Disusun Oleh :
1. Stela Febriany Hattu (2108043)
2. Eri Trimuji Sulistiani (2108010)
3. Noland Liberty Lagu (2108031)
4. Ricky (2108038)
5. Sopian Suandi Hidayat (2108042)
6. Dwi Klara Ningsih (2108051)
7. Dimas Supri Daru L (2108052)
8. Nurul Ainun Nafisah (2108053)
9. Feny Widia Putri (2108055)
10. Damas Wilda Habibi (2108058)
1. PENGERTIAN
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya,
dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal (Iryanto, 2013). Kebutuhan oksigenasi
merupakan kebutuhan dasar manusia yang di gunakan untuk kelangsungan metabolisme
sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Dalam keadaan
biasa manusia 3 membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar
0,5 cc tiap menit (Iryanto, 2013).
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernafasan
secara fungsional, bila ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi maka
kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Banyak kondisi yang menyebabkan
seseorang mengalami gangguan dalam pemenuhan oksigen, seperti adanya sumbatan
pada saluran pernapasan. Pada kondisi ini, individu merasakan pentingnya oksigen, hal
itu akan mengakibatkan penyakit paru pada manusia (Manurung, 2016).
Oksigen dibutuhan manusia untuk tetap mempertahankan hidupnya. Organ yang
berperan penting dalam menghirup oksigen dan mengangkutnya keseluruh tubuh untuk
kepentingan metabolisme adalah paru-paru, jantung, dan pembuluh darah. Hasil
metabolisme berupa karbondioksida akan diangkut oleh sistem kardiovaskuler menuju
paru-paru untuk dibuang. Dengan demikian sistem pernapasan sangat penting karena
disinilah terjadinya pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.
2. PENYEBAB
a. Faktor Fisiologi :
3) Hipovolemia
b. Faktor Perkembangan :
1) Bayi prematur
5) Lansia
c. Faktor Perilaku
1) Nutrisi
2) Latihan fisik
3) Merokok
4) Penyalahgunaan substansi
d. Faktor Lingkungan
3. KLASIFIKASI
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi di dalam tubuh terdiri atas tiga tahapan, yaitu ventilasi,
difusi, dan transportasi.
1. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain:
a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi
tempat, maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya,
semakin rendah, maka tempat tekanan udara semakin tinggi.
b. Adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan
ekspansi atau kembang kempis.
c. Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas
berbagai otot polos yang kcrjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf
otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi
schingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat
mcnycbabkan kontriksi sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau
proses penyempitan.
d. Adanya refleks batuk dan muntah. Adanya peran mukus siliaris sebagai
penangkal benda asing yang mengandung interveron dan dapat rnengikat
virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience recoil.
Complience yaitu kemampuan paru untuk mengembang yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor, yaitu adanya surfaktan pada lapisan alveoli vang
berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan adanva sisa udara yang
menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan toraks. Surfaktan
diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli, dan disekresi saat pasien
menarik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan
CO2 atau kontraksi menyempitnya paru. Apabila complience baik akan tetapi
recoil terganggu maka CO2 tidak dapat di keluarkan secara maksimal. Pusat
pernapasan yaitu medulla oblongata dan pons dapat memengaruhi proses
ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan merangsang pusat pernapasan.
Peningkatan CO2, dalam batas 60 mmHg dapat dengan baik merangsang
pusat pernapasan dan bila paCO, kurang dari sama dengan 80 mmHg maka
dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler paru dan
CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
a. Luasnya permukaan paru.
b. Tebal membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial keduanya ini dapat memengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan.
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagaimana O2,
dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2, dalam rongga
alveoli lebih tinggi dari tekanan O2, da1am darah vena pulmonalis, (masuk
dalam darah secara berdifusi) dan paCOJ dalam arteri pulmonalis juga akan
berdifusi ke dalam alveoli.
d. Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.
3. Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan
tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, akan berikatan
dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%),
sedangkan C02 akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%),
dan larut dalam plasma (50%), dan sebagian menjadi HC03 berada pada darah (65%).
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya:
a. Kardiac output Merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah,
normalnya 5 liter per menit. Dalam kooondisi patologi yang dapat
menurunkan cardiac output ( misal pada kerusakan otot jantung, kehilangan
darah ) akan mengurangi jumlah oksigen yang dikirm ke jaringan. Umumnya,
jantung mengkompensasi dengan menambahkan ratarata pemompaannya
untuk meningkatkan transport oksigen.
b. Kondisi pembuluh darah, latihan, dan lain-lain. Secara langsung berpengaruh
terhadap transpot oksigen. Bertambahnya latihan menyebabkan peningkatan
transport O2 ( 20 x kondisi normal ), meningkatkan cardiac uotput dan
penggunaan O2 oleh sel.
4. TANDA DAN GEJALA
a. Suaranafas tidak normal
b. Perubahan jumlah pernafasan
c. Batuk disertai dahak
d. Penggunaan otot tambahan pernafasan
e. Dyspnea
f. Penurunan haluaran urin
g. Penurunan expansi paru’
h. Takipnes
5. PATOFISIOLOGI
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan transportasi. Proses ventilasi (proses
pengahantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dank e
p a r u - p a r u ), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan napas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan), yang terganggu akan
menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses
fentilasi, difusi, maka kerusakan pertukaran pada transportasi seperti
perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard
juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Brunner &Suddarth, 2002)
6. PATHWAY
Obstruksi jalan
Hipoventilassi/hiperventilassi
napas/pengeluaran mukus yang
banyak Terganggunya disfusi
Takipneu/bradipneu pertukaran O2 dan CO2 di
alveolus
Bersihan jalan napas
tidak efektif
Pola napas tidak efektif Gangguan pertukaran gas
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk dapat mengetahui adanya gangguan
oksigenasi yaitu :
1. EKG : menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi
impuls dan posisi listrik jantung.
2. Pemeriksaan stress latihan, digunakan untuk mengevaluasi respond jantung terhadap
stress fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang respond miokard terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan aliran darah coroner.
3. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi : pemeriksaan
fungsi paru, analisis gas darah (AGD)
8. PENATALAKSANAAN
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan pemberian
oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi
oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi respiratorik,
mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta
mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %..
Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :
1) Perubahan frekuensi atau pola napas
2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3) Hipoksemia
4) Menurunnya kerja napas
5) Menurunnya kerja miokard
6) Trauma berat
b. Pemeriksaan Fisik
1) Mata
2) Hidung
3) Kulit
a) Sianosis perifer (vasokontriksi)
b) Sianosis secara umum (hipoksemia)
c) Penurunan turgor (dehidrasi)
RENCANA KEPERAWATAN
Abdullah. (2014). Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: CV.
Trans Info Media.
Andarmoyo, S. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia (oksigenasi) Konsep, Proses, dan Praktik
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Brunner &Suddarth, (2002). KeperawatanMedikal Bedah, Jakarta : EGC
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Deffinisi dan Kriteria
HasilKeperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). StandarIntervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta DPP PPNI.
Irianto, dan Koes, (2013), Mikrobiologi Medis (Medical Microbiology), pp. 71-3, Penerbit
Alfabeta, Bandung
Manurung, nixon. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory Jakarta : CV. Trans
Info Media
Potter & Perry. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Muttain, (2005). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Pernapasan. Salemba Medika :
Jakarta
Hidayat A.A. (2009). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:Salemba Medika.
Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Jakarta.
Salemba Medika.