting dan mengesampingkan hal yang lainnya. Ansietas ini


mempersempit lapang individu, dengan demikian individu mengalami

tidak perhatian yang selektif, namun dapat berfokus pada lebih banyak

area, jika dapat diarahkan untuk mengarahkannya.

1.3.1.3 Ansietas berat, sangat dapat mengurangi lapang persepsi individu.

Individu cenderung lebih berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik

serta tidak berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ini ditunjukkan untuk

mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan arahan untuk

berfokus pada are lain.

1.3.1.4 Tingkat panik dari ansietas, berhubungan dengan terpengarah, ketakutan,

dan teror. Hal yang rinci disini terpecah dari proporsinya, karena

mengalami hilang kendali. Individu yang mengalami panik ini tidak dapat

melakukan sesuatu walaupun dengan arahan.

1.3.4 Rentang Respon Kecemasan

Rentang kecemasan berfluktasi antara respon adaptif antisipasi dan yang


paling maladaptif yaitu panik.

Adaptif Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

 Antisipasi
Suatu keadaan yang digambarkan lapangan persepsi menyatu dengan
lingkungan.
 Cemas ringan
Ketegangan ringan, pengindraan lebih tajam dan menyiapkan diri
untuk bertindak
 Cemas sedang
Keadaan lebih waspada dan lebih tegang, lapangan persepsi
menyempit dan tidak mampu memutuskan pada faktor/peristiwa yang
penting baginya.
 Cemas berat
Lapangan persepsi sangat sempit, berpusat pada detail yang kecil,
tidak memikirkan yang luas, tidak mampu membuat kaitan dan tidak
mampu menyelesaikan masalah
 Panik
Persepsi menyimpang, sangat kacau dan tidak terkontrol, berpikir
tidak teratur, perilaku tidak tepat dan agitasi/hiperaktif (Azizah, Imam, &
Amar, 2016).

1.3.5 Stressor Pencetus

Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal ataupun eksternal.


Stresor pencetus ini dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu:

1.3.1.4.1.1.1.1 Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi disabilitas fisiologis yang akan
terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup
seseorang sehari-hari

1.3.1.4.1.1.1.2 Ancaman terhadap sistem diri, ancaman ini dapat membahayakan


identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada individu.

1.3.6 Cara Mengatasi Kecemasan

Individu dapat mengatasi ansietas dengan menggerakkan sumber koping

yang ada dilingkungan. Sumber koping tersebut yag berupa modal ekonomi,

kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial, serta keyakinan budaya

dapat membantu individu mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stres

dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.


1.3.7 Mekanisme Koping

Ketika individu mengalami ansietas, individu dapat menggunakan berbagai


mekanisme koping untuk dapat mencoba mengatasinya. Ketidakmampuan
mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya
perilaku patologis. Pola yang biasa dapat digunakan individu untuk mengatasi
ansietas ringan cenderung tetap dominan ketika ansietas menjadi lebih intens.
Ansietas ringan ini sering ditanggulangi tanpa pemikiran yaang sadar. Sedangkan
ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping.

1.3.8 Tanda dan Gejala

1. Tanda dan gejala mayor

1) Subjektif: klien merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang


dihadapi

2) Objektif: tampak gelisah

2. Tanda dan gejala minor

1) Subjektif: Klien mengeluh pusing

2) Objektif: tekanan darah meningkat

4.1 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.4.1 Gangguan Fisik Pada Lansia (Hipertensi)


1. Pengkajian

1) Identitas Klien
Pengkajian meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan klien, umur, alamat,
pekerjaan, suku bangsa, diagnosa medis.

a. Umur : Hipertensi biasanya muncul antara usia 30 – 50 tahun. pristiwa


hipertensi meningkat dengan usia 50 – 60% klien yang berumur lebih dari 60
tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg.
b. Jenis kelamin : hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita
sampai kira kira usia 55 tahun. setelah berusia 74 tahun wanita beresiko lebih
besar terkena hipertensi.

c. Pria lebih akan lebih mudah terkenan hipertensi akibat pola hidup, merokok,
minum alkohol, tekanan pekerjaan. Sedangkan wanita yang sudah di atas 60
tahun resiko terkenan hipertensi lebih besar diakibatkan oleh hormon
ekstrogen yang menurun.

d. Pekerjaan : dari pekerjaan yang berat akan menimbulkan stres. Saat dilanda
stres produksi hormon adrenalin akan meningkat sehingga jantung memompa
darah lebih cepat, akibatnya tekanan darah akan meningkat.

e. Suku bangsa : Keyakinan dan nilai nilai budaya memengaruhi cara individu
dalam mengatasi nyeri.

2) Keluhan Utama

Sebagian seseorang yang mengalami hipertensi mengalami nyeri kepala


3) Riwayat Kesehatan Sekarang

Nyeri pada hipertensi sebagian besar penderita yang mengalami tidak


merasakan gejala yang ditimbulkan. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,
pusing, pendarahan pada hidung, wajah kemerahan, jika hipertensinya berat atau
menahun. Bila tidak dilakukan pengobatan bisa timbul gejala sakit kepala,
muntah, sesak nafas bahkan pada penderita dengan hipertensi berat akan
mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Yang perluh dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita peyakit yang
sama karena faktor genetik/keturunan.
5) Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat sakit hipertensi sebelumya, diabetus militus, gangguan ginjal,


obesitas/kegemukan, dan adakah riwayat merokok, minum alkohol, adakah stres
jangka lama, dan kesukaan garam.
6) Faktor Yang Memperberat Rasa Nyeri

Perawat perluh mengkaji faktor faktor yang dapat memperberat dan


memperingan nyeri. faktor yang memperberat nyeri, peningkatan aktivitas,
perubahan suhu tubuh dan stres. Faktor yang dapat memperingan nyeri mengubah
posisi saat nyeri timbul, menggosok atau memngkompres nyeri di leher dengan air
dingin atau hangat.
2. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)

Keadaan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, berat badan, tinggi badan dan tanda
tanda vital.

8) Pemeriksaan fisik persistem (Head To Toe)


a. Kepala dan muka (inspeksi dan palpasi)
Simetris, rambut, bengkak, lembab, lesi dan bau.
b. Mata (inspeksi)
Gerakan bola mata, simetris/tdk, kelainan bentuk/penglihatan, sekret,
kedaan sklera/konjungtiva/pupil.
c. Hidung (inspeksi dan palpasi)
Bentuk, masalah pada sinus, trauma, epistaksis (mimisan), hidung tersumbat
d. Telinga (inspeksi dan palpasi)
Bentuk, canalis bersih/tidak, Tinitus (keluar cairan putih dari lubang
telinga), gangguan/kehilangan pendengaran
e. Mulut (inspeksi dan palpasi)
Bibir : warna, simetris, lesi, kelembaban, pengelupasan dan bengkak
Rongga mulut : kaji ada/tidaknya stomatitis, kemampuan menggigit,
mengunyah dan menelan
Gusi : warna dan edema
Gigi : karang gigi, caries, sisa gigi
Lidah : kaji kebersihannya , warna, kesimetrisan, kelembaban, luka, bercak
dan pembengkakan
Kerongkongan : kaji ada/tidaknya peradangan, lendir/sekret.
f. Leher (inspeksi dan Palpasi)

Kaji adanya Pembesaran kelenjar gondok & limfe, nyeri tekan, kaku pada
leher.

g. Thorax

Kaji kesimetrisan bentuk dada, ada atau tidaknya retraksi dada, benjolan
patologis, keadaan mammae. Kaji ada dan tidaknya suara nafas tambahan,
dan nyeri tekan.

h. Abdomen

Kaji adanya nyeri tekan pada abdomen, adanya pembesaran hati / limfa ,
adanya suara bising usus.

i. Ekstermitas

Kaji adanya lesi dan kekuatan otot , pergerakan ekstermitas (menggunakan


bantuan/tidak)

j. Genetalia

Kaji tentang kebersihan

k. Integumen

Kaji adanya sianosis, edema, turgor kulit, makula, papula, vesikula, pustula,
bula, nodul, sikatriks,nevi.

3. Pemeriksaan Penunjang

1. pemeriksaan hemaglobin: mengkaji hubungan dari sel sel terhadap volume


cairan (viskositas)
2. BUN/kreatin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal
3. Glukosa : hiperglikemia akibat oleh peningkatan kadar kreatin
4. Kalium serum : hipokalimia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (peyebab)
5. Kolesterol dan trigliserida serum: peningkatan kadar dapat
mengindikasikan adanya pembentukan plak ateromatosa (efek
kardiovaskuler)
6. EKG : dapat menunjukan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi
4. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

BAB 2Nyeri akut (D.0077)

Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan


kerusakan jaringan aktual/fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
a) Penyebab :

1) Agen pencedera fisiologis ( mis: inflamasi,iskemia, neoplasma)


2) Agen pencedera kimiawi ( mis : terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik ( mis : abses, amputasi,terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
b) Gejala dan tanda mayor

1) Subjektif :
Mengeluh nyeri
2) Objektif :
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (misalnya waspada , posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
3) Gejala dan tanda minor

1) Subjektif : -
2) Objektif :
(1)Tekanan darah meningkat
(2)Pola napas berubah
(3)Nafsu makan berubah
(4)Proses berpikir terganggu
(5)Menarik diri
(6)Berfokus pada diri sendiri
(7)Diaphoresis
BAB 3Intoleransi Aktivitas (D.0056)

Definisi: ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari


a) Penyebab:
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigem
2. Tirah baring
3. Kelemahan
4. Impbilitas
5. Gaya hidup menonton
b) Gejala dan Tanda Mayor:
1) Subjektif:
mengeluh lelah
2) Objektif:
frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
c) Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif:
(1) dispnea saat/setelah aktivitas
(2) merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
(3) merasa lemah
2) Objektif:
(1) tekanan darah berubah >20% dari kondisi
istirahat
(2) gambaran EKG menunjukkan aritmia
saat/setelah aktivitas
(3) gambaran EKG menunjukkan iskemia
(4) sianosis
BAB 4Kelebihan Volume Cairan

Definisi : peningkatan volume cairan intravaskuled, interstisial, dan/atau


intraselular
a) Penyebab:
1) Gangguan mekanisme regulasi
2) Kelebihan asupan cairan
3) Kelebihan asupan natrium
4) Gangguan aliran balik vena
5) Efek agen farmakologis ( mis. Kortikosteroid, chlorpropamide,
tolbutamide, vinceristine, tryptilinescarbamazepine)
b) Gejala dan Tanda Mayor:
1) Subjektif:
(1) Ortopnea
(2) Dispnea
(3) Paroxysmal nocturnal dyspnea
2) Objektif:
(1) Edema anasarka dan/atau edema perifer
(2) Berat badan meningkat dalam waktu singkat
(3)Jugular venous pressure (JVP) dan/atau Cental Venous Pressure
(CVP) meningkat
(4)Refleks hepatojugular
c) Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif: -
2) Objektif:
1. Distensi vena jugularis
2. Terdengar suara nafas tambahan
3. Hepatomegali
4. Kadar Hb/Ht turun
5. Oliguria
6. Intake lebih banyak dari output (balns cairan positif)
7. Kongesti paru
BAB 5Ansietas

Definisi: kondisi emosi dan pengelaman subyektif individu terhadap objek

yang tidak jelas dan spesisfik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan

individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman

a) Penyebab:
1) Krisis situasional
2) Kebutuhan tidak terpenuhi
3) Krisis maturasional
4) Ancaman terhadap konsep diri
5) Ancaman terhadap kematian
6) Kekhawatiran mengalami kegagalan
7) Disfungsi sistem keluarga
8) Hubungan orang tua anak tidak memuaskan
9) Faktor keturunan (tempramen mudah teragitasi sejak lahir)
10) Penyalahgunaan zat
11) Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutan, dan lain-lain)
12) Kurang terpapar informasi
b) Gejala dan Tanda Mayor:
1) Subjektif:
(1) Merasa bingung
(2) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
(3) Sulit berkonsentrasi
2) Objektif:
(1) Tampak gelisah
(2) Tampak tegang
(3) Sulit tidur
c) Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif:
(1) Mengeluh pusing
(2) Anoreksia
(3) Palpitasi
(4) Merasa tidak berdaya
2) Objektif:
(1)Frekuensi napas meningkat
(2)Frekuensi nadi meningkat
(3)Tekanan darah meningkat
(4)Diaforesis
(5)Tremor
(6)Muka tampak pucat
(7)Suara bergetar
(8)Kontak mata buruk
(9)Sering berkemih
(10) Berorientasi pada masa lalu
BAB 6Defisist pengetahuan (D.0111)

Definisi : ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan


dengan topik tertentu
a) Penyebab :

2) Keteratasan kognitif
3) Gangguan fungsi kognitif
4) Kekeliruan mengikuti anjuran
5) Kurang terpapar informasi
6) Kurang minat dalam belajar
7) Kurang mampu mengingat
8) Ketidaktahuan menemukan dumber informasi
b) Data Mayor :

1) Data subjektif :
Menanyakan masalah yang dihadapi
2) Data objektif:
a. Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran
b. Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
c) Data Minor :

Data subjektif : -
Data objektif :

(1)Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat


(2)Menunjukkan perilaku berlebihan (mis. Apatis, bermusuhan,
angitasi, histeria)
3. RENCANA KEPERAWATAN

1) Luaran Utama : Nyeri Akut (PPNI, 2018b)

Tujuan dan kriteria hasil: Tingkat Nyeri menurun


1) Keluhan nyeri pasien menurun
2) Pasien tampak Relaks tidak gelisah
3) Frekuensi nadi pasien membaik
4) Tekanan darah pasien membaik
5) Pola tidur pasien membaik (PPNI, 2018b)
Intervensi:
Intervensi Utama : Manajemen Nyeri
1. Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
2. Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri seperti
kompres hangat/dingin, aromaterapi, akrupessure dll.
b. kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri seprti kebisingan dan
suhu ruangan
c. fasilitasi istirahat dan tidur
3. Edukasi
a. Jelaskan strategi meredakan nyeri
b. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik (PPNI, 2018)

2) Luaran Utama : Defisit Pengetahuan tentang hipertensi (D.0111)

Tujuan dan kriteria hasil : Tingkat pengetahuan membaik


1. Perilaku sesuai anjuran meningkat
2. Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
3. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topic meningkat
4. Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai
topic meningkat
5. Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
6. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
7. Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
8. Perilaku membaik
Intervensi Utama : Edukasi Kesehatan I.12383
Observasi :
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2. Identifikasi faktor faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Terapeutik
3. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
5. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
6. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
7. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat.
6.1.2 Gangguan Psikologis Pada Lansia (Kecemasan)

1. Pengkajian

Menurut (PPNI, 2016) dalam buku Standar Diagnosa Keperawatan


Indonesia data fokus yang perlu dikaji pada klien dengan hipertensi antara lain:

a) Data biografi : nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit.

b) Nama penanggung jawab dan catatan kedatangan.

c) Riwayat kesehatan :

1) Keluhan utama : alasan utama klien datang ke rumah sakit atau


pelayanan kesehatan.
2) Riwayat kesehatan sekarang : keluhan klien yang dirasakan saat
melakukan pengkajian.

3) Riwayat kesehatan terdahulu : biasanya penyakit hipertensi adalah


penyakit yang sudah lama dialami oleh klien dan biasanya
dilakukanpengkajian tentang riwayat minum obat klien.

4) Riwayat kesehatan keluarga : mengkaji riwayat keluarga apakah ada


yang menderita riwayat penyakit yang sama.

d) Data fisiologis, respirasi, nutrisi/cairan, eliminasi, aktifitas/istirahat,


neurosensori, reproduksi/seksualitas, psikologi, perilaku dan lingkungan.
Pada klien dengan ansietas dalam domain perilaku, perawat harus
mengkaji data mayor dan minor yang sudah tercantum dalam buku Standar
Diagnosa Keperawatan Republik Indonesia (2016) , yaitu :

Tanda dan gejala mayor

 Subjektif: klien merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang


dihadapi

 Objektif: tampak gelisah

Tanda dan gejala minor

 Subjektif: Klien mengeluh pusing

 Objektif: tekanan darah meningkat (PPNI, 2016).

Pada pengkajian diperlukan untuk dikaji menurut (Ade Herman Surya Direja,
2011) :

a. Perilaku : Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak

mata jelek, gelisah, melihat sekilas sesuatu, pergerakan berlebihan

( seperti : foot shuffling, pergerakan lengan/tangan), ungkapan


perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa dalam hidup, insomnia,

dan perasaan gelisah.

b. Afektif : Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup,

sukacita berlebihan, nyeri dan ketidakberdayaan meningkat secara

menetap, gemeretak, ketidakpastian, kekhawatiran meningkat, fokus

pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed,

khawatir, prihatin dan mencemaskan.

c. Fisiologis : Suara bergetas, gemetar/tremor angan, bergoyang-goyang,

respirasi meningkat, kesegaran berkemih , nadi meningkat , dilatasi

pupil, reflex-refleks meningkat , nyeri abdomen, gangguan tidur,

eksitasi kardiovaskuler, tekanan darah menurun, keseringan berkemih,

pusing, mual, tekanan darah meningkat.

d. Kognitif : Hambatan berfikir, bingung, preokupasi, perenung, perhatian

lemah, cenderung menyalahkan orang lain, kewaspadaan terhadap

gejala fisiologis.

e. Faktor yang berhubungan Terpapar toksin, konflik tidak disadari

tentang pentingnya nilai-nilai/ tujuan hidup, hubungan kekeluargaan/

keturunan, kebutuhan yang tidak teratasi, ancaman kematian, ancaman

terhadap konsep diri, stress, penyalahgunaan zat, ancaman terhadap

atau perubahan dalam : status peran, status kesehatan, pola interaksi,

fungsi peran, lingkungan, status ekonomi.


f. Psikologi : Gejala dan tanda ansietas menurut (PPNI, 2016) adalah

sebagai berikut: Gejala dan tanda mayor ansietas :

a) Merasa bingung
b) Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
c) Sulit berkonsentrasi
d) Tampak gelisah
e) Tampak tegang
f) Sulit tidur
g. Pengkajian Aktivitas Sehari-hari

Indekz Katz merupakan instrument pengkajian yang berfungsi

mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan

mobilitas serta dapat juga di gunakan sebagai kriteria dalam menilai

kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan

keseimbangan menggunakan 6 indikator seperti mandi, berpakaian, ke

kamar kecil, berpindah, kontinen, makan.

Dengan 6 pertanyaan yang sudah di tentukan dengan cara mencentang

kolom mandiri atau ketergantungan pada lembar kuisioner. Dengan

interprestasi hasil nilai :

1. Nilai A : Kemandirian dalam hal makan, kontinen ( BAK/BAB ),


berpindah, kekamar kecil, mandi dan berpakaian.

2. Nilai B : Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi


tersebut.

3. Nilai C : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu


fungsi tambahan.
4. Nilai D : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,
berpakaian, dan satu fungsi tambahan.

5. Nilai E : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian,


ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan.

6. Nilai F : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian,


ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.

7. Nilai G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut (Padila,


2013)

h. Pengkajian kognitif dan mental

1) Short Porteble Mental Status Questionaire ( SPMSQ ) : SPMSQ

merupakan instrumen pengkajian sederhana yang di gunakan untuk

menilai fungsi intelektual mental dari lansia. Yang terdiri dari 10

pertanyaan (tanggal berapa hari ini, hari apa sekarang, apa nama

tempat ini) yang berkaitan dengan intelektual lansia diisi dengan cara

memberikan jawaban yang di ucapkan oleh lansia dan memberikan

setiap pertanyaan nilai Jika kesalahan 0-2 berarti fungsi intelektual

lansia utuh, kesalahan 3-4 berarti lansia mengalami kerusakan

intelektual ringan, kesalahan 5-7 berarti lansia mengalami

kerusakan intelektual sedang, kesalahan 8-10 lansia mengalami

kerusakan intelektual berat (Padila, 2013)

2) Mini - Mental State Exam ( MMSE ) Mini mental stase exam

(MMSE) adalah tes skrining yang paling umum digunakan untuk

penilaian fungsi kognitif dan merupakan pemeriksaan mental mini

yang cukup populer. MMSE digunakan sebagai alat untuk


mendeteksi adanya gangguan kognitif pada seseorang/individu,

mengevaluasi perjalanan suatu penyakit yang berhubungan dengan

proses penurunan kognitif dan memonitor respon terhadap

pengobatan (Padila, 2013)

3) Invientaris Depresi GDS short fom = Pengukuran tingkat depresi

pada lansia menggunakan skala depresi geriatrik/Geratric

depression scale (GDS) nilai satu poin untuk setiap respon yang

cocok dengan jawaban ya atau tidak dan respon yang tidak sesuai

diberi nilai nol. Poin-poin tersebut dijumlahkan untuk mengetahui

skor totoal, sehingga jumlah skor total 15 dan skor minimal 0.

Kemudian dengan mengetahui skor total ditentukan tingkat depresi

dengan kriteria : Skor 5-9 : kemungkinan depresi, Skor 10 atau

lebih : depresi (Padila, 2013)

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis yang ditunjukkan

mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan ataupun proses kehidupan

yang dialaminya baik yang bersifat aktual ataupun risiko, yang bertujuan untuk

mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi

yang berkaitan dengan kesehatan.

Diagnosa keperawatan menurut (PPNI, 2016) dalam buku Standar

Diagnosa Keperawatan Indonesia yaitu Ansietas berhubungan dengan kurang

terpapar informasi.
3. Perencanaan Keperawatan

Luaran Utama : Tingkat Ansietas (L.09093)


Tujuan dan Kriteria Hasil : Tingkat Ansietas Menurun
1) Verbalisasi kebingungan menurun
2) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
3) Perilaku gelisah menurun
4) Perilaku Tegang menurun
5) Keluhan Pusing menurun
6) Anoreksia menurun
7) Palpitasi menurun
8) Frekuensi pernapasan Menurun
9) Frekuensi nadi menurun
10) Tekanan darah menurun
11) Diaforesis menurun
12) Tremor menurun
13) Pucat menurun
14) Konsentrasi membaik
15) Pola Tidur membaik
16) Perasaan Keberdayaan Membaik
17) Kontak mata membaik
18) Pola Berkemih membaik
19) Orientasi membaik (PPNI, 2018b)
Intervensi Utama : Reduksi Anxietas (I.09314)
1. Observasi

a) Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor)

b) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan


c) Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)

2. Terapeutik

a) Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika memungkinkan

c) Pahami situasi yang membuat anxietas

d) Dengarkan dengan penuh perhatian

e) Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan

f) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

g) Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang akan


datang

3.Edukasi

a) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami

b) Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan


prognosis

c) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu

d) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan

e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi

f) Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan

g) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat

h) Latih teknik relaksasi

4. Kolaborasi

Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu (PPNI, 2018a)


DAFTAR PUSTAKA

Ade Herman Surya Direja. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha
Medika.
Andra Safery Wijaya, & Putri, Y. M. (2013). Kmb1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori Dan Contoh Askep (pertama). Nuha Medika.
Asikin, M., Nuralamsyah, M., & Susaldi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah
Sistim Kardiovaskular (R. Astikawati & E. K. Dewi (eds.)). Penerbit
Erlangga. www.erlangga.co.id
Azizah, L. ma’rifatul, Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa teori dan aplikasi praktik klinik (pertama). indomedia
pustaka.
Black, joyce m, & Hwaks, jane hokanson. (2014). Keperawatan Medikal Bedah
Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Salemba Medika.
Ida Untari. (2016). Buku Ajar Keperawatan Gerontik terapi tertawa & senam
cegah pikun (wuri praptiani (ed.)). penerbit buku kedokteran EGC.
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Nuha Medika.
PPNI, tim pokja S. D. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). DEWAN PENGURUS PUSAT.
PPNI, tim pokja S. D. (2018a). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan (1st ed.). DEWAN PENGURUS
PUSAT.
PPNI, tim pokja S. D. (2018b). Standart Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. DEWAN PENGURUS PUSAT.
Sunaryo, Wijayanti, R., Kuhu, M. M., Sumedi, T., Widayanti, esti dwi, Sukrillah,
ulfah agus, Riyadi, S., & Kuswati, A. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik
(putri christian (ed.)). cv andi offset.
Yasmara, D., Nursiswati, & Arafat, R. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal - Bedah : Diagnosis Nanda-1 2015-2017 intervensi Nic Hasil Noc.
Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai