Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

Dosen Pembimbing :

Risky Meuthia Pratiwi, M.Kep

Di susun oleh :
Erna Dwi Rakhmawati (202003099)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA SEHATPPNI
MOJOKERTO
2020/2021

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan asuhan Keperawatan ini diajikan oleh :

Nama : Erna Dwi Rakhmawati


NIM : 202003099
Program Studi : Profesi Ners

Telah diperiksa dan sisetujui sebagai tugas dalam praktik klinik keperawatan dasar.

Mojokerto, 2020
A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar
1. Definisi
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia atau
fisika). Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang
sangat dibutuhkan dalam proses metabolism sel. Sebagai hasilnya,terbentuklah
karbon dioksida,energy,dan air. Akan tetapi,penambahan CO2 yang melebihi
batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna
terhadap aktivitas sel (Guyton & Hall, 2007).
Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologis
menurut hirarki Maslow. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan.
Oksigen sangat berperan dalam proses metabolism tubuh. Kebutuhan oksigen
dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh
berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila hal
tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian. Sistem yang berperan dalam
proses pemenuhan kebutuhan adalah sistem pernafasan,persyarafan,dan
kardiovaskuler (Somantri, 2008).
Kapasitas (daya muat) udara dalam paru-paru adalah 4.500-5.000 ml
(4,5- 51). Udara yang diperoses dalam paru-paru hanya sekitar 10% (kurang
lebih 500 ml),yaitu yang dihirup (inspirasi) dan yang dihembuskan (ekspirasi)
pada pernafasan biasa (Brunner & Suddarth, 2010).

2. Etiologi
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, sewaktu-waktu tubuh
memerlukan oksigen yang banyak, oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen
dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya lingkungan, latihan,
emosi, gaya hidup dan status kesehatan (Somantri, 2008).
a. Lingkungan
Pada lingkungan yang panas tubuh berespon dengan terjadinya
vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga darah banyak mengalir ke
kulit. Hal tersebut mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui kulit.
Respon demikian menyebabkan curah jantung meningkat dan kebutuhan
oksigen pun meningkat. Sebaliknya pada lingkungan yang dingin,

2
pembuluh darah mengalami konstriksi dan penurunan tekanan darah
sehingga menurunkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen.
Pengaruh lingkungan terhadap oksigen juga ditentukan oleh
ketinggian tempat. Pada tempat tinggi tekanan barometer akan turun,
sehingga tekana oksigen juga turun. Implikasinya, apabila seseorang
berada pada tempat yang tinggi, misalnya pada ketinggian 3000 meter
diatas permukaan laut, maka tekanan oksigen alveoli berkurang. Ini
menindikasikan kandungan oksigen dalam paru-paru sedikit. Dengan
demikian, pada tempat yang tinggi kandungan oksigennya berkurang.
Semakin tinggi suatu tempat maka makin sedikit kandungan oksigennya,
sehingga seseorang yang berada pada tempat yang tinggi akan mengalami
kekurangan oksigen.
Selain itu, kadar oksigen di udara juga dipengaruhi oleh polusi
udara. Udara yang dihirup pada lingkungan yang mengalami polusi udara,
konsentrasi oksigennya rendah. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan
oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi secara optimal. Respon tubuh
terhadap lingkungan polusi udara diantaranya mata perih, sakit kepala,
pusing, batuk dan merasa tercekik.
b. Latihan
Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan denyut
jantung dan respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen semakin
tinggi.
c. Emosi
Takut, cemas, dan marah akan mempercepat denyut jantung
sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
d. Gaya Hidup
Kebiasaan merokok akan memengaruhi status oksigenasi seseorang
sebab merokok dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh
darah arteri. Nikotin yang terkandung dalam rokok dapat menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah darah koroner.
Akibatnya, suplai darah ke jaringan menurun.
e. Status Kesehatan
Pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi
berfungsi dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh
secara adekuat. Sebaliknya, orang yang mempunyai penyakit jantung
4

ataupun penyakit pernapasan dapat mengalami kesulitan dalam pemenuhan


kebutuhan oksigen tubuh.
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, sewaktu-waktu
tubuh memerlukan oksigen yang banyak, oleh karena suatu sebab.
Kebutuhan oksigen dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup dan status kesehatan.

3. Patofisiologi
Fungsi sistem jantung ialah menghantarkan oksigen, nutrien, dan subtansi
lain ke jaringan dan membuang produk sisa metabolisme selular melalui pompa
jantung, sistem vaskular sirkulasi, dan integritas sistem lainnya. Namun fungsi
tersebut dapat terganggu disebabkan oleh penyakit dan kondisi yang
mempengaruhi irama jantung, kekuatan kontraksi, aliran darah melalui kamar-
kamar pada jantung, aliran darah miokard dan sirkulasi perifer. Iskemia miokard
terjadi bila suplai darah ke miokard dari arteri koroner tidak cukup dalam
memenuhi kebutuhan oksigen organ (Yeni, 2013).
Selain itu, perubahan fungsi pernapasan juga menyebabkan klien
mengalami gangguan oksigenasi. Hiperventilasi merupakan suatu kondisi
ventilasi yang berlebih, yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida
normal di vena, yang diproduksi melalui metabolisme seluler. Hipoventilasi
terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh
atau mengeliminasi CO2 secara adekuat. Apabila ventilasi alveolar menurun,
maka PaCO2 akan meningkat. Sementara hipoksia adalah oksigenasi jaringan
yang tidak adekuat pada tingkat jaringan (Guyton & Hall, 2007).
5
4. Phatway
- Hiperventilasi - Kerusakan neuromuscular
- Hipoventilasi - Kerusakan musculoskeletal
- Deformitas tulang dan dinding dada - Obesitas
- Nyeri - Posisi tubuh
- Cemas - Imaturitas neurologis
- Penurunan energi/kelelahan kelelahan otot pernafasan dan adanya
Perubahan membran kapiler-alveoli

Obstruksi saluran pernapasan

Penurunan fungsi pernafasan

Ventilasi pernafasan obstruksi jalan nafas/ pengeluaran perubahan volume secukup


Hipoventillasi / mukus yang banyak preload dan afterload serta
Hiperventilasi kontraaktivitas
Bersihan jalan nafas tidak
Takepneu/ bradipneu Efektif terganggunya difusi
Pertukaran O2 dan CO2 di
Gangguan pola nafas alveoli

Gangguan pertukaran gas

5. Manifestasi Klinis
a. Suara napas tidak normal
b. Perubahan jumlah pernapasan
c. Batuk disertai dahak
d. Penggunaan otot tambahan pernapasan
e. Dispnea.
f. Penurunan haluaran urin
6
g. Penurunan ekspansi paru
h. Takhipnea
(Guyton & Hall, 2007)

B. ISPA

1. Pengertian ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang

menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari,

ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai

bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran

pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,

rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003).

Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi

yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan

pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

2. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri

penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus,

Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah

golongan Miksovirus, Adnovirus,Koronavirus, Pikornavirus Mikoplasma,

Herpesvirus dan lain-lain (Suhandayani, 2007).

3. Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan

dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008):

a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan


7

1) Pneumonia Berat

Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada

bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk

golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau

lebih.

2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)

Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian

bawah atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan

umur kurang 2 bulan, yaitu:

a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun

sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum)

b) Kejang

c) Kesadaran menurun

d) Stridor

e) Wheezing

f) Demam / dingin.
b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun

1) Pneumonia Berat

Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding

dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik

nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang,

tidak menangis atau meronta).

2) Pneumonia Sedang

Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:

a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih


8

b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.

3) Bukan Pneumonia

Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah

dan tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan

umur 2 bulan-5 tahun yaitu :

a) Tidak bisa minum

b) Kejang

c) Kesadaran menurun

d) Stridor

e) Gizi buruk

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :

a. ISPA ringan

Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan

gejala batuk, pilek dan sesak.

b. ISPA sedang

ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh

lebih dari 390 C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti

mengorok.

c. ISPA berat

Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak

teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru

(sianosis) dan gelisah.

4. Penyebab penyakit ISPA


9

ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah

satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang

biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak

menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah

tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar

kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah

mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak

nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung

zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen

yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2002).

5. Faktor resiko

Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :

a. Faktor Demografi

Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :

1) Jenis kelamin

Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-

lakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena

mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan sering

berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.

2) Usia

Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang

penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu

rumah tangga yang memasak sambil menggendong

anaknya.
3) Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat

berpengaruh dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen

kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang

kurang di masyarakat akan gejala dan upaya

penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang

datang kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan

berat karena kurang mengerti bagaimana cara serta

pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.

b. Faktor Biologis

Faktor biologis terdiri dari 2 aspek yaitu (Notoatmodjo,


2007):

1) Status gizi

Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah

atau terhindar dari penyakit terutama penyakit ISPA. Misal

dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna dan

memperbanyak

minum air putih, olah raga yang teratur serta istirahat yang

cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan

tubuh akan semakin menigkat, sehingga dapat mencegah

virus ( bakteri) yang akan masuk kedalam tubuh.

2) Faktor rumah
Syarat-syarat rumah yang sehat (Suhandayani, 2007):

a) Bahan bangunan

• Lantai : Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang

penting disini adalah tdak berdebu pada musim

kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk

memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu)

dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian

dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan

dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan

berdebu merupakan sarang penyakit gangguan

pernapasan.

• Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping

mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah

tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup.

Dinding rumah di daerah tropis khususnya di

pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab

meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang

pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan

Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai

baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.

Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis,

juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan

masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun

demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak

mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun


kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun

asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping

mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.

• Lain-lain (tiang, kaso dan reng)

Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah

umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-

bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa

lubang- lubang bambu merupakan sarang tikus

yang baik. Untuk menghindari ini cara

memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu

tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang

digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.

b) Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama

adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah

tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2

yang

diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen)

didalam rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida)

yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi

meningkat. Tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan

kelembaban udara didalam ruangan naik karena

terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan.


Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk

bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab

penyakit)

c) Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak

kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang

masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya

matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan

media atau tempat yang baik untuk hidup dan

berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu

banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau,

dam akhirnya dapat merusakan mata.

c. Faktor Polusi

Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu

(Lamsidi, 2003) :

1) Cerobong asap

Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-

pabrik industri yang dibuat menjulang tinggi ke atas

(vertikal). Cerobong tersebut dibuat agar asap bisa keluar ke

atas terbawa oleh angin. Cerobong asap sebaiknya dibuat

horizontal tidak lagi vertikal, sebab gas (asap) yang dibuang

melalui cerobong horizontal dan dialirkan ke bak air akan

mudah larut. Setelah larut debu halus dan asap mudah

dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh


media Treated Natural Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa

menyerap racun dan logam berat. Langkah tersebut

dilakukan supaya tidak akan ada lagi pencemaran udara,

apalagi hujan asam. Cerobong asap juga bisa berasal dari

polusi rumah tangga, polusi rumah tangga dapat dihasilkan

oleh bahan bakar untuk memasak, bahan bakar untuk

memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah

bahan bakar kayu atau sejenisnya seperti arang.

2) Kebiasaan merokok

Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar

4.000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida,

nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein,

acetilen, benzol dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-

ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di

bahan kimia tersebut akan beresiko terserang ISPA.

d. Faktor timbulnya penyakit

Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom

dikutip dari Effendy (2004) menyebutkan bahwa lingkungan

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya lingkungan

kesehatan, individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung

pada perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat

kesehatan juga dipengaruhi oleh lingkungan, misalnya

membuat ventilasi rumah yang cukup untuk mengurangi polusi

asap maupun polusi udara, keturunan, misalnya dimana ada


orang yang terkena penyakit ISPA di situ juga pasti ada salah

satu keluarga yang terkena penyakit ISPA karena penyakit

ISPA bisa juga disebabkan karena keturunan, dan dengan

pelayanan sehari- hari yang baik maka penyakit ISPA akan

berkurang dan kesehatannya sedikit demi sedikit akan

membaik, dan pengaruh mempengaruhi satu dengan yang

lainnya.

6. Tanda dan gejala

ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian

saluran pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat

peradangan dan edema mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya

sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare (Muttaqin,

2008).

• Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain

demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak

nafsu makan), ventilasi, dan dapat menambah

penerangan alamiah

vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar

sekret, stridor (suara

nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya

tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada

gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan

mengakibatkan kematian. (Nelson, 2003).


Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :

b. Gejala dari ISPA Ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan

satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Batuk

2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan

suara (misal pada waktu berbicara atau menangis).

3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak

diraba.

c. Gejala dari ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai

gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala

sebagai berikut:

1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang

berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per

menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara

menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah

tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat

digunakan arloji.

2) Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).

3) Tenggorokan berwarna merah.

4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak

campak.

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.


6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.

d. Gejala dari ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai

gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau

lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Bibir atau kulit membiru.

2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada

waktu bernafas.

3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak

gelisah.

5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.

7) Tenggorokan berwarna merah.

7. Penatalaksanaan Kasus ISPA

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus

yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga

tujuan

program (turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya

penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada

pengobatan penyakit ISPA).

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk

standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak


mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek

biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang

bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula

petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian

dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA .

Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai

berikut (Smeltzer & Bare, 2002) :

a. Pemeriksaan

Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak

dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya,

melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama

pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan

meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak

tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan

tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu

membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat

tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit.

Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit

pneumonia dapat didiagnosa dan diklassifikasi.

b. Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA

sebagai berikut :

1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan

dinding dada kedalam (chest indrawing).


2) Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

3) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek,

bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam,

tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis

tergolong bukan pneumonia..

c. Pengobatan

1) Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan

antibiotik parenteral, oksigendan sebagainya.

2) Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral.

Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau

ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan

penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti

yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

3) Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik.

Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan

obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak

mengandung zat yang merugikan seperti

kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam

diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita

dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan

didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran

kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang

tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi

antibiotik (penisilin) selama 10 hari.

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus
diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

d. Perawatan di rumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi

anaknya yang menderita ISPA.

1) Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan

memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi

dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.

Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari.

Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya,

kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,

dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak

perlu air es).

2) Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan

tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan

kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

3) Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi

berulang- ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih

jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap

diteruskan.

4) Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya)


lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu

mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah

parah sakit yang diderita.

5) Lain-lain

a) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang

terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.

b) Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk

mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi

yang lebih parah.

c) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang

berventilasi cukup dan tidak berasap.

d) Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk

maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas

kesehatan.

e) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain

tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut

diberikan dengan benar selama 5 penderita yang

mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari

anakhari penuh. Dan untuk dibawa kembali ke petugas

kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

8. Pencegahan ISPA

Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:

a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik

Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah

kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain


penyakit ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan

empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah raga

dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan

menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang

sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat,

sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan

masuk ke tubuh kita.

b. Imunisasi

Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak

maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga

kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai

macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan

mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam

rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap

tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA.

Ventilasi yang baik

dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap

segar dan sehat bagi manusia.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/

bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit

penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam

tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri di


udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang

melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet,

Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan

dari tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang kedua

duet (campuran antara bibit penyakit).

C. Ventilasi

1. Pengertian

Ventilasi adalah tempat sebagai proses penyediaan udara segar ke

dalam dan pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup

secara alamiah maupun mekanis. Tersedianya udara segar dalam

rumah atau ruangan amat dibutuhkan manusia, sehingga apabila

suatu ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik dan

over crowded maka akan menimbulkan keadaan yang dapat

merugikan kesehatan (Lamsidi, 2003).

2. Fungsi Ventilasi

Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut


a. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar

oksigen yang optimum bagi pernapasan.

b. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu

dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.

c. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.

d. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.

e. Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi

tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.


f. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

3. Jenis Ventilasi Rumah

Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke dalam dua

jenis, yaitu (Notoatmodjo, 2007):

a. Ventilasi alam.

Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya difusi

dari gas-gas, gerakan angin dan gerakan massa di udara karena

perubahan temperatur. Ventilasi alam ini mengandalkan

pergerakan udara bebas (angin), temperatur udara dan

kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin,

maka ventilasi pun dapat diperoleh dari pergerakan udara

sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan lantai.

b. Ventilasi buatan

Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan

menggunakan alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut

diantarana adalah kipas angin, exhauster dan AC (air

conditioner).

4. Syarat Ventilasi

Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut (Mukono, 2000) :

a. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5 % dari luas lantai ruangan,

sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan

ditutup) minimal 5 % dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi

10% dari luas lantai ruangan.

b. Ventilasi sering di buka untuk keluar masuk udara


c. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah

atau pabrik, knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.

d. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan

lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini

jangan sampai terhalang oleh barang-barang besar, misalnya

lemari, dinding, sekat dan lain-lain.

5. Penilaian Ventilasi Rumah

Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan

antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan

Role meter. Menurut indikator pengawasan rumah, luas ventilasi

yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah

dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <

10% luas lantai rumah (Notoatmodjo, 2007) Rumah dengan luas

ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan membawa

pengaruh bagi penghuninya. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari

luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan

berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi

karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping

itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan

kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan

dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi akan

menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya

bakteri-bakteri patogen termasuk kuman (Notoatmodjo, 2007).

Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan

sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman

yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap

bersama udara pernafasan.

6. Rumah yang memenuhi syarat ventilasi baik akan mempertahankan

kelembaban yang sesuaidengan temperature kelembaban udara.

Berdasarkan hasil penelitian Ratnawati (2002) diperoleh sebanyak 17,2%

responden tidak ISPA dan sebanyak 82,8% menderita ISPA pada

ventilasi kurang. Hal menunjukkan

7. bahwa pada ventilasi rumah yang kurang

baik, jumlah kejadian ISPA pada balita lebih banyak jika ventilasi

rumah yang baik.

8. Akibat Yang Ditimbulkan Karena Ventilasi Yang Kurang

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O 2 (oksigen) di

dalam rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang

bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Di samping

itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara

di dalam ruangan naik karena terjadi proses penguapan cairan dari

kulit dan penyerapan. Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat

kesehatan akan mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran

aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah,

akibatnya kuman yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan

ikut terhisap bersama udara pernafasan.


9. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil
terhadap jalannya sinar X sehingga memberi bayangan yang sangat
memancar. Bagian padat udara akan memberikan udara bayangan yang
lebih padat karena sulit ditembus sinar X. benda yang padat member kesan
warna lebih putih dari bagian berbentuk udara (Guyton & Hall, 2007).
b. Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trachea
dan cabang utamanya. Biasanya digunakan untuk memastikan karsinoma
bronkogenik, atau untuk membuang benda asing. Setelah tindakan ini
pasien tidak bolelh makan atau minum selama 2 -3 jam sampai tikmbul
reflex muntah. Jika tidak, pasien mungki9n akan mengalami aspirasi ke
dalam cabanga trakeobronkeal.
c. Pemeriksaan
Biopsi Manfaat biopsy paru –paru terutama berkaitan dengan
penyakit paru yang bersifat menyebar yang tidak dapat didiagnosis dengan
cara lain.

d. Pemerikasaan Sputum
Bersifat mikroskopik dan penting untuk mendiagnosis etiologi
berbagai penyakit pernapasan. Dapat digunakan untuk menjelaskan
organisme penyebab penyakit berbagai pneumonia, bacterial, tuberkulosa,
serta jamur. Pemeriksaan sitologi eksploitatif pada sputum membantu
proses diagnosis karsinoma paru. Waktu yang baik untuk pengumpulan
sputum adalah pagi hari bangun tidur karena sekresi abnormal bronkus
cenderung berkumpul waktu tidur (Wartonah, 2016).
10. Penatalaksanaan
a. Medis
Pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala yang timbul saat
serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan
keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan
adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
1) Memberikan oksigen pernasal
2) Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau
terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang
setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik
dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg
dalam larutan dekstrose 5%
3) Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon
segera atau dalam serangan sangat berat25
5) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk
didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
b. Keperawatan
1) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
a) Pembersihan jalan nafas
b) Latihan batuk efektif
c) Suctioning
d) Jalan nafas buatan
2) Pola Nafas Tidak Efektif
a) Atur posisi pasien (semi fowler)
b) Pemberian oksigen
c) Teknik bernafas dan relaksasi

3) Gangguan Pertukaran Gas


a) Atur posisi pasien (posisi fowler)
b) Pemberian oksigen
c) Suctioning
(Yeni, 2013)

D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Data klinik, meliputi : TTV, KU
b) Data hasil pemeriksaan yang mungkin ditemukan:
1) Mata
 Konjungtiva pucat (karena anemia)
 Konjungitva sianosis ( karena hipoksemia)
 Konjungtiva terdapat pethecia ( karena emboli lemak atau
endokarditis)
2) Kulit
3)
 Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah
perifer).
 Sianosis secara umum (hipoksemia)
 Penurunan turgor (dehidrasi)
 Edema
 Edema periorbital
4) Jari dan kuku
 Sianosis
 Clubbing finger
5) Mulut dan bibir
 Membran mukosa sianosis
 Bernapas dengan mengerutkan mulut.
6) Hidung
 Pernapasan dengan cuping hidung, deviasi sputum, perforasi, dan
kesimetrisan.
7) Vena Leher
 Adanya distensi/ bendungan.
8) Dada
(a) Inspeksi
 Pemeriksaan mulai dada posterior sampai yang lainnya,
pasien harus duduk.
 Observasi dada pada sisi kanan atau kiri serta depan atau
belakang.
 Dada posterior amati adanya skar, lesi, dan masa serta
gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis, dan lordosis)
 Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan
kesimetrisan pergerakan dada.
 Observasi pernapasan seperti pernapasan hidung, atau
pernapasan diafragma serta penggunaan otot bantu
pernapasan.
 Observasi durasi inspirasi dan ekspirasi. Ekspirasi yang
panjang menandakan adanya obstruksi jalan napas seperti
pada pasien Chronic Airflow Limitation (CAL)/ Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
 Kaji konfigurasi dada.
 Kelainan bentuk dada:
 Barrel chest : Akibat overinflation paru pada pasien
emfisema.
 Funnel chest : Missal pada pasien kecelakaan kerja yaitu
depresi bagian bawah sternum.
 Pigeon chest : Akibat ketidaktepatan sternum yang
mengakibatkan peningkatan diameter AP.
 Kofiskoliosis : Missal pada pasien osteoporosis dan
kelainan musculoskeletal.
 Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan
pergerakan dinding dada mengindikasikan adanya penyakit
paru/ pleura.
 Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama
inpsirasi yang mengindikasikan adanya obstruksi jalan
napas.
(b) Palpasi
Untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan
mengetahui tactil premitus (vibrasi).
(c) Perkusi
Mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada di sekitarnya, dan
pengembangan (ekskursi) diafragma. Ada dua suara perkusi
yaitu:
 Suara perkusi normal:
 Resonan (sonor) : dihasilkan pada jaringan paru
normal, umumnya bergaung dan bernada rendah.
 Dullness : dihasilkan di atas jantung atau paru.
 Tympany : dihasilkan di atas perut yang berisi udara.
 Suara perkusi abnormal:
 Hiperesonan : lebih rendah dari resonan seperti paru
abnormal yang berisi udara.
 Flatness : nada lebih tinggi dari dullness seperti
perkusi pada paha, bagian jaringan lainnya.

(d) Auskultasi
 Suara napas normal
 Bronchial/ tubular sound seperti suara dalam pipa, keras,
nyaring, dan hembusan lembut.
 Bronkovesikuler sebagai gabungan antara suara napas
bronchial dengan vesikuler.
 Vesikuler terdengar lembut, halus, sperti hembusan angin
sepoi – sepoi.
 Jenis suara tambahan
 Wheezing : suara nyaring, musical, terus – menerus akibat
jalan napas yang menyempit.
 Ronchi : suara mengorok karena ada sekresi kental dan
peningkatan produksi sputum.
 Pleural friction rub : suara kasar, berciut, dan seperti
gessekan akibat inflamasi dim pleura, nyeri saat bernapas.
 Crakles :
o Fine cracles : suara meletup akibat melewati daerah
alveoli, seperti suara rambut digesekkan.
o Coars cracles: lemah, kasar, akibat ada cairan di jalan
saluran napas yang besar. Berubah jika pasien batuk.
(Brunner & Suddarth, 2010)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi yang tertahan
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d sindrom hipoventilasi
c. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar kapiler
3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
Ketidak efektifan Setelah dilakukan tindakan
Pengisapan Jalan
bersihan jalan nafas b.d asuhan keperawatan selama
Napas:
sekresi yang tertahan 3x24 jam pasien menunjuk
1. Tentukan kebutuhan
pembersihan jalan nafas yang
pengisapan oral atau
efektif dengan kriteria hasil:
trakeal
 Mempunyai jalan nafas
2. Pantau status O2
yang paten
3. Catat tip dan jumlah
 Mengeluarkan sekresi
sekresi
secara efektif
4. Instruksikan kepada
 Mempunyai irama dan
pasien dan keluarga
frekuensi pernafasan
tentang mengisap
dalam rentang normal
jalan napas sesuai
dengan kebutuhan
5. Intruksikan kepada
pasien tentang batuk
dan teknik napas
dalam untuk
memudahkan
mengeluarkan
sekresi.

Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan


Pemantauan
nafas b.d sindrom 3x24 jam diharapkan pasien
pernapasan:
hipoventilasi menunjukkan pola pernafasan
1. Pantau kecepatan,
yang efektif dengan kriteria
irama, kedalaman
hasil:
dan usaha respirasi
 Ekspansi dada simetris
2. Perhatikan
 Tidak ada penggunaan
pergerakan dada
otot bantu
amati kesimetrisan,
 Bunyi napas tambahan
penggunaan otot
tidak ada
Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
 Napas pendek tidak ada bantu, serta retraksi
 Mempunyai kecepatan otot supraklavikular
dan irama respirasi dan interostal
dalam batas normal 3. Pantau adanya pucat
dan sianosis
4. Pantau tingkat
kegelisahan,
ansietas, dan
tersengal-sengal.
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan
gas b.d perubahan asuhan keperawatan selama Pengelolaan Asam
membrane alveolar 3x24 jam diharapkan masalah Basa:
kapiler Gangguan pertukaran gas 1. Kaji bunyi paru,
teratasi dengan kriteria hasil: frekuensi nafas dan
 Ventilasi tidak kedalaman
bermasalah 2. Pantau saturasi O2
 Status neurologic dalam 3. Pantau hasil AGD
rentang yang diharapkan 4. Ajarkan kepada
 Tdak ada dypneu pasien teknik
 Tidak gelisah dan bernapas dan
sianosis relaksasi
 Tidak ada keletihan 5. Konsultasikan
 Hasil GDA dalam batas dengan dokter
normal tentang kebutuhan
 End tidal CO2 dalam akan pemeriksaan
rentang normal GDA
6. Siapkan pasien untuk
ventilasi meknis, bila
perlu

4. Evaluasi
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi yang tertahan (00031)
 Mempunyai jalan nafas yang paten
 Mengeluarkan sekresi secara efektif
 Mempunyai irama dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d sindrom hipoventilasi (00032)
 Ekspansi dada simetris
 Tidak ada penggunaan otot bantu
 Bunyi napas tambahan tidak ada
 Napas pendek tidak ada
 Mempunyai kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal
c. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar kapiler (00030)
 Ventilasi tidak bermasalah
 Status neurologic dalam rentang yang diharapkan
 Tdak ada dypneu
 Tidak gelisah dan sianosis
 Tidak ada keletihan
 Hasil GDA dalam batas normal
 End tidal CO2 dalam rentang normal
DAFTAR PUSTAKA

Tarwanto, Wartonah. (2016). Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan


Edisi 3. Salemba: Medika.

Yeni Kustanti, Christina. (2013). Pemeriksaan Fisik Thoraks. Yogyakarta: AKPER


Bethesda

Somantri, Iman. (2008). KMB: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Brunner & Suddarth. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol. 1. Jakarta:
EGC

Guyton & Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. (2016).


Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby
Elsavier.

Jhonson, Marion dkk. (2016). Nursing Outcomes Project Nursing Classification


(NOC). St. Louis ,Missouri ; Mosby.

Herlman, T. Heather, dkk. (2015). NANDA International Diagnosis Keperawatan


:Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai