Disusun Oleh :
RICKY
2108038
Perilaku kekerasan banyak disebabkan karena harga diri rendah. Harga diri rendah adalah
perilaku negatif terhadap diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif,
yang dapat diekspresikan secara langsung maupun tak langsung.
Mayor subjektif
1. Mengeluh hidup tidak bermakna
2. Tidak memiliki kelebihan apapun
3. Merasa jelek
Minor subjektif
1. Mengatakan malu
2. Putus asa
3. Ingin mati
Mayor objektif
1. Kontak mata kurang
2. Tidak berinisiatif, berinteraksi dengan orang lain
Minor objektif
1. Tampak malas
2. Produktiftas menurun
Harga diri klien yang rendah menyebabkan klien merasa malu, dianggap tidak berharga
dan berguna. Klien kesal kemudian marah dan kemarahan tersebut diekspresikan secara tak
konstruktif, seperti memukul orang lain, membanting-banting barang atau mencederai diri
sendiri.
Penyebab terjadinya perilaku kekerasan
Faktor predisposisi
1. Psikologis
kegagalan, ditolak, dihina, ataupun dianiaya yang dialami dapat menimbulkan
frustasi yang kemudian dapat menyebabkan agresif atau amuk.
2. Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas adalah sebagai
berikut.
a. Sistem limbik: Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi
emosi serta perilaku seperti makan, agresif, dan respons seksual. Selain itu,
mengatur sistem informasi dan memori.
b. Lobus frontal: Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis, serta
pengelolaan emosi dan alasan berpikir.
c. Neurotransmiter: Beberapa neurotransmiter yang berdampak pada agresivitas
adalah serotonin (5-HT), Dopamin, Norepineprin, Acetylcholine, dan GABA.
3. Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan dirumah atau diluar rumah. Semua aspek ini menstimulasi individu
mengadopsi perilaku kekerasan (Yusuf, 2015)
Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang
lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, kurang percaya diri dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dan kekerasan merupakan
faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula
memicu perilaku kekerasan (Abdul, 2015).
3. POHON MASALAH
Resiko mencederai
diri sendiri, orang
lain dan lingkungan
PERILAKU
KEKERASAN
Gangguan konsep
diri : harga diri
rendah
Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
4. Asuhan keperawatan
a. Data yang harus dikaji
1. Perilaku kekerasan
Data Subyektif:
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
- Mengeluh merasa terancam, Mengungkapkan perasaan tak berguna, Mengungkapkan
perasaan jengkel, Mengungkapkan adanya keluhan fisik, berdebar-debar, merasa
tercekik, sesak dan bingung
Data Obyektif:
- Mata merah, wajah tampak tegang dan merah, nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Melukai diri sendiri maupun orang lain, merusak dan melempar barang-barang.
2. Harga diri rendah
DS: Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
DO: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
a. RESIKO MENCEDERAI DIRI SENDIRI, ORANG LAIN DAN LINGKUNGAN
DS: Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh,
ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
DO: Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
b. Diagnosa keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Harga diri rendah
3. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
DAFTAR PUSTAKA:
Abdul Muhith. (2015). Pendidikan keperawatan jiwa. CV Andi Offset: Yogyakarta
Fitria, 2011. Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa, Jakarta: Trans Info Media.
Keliat, B.A, dkk. (2011). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas CMHN. EGC: Jakarta
Nirwan. (2016). The Family Support In Caring Of Mental Disorder Patients With Health
Promotion Model Approach. Jurnal Ilmu Keperawatan. 2338 – 6371
Purba, dkk. (2008). Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah psikososial dan
gangguan jiwa. USU Press: Medan
Depkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013.Jakarta: Balitbangkes Depkes.
RIStuart, 2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC.
Sambodo Sriadi Pinilih1, dkk. (2015). Manajemen kesehatan jiwa berbasis komunitas
melalui pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas di wilayah dinas kesehatan
kabupaten magelang. University Research Coloquium. 2407-9189
Yusuf. Ah, Fityasari PK (2015). Buku ajar keperawatan kesehatan jiwa. Salemba Medika:
Jakarta
LAMPIRAN SP
b) Fase kerja
Baik pak, tadi kita sudah membahas diawal bahwa bapak sering marah-marah
melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain, tindakan yang bapak lakukan ini
dapat membahayakan orang lain. Jadi tindakan tersebut harus mampu bapak kontrol
Cara mengontrol perilaku kekerasan yaitu jika tanda-tanda marah tadi sudah bapak
rasakan, maka bapak duduk dengan rileks lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar
lalu keluarkan perlahan-lahan melalui mulut.
Begini pak saya contohkan: (perawat mencontohkan cara nafas dalam “tarik nafas
dari hidung keluarkan dari mulut”)
“Ayo Sekarang coba bapak praktekkan caranya mengatasi perilaku kekerasan seperti
yang sudah saya ajarkan tadi”
“Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya”. Sebaiknya latihan ini bapak lakukan
secara rutin ya pak, jadi nanti kalau misal perasaan marah-marahnya muncul lagi
bapak sudah bisa cara mengontrolnya.
c) Fase terminasi
1) Evaluasi
Subjektif: setelah kita latihan cara nafas dalam, bagaimana perasaan bapak
sekarang?
Objektif:
Nah... coba sekarang bapak ulang lagi cara nafas dalam seperti tadi?
Bagus sekali bapak masih ingat cara nafas dalamnya
2) Rencana tindak lanjut
Baik, sekarang kita masukkan latihan nafas dalam di jadwal kegiatan harian ya.
Bapak mau latihan nafas dalam berapa kali sehari? jam berapa saja?
Baik pak, jadi nanti sehari bapak latihan sublimasi nafas dalam 2 kali sehari pada
jam 06.00 da 17.00 WIB.
Tapi kalau bapak merasa marah atau tegang di luar jam-jam latihan tersebut,
bapak langsung saja mengatasinya dengan cara nafas dalam ya pak.
3) Kontrak pertemuan selanjutnya: topik, tempat dan waktu
Topik: pak bagaimana kalau besok kita ketemu lagi untuk latihan mengontrol
tindakan kekerasan dengan cara yang kedua yaitu pukul bantal atau kasur
Tempat: tempatnya bapak maunya dimana?
Waktu: bapak maunya jam berapa kita latihan ?
Baik bapak kalau begitu pertemuan kita hari ini sudah selesai, besok kita ketemu
lagi disini ya pak. Sekarang bapak bisa beristirahat, saya permisi dulu. Selamat
siang pak
Pertemuan ke 1: mengatasi perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal dan kasur
1. Kondisi klien: Tn. A datang kerumah sakit 3 hari yang lalu diantar oleh istrinya Karena
sudah beberapa hari klien marah-marah, mengamuk dan memecahkan perabotan rumah dan
berbicara dengan nada yang keras. Klien mengatakan stress dan tidak mempunyai tempat
untuk berbagi cerita.
2. Diagnosa keperawatan single stetement: resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan
Tujuan umum
Klien mampu mengontrol dan mencegah perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal
dan kasur.
Tujuan khusus:
menjelaskan dan melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal
dan kasur, memperagakan cara menghardik, meminta pasien memperagakan ulang,
memantau penerapan cara ini, dan mengutkan perilaku pasien.
4. Rencana tindakan (sesuai SP)
Identifikasi resiko perilaku kekerasan: frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan.
Jelaskan cara mengatasi perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal dan kasur.
Latih cara mengatasi perilaku kekerasan dengan pukul bantal dan kasur.
Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan cara pukul bantal dan kasur.
5. Strategi pelaksanaan
a. Fase orientasi
1. Salam terapeutik
Salam: selamat siang pak
Perkenalan: pak masih ingat dengan saya? wahh bagus sekali, terimahkasih pak
masih ingat nama saya
Tujuan pertemuan: sesuai janji kita kemarin pak, hari ini kita akan latihan mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal dan kasur.
2. Evaluasi / validasi
a. Perasaan klien saat ini: bagaimana perasaan bapak hari ini?
b. Kondisi klien saat ini:
Apakah bapak mengalami ketegangan atau marah-marah pada hari ini?
Isi: tindakan kekerasan yang bapak lakukan itu seperti apa?
Frekuensi: dalam satu hari bapak melakukannya berapa kali?
Waktu terjadi: tindakan marah-marah yang bapak lakukan muncul saat kapan?
Situasi pencetus: hal-hal apa saja yang membuat bapak merasa kesal dan
marah-marah?
Perasaan: bagaimana perasaan bapak saat melakukan tindakan kekerasan
tersebut?
Respon:
Respon kognitif (mudah dialihkan), respon afektif (marah), respon fisiologid
(tangan berkeringat, pandangan tajam, otot wajah tegang), respon perilaku
(membanting barang, membentak), respon sosial (menyendiri).
c. Latihan sebelumnya
Sebelumnya bapak udah diajarkan cara apa saja untuk mengontrol marah-marah
dan perilaku kekerasan yang sering bapak lakukan?
Wah bagus bapak masih mengingatnya.
Coba bapak peragakannya sekarang. Wah cara bapak melakukan nafas dalam
sudah tepat.
3. Kontrak (pertemuan sekarang)
Topik: baik pak, jadi bapak kan masih sering marah-marah, dan membanting
barang-barang, bahkan juga memukul teman. Jadi bagaimana kalau hari ini kita
latihan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal dan kasur.
Waktu: waktunya nanti 30 menit saja
Tempat: untuk tempatnya, bapak maunya kita latihan dimana?
b. Fase kerja
Baik pak, tadi kita sudah membahas diawal bahwa bapak masih sering marah-marah
memukul orang lain dan membanting barang-barang. Jadi yang bapak harus tahu
tindakan yang bapak lakukan ini dapat membahayakan orang lain dan tindakan
tersebut harus mampu bapak kontrol.
Cara mengontrol perilaku kekerasan yang kali ini mau saya ajarkan adalah bukul
bantal dan kasur. jika tanda-tanda marah sudah bapak rasakan, maka bapak maka
bapak bisa melampiaskannya ke objek lain yaitu memukul bantal ataupun kasur.
Begini pak saya contohkan: (perawat mencontohkan cara memukul bantal dan kasur)
“Ayo Sekarang coba bapak praktekkan caranya mengatasi perilaku kekerasan seperti
yang sudah saya ajarkan tadi”
“Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya”. Sebaiknya latihan ini bapak lakukan
secara rutin ya pak, jadi nanti saat perasaan marah-marahnya muncul kembali bapak
sudah bisa cara mengontrolnya menggunakan dua cara bisa dengan nafas dalam, bisa
juga dengan pikul bantal dan kasur.
c. Fase terminasi
1. Evaluasi
Subjektif: setelah kita latihan cara pukul bantal dan kasur, bagaimana perasaan bapak
sekarang?
Objektif:
Nah... coba sekarang bapak ulang lagi cara pukul bantal dan kasur seperti tadi?
Bagus sekali bapak masih ingat cara melakukan pukul bantal dan kasurnya.
2. Rencana tindak lanjut
Baik, sekarang kita masukkan latihan pukul bantal dan kasur kedalam jadwal
kegiatan harian ya.
Bapak mau latihan nafas dalam berapa kali sehari? jam berapa saja?
Baik pak, jadi nanti sehari bapak latihan pukul bantal dan kasur 2 kali sehari pada
jam 08.00 da 15.00 WIB.
Tapi kalau bapak merasa marah atau tegang di luar jam-jam latihan tersebut,
bapak langsung saja mengatasinya dengan cara pukul bantal dan kasur ya pak.
3. Kontrak pertemuan selanjutnya: topik, tempat dan waktu
Topik: pak bagaimana kalau besok kita ketemu lagi untuk latihan mengontrol
perasaan marah-marah dan tindakan kekerasan dengan cara yang lain yaitu
minum obat.
Tempat: tempatnya bapak maunya dimana?
Waktu: bapak maunya jam berapa kita latihan?
Baik bapak kalau begitu pertemuan kita hari ini sudah selesai, besok kita ketemu
lagi disini ya pak. Sekarang bapak bisa beristirahat, saya permisi dulu. Selamat
siang pak
c. Fase terminasi
1. Evaluasi
Subjektif: setelah kita latihan cara minum obat ini bagaimana perasaan bapak
sekarang?
Objektif:
Nah... coba sekarang bapak ulang lagi cara minum obat yang baik dan benar
Wah.. bagus sekali bapak, bapak minum obat sudah tepat sekali
2. Rencana tindak lanjut
Baik, sekarang kita masukkan cara mengatasi perilaku kekerasan dengan minum
obat dalam jadwal kegiatan harian ya pak?
Bapak mau tindakan minum obatberapa kali sehari? jam berapa saja?
Baik pak, jadi nanti sehari bapak minum obat.... kali pada jam....?
Tapi kalau bapak merasa marah atau tegang di luar jam-jam latihan tersebut,
bapak langsung saja mengatasinya dengan cara minum obat
3. Kontrak pertemuan selanjutnya: topik, tempat dan waktu
Topik: pak bagaimana kalau besok kita ketemu lagi untuk latihan cara
mengurangi tindakan kekerasan yang kedua dengan cara selanjutnya yaitu
spiritual
Tempat: tempatnya bapak maunya dimana?
Waktu: bapak maunya jam berapa kita latihan?
Baik bapak kalau begitu sekarang bapak bisa beristirahat, saya permisi dulu.
Selamat siang pak
KERJA
” apakah bapak sudah dapat obat dari dokter?
“berapa macam obat yang bapak minum,warna apa saja ?berapa kali obat yang bapak
minum dalam sehari?
“Apakah bapak tahu nama obat dan fungsinya.?”
“Coba bapak jelaskan” “ bagus pak “
(bila pasien tidak tahu perawat menjelaskan beberapa obat yang dikonsumsi pasien
serta menjelaskan fungsinya)
TERMINASI
1. Evaluasi subyektif :
“bagaimana perasaan bapak setelah bapak tahu tentang nama obat dan fungsinya”
2. Evaluasi obyektif :
“coba diulang kembali nama obat,jumlah obat, berapa kali bapak minum obat dan
tahu fungsinya dari obat tersebut”
“bagus, bapak luar biasa”
3. Rencana tindak lanjut
“ saya akan mencoba mengevaluasi berapa kali minum obat selama sehari dan apa
saja fungsinya”
“ bagaimana kalau untuk mengingatkan bapak tentang obat, mari kita masukkan
jadwal pengingatan obat ke dalam jadwal harian bapak “
4. Kontrak :
Waktu : “ pak besok kita bertemu lagi jam berapa, berapa menit”
Tempat : “dimana bapak mau bicara”
Topic : “kita akan berbicara tentang melatih marah dengan cara verbal (3 cara,
yaitu: mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar)
b. Fase Kerja
o baik pak, kita kan sudah membahas masalah bapak yang sering marah-marah dari
kemarin, dan tindakan marah-marah tersebut tidaklah baik, jadi bapak harus belajar
mengontrol kemarahan tersebut.
o Cara yang akan kita pelajari kali ini untuk mengontrol perasaan marah adalah dengan
cara spiritual yaitu beribadah.
o Begini ya pak saya, jika bapak sudah mulai merasakan tanda-tanda marah akan
muncul, maka bapak dapat langsung mengambil Al-QURAN lalu membacanya, bisa
juga bapak langsung wudhu dan kemudian sholat.
o Apakah bapak sudah mengerti? Kalau begitu bisa bapak jelaskan lagi kepada saya
cara yang dapat dilakukan untuk mengontrol kemarahan engan cara beribadah.
o Wah, bagus sekali. Bapak sudah menjelaskannya dengan tepat.
c. Fase terminasi
1. Evaluasi
a. Subjektif: setelah bapak mengerti cara mengontrol marah dengan beribadah,
bagaimana perasaan bapak sekarang?
b. Objektif:
Coba sekarang bapak sebutkan lagi cara-cara yang sudah saya jelaskan tadi. Wahh
bagus sekali bapak sudah memahaminya dengan baik.
2. Rencana tindak lanjut
Baik... sekarang kita masukkan beribadah kedalam jadwal kegiatan harian ya pak
Bapak mau beribadahnya berapa kali sehari dan jam berapa?
Baik pak, jadi nanti bapak beribadah 5 kali sehari dan jamnya sesuai dengan
bunyi peringatan untuk sholat ya pak
Tapi nanti misalkan perasaan marah-marah bapak muncul tiba-tiba maka bapak
dapat melakukan ibadah diluar jam yang sudah ditentukan ya.
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
Topik: pak, bagaimana kalau besok kita bertemu lagi untuk latihan cara yang lain
yaitu secara verbal
Tempat: tempatnya kira-kira bapak mau dimana?
Waktu: bapak mau kita latihannya jam berapa?
Baik pak, kalau begitu saya pamit dulu, kita akan bertemu lagi besok. Sekarang
bapak silahkan beristirahat, selamat siang.