Anda di halaman 1dari 14

PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/amuk.

B. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan
perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Carolina, 2009)

C. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut,
manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik
emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga
menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan
ketergantungan pada orang lain (Carolina, 2009).
Gejala klinis
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melalui pengkajian meliputi (Carolina, 2009) :
a. Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-
tanda marah yang diserasakan oleh klien.
b. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan
kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor
predisposisi yang mungkin/ tidak mungkin terjadi jika faktor berikut
dialami oleh individu :

1
a. Psikologis; kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk.
b. Perilaku, reinforcement yang diteima ketika melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli
mengadopsi perilaku kekerasan
c. Sosial budaya; budaya tertutup, control sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima
d. Bioneurologis; kerusakan sistem limbic, lobus frontal/temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmiser
Faktor presipitasi
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan,
percaya diri kurang), lingkungan (ribut, padat, kritikan mengarah
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan)
dan interaksi dengan orang lain( provokatif dan konflik) (Carolina,
2009).

2. Penyebab
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku
kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan (Carolina, 2009).

Gejala Klinis
Gejala Klinis perilaku kekerasan menurut (Damayanti, 2012) :
 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)

2
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri)
 Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
 Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
 Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

3. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll
(Direja, 2011).

D. 1. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah


( Direja, 2011)

2. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji menurut Keliat (2010) :
a. Masalah keperawatan:
1). Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2). Perilaku kekerasan / amuk
3). Gangguan harga diri : harga diri rendah

b. Data yang perlu dikaji:

3
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1). Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan / amuk
1). Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Obyektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1). Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.

2). Data obyektif:

4
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup.

D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Iyus, (2010) :
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan/amuk.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri
rendah.

E. Rencana Tindakan
Rencana tindakan keperawatan menurut Direja (2011) :
a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen
kekerasan
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :

5
3.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan
saat jengkel/kesal.
3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa


dilakukan.
Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai ?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd


kemarahan.
Tindakan :
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam
jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau
kesal/tersinggung.

6
6.4. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.

7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat
jengkel/marah.

8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.


Tindakan :
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit
pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).


Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping).
9.2. Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
klien, obat, dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.

F. Diagnosa Mediss
a. Pengertian

7
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo “ yang artinya retak
atau pecah (split), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian
seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami
keretakan jiwa atau keretakan kepribadian ( Nita Fitria, 2009).
Schizofrenia merupakan gangguan  psikotik yang merusak yang
dapat melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi
(halusinasi), pembicaraan, emosi dan perilaku. Keyakinan irasional
tentang dirinya atau isi pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab
yang jelas, seperti bahwa orang lain bermaksud buruk atau bermaksud
mencelakainya (Carolina, 2009).

b. Etiologi

Teori tentang penyebab skizofrenia, yaitu (Carolina, 2009):


1. Diathesis-stres model
Teori ini menggabungkan antara faktor biologis, psikososial, dan
lingkungan yang secara khusus mempengaruhi diri seseorang sehingga
dapat menyebabkan berkembangnya gejala skizofrenia. Dimana ketiga
faktor tersebut saling berpengaruh secara dinamis.
2. Faktor biologis
Dari faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamin yang menyatakan
bahwa skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang
berlebihan di bagian kortikal otak dan berkaitan dengan gejala positif
dari skizofrenia. Penelitian terbaru juga menunjukkan pentingnya
neurotransmitter lain termasuk serotonin, norepinefrin, glutamate, dan
GABA. Selain perubahan yang sifatnya neurokimiawi, penelitian
menggunakan CT scan ternyata ditemukan perubahan anatomi otak
seperti pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks atau atrofi otak kecil
(cerebellum) terutama pada penderita skizofrenia kronis.
3. Genetika
Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko
masyarakat umum 1%, pada orang tua resiko 5%, pada saudara

8
kandung 8%, dan pada anak 12% apabila salah satu orang tua
menderita skizofrenia, walaupun anak telah dipisahkan dari orang tua
sejak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 40%. Pada kembar
monozigot 47%, sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 12% .
4. Faktor psikososial
a) Teori perkembangan
Ahli teori Sullivan dan Erikson mengemukakan bahwa
kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih saying di
tahun-tahun awal kehidupan berperan dalam menyebabkan
kurangnya identitas diri, salah interpretasi terhadap realitas dan
menarik diri dari hubungan social pada penderita skizofrenia.
b) Teori belajar
Menurut ahli teori belajar (learning theory), anak-anak yang
menderita skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berpikir
irasional orang tua yang mungkin memiliki masalah emosional
yang bermakna. Hubungan interpersonal yang buruk dari
penderita skizofrenia akan berkembang karena mempelajari
model yang buruk selama anak-anak.
c) Teori keluarga
Tidak ada teori yang terkait dengan peran keluarga dalam
menimbulkan skizofrenia. Namun beberapa penderita
skizofrenia berasal dari keluarga yang disfungsional.

c. Klasifikasi

9
Secara umum skizofrenia dibagi dalam 5 tipe atau kelompok yang
mempunyai spesifikasi masing-masing, kriteria pengelompokannya
sebagai berikut (Damayanti, 2012) :

1. Tipe Hebefrenik
Tipe ini disebut juga disorganized type atau kacau balau yang dimulai
dengan gejala-gejala antara lain :
a) Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat
dimengerti apa maksudnya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata
yang diucapkan tidak ada hubungannya satu dengan yang lain.
b) Alam perasaan (mood, effect) yang datar tanpa ekspresi serta
tidak serasi (incongrose) atau ketolol-tololan (silly).
c) Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan (giggling), senyum
yang menunjukan rasa puas diri atau senyum yang hanya
dihayati sendiri.
d) Waham ( delusion ) tidak jelas dan tidak sistimatik (terpecah)
tidak terorganisir suatu satu kesatuan.
e) Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak
terorganisir sebagai satu kesatuan.
f) Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan
gerakan-gerakan aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang
diulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara
ekstrim dari hubungan sosial .
2. Tipe Katatonik
a) Stupor katatonik, yaitu suatu pengurangan hebat dalam
reaktivitas terhadap lingkungan dan atau pengurangan dari
pergerakkan atau aktivitas spontan sehingga nampak seperti
patung, atau diam membisu (mute).
b) Ekolalia atau ekopraksia (pembicaraan yang tidak bermakna).

10
c) Negativisme katatonik yaitu suatu penolakkan yang nampaknya
tanpa motif terhadap semua perintah atau upaya untuk
menggerakkan bagian tubuh dirinya.
d) Kekakuan (rigidity) katatonik yaitu mempertahankan suatu
sikap kaku terhadap semua upaya untuk menggerakkan bagian
tubuh dirinya.
e) Kegaduhan katatonik, yaitu kegaduhan aktivitas motorik (otot
alat gerak) yang nampaknya tak bertujuan dan tidak
dipengaruhi oleh rangsang luar.
f) Sikap tubuh katatonik yaitu sikap ( posisi tubuh ) yang tidak
wajar atau aneh.
3. Tipe paranoid
a) Waham (delucion) kejar atau waham kebesaran, misi atau
utusan sebagai penyelamat bangsa dunia atau agama, misi
kenabian atau mesias, atau perubahan tubuh. Waham cemburu
seringkali juga ditemukan.
b) Halusinasi yang berisi kejaran atau kebeseran.
c) Gangguan alam perasaan dan perilaku, misalnya kecemasan
yang tidak menentu, kemarahan, suka bertengkar dan berdebat
kekerasan. Seringkali ditemukan kebingungan tentang identitas
jenis kelamin dirinya (gender identity) atau ketakutan bahwa
dirinya diduga sebagai seorang homoseksual atau merasa
dirinya didekati oleh orang-orang homoseksual.
4. Tipe Residual
Tipe ini merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala skizofrenia
yang tidak begitu menonjol. Misalnya alam perasaan yang tumpul dan
mendatar serta tidak serasi (innappropriate), penarikan diri dari
pergaulan sosial, tingkah laku eksentrik, pikiran tidak logis dan tidak
rasional atau pelonggaran asosiasi pikiran.

5. Tipe tak tergolongkan

11
Tipe ini tidak dapat dimasukkan dalam tipe-tipe yang telah
diuraikan hanya ganbaran klinisnya terdapat waham, halusinasi,
inkoherensi atau tingkah laku kacau.

d. Penatalaksanaan
1. Medis
Obat antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik (misalnya
perubahan perilaku, agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi, waham,
proses piker kacau). Obat-obatan untuk pasien skizophrenia yang
umum diunakan adalah sebaga berikut :
a) Pengobatan pada fase akut
1) Dalam keadaan akut yang disertai agitasi dan hiperaktif
diberikan injeksi :
(a) Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
(b) Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap
6-8 jam sampai keadaan akut teratasi.
(c) Kombinsi haloperidol 5 mg intra muscular kemudian
diazepam 10 mg intra muscular dengan interval waktu
1-2 menit.
2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet :
(a) Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
(b) Klorpromazin 2x100 mg per hari
(c) Triheksifenidil 2x2 mg per hari
b) Pengobaan fase kronis
Diberikan dalam bentuk tablet :
1) Haloperidol 2x  0,5 – 1 mg perhari
2) Klorpromazin 1 x 50 mg sehari (malam)
3) Triheksifenidil 1- 2x 2 mg sehari
c) Efek dan efek samping terapi
1) Klorpromazine
Efek : mengurangi hiperaktif, agresif, agitasi

12
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi,
sedasi, hipotensi ortostatik.
2) Haloperidol
Efek : mengurangi halusinasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi,
sedasi, hipotensi ortostatik.

DAFTAR PUSTAKA

13
Carolina. (2009). Perilaku Kekerasan, dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27602/ 6/Chapter%20I.
pdf. Diunduh Pada Tanggal 18 September 2019.

Damayanti, M& Iskandar.(2012).Asuhan KeperawatanJiwa. Bandung:


RafikaAditama

Direja, A.(2011).Buku AjarKeperawatanJiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Iyus, Yosep., 2010, Keperawatan Jiwa. Bandung : Refia Aditama

Keliat, Farida Kusumawat., 2010, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta :


Salemba Medika.

Nita Fitria., 2009, Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta :
Salemba Medika

14

Anda mungkin juga menyukai