Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN

RISIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun oleh :
Gamaliel Anggriya Dwi Putra 1.13.039

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO


PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEMARANG
2015
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

RISIKO PERILAKU KEKERASAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)

a. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri

maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana

seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik

yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).

Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan

untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat,

2005).

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk

melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).

b. Penyebab

Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan konsep diri: harga


diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala:
▪ Perasaan malu terhadap diri sendiri
▪ Rasa bersalah terhadap diri sendiri
▪ Merendahkan martabat
▪ Gangguan hubungan sosial
▪ Percaya diri kurang
▪ Mencederai diri
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang
orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien
dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan
lingkungan.

c. Tanda Dan Gejala

Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku

kekerasan adalah sebagai berikut:

1. Fisik

a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot/ pandangan tajam

c. Tangan mengepal

d. Rahang mengatup

e. Postur tubuh kaku

2. Verbal

a. Bicara kasar

b. Suara tinggi, membentak atau berteriak

c. Mengancam secara verbal atau fisik

d. Mengumpat dengan kata-kata kotor

e. Suara keras

3. Perilaku

a. Melempar atau memukul benda/orang lain

b. Menyerang orang lain


c. Melukai diri sendiri/orang lain

d. Merusak lingkungan

e. Amuk/agresif

4. Emosi

a. Tidak adekuat

b. Tidak aman dan nyaman

c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel

d. Tidak berdaya

e. Bermusuhan

5. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,

menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.

7. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8. Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

II. PROSES TERJADINYA MASALAH

a. Faktor Predisposisi

1. Psikologis

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian

dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa


anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa

menjadi pelaku perilaku kekerasan

2. Perilaku

Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka

kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan

diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar

3. Sosial Budaya

Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti

terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan

adalah hal yang wajar

4. Bioneurologis

Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus

frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut

menyumbang terjadi perilaku kekerasan

b. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali

berkaitan dengan (Yosep, 2009):

1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas

seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,

perkelahian masal dan sebagainya.

2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial

ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak

membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan

kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan

dirinya sebagai seorang yang dewasa.

5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan

alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat

menghadapi rasa frustasi.

6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan

keluarga.

c. Proses Terjadinya Masalah (Patofisiologi)

Proses terjadinya risiko perilaku kekerasan terdapat 2 faktor, yaitu :

1. Faktor Penyebab Terjadinya : Berduka Disfungsional

Mekanisme terjadinya : klien merasa gagal dalam mencapai tujuan akan

mengalami berduka disfungsional sehingga menimbulkan persaan tidak

berguna sehingga mendorong untuk melampiaskan perasaannya dengan

marah atau mengamuk.

2. Faktor Akibat : Mencederai Diri Sendiri dan Orang Lain

Mekanisme terjadinya : klien dengan perilaku kekerasan biasanya

mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan sehingga menimbulkan

rasa kecewa, jengkel, marah, harga diri rendah, dan tidak berguna disertai
kehilangan kontras yang dapat mengakibatkan marah yang mencederai

diri sendiri atau orang lain.

III. POHON MASALAH

Risiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan (Akibat)

Risiko Perilaku Kekerasan (Core Problem)

Gangguan Konsep Diri : HDR (Penyebab)

IV. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

a. Masalah Keperawatan

1. Risiko mencederai diri,orang lain dan lingkingan


2. Perilaku kekerasan
3. Harga diri Rendah

b. Data Yang Perlu Dikaji

a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


Data Subyektif :

 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.


 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :

 Mata merah, wajah agak merah.


 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.

b. Perilaku kekerasan / amuk


Data Subyektif :

 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.


 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif

 Mata merah, wajah agak merah.


 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.

Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko mencederai diri,orang lain dan lingkungan

2. Perilaku kekerasan

3. Harga diri Rendah

VI. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa 1: perilaku kekerasan


TujuanUmum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
3.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
6.4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping).
9.2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.

Diagnosa II: gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.4. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.5. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.6. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Daftar Pustaka

Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang : RSJD Dr.

Amino Gonohutomo.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan),

Widya Medika, Jakarta.

Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Stuart dan sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa : Jakarta. EGC

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga

University Press.

Putri, Rika. 2015. Laporan Pendahuluan Halusinansi. https://www.academia.

edu/9797578 /LAPORAN_PENDAHULUAN_LP_HALUSINASI.

Diakses tanggal 07 Maret 2015.

Anda mungkin juga menyukai