Anda di halaman 1dari 112

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PERILAKU KEKERASAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PERILAKU KEKERASAN

HARI :

TANGGAL :

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

Disetujui Oleh

Penguji Pendidikan Penguji Lahan

(.........................................................) (Soebagijono. S.Kep., Ners.,M.M.Kep)

A. Kasus (Masalah Utama)


Perilaku kekerasan
B. Proses Terjadinya Masalah (Tinjauan Teori)
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif. Pengungkapkan kemarahan secara tidak langsung dan
konstrukstif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu
orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Kemarahan yang
ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Sedangkan menurut Carpenito
2000, Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu
beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun
orang lain.
Individu melakukan kekerasan akibat adanya frustasi yang dirasakan
sebagai pemicu dan individu tidak mampu berpikir serta mengungkapkan
secara verbal sehingga mendemostrasikan pemecahan masalah dengan
cara yang tidak adekuat (Rawlins and Heacoco, 1998). Sedangkan
menurut Keliat (1999), perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai dengan hilangnya kontrol diri atau kendali
diri.
Tanda dan Gejala
a) Muka merah dan tegang
b) Pandangan tajam
c) Mengatupkan rahang dengan kuat
d) Mengepalkan tangan
e) Jalan mondar-mandir
f) Bicara kasar
g) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h) Mengancam secara verbal atau fisik
i) Melempar atau memukul benda atua orang lain
j) Merusak barang atau benda
k) Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan oerilaku
kekerasan

2. Penyebab
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga
diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan.
Tanda dan gejala :
a) Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik / menyalahkan diri
sendiri)
b) Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
c) Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
d) Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

3. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan
berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti
menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.
Sehingga klien dengan perilaku kekerasan beresiko untuk mencederai diri
orang lain dan lingkungan.
Tanda dan gejala :
Gejala klinis yang ditemukan pada klien dengan perilaku kekerasan
didapatkan melakui pengkajian meliputi :
a) Wawancara : diarahkan penyebab marah, perasaan marah, tanda –
tanda marah yang disebabkan oleh klien
b) Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara
tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak:
merampas makanan, memukul jika tidak senang.
C. Pohon Masalah / Aksis

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

D. Asuhan Keperawatan
1. Masalah keperawatan yang perlu di kaji
a) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1) Data subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
 Klien suka membentak dan meyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal dan marah
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2) Data obyektif :
 Mata merah, wajah agak merah
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.

b) Perilaku kekerasan / amuk


1) Data subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
 Klien suka membentak dan meyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal dan marah
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2) Data obyektif :
 Mata merah, wajah agak merah
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.

c) Gangguan harga diri rendah : harga diri rendah


1) Data subyektif : Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak
bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2) Data obyektif : Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila
disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai
diri/ingin mengakhiri hidup.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko perilaku kekerasan
b) Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : resiko perilaku kekerasan
Tujuan umum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi
b) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

TUK II : klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


Intervensi
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
b) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.

TUK III : Klien dapat mengidentifikasi tanda – tanda perilaku kekerasan


Intervensi
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang di alami dan di rasakan saat
jengkel / kesal
b) Observasi tanda perilaku kekerasan.
c) Simpulkan bersama klien tanda – tanda jengkel / kesal yang dialami
klien

TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa di


lakukan
Intervensi :
a) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa di lakukan
b) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa di
lakukan
c) Tanyakan apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?

TUK V : Klien mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan


Intervensi
a) Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang di lakukan
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang di gunakan
c) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat

TUK VI : klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon


terhadap kemarahan
Intervensi :
a) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat
b) Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
c) Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
d) Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.

TUK VII : klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan


Intervensi :
a) Bantu memilih cara yang tepat
b) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
e) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.

TUK VIII : klien mendapat dukungan dari keluarga


Intervensi :
a) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga
b) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

TUK IX : klien dapat menggunakan obat dengan benar sesuai program


Intervensi
a) Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, dan
efek samping)
b) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu)
c) Anjurkan untuk membicarakan efek samping obat yang dirasakan

Diagnosa 2 : gangguan konsep diri : harga diri rendah


Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi
b) Panggil klien dengan nama panggilan yang di sukai
c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang

TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki
Intervensi
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki
b) Hindari penilaian negatif setiap pertemuan klien
c) Utamakan pemberian pujian yang realitas

TUK III : Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk
diri sendiri dan keluarga
Intervensi
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat di lanjutkan setelah pulang
ke rumah

TUK IV : Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai


kemampuan yang di miliki
Intervensi
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
b) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan
c) Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan klien

TUK V : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Intervensi :
a) Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

TUK VI : klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah
d) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien

Diagnosa III : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum : pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
a) Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
b) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
c) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
d) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
Intervensi
a) Mendiskusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
b) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
1) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
2) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
3) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
4) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
5) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
c) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN

Dx PERILAKU KEKERASAN
A Pasien
SP Ip
1 BHSP
2 Mengidentifikasi penyebab PK
3 Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
4 Mengidentifikasi PK yang dilakukan
5 Mengidentifikasi akibat PK
6 Menyebutkan cara mengontrol PK
7 Membantu pasien mempraktekkan latihan cara
mengontrol fisik I
8 Menganjurkan pasien memasukkan dalam
kegiatan harian
SP Iip
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara fisik
II
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP IIIp
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara
verbal
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP Ivp
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengontrol PK dengan cara
spiritual
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP Vp
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum
obat
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
Nilai SP Vp
B Keluarga
SP I k
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala,
serta proses terjadinya PK
3 Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK
SP II k
1 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat
pasien dengan PK
2 Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung kepada pasien PK
SP III k
1 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di
rumah termasuk minum obat (discharge
planning)
2 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
Stuart GW, Sundeen. 1998.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.). St.Louis Mosby Year Book
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000
Townsend, M.C. 1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan
Psikiatri, edisi 3. Jakarta: EGC.
LAPORAN INDIVIDU

LAPORAAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

HALUSINASI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

HALUSINASI

HARI :

TANGGAL :

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

Disetujui Oleh

Penguji Pendidikan Penguji Lahan

(.........................................................) (Soebagijono. S.Kep., Ners.,M.M.Kep)

A. Masalah Utama
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

B. Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada
klien dengan gangguan jiwa, halusinasi sering diidentikkan dengan
skizofrenia. Dari seluruh klien skizofrenia sebagian besar diantaranya
mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala
halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium. Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren persepsi palsu (Keliat &
Akemat, 2007).

Tingginya angka penderita gangguan jiwa yang mengalami halusinasi


merupakan masalah serius bagi dunia kesehatan dan keperawatan di
Indonesia. Penderita halusinasi jika tidak ditangani dengan baik akan
berakibat buruk bagi klien sendiri, keluarga, orang lain dan lingkungan. Tidak
jarang ditemukan penderita yang melakukan tindak kekerasan karena
halusinasinya (Ginting, 2013).

C. Rentang Respon Neurobiologis


Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya berlaku. Dalam kata individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif :

1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan


2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
4. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
5. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
a. Respon Psikososial
1. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang masalah tentang
tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera
3. Emosi berlebihan atau berkurang
4. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
5. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang
b. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelasaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan,
adapun respon maladaptif meliputi :

1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dpertahankan


walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial
2. Halusinasi merupakan perepsi sensori yang salah salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati
4. Perilaku tidak terosganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur
5. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.
D. Etiologi
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua yaitu :

1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan
lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

c. Faktor biokimia
Stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP).

2. Faktor Presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.

b. Dimensi emosional
Perasaan cemaas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menaklukan.

c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dan
halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang
yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri
untuk melawan implus yang menekan, namun merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol sermua prilaku klien.

d. Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial
dan menganggap bahwa hidup sosialisasi alam nyata sangat
membahayakan.

e. Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna hilangnya keinginan untuk beribadah
dan jarang berupaya secara sepiritual untuk menyucikan diri. Klien
sering memakai takdri tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki,
menyalhkan lingkungan dan oranglain yang menyebabkan
memburuk.

E. Tanda dan Gejala


a. Bicara sendiri, senyum sendiri, ketawa sendiri
b. Menggerakan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Menarik diri dari oranglain
e. Berusha untuk menghindari oranglain
f. Prilaku panik
g. Curiga dan bermusuhan
h. Ekspresi muka tegang
i. Tampak tremor dan berkeringat
j. Mudah tersinggung, jengkel dan marah
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang
l. Tidak dapat membedakan realita dan tidak
m. Bertindak merusak diri, lingkungan dan orang lain
n. Diam
o. Rentang perhatiannya beberapa detik atau menit
F. Fase-fase halusinasi
Tahap Halusinasi Karakteristik
Stage I : Slep disoder Klien merasa banyak masalah, ingi
menghindari lingkungan, takut
Fase awal seseorang sebelum
diketahui orang lain bahwa dirinya
muncul halusinasi
banyak masalah, masalah makin
terasa sulit karena berbagai stresor
terakumulasi, misalnya kekasih
hami, terlibat narkoba, dihianati
kekasih, masalah kekampus, drop
out,dst.
Stage II : Comforting Klien mengalami emosi yang
berlanjut seperti adanya perasaan
Halusinasi secara umum diterima
yang cemas, kesepian, perasaan
sebagai sesuatu yang alami
berdosa, ketakutan dan mencoba
memusatkan pikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapaqn
bahwa pengalama pikiran dan
sensorinya dapat dia kontrol bila
kecemasannya diatur, dalam tahap
ini ada kecenderungan klien merasa
nyaman dengan halusinasinya.
Stage III : Condemning Pengalaman sensori klien menjadi
sering datang dan biasa mengalami,
Secara umum halusinasi
klien mulai merasa tidak mampu lagi
mendatangi klien
mengontrolnya dan mulai berupaya
mejaga jarak antara dirinya dengan
objek yang dipersepsikan klien
mulai menarik diri dari orang lai,
dengan intensitas wajtu yang lama.
Strage IV : Controling Sevea Level Klien mencoba melawan suara-
Of Anxiety suara atau sensori abnormal yang
datang. Klien dapat merasakan
Fungsi sensoris menjadi tidak
kesepian halusinasinya berakhir.
relevan dengan kenyataan
Dari sinilah mulai fase gangguan
psikotik.
Strage V : Conquering Panic Level Pengalaman sensorinya terganggu,
Of Anxiety klien mulai merasa terancam
dengan datangnya suara-suara
Klien mengalami gangguan dalam
trauma bila klien tidak dapat
menilai lingkungannya
menuruti ancaman aqtau perintah
yang ia dengar dari halusinasinya.

G. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis, penjelasan
secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah
sebagai berikut:

1). Halusinasi Pendengaran (Auditif , Akustik )


Paling sering di jumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising
yang tidak mempunyai arti , tetapi lebi sering terdengar sebagai sebuah
kata atau kalimat yang bermakna .

2). Halusinasi Penglihatan ( Visual, Optik )


Lebih sering terjadi pada keadaan derelium ( penyakit organik ) biasanya
sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran , menimbulkan
rasa takut akibat gambaran – gambaran yang mengerikan

3). Halusinasi Penciuman (Olfaktorik )


Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan di
rasakan tidak enak , melambangkan rasa bersalah pada penderita

4). Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)


Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Pebderita merasa mengecap sesuatu.

5). Halusinasi Perabaan (Taktil)


Merasa dirba, disentuh, ditiup, atau seperti aa ulat yang bergerak di
bawah kulit.

6). Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba


Penderita merasa diraba dan diperkosa sering terjadi pada pasien
skizofrenia dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.

7). Halusinasi Kinesthetik


Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruangan atau
anggota badannya bergerak-gerak.

8). Halusinasi Visceral


Timbulnya perasaan tertentu didala tubuhnya
a. Dipersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan
kenyataan yang ada.
b. Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentan lingkungannya yang
tidak sesuai dnegan kenyataan, misalnya perasaan segala sesuatu
yang dialaminya seperti impian.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan halusinasi dibagi mernjadi dua
yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan.

a) Penatalaksanaan Medis
1. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/skizofrenia
biasanya diatasi dnegan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain :

- Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi


akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg/IM.
Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya klien bisa
diberikan bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5.
- Golongan Fenotiazine : Chlorpramizine/Largactile/Promatile.
Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x
100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100
mg pada malam hari saja.
2. Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificialdengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.

3. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
1. Terapi aktifitas kelompok (TAK) yang diberikan pada pasien dengan
halusinasi yaitu :
a. Terapi Aktivitas Kelompok Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersiapkan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami.

b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori


Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien.
Kemudian diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang
disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi
wajah, gerakan tubuh).

I. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori perseptual: halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

J. Diagnosa Keperawatan
1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
1) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
(1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
(2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
(3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
(1) Mata merah, wajah agak merah.
(2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
(3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
(4) Merusak dan melempar barang-barang.

2) Perubahan sensori perseptual : halusinasi


Data Subjektif :

(1) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan


dengan stimulus nyata
(2) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
(3) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
(4) Klien merasa makan sesuatu
(5) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
(6) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
(7) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif :

- Klien berbicara dan tertawa sendiri


- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
- Disorientasi
3) Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif :

Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.

Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis,
Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi
janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan
kebersihan

K. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri

L. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi halusinasi

Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan

lingkungan

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran


hubungan interaksi seanjutnya
Tindakan :

1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip


komunikasi terapeutik dengan cara :

a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal


b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan
halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke
kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien mendengar
suara itu , namun perawat sendiri tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang
seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu
klien
2.4 Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
2.5 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :

3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber
pujian
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
3.6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
3.7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi

4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya


Tindakan :

4.1 Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami


halusinasi
4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi
dirumah, diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian bersama
d. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu
mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko
mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :

5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi


dan manfaat minum obat
5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan
merasakan manfaatnya
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri

Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya


Tindakan :

1.1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan


diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
1.2. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak
menjawab.
1.3. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-
buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :

2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya

2.1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan


penyebab menarik diri atau mau bergaul

2.1. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda


serta penyebab yang muncul

2.1. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan


perasaannya

3. 3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain


dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :

3.1 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan


berhubungan dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan dengan orang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan :

4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain


4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
- K–P
- K – P – P lain
- K – P – P lain – K lain
- K – Kel/Klp/Masy
4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Tindakan :
5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :

6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :


- Salam, perkenalan diri
- Jelaskan tujuan
- Buat kontrak
- Eksplorasi perasaan klien
6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
- Perilaku menarik diri
- Penyebab perilaku menarik diri
- Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
- Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

DX PSP: HALUSINASI
A Pasien
SP I p
1 BHSP
2 Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
3 Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
4 Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
5 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
6 Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan
halusinasi
7 Mengidentifikasi respons pasien terhadap
halusinasi
8 Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
9 Menganjurkan pasien memasukkan cara
menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian
SP II p
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan
cara bercakap-cakap dengan orang lain
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP III p
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan
melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan pasien di rumah)
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP IV p
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Memberikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
B Keluarga
SP I k
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
halusinasi, dan jenis halusinasi yang dialami
pasien beserta proses terjadinya
3 Menjelaskan cara-cara merawat pasien
halusinasi
SP II k
1 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat
pasien dengan Halusinasi
2 Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung kepada pasien Halusinasi
SP III k
1 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di
rumah termasuk minum obat (discharge
planning)
2 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995

Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999

Keliat BA. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta : FIK
UI. 1999

Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,


RSJP Bandung, 2000
LAPORAN INDIVIDU

LAPORAAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ISOLASI SOSIAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ISOLASI SOSIAL

HARI :

TANGGAL :

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

Disetujui Oleh

Penguji Pendidikan Penguji Lahan

(.........................................................) (Soebagijono. S.Kep., Ners.,M.M.Kep)

A. MASALAH UTAMA
ISOLASI SOSIAL

B. PENGERTIAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam
dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan (Dalami, dkk. 2009). 
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang
diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang
negatif atau mengancam (Wilkinson, 2007).

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh


seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan dimana
seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001).
Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi
terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat, 2006).

C. ETIOLOGI
1.   Faktor Predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:

a.    Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama
yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan
orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari
ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut
dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan
di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar
anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.

Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam


berhubungan terdiri dari:

1)      Masa Bayi

Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan


biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat
penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di
kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa
percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan
orang lain pada masa berikutnya.

2)      Masa Kanak-kanak

Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai


mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan
teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu
dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan
yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus
dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya,
maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak
mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi
dan berkompromi dengan orang lain.
3)      Masa Praremaja dan Remaja

Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman


sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal
dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan
intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok
maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik
akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan
hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.

4)      Masa Dewasa Muda

Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan


interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai
dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima
perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap
untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah
saling memberi dan menerima (mutuality). 

5)      Masa Dewasa Tengah

Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak


terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri.
Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan
yang interdependen antara orang tua dengan anak.

6)      Masa Dewasa Akhir

Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik,


kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran.
Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan
meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.

b.   Faktor Komunikasi Dalam Keluarga


Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.

1)   Sikap bermusuhan/hostilitas

2)   Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak

3)   Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk


mengungkapkan pendapatnya.

4)    Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada


pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan
masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.

5)    Ekspresi emosi yang tinggi

6)    Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan


yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)

c.    Faktor Sosial Budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor


pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

d.   Factor Biologis

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden


tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan
bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti
atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2.   Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:

a. Stressor Sosial Budaya

Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya


penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.

b. Stressor Biokimia

1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta


tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.

2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan


dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim
yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.

3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.

4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik


diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.

c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial

Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat


interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.

d. Stressor Psikologis

Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu


untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi
masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada
tipe psikotik.

Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak


dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal
dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk
mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara
hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat.

Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-
masing tingkah laku adalah sebagai berikut:

a) Tingkah laku curiga: proyeksi

b) Dependency: reaksi formasi

c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi

d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial

e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi

f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan


regrasi.
D. POHON MASALAH

Sumber: (Keliat, 2006)

E. TANDA DAN GEJALA


Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:

1) Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain

2) Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3) Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain

4) Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

5) Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

6) Pasien merasa tidak berguna

7) Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

F. AKIBAT YANG DITIMBULKAN


Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah
persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi
sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan
atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada.

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca


indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat
disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi
merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus
sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran,
pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah
halusinasi pendengaran.

G. PENATALAKSANAAN
1.   Terapi Psikofarmaka

a.    Chlorpromazine

Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai


realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan  dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja,
berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping
gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering,
kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia
akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe).
Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian
jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).

b.   Haloperidol (HLP)

Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan
miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra
meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).

c.    Trihexyphenidil (THP)

Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik,


sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki
efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual,
muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma
sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).

2.   Terapi Individu

Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi
penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan
kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain,
mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-
bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat
mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien
memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan
menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba,
dkk. 2008)

3.   Terapi kelompok

Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan


bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan


sehari-hari yang meliputi:

1)  Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun
tidur.

2)  Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.

3)  Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi
dan sesudah mandi.

4)  Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.

5)  Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.

6)  Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan


kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan
pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.

7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat


menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh
benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat
yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.

8)  Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur.
Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan
karena sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa.
Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi
bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.

b. Tingkah laku sosial

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien


dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya,
berbicara dengan kawannya dan sebagainya.

2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan
waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.

3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.

4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul


dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).

5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban
yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.

6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.

7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat


mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak
meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan
sebagainya.
ASUHAN KEPERAWATAN

A.       PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,


penilaian stressor, suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian,
tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :

    1.   Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.

    2.   Keluhan utama

Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi


kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain
,tidak melakukan kegiatan sehari – hari, dependen.

    3.   Factor predisposisi

Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai
suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban
perkosaan, tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak
menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.

    4.   Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan, TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.

    5.   Aspek Psikososial

a.    Genogram yang menggambarkan tiga generasi

b.   Konsep diri

1)  Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatip tentang tubuh. Preokupasi
dengan bagia tubuh yang hilang, mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkan ketakutan.

2) Identitas diri

Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak


mampu mengambil keputusan.

3) Peran

Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua,
putus sekolah, PHK.

4) Ideal diri

Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan


keinginan yang terlalu tinggi

5) Harga diri

Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan
kurang percaya diri.

a) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social


dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam
masyarakat.

b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah (spritual)

6) Status mental

Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang
dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam    hidup.

7) Kebutuhan persiapan pulang


a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan

b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,


membersikan dan merapikan pakaian.

c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi

d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur, dapat beraktivitas di dalam dan di
luar rumah

e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.

8) Mekanisme koping

Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang-orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri).

9) Aspek medik

Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,          
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.

B.        DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.


2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak


efektifnya koping individu : koping defensif.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

DX ISOLASI SOSIAL
A Pasien
SP I p
1 BHSP
2 Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
3 Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan
berinteraksi dengan orang lain
4 Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain
5 Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan
satu orang
6 Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan
latihan berbincang-bincang dengan orang lain
dalam kegiatan harian
SP II p
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Memberikan kesempatan kepada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu
orang
3 Membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai
salah satu kegiatan harian
SP III p
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Memberikan kesempatan kepada berkenalan
dengan dua orang atau lebih
3 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
B Keluarga
SP I k
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi
sosial yang dialami pasien beserta proses
terjadinya
3 Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi
sosial
SP II k
1 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat
pasien dengan isolasi sosial
2 Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung kepada pasien isolasi sosial
SP III
1 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di
rumah termasuk minum obat (discharge
planning)
2 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Salemba Medika.

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC.

Keliat Budi Ana. 1999. Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta :


EGC.
Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada
tanggal 24 Juli 2012
pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan-isolasi-sosial/.

Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan


dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga.Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi
(API). Jakarta : fajar Interpratama.
LAPORAN INDIVIDU

LAPORAAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

WAHAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

WAHAM

HARI :

TANGGAL :

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

Disetujui Oleh

Penguji Pendidikan Penguji Lahan

(.........................................................) (Soebagijono. S.Kep., Ners.,M.M.Kep)

A. Kasus (Masalah Utama)


Waham

B. Proses Terjadinya Masalah (Tinjauan Teori)


4. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat
terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat,
2006).
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien (Aziz R, 2003).
Ramdi (2000) menyatakan bahwa itu merupakan suatu keyakinan
tentang isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok
dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya, keyakinan
tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat diubah-ubah.

5. Proses terjadinya waham


Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
l) Fase Lask of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat
terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial
dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft
ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan
dipandang sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat
berpengalaman dn diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham
terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia
ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh
kembang ( life span history ).
m) Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya
kesenjangan antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan
harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan
standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat
lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki
kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal  yang
melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh.
Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh,support
system semuanya sangat rendah.
n) Fase kontrol internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-
apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan
tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi
klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk
diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan
menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien
mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu
tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena
besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan
hanya menjadi pendengar pasif tetapi  tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan
orang lain.
o) Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam
lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan
klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu
kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai
terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma ( Super
Ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat
berbohong.
p) Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
q) Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema
waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu
atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ).
Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk
mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
1) Penyebab
Berbagai kehilangan dapat terjadi pada pasca bencana, baik
kehilangan harta benda, keluarga maupun orang yang bermakna.
Kehilangan ini menyebabkan stress bagi mereka yang
mengalaminya. Jika stress ini berkepanjangan dapat memicu
masalah gangguan jiwa dan waham. (Budi Anna Keliat, 2006: 147)
2) Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas,
kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan
kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya
adalah beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

6. Faktor Predisposisi Waham


a) Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem
saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptive
b) Neurobiologist : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan
korteks limbik
c) Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan
glutamat.
d) Virus : paparan virus influensa pada trimester III
e) Psikologis :  ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.

7. Faktor presipitasi waham


a) Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b) Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c) Adanya gejala pemicu

8. Manifestasi klinis waham


a) Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial)
b) Fungsi persepsi : depersonalisasi dan halusinasi
c) Fungsi emosi
Afek tumpul à kurang respon emosional, afek datar, afek tidak
sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen
d) Fungsi motorik
Imfulsif à gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme,
stereotopik à gerakan yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak
dipengaruhi stimulus yang jelas, katatonia.
e) Fungsi sosial : kesepian
f) Dalam tatanan keperawatan jiwa respon neurobiologist yang sering
muncul adalah gangguan isi pikir : waham dan gangguan persepsi
sensori : halusinasi
9. Klasifikasi waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran
atau kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen
kesehatan lho!” atau, “Saya punya tambang emas.”
b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau
kelompok yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan
siucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya
tidak tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya
karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu
agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus
menggunakan pakaian putih setiap hari.”
d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian
tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang
kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.Misalnya, “Saya sakit
kanker.” (Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan
bahwa ia sakit kanker).
e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini
adalah roh-roh”.
f) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
g) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa
yang dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya
kepada orang tersebut
h) Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.

C. Pohon Masalah / Aksis

D. Asuhan Keperawatan
4. Masalah keperawatan yang perlu di kaji
d) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
3) Data subyektif :
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal
pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai /
merusak barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri.
4) Data obyektif :
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras,
bicara menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak
dan melempar barang-barang.

e) Kerusakan komunikasi : verbal


3) Data subyektif : Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistic
4) Data obyektif : Flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan
kata-kata yang didengar dan kontak mata kurang.
f) Perubahan isi piker : waham
3) Data subyektif
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
Pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengkaji waham :
 Apakah pasien memiliki pikiran / isi pikir yang berulang –
ulang diungkapkan dan menetap ?
 Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau
apakah pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau
kesehatannya ?
 Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda
disekitarnya aneh dan tidak nyata?
 Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada diluar
tubuhnya ?
 Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakan oleh
orang lain ?
 Apakah pasien berpikir bahwa pikiran atau tindakannya
dikontrol oleh orang lain atau kekuatan dari luar ?
 Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik
atau kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat
membaca pikirannya?
4) Data obyektif
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat
waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung
g) Gangguan harga diri
1) Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri
2) Data obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup
5. Diagnosa Keperawatan
a) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b) Kerusakan komunikasi : verbal
c) Perubahan isi piker : waham

6. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
waham
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan Khusus :
TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi
d) Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
e) Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai
ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai
ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
f) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan
perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman,
gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
g) Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.
TUK II : klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Intervensi :
d) Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
e) Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu
dan saat ini yang realistis.
f) Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
g)  Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien
sangat penting.

TUK III : Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi.


Intervensi
d) Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
e) Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah
maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
f) Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
g) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
h) Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan
wahamnya.

TUK IV : Klien dapat berhubungan dengan realistis


Intervensi :
a) Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat
dan waktu).
b) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas
c) Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

TUK V : Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Intervensi :
a) Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat
b) Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien,
obat, dosis, cara dan waktu).
c) Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan
d) Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

TUK VI : Klien dapat dukungan dari keluarga


Intervensi :
a) Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang:
gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up
obat.
b) Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.

Diagnosa 2 : resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


berhubungan dengan waham
Tujuan Umum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
d) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
e) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
f) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
g) Beri perhatian dan penghargaan : teman klien walau tidak menjawab.

TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


Intervensi
d) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
e) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
f) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.

TUK III : Klien dapat mengidentifikasi tanda – tanda perilaku kekerasan


Intervensi
c) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
d) Observasi tanda perilaku kekerasan.
e) Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.

TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa di


lakukan
Intervensi
d) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
e) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
f) Tanyakan “apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?”

TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan


Intervensi :
d) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
e) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
f) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

TUK VI : klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan


Intervensi
a) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

TUK VII : klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon


terhadap kemarahan
Intervensi
a) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat
b) Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
c) Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
d) Secara spiritual : berdo’a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.

TUK VIII : Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku


kekerasan
Intervensi :
a) Bantu memilih cara yang paling tepat.
b) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
e) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.

TUK IX : klien mendapat dukungan dari keluarga


Intervensi
a) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
b) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

TUK X : klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program)


Intervensi
a) Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping)
b) Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
c) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
Diagnosa 3 : perubahan isi pikir : waham berhubungan dengan harga
diri rendah
Tujuan Umum : klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah
/ klien akan meningkat harga dirinya
Tujuan khusus :
TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Intervensi
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan
memberi pujian yang realistis
c) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

TUK III : klien dapat menilai kemampuan yang digunakan


Intervensi :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah

TUK IV : klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai


dengan kemampuan yang dimiliki
Intervensi
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

TUK V : klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi yang telah


direncanakan
Intervensi
a) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

TUK VI : klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Intervensi
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. (2006). Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. 


Jakarta : FIK, Universitas Indonesia

Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003

Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,


RSJP Bandung, 2000

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Salemba Medika

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .


LAPORAN INDIVIDU

LAPORAAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

RISIKO BUNUH DIRI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

RISIKO BUNUH DIRI

HARI :

TANGGAL :

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

Disetujui Oleh

Penguji Pendidikan Penguji Lahan

(.........................................................) (Soebagijono. S.Kep., Ners.,M.M.Kep)


A. Kasus (Masalah Utama)
Resiko bunuh diri

B. Proses Terjadinya Masalah (Tinjauan Teori)


10. Pengertian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya, bunuh diri memiliki 4 pengertian antara
lain :
a) Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b) Bunuh diri dilakukan dengan intense
c) Bunuh diri di lakuka oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d) Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak
langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang
menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel
kereta api.

11. Tanda dan gejala


a) Sedih
b) Marah
c) Putus asa
d) Tidak berdaya
e) Memeberikan isyarat verbal maupun non verbal

12. Penyebab
Secara universal : karena ketidakmampuan individu untuk menyelesaikan
masalah terbagi menjadi :
e) Faktor genetik (berdasarkan penelitian)
1) 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada individu
yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang yang mengalami
gangguan mood/depresi/ yang pernah melakukan upaya bunuh
diri.
2) Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada kembar
dizigot.
f) Faktor biologis lain
Biasanya karena penyakit kronis / kondisi medis tertentu, misalnya :
1) Stroke
2) Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
3) DiabetesPenyakit arteri koronaria
4) Kanker
5) HIV / AIDS
g) Faktor psikososial dan lingkungan
1) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi & kemarahan,
perasaan negatif thd diri, dan terakhir depresi.
2) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang
berkembang, memandang rendah diri sendiri
3) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan,
kurangnya sistem pendukung sosial

13. Akibat
Resiko bunuh diri dapat mengakibatkan sebagai berikut :
c) Keputusasaan
d) Menyalahkan diri sendiri
e) Perasaan gagal dan tidak berharga
f) Perasaan tertekan
g) Insomnia yang menetap
h) Penurunan berat badan
i) Berbicara lamban, keletihan
j) Menarik diri dari lingkungan social
k) Pikiran dan rencana bunuh diri
l) Percobaan atau ancaman verbal
C. Pohon Masalah / Aksis

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Resiko Bunuh Diri

harga diri rendah

D. Asuhan Keperawatan
7. Masalah keperawatan yang perlu di kaji
Pengakajian faktor resiko perilaku bubuh diri
5) Jenis kelamin : resiko meningkat pada pria
6) Usia: lebih tua, masalah semakin banyak
7) Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri
merupakan masalah.
8) Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan
percobaan bunuh diri / penyalahgunaan zat.
9) Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang
dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.
10) Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup
diri.
11) Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih
beresiko mengalami perilaku bunuh diri.

8. Diagnosa Keperawatan
d) Resiko perilaku bunuh diri
e) Koping maladaptive

9. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
h) Perkenalkan diri dengan klien
i) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
j) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
k) Bersifat hangat dan bersahabat.
l) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

TUK II : klien dapat


Intervensi
h) Jauhkan klien dari benda yang dapat membahayakan (pisau, silet,
gunting, tali, kaca dan lain - lain)
i) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
j) Awasi klien secara ketat setiap saat.

TUK III : Klien dapat mengekspresikan perasaanya


Intervensi
i) Dengarkan keluhan yang dirasakan
j) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan
dan keputusasaan.
k) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya.
l) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
m) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.

TUK IV : Klien dapat meningkatkan harga diri


Intervensi :
d) Bantu klien untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya
e) Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
f) Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).

TUK V : Klien menggunakan koping yang adaptif


Intervensi
d) Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman yang menyenangkan
setiap hari (misalnya : berjalan – jalan, membaca buku favorit, menulis
surat dll)
e) Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam kesehatan.
f) Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif

Diagnosa 2 : gangguan konsep diri : harga diri rendah


Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
h) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi
i) Panggil klien dengan nama panggilan yang di sukai
j) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang

TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki
Intervensi
g) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki
h) Hindari penilaian negatif setiap pertemuan klien
i) Utamakan pemberian pujian yang realitas

TUK III : Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk
diri sendiri dan keluarga
Intervensi
f) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang di miliki
g) Diskusikan pula kemampuan yang dapat di lanjutkan setelah pulang
ke rumah

TUK IV : Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai


kemampuan yang di miliki
Intervensi
g) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
h) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan
i) Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan klien

TUK V : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Intervensi :
g) Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
h) Beri pujian atas keberhasilan klien
i) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

TUK VI : klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


e) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
f) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
g) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah
h) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien

Diagnosa III : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum : pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus :
e) Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
f) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
g) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
h) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
Intervensi
d) Mendiskusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
e) Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
6) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
7) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang
positif
8) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
9) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
10) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
f) Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
4) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
5) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara
penyelesian masalah
6) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik
STRATEGI PELAKSANAAN RESIKO BUNUH DIRI

A. Kondisi klien
Sedih, marah, putus asa, tidak berdaya, memberikan isyarat verbal maupun
non verbal

B. Diagnosa keperawatan
Resiko bunuh diri

C. Tujuan
1. Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2. Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3. Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4. Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik

D. Tindakan keperawatan
1. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan
meminta bantuan dari keluarga atau teman
2. Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara :
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaanya
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara :
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik
E. Strategi Pelaksanaan
SP 1 : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri :
melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
1. Orientasi:
”Selamat pagi Pak, kenalkan saya Agung Nugroho, biasa di pangil Agung,
saya mahasiswa Keperawatan Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga yang bertugas di ruang ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi – 2
siang .”
”Bagaimana perasaan A hari ini? ”
” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang apa yang A rasakan
selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?”
2. Kerja
”Bagaimana perasaan A setelah ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A
paling merasa menderita di dunia ini? Apakah A pernah kehilangan
kepercayaan diri? Apakah A merasa tidak berharga atau bahkan lebih
rendah dari pada orang lain? Apakah A merasa bersalah atau
mempersalahkan diri sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah A berniat unutuk menyakiti diri sendiri? Ingin
bunuh diri atau berharap A mati? Apakah A pernah mencoba bunuh diri?
Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?”
”Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup. Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda – benda yang
membahayakan A)”
”Karena A tampaknya mash memilikikeinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup A, saya tidak akan membiarkan A sendiri”
”Apa yang A lakukan jika keinginan bunuh diri muncul?”
”Kalau keninginan itu muncul, maka akan mengatasinya A harus
langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga
atau teman yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan
kepada teman perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk
mengakhiri kehidupan.”
”Saya percaya A dapat mengatasi masalah.”

3. Terminasi :
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi
perasaan ingin bunuh diri?”
” Coba A sebutkan lagi cara tersebut!”
”Saya akan menemani A terus sampapi keinginan bunuh diri hilang.”
(jangan meninggalkan pasien).
DAFTAR PUSTAKA

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta: EGC.
LAPORAN INDIVIDU

LAPORAAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

HARI :

TANGGAL :

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

Disetujui Oleh

Penguji Pendidikan Penguji Lahan

(.........................................................) (Soebagijono. S.Kep., Ners.,M.M.Kep)


A. Pengkajian

1. Pengertian

Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang


yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau
melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi
(hygiene), berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK (toileting)
(Fitria, 2012). Pasien gangguan jiwa akan mengalami kurangnya
perawatan diri yang terjadi akaibat perubahan proses pikir
sehingga aktivitas perawatan diri menurun. Personal hygiene adalah
suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri
adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya (Afnuhazi, 2015).

2. Etiologi

a) Faktor Predisposisi

1. Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien


sehingga perkembangan inisiatif terganggu.

2. Kemampuan realitas turun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas


yang kurang menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.

3. Sosial

Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan


diri lingkungan. Situasi lingkungan mempengaruh latihan
kemampuan dalam perawatan diri.

b) Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual,
cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri.

3. Jenis-jenis Defisit Perawatan Diri.

Menurut NANDA (2012) dalam Mukhripah Damaiyanti


(2014), perawatan diri terdiri dari:

a) Defisit perawatan diri: mandi

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau


menyelesaikan mandi/ beraktivitas perawatan diri untuk diri
sendiri.

b) Defisit perawatan diri: berpakaian

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau


menyelesaikan aktivitas berpakaian dan berhias
untuk diri sendiri.

c) Defisit perawatan diri: makan

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau


menyelesaikan aktivitas seharian.

d) Defisit perawatan diri: eliminasi

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau


menyelesaikan aktivitas eliminasi sendiri.

4. Tanda dan Gejala

Menurut Fitria (2012) tanda dan gejala yang tampak pada klien
yang mengalami defisit perawatan diri adalah sebagai berikut:

a) Mandi/hygiene

Klien mengalami ketidak mampuan dalam membersihkan


badan, memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur
suhu atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan
mandi, meringankan tubuh, serta masuk dan keluar kamar
mandi.

b) Berpakaian/berhias

Klien mempunyai kelemahan dalam melakukan atau


mengambil potongan pakaian, menaggalkan pakaian, serta
memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga memiliki
ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih
pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan
kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki,
mempertahankan penampilan pada tingkat yang
memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.
c) Makan

Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,


mempersiapkan makanan, menagani perkakas, mengunyah
makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan
makanan, mengambil makanan dari wadah lalu
memasukannya ke mukut, melengkapi makanan mencerna
makanan menurut cara yang diterima masyarakat,
mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
makanan dengan aman.

d) BAB/BAK(toiletting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam
mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban, memanipulasi pakaian untuk toletting, membersihkan
diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet kamar
kecil. Keterbatasan diri diatas biasanya diakibatkan karena
stresor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien
bisa mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau
mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi,
berpakaian, berhias, makan, maupun BAB/BAK. Bila tidak
dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan bisa
mengalami masalah resiko tinggi isolasi sosial.

Dampak Masalah Defisit Perawatan Diri

a) Dampak Fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderta seseorang karena


tidak terpeliharannya kebersihan perorangan dengan baik,
gangguan fisik yang terjadi adalah: gangguan integritas kulit,
gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan
telinga, gangguan fisik.

b) Dampak Psikososial
Masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri dan gangguan interaksi
sosial.

5. Penatalaksanaan Defisit Perawatan Diri

Klien dengan gangguan defisit perawatan diri tidak


membutuhkan perawatan medis, karena hanya mengalami
gangguan jiwa, pasien lebih membutuhkan terapi kejiwaan
melalui komunikasi terapeutik.
6. Pohon Masalah

Effect risiko tinggi isolasi sosial

Core Problem Defisit Perawatan Diri

Causa Harga Diri Rendah

7. Data yang perlu Dikaji

a) Data primer (Subjektif)

1. Klien mengatakan dirinya malas mandi karena


airnya dingin, atau di RS tidak tersedia alat mandi.
2. Klien mengatakan dirinya malas berdandan.

3. Klien mengatakan ingin disuapin makanan.

4. Klien mengatakan jarang membersihkan alat


kelaminnya setelah BAK/BAB.
b) Data Sekunder (Objektif)

1. Ketidakmampuan mandi atau membersihkan diri ditandai


dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan
berbau,serta kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berpakaian/berhias ditandai dengan
rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian
tidak sesuai, tidak bercukur (laki-laki), atau tidak
berdandan (perempuan)
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai
dengan ketidakmampuan mengambil makanan
sendiri,makan berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya. Ketidakmampuan BAB/BAK secara
mandiri ditandai dengan BAB/BAK tidak
pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik
setelah BAB/BAK.
8. Masalah keperawatan yang mungkin muncul

1. Defisit perawatan diri.

2. Harga diri rendah.

3. Resiko tinggi isolasi sosial.

B. Diagnosa keperawatan

Defisit Perawatan Diri

C. Rencana Tindakan Keperawatan

1. Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1)

a. Mengkaji kemampuan klien melakukan perawatan diri meliputi


mandi/kebersihan diri, berpakaian/berhias, makan, serta
BAB/BAK secara mandiri.
b. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

2. Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2)

a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.

b. Memberikan latihan cara melakukan mandi/kebersihan diri


secara mandiri.
c. Menganjurkan klien memasuakan dalam jadwal kegiatan harian.

3. Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3)

a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.

b. Memberikan latihan cara berpakian/berhias secara mandiri.

c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

4. Strategi Pelaksanaan 4 (SP 4)

a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien


b. Memberikan latihan cara makan sendiri.

c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

5. Strategi Pelaksanaan 5 (SP 5)

a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien

b. Memberikan latihan cara BAB/BAK secara mandiri

c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

d. Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara


mandiri seperti mandi/membersihkan diri, berpakaian, berhias,
makan, dan BAB/BAK.
Tindakan keperawatan untuk klien.

a. Mengkaji kemampuan melakukan perawatan diri yang


meliputi
mandi/membersihkan diri, berpakaian/berhias makan, BAB/BAK
secara mandiri.

b. Memberikan latihan cara melakukan


mandi/membersihkan diri, berpakaian/berhias, makan, dan
BAB/BAK secara mandiri
c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami
masih kurang perawatan diri.

D. Pelaksanaan

Klien Keluarga
No.
SP1 SP2
Mendiskusikan masalah keluarga
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan
dalam merawat klien
Menjelaskan pengertian,tanda dan
gejala deficit perawatan diri dan
Menjelaskan cara menjaga jenis deficit perawatan diri yang
2. kebersihan diri dialami klien dan proses
terjadinya.
Membantu klien mempraktikan cara
3.
menjaga kebersihan diri
Mempraktikan cara menjaga Menjelaskan cara-cara merawat
4.
kebersihan diri klien dengan deficit perawatan diri
SP2 SP2
Meltih keluarga mempraktikan
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
1. cara merawat klien dengan deficit
klien
perawatan diri
Melatih keluarga mempraktikan

2. Menjelaskan cara makan yang baik cara merawat langsung klien


dengan deficit perawatan dir
Menganjurkan klien memasukan
3. dalam jadwal harian
SP3 SP3
Mengevaluasi jadwalkegiatan harian Membantu keluarga membuat
1.
jadwal aktivitas di rumah termasuk
klien
2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik jadwal minum obat (discharge
3. Membantu klien mempraktikan planning) menjelaskan follow up
Menjelaskan cara eliminasi yang baik pasien setelah pulang
Menganjurkan klien memasukan
4.
dalam jadwal harian
SP4 SP4
Mengevaluasi jadwal kegiatan hariain
1,
klien
2. Menjelaskan cara berdandan
Menganjurkan klien memasukan
3.
dalam jadwal harian

E. Evaluasi

1. Klien mampu melakukan mandi/membersihkan diri.

2. Klien mampu makan dengan benar dan secara mandiri.

3. Klien mampu berpakaian/berhias dengan baik dan benar secara


mandiri.

4. Klien mampu memasukan jadwal kegiatan harian secara teratur.


DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah.(2014).Asuhan Keperawatan


Jiwa.Bandung: Refika Aditama

Fitria, Nita. (2012). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP dan SP


Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
LAPORAN INDIVIDU

LAPORAAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

HARGA DIRI RENDAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

HARGA DIRI RENDAH

HARI :

TANGGAL :

Disusun Oleh

NAMA :

NIM :

Disetujui Oleh

Penguji Pendidikan Penguji Lahan

(.........................................................) (Soebagijono. S.Kep., Ners.,M.M.Kep)

A. MASALAH UTAMA
Gangguan Masalah HDR (Harga Diri Rendah)

B. PROSES TERJADINYA MASALAH

1. Definisi

Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan


menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
(Eko, 2014:102)

2. Penyebab

Berbagai factor menunjang terjadinya perubahan dalam


konsep diri sesorang. Dalam tinjauan life span hidtory klien,
penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil
sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat
individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai,
tidak diberi kesempatan dan tidaj diterima. Menjelang dewasa
awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri
rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan
menuntut lebih dari kemampuannya.(Iskandar,2014:39) Menurut
stuart (2006), factor-faktor yang mengakibatkan harga driri rendah
kronik meliputi fakktor predisposisi dan factor presipitasi sebagai
berikut :

a. Factor predisposisi

1) Factor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan


orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tangguang
jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan idial
diri yang tidak realistis.
2) Factor yang mempengaruhi performa peran adalah
stereotype peran gender, tuntutan peran kerja, dan
harapan peran budaya.
3) Factor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi
ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok
sebaya, dan perubahan struktur social.(Iskandar,2014:39)
b. Factor presipitasi

Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi
secara situasional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang
muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakan, perkosaan
atau dipenjara, termasuk dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri
rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasanagan alat bantu
yang mebuat yang mebuat klien tidak nyaman. (Iskandar, 2014:39-40)

c. Perilaku

Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku yang


objektif dan dapat diamati serta perasaan subjektif dan dunia dalam diri
klien sendiri. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah salah
satunya mengkritik diri sendiri, sedangkan keracunan identitas seperti sifat
kepribadian yang bertentangan serta depersonalisasi. (Iskandar, 2014:40)

3. Jenis

a. Situational

Terjadinya terutama yang tiba-tiba, misalnya harus di operasi,


kecelakaan, dicerai sumai atau istri, putus sekolah, putus hubungan
kerja, perasaan malu karena sesuatu (korban pemerkosaan, di tuduh
KKN, di penjara tiba-tiba).(Iskandar, 2014:39)

b. Kronik

Perasaan negatif terhadap diri berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/di


rawat. Klien ini mempunyai cara berfikir negatif. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respon mal yang adaktif. Kondisi ini dapat ditemukan
pada klien gangguan fisik yang kronik atau klien pada gangguan jiwa.
(Iskandar, 2014:39)

4. Rentang respon
Bagan rentang respon
RESPON RESPON
ADAPTIF MALADAPTI
F

AKTUALIS HARGA DIRI KERACUNAN DEPERSON


ASI RENDAH IDENTITAS ALISASI
KONSEP
DIRI
POSITIF

5. Tanda dan gejala


Menurut Carpenito dalam keliat (2011), perilaku yang berhubungan
dengan harga diri rendah antara lain :

a. Data Subjectif : mengkritik diri sendiri atau orang lain perasaan tidak
mampu, pandangan hidup yang pemsimis, perasaan lemah dan takut,
penolakan terhadap kemampuan diri sendiri, pengurangan diri/
mengejek diri sendiri, hidup yang berpolarisasi, ketidak mapuan
menentukan tujuan mengungkapkan kegagalan pribadi, merasionalkan
penolakan.
b. Data Objektif, produktivitas menurun, perilaku destruktiv pada diri sendiri
dan orang lain penyalahgunaan zat, menarik diri dari hubungan social,
ekspresi wajah malu dan rasa bermasalah, menunjukkan tanda depresi
(sukarr tidur sukar makan), tampak mudah tersinggung/mudah marah.
(Eko, 2014 :106)
6. Akibat
Harga diri rendah dapat diakibat oleh rendahnya cita-cita seseorang
Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan.
Tantangaan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya
hal ini menyebutkan penampilan seseorang yang tidak optimal harga diri
rendah muncul saat lingkungan cenderung menguculkan dan menuntut
lebih dari kemampuannya. Ketika seseorang mengalami harga diri rendah,
maka akan berdaampak pada orang tersebut mengisolasi diri dari
kelompoknya. Dia akan cenderung menyendiri dan menarik diri.(Eko
prabowo 2014: 106)

7. Mekanisme koping
Mekanisme koping jangka pendek yang bisa dilakukan pasien harga
diri rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis,
misalnya pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton tv terus menerus.
Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut kelompok social,
keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi dukungan sementara,
seperti menikuti suatu kompetisi atau kontes popularitas, kegiatan
mencoba menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyaahgunaan
obat-obatan. Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil
yang diharapkan individu akan mengembangkan mekanisme koping
jangka panjang. (Eko, 2014:106)
8. Penatalaksanaan
Terapi pada ganguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan
sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :

a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan generasi
pertama (typical) dan generasi kedua (atypical). Obat yang termasuk
golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine
HCL Adalah obat penennang untuk klien dengan gangguan Jiwa, dan
Haloperidol obat untuk mengatasi berbagai masalah kejiwaan, seperti
meredakan gejala skizofrenia, sindrom Tourette, Obat yang termasuk
generasi kedua misalnya: Risperidone obat yang digunakan untuk
menangani skizofrenia dan gangguan psikosis lain,serta perilaku agresif
dan disruptif yang membahayakan pasien maupun orang lain.
Antipsikotik ini bekerja dengan menstabilkan senyawa alami otak yang
mengendalikan pola pikir, perasaan, dan perilaku, Olozapine adalah
jenis obat antipsikotik yang digunakan untuk gejala psikosis, psikosis
adalah kumpulan gejala gangguan jiwa dimana seseorang merasa
terpisah dari kenyataan yang sebenarnya di tandai dengan timbulnya
delusi dan halusinasi, Clozapine diberikan kepada penderita skizofrenia
dan parkinson, Quentiapine adalah obat yang digunakan untuk
mengobati konsidi jiwa/suasana hati tertentu (seperti skizofrenia,
gangguan bipolar, episode mania tiba-tiba atau depresi terkait dengan
ganggua bipolar).Quetiapne dikenal sebagai obat anti-psikotik (tipe
atipikal).Glanzapine adalah obat yang digunakan untuk mengobati
kondisi jiwa untuk suasana hati tertentu (seperti skizofrenia, gangguan
bipolar). Obat ini juga dapat digunakan untuk kombinasi ddengan obat
lain untuk pengobatan depresi, obat ini termasuk dalam kelas obat
antipsikotik atipikal, Zolatine untuk gangguan cemas sedangatau berat
dan gangguan cemas yang berhubungan erat dengan depresi, dan
Aripiprazole untuk mengobati gejala kondisi psikotik seperti Skizofrenia
dan gangguan bipolar(Eko, 2014:107)
b. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia
tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama.(Eko, 2014:107)

c. Terapi kejang listrik ( Electro Convulsive Therapy )


ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang
dipasang satu atau dua temples. Therapy kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. Tujuan ECT adalah
untuk menginduksi suatu kejang kronik yang dapat memberi efek terapi
(therapeutik clonic seizure) setidaknya selama 15 detik. Kejang yang
dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan
kesadarannya dan mengalami rejatan. (Eko, 2014:108)

d. Terapi modalitas
Terapi modalitas atau perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien.
Teknik menggunakan latihan keterampilan social untuk meningkatkan
kemampuan social. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan
praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi kelompok bagi
skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata.(Eko, 2014:108)

Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas


kelompok stimulasi kognitif/persepsi, therapy aktivitas kelompok
simulasi, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivittas
kelompok sosialisasi ( keliat dan Akemat, 2005 ). Dari empat jenis terapi
aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada individu
dengan ganguan konsep diri harga diri rendah adalah terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi. Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi
persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulasi
dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan
dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternative penyelesaian masalah.(Eko, 2014:108)
9. Diagnosa Keperawatan
Masalah konsep dir nerkaitan dengan perasaan ansietas, bermusuhan dan
rasa bersalah. Masalah ini sering menimbulkan proses penyebaran diri
dan sirkular bagi individu yang dapat menyebabkan respon koping
maladaptive. Respon ini dapat terlihat pada berbagai macam individu yang
mengalami ancaman integritas fisik atau sistem diri.

a. Diagnosa tunggal adalah:


 Harga diri rendah kronik
 Koping individu tidak efektif
 Isolasi social
10. Rencana Asuhan Keperawatan
Isolasi sosial berhubungan denga harga diri rendah kronik
Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif
a. Tujuan Umum
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
b. Tujuan Khusus
 TUK 1 :Klien dapat membenina hubungan saling percaya
Kreteria hasil :
a) Ekspresi wajah klien bersahabat
b) Menunjukan rasa tenang dan ada kontak mata
c) Mau berjabat tangan dan mau menyebutkan nama
d) Mau menjawab salam dan mau duduk berdampingan dengan
perawat
e) Mau mengutamakan masalah yang dihadapi
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik :

o Sapa klien dengan rama dan baik secara verbal dan non verbal
o Perkenalkan diri dengan sopan
o Tanyakan nama lengkap klien dengan nama panggilan yang
disukai klien.
o Jelaskan tujuan pertemuan.
o Jujur dan menepati janji
o Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
o Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasr untuk kelancaran
hubungan interaksi selanjutnya.(Kartika, 2015:54)
 TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
Kreteria evaluasi :
Klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki klien :

a) Kemampuan yang dimiliki klien.


b) Aspek positif keluarga
c) Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien
Intervensi :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional :
Mendiskusikan tingkat kemampuan klien menilai realitas, control
diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan
keperawatannya.

b) Setiap bertemu hindarkan dari memberi nilai negatif


Rasional :
Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien
c) Usahakan memberikan pujian yang realistik
Rasional :
Pujian yang reaslistik tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan
hanya ingin mendapatkan pujian. (Kartika, 2015:54-55)

 TUK III : klien dapat menilai kemampuan yang digunakan Kreteria


evaluasi :
Klien menilai kreteria yaang dapat digunakann Intervensi :
a) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat
dilakukan dalam sakit.
Rasional :
Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki
adalah prasarat untuk berubah

b) Diskusikan kemampuan yangb masih dapat dilanjutkan


penggunaannya.
Rasional :
Pengertian tentang kemampuan yang masih dimiliki klien
memotivasi ubtuk tetap mempertahankan penggunaannya.(Kartika,
2015:55)
 TUK IV :Klien dapat merencanakan kegiatan dengan kemampuan yang
dimilik.
Kreteria Evaluasi ;
Klien membuat rencana kegiatan harian Intervensi
a) Rencanakan bersama klien aktivitasyang dapat dilakukan setiap
hari sesuai denagan kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan
dengan bantuan sebagaian kegiatan yang membutuhkan bantuan
total.
Rasional :
Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
Rasional :
Klien perlu bertindak secara realistik dalam kehidupannya
c) Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakuak klien.
Rasioanal:
Contoh perilaku yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk
melaksanakan kegiatan.(Kartika, 2015:56)

 TUK V : Klien dapat melaksanakan kegiatan yang boleh dilakuakan


Kreteria Evaluasi :
Klien melakuka kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
Intervensi :

a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah


direncakan.
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan
motivasi dan haarga diri klien

b) Beri pujian atas keberhasilan klien


c) Diskusikan kemngkinan pelaksanaan di rumah
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan
yang biasa dilakukan.(Kartika, 2015:56-57)
 TUK VI : klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada di
keluarga.
Krteria evaluasi
Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada dikeluarga Intervensi
a) Beri pendiidkan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah.
Rasional :
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah.
b) Banntu keluarga memberikan dukungan selama klien di rawat
Rasional :
Support sytem keluarga akan sangat mempengaruhi dalam
mempercepat proses penyembuhan klien

c) Bantu keluargamenyiapkan lingkungan rumah Rasional


:Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
(Kartika, 2015:57)
DAFTAR PUSTAKA

Iskandar, ,. d. (2012). Auhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT


Refika Aditama. Kartika Sari Wijayaningsih, S. N. (2015).
Panduan Lengkap Praktik Klinik

Keperawatan Jiwa. Jakarta: CV.Trans Info Media.


Prabowo, E. (2014). Konsep &Aplikasi ASUHAN Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai