Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN

“RESIKO PERILAKU KEKERASAN”

DISUSUN OLEH :

NAMA : Rizky Agung Triantama

NIM : 20.0.1010

PROGRAM STUDY KEPERAWATAN (D III)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN MATARAM
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama
Resiko Perilaku Kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif. Pengungkapkan kemarahan secara tidak
langsung dan konstrukstif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Kemarahan
yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Sedangkan menurut Carpenito 2000,
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko
menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain.
Individu melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang dirasakan
sebagai pemicu dan individu tidak mampu berpikir serta mengungkapkan secara
verbal sehingga mendemostrasikan pemecahan masalah dengan cara yang tidak
adekuat (Rawlins and Heacoco, 1998). Sedangkan menurut Keliat (1999),
perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
dengan hilangnya kontrol diri atau kendali diri.
Tanda dan gejala :
 Muka merah dan tegang
 Pandangan tajam
 Mengatupkan rahang dengan kuat
 Mengepalkan tangan
 Jalan mondar-mandir
 Bicara kasar
 Suara tinggi, menjerit atau berteriak
 Mengancam secara verbal atau fisik
 Melempar atau memukul benda atua orang lain
 Merusak barang atau benda
 Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan oerilaku
kekerasan
2. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan
harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala :
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
 Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
 Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
 Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
3. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya
bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar rumah dll. Sehingga klien dengan perilaku
kekerasan beresiko untuk mencederai diri orang lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala :
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan didapatkan
melalui pengkajian meliputi :
 Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda
marah yang diserasakan oleh klien.
 Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak:
merampas makanan, memukul jika tidak senang.
C. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan


lingkungan

Perilaku kekerasan
Gangguan Konsep diri Harga Diri Rendah

D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


Masalah keperawatan:
a) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b) Perilaku kekerasan / amuk
c) Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
d) Koping Individu Tidak Efektif
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif ;
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
 Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data obyektif:
 Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

E. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko Perilaku kekerasan
b) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

F. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa I : Resiko Perilaku Kekerasan
Tujuan Umum :
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan
sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
b. Observasi tanda perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
c. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
d. Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk
diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bantu memilih cara yang paling tepat.
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan
efek samping).
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan Umum :
Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
c. Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan
yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan
yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan.
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
c. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan
sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Diagnosa III : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum :
- Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
- Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
- Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Tindakan :
1. Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang laain
dan lingkungan
2. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
a. Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
b. Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
c. Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
d. Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e. Merencanakan yang dapat pasien lakukan
3. Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
a. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara penyelesian
masalah
c. Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
Daftar Pustaka

Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC.
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Stuart GW, Sundeen. 1998.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP
Bandung, 2000
Townsend, M.C. 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan Psikiatri,
edisi 3. Jakarta: EGC.
STRATEGI PELAKSANAAN

TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi pak…??? Assalamualaikum…? Kenalkan nama saya
Nirmala Erlyani, biasa dipanggil mala, saya mahasiswa program profesi
ners dari STIKES Mataram. Nama bapak siapa? Senangnya di panggil
apa? Saya praktik di sini selama 2 minggu, dan akan merawat bapak
pada sift pagi ini…”

b. Evaluasi
Bagaimana perasaan bapak hari ini?

Tidurnya bagaimana tadi malam pak?

Mengapa bapak bisa dibawa kesini?

Sudah berapa lama bapak disini?

c. Kontrak
1. Topik : Apakah bapak tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya hari
ini? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang apa yang bapak alami?
2. Waktu
Apakah bapak bersedia ngobrol sekarang dengan saya? Kira-kira bapak
maunya berapa lama kita berbincang-bincang? setuju kan?

3. Tempat
Kira-kira bapak mau berbincang-bincang dimana ?

Bagaimana kalau kita ngobrol di ruang bermain saja pak?

2. Fase kerja
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?”
“Pada saat penyebab marah itu ada, apa yang bapak rasakan?” (tunggu
respons pasien)

“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata


melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”

“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, apakah dengan cara ini yang
bapak inginkan terpenuhi ? Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul,
istri bapak jadi sakit dan takut, piring atau barang lain pecah. Menurut bapak
adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”

”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”

”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup
perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan & bapak
bisa juga memukul-mukul bantal/kasur. Bagaimana kalo bapak langsung
mempraktekan dengan panduan dari saya ? Tarik dari hidung, bagus.., tahan,
dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?”

“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”

3. Fase terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan bapak?”
b. Evaluasi Obyektif
”Menurut saya bapak mempunyai aspek positif yang perlu
dipertahankan”

c. Rencana tindak lanjut


bapak jangan lupa nanti di terapkan apa yang telah saya ajarkan, yaitu
cara mencegah munculnya halusinasi dengan cara menghardik.

d. Kontrak yang akan datang


1. Topik : Bapak... ngobrolnya cukup sampai disini, bagaimana kalau
kita lanjutkan besok pagi untuk cara mengontrol ke
marahan yang muncul lagi dengan cara yang ketiga?
bapak setuju?
2. Waktu : Kira-kira bapak maunya berapa lama kita berbincang-
bincang? Bisa kan mas?
3. Tempat : Bapak mau ngobrol dimana? Bagaimana kalau di tempat ini
lagi besok? Setuju? Kalau begitu terimakasi, sampai
jumpa lagi besok pak herman
STRATEGIS PELAKSANAAN

TINDAKAN PEPERAWATAN

1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak herman? Assalamu’alaikum… masih ingat dengan saya
mas?, saya harap mas masih mengingat nama saya, nama saya Mala,
ingatkan pak herman”?.

b. Evaluasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini?, apakah suara bisikan itu masih
muncul?, apakah sudah dipakai cara yang saya ajari kemarin pak?,
berkurangkah suara bisikan itu pak?, bagus...

c. Kontrak
Topik : masih ingat yang akan kita bicarakan sekarang pak?, sesuai dengan
kesepakatan kemarin, saya akan latih cara untuk mencegah halusinasi
dengan cara yang kedua yaitu dengan ‘bercakap-cakap dengan orang lain’
dan dengan cara yang ketiga yaitu ‘dengan melakukan kegiatan yang sudah
terjadwal’.”

Tempat : “Mau dimana kita bercakap-cakap pak? bagaimana kalau disini


saja”?.

Waktu : “Mau berapa lama kita latihan mas? Bagaimana kalau 20 menit
kedepan”?

2. Fase kerja
“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau
marah sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan
bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat
kita marah. Ada tiga caranya pak:

a. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab
marahnya larena minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta
uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa
dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak.”
b. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena
sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
c. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena
perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?”

“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”

“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali
sehari bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”

b. Evaluasi Obyektif
”Menurut saya aspek positif yang bapak miliki, masih bagus”.

c. Tindak lanjut
”Saya berharap bagaimana kalau bapak lakukan terus selama di RS ini,
agar nanti di rumah bapak sudah terbiasa, setuju pak? Dan jangan lupa
bapak lakukan jadwal kegiatan hariannya”?.

d. Kontrak
 Topik : ”Baiklah, waktu kita sudah habis... bagaimana kalau besok kita
lanjutkan obrolan kita untuk cara yang terakhir yaitu minum obat
secara teratur, bagaiman pak”?.
 Waktu : ” bapak mau jam berapa besok?, bagaimana kalau jam 08.00
pagi?, Setuju”?.
 Tempat : ” Bapak mau dimana kita akan berbincang-bincang?,
Bagaimana kalau ditempat ini lagi?, setuju?, baiklah terimakasi dan
sampai jumpa lagi besok pak”.
STRATEGIS PELAKSANAAN

TINDAKAN KEPERAWATAN

A. Orientasi
1. Salam terapeutik
“Selamat pagi pak herman? Assalamu’alaikum… masih ingat
dengan saya pak?, saya harap bapak masih mengingat nama saya,
bagus… bagus sekali… apa bapak sudah mandi”?.
2. Evaluasi

“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang


dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali,
bagaimana rasa marahnya”?

“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah


rasa marah yaitu dengan ibadah?”

“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang


dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali,
bagaimana rasa marahnya”

3. Kontrak

Topik :”apakah pagi ini bapak sudah minum obat?, baik, sesuai
kesepakatan kita kemarin, sekarang kita akan mendiskusikan
tentang cara yang ke empat dan kelima yaitu dengan cara spritual
dan minum obat minum, bagaimana pak? Setuju”?.

Waktu :”kira-kira berapa lama waktu diskusi yang bapak mau?,


bagaimana kalau 10 menit saja mas?, bagaimana?, Setuju pak?,
baiklah”.

Tempat :” bapak mau diskusi dimana?, baiklah kalau bapak mau di


tempat ini lagi
B. Fase kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus.
Baik, yang mana mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan
tarik napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar
rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.

“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan


kemarahan.”

“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?
Coba sebutkan caranya (untuk yang muslim).”

“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”

Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus!
Jam berapa Bapak minum? Bagus!

“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya


CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar
rileks dan tegang, dan yang merah jambu ini namanya HLP agar
pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak
minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 sian g, dan jam 7 malam”.

“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk
membantu mengatasinya bapak bisa mengisap-isap es batu”.

“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan


jangan beraktivitas dulu”

“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di
kotak obat apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis
yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga
apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya pada
suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi
dengan dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”

“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya


pak.”

C. Fase terminasi
1. Evaluasi subyektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang
cara beribadah dan minum obat yang benar?”

“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari?


Bagus”.

“Mari kita masukkan kegiatan ibadah dan minum obat pada


jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali bapak sholat. Baik kita
masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)

“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan
bila bapak merasa marah”

“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang
telah kita buat tadi”

“Coba bapak sebutkan lagi jenis obat yang Bapak minum!


Bagaimana cara minum obat yang benar?”

“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita


pelajari?. Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan
minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.

2. Evaluasi Obyektif
”Menurut saya, aspek positif yang bapak miliki masih baik”.

3. Rencana Tindak lanjut


”Saya berharap bapak lakukan apa yang sudah di jadwalkan dalam
kegiatan hariannya, dan jangan lupa bapak lakukan setiap hari
supaya bapak terbiasa nanti di rumah”.

Anda mungkin juga menyukai