Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKD YANG MENJALANI HEMODIALISIS


(CHRONIC KIDNEY DISEASE)
DI RUANG HEMODIALISIS RSUD SIDOARJO

DISUSUN OLEH :

NAMA : RAY HAFIZ SANDY

NIM : 2209.14901.350

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

TAHUN 2022
 KONSEP MEDIS CKD
A. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif yang tidak
dapat pulih kembali dalam memelihara metabolisme tubuh. Sehingga
keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit mengakibatkan peningkatan ureum
(Sumah, 2020). Penyakit gagal ginjal kronik merupakan kerusakan fungsi dan
struktur ginjal selama 3 bulan atau lebih, terjadinya penurunan laju filtrasi
glomerulus secara progresif dan disertai manifestasi dari kerusakan ginjal
(Sumadi et al., 2018).
Gagal ginjal kronik disebut juga CKD atau Chronic Kidney Disease ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang cukup besar hingga kurang dari 20% nilai
GFR yang normal dalam periode waktu 3 bulan atau lebih. Penyakit ginjal kronis
bisa berlangsug tanpa adanya keluhan dan gejala selama bertahun-tahun
dengan peningkatan uremia dan gejala yang menyertai ketika GFR sudah turun
hingga dibawah 60 mL/menit (Tao. L, 2013).

B. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi
cekungnya menghadap ke medial, sisi tersebut terdapat hilus ginjal yaitu tempat
struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan
meninggalkan ginjal (Hutagaol, 2016).
Ginjal orang dewasa panjangnya 12 sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan
beratnya anatara 120-150 gram. 95% orang dewasa memiliki jarak antar kutub
ginjal antara 11-15 cm. perbedaan panjang dari kedua ginjal yang lebih dari 1,5
cm atau perubahan bentuk ginjal merupakan tanda yang penting karena
kebanyakan penyakit ginjal dimanifestasikan dengan perubahan struktur ginjal
(Hutagaol, 2016).
2. Fisiologi
Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan hemoestasis cairan tubuh
dengan mengatur volume cairan, keseimbangan osmotik, asam basa, eksresi
sisa metabolisme, sistem pengaturan hormonal dan metabolisme (Wahyuningsih
and Kusmiyati, 2017). Fungsi ginjal sebagai berikut (Hutagaol, 2016) :
1) Mengeksresikan zat-zat yang merugikan bagi tubuh.
2) Mengeksresikan kelebihan gula dalam darah.
3) Membantu keseimbangan air dalam tubuh.
4) Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa
darah.
5) Ginjal memepertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui
pertukaran ion hidronium dan hidroksil.

C. Klasifikasi Gagal Ginjal


Derajat penyakit dibuat berdasarkan nilai LFG, yang dihitung dengan
menggunakan rumus kockroft-Gault berikut :
{ 140-umur ( thn ) } ×BB (kg)
LFG =
72 × kreatinin plasma (mg/dl)

Keterangan :
1. Pada perempuan hasil dikalikan 0,85
2. Satuan LFG (ml/mnt/1,73m2)

LFG
Stadium Keterangan
(mL/mnt/1,73m2)
Nilai LFG normal dengan tekanan darah
1 normal dan tidak terdapat manifestasi ˃ 90
klinis.
Sudah mulai terjadi penurunan fungsi
2 ginjal dengan nilai LFG menurun ringan 60 - 89
dan terdapat hipertensi.
Penurunan nilai LFG sedang, penurunan
3 tingkat lanjut ini sering ditemui dengan 30 - 59
gejala anemia dan gangguan pada tulang
akibat kerusakan ginjal.
Penurunan derajat berat pada nilai LFG,
penderita mulai mengalami kelelahan dan
4 upaya pengobatan untuk mengurangi 15 - 29
resiko komplikasi serta pencegahan ke
arah kegagalan ginjal.
Kegagalan ginjal, ginjal sudah tidak
5 mampu menjalankan fungsinya dengan ˂ 15
nilai LFG yang rendah dan penderita akan
mengalami banyak manifestasi.
Sumber: National Kidney Foundation

D. Etiologi
Kondisi klinis yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis dapat
disebabkan dari ginjal mapun luar ginjal (Harmilah, 2020). Faktor pencetus
lainnya seperti zat toksik (antibiotik, alkohol, kokain, dan heroin), gaya hidup dan
obstruksi saluran kemih yang dapat menyebabkan pembuluh darah arteri
mengeras atau arterio sclerosis (Paweninggalih, 2019). Penyebab gagal ginjal
kronik sebagai berikut :
1. Prerenal : Terjadi volume depresi seperti diare yang hebat, dehidrasi yang
berat, adanya perdarahan yang hebat.
2. Intrinsik : Adanya kelainan dari ginjal itu sendiri, seperti kelainan infeksi pada
ginjal (glomerulonefritis), batu ginjal, infeksi ginjal berulang.
3. Post renal : Adanya penyakit lain yang mempengaruhi ginjal seperti penyait
DM, hipertensi yang tidak terkontrol, terjadi obstruksi saluran kemih, dan
infeksi saluran kemih.

E. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik dimulai fase awal gangguan yang masih bervariasi
bergantung pada bagian ginjal yang mengalami kerusakan. Dengan fungsi ginjal
yang menurun ≤25%, manifestasi klinis ginjal kronik masih terbilang minimal
karena sisa nefron-nefron yang masih sehat mengambil alih fungsi nefron yang
rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi dan
sekresinya, serta mengalami hipertrofi. Sehingga dengan seiring waktu sisa
nefron yang yang masih sehat akan ikut rusak dan akhirnya mati.
Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan
pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Saat
penyusutan secara progresif pada nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan
parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Kondisi ini akan bertambah buruk
dengan semakin banyak terbentuknya jaringan parut sebagai respon dari
kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal akan turun drastis, dengan
manifestasi penumpukan metabolisme metabolit yang seharusnya dikeluarkan
dari siklus sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang akan memberikan
banyak manifestasi pada setiap organ tubuh. Pelepasan renin akan meningkat
bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan
hipertensi,dan hipertensi dapat memperburuk kondisi gagal ginjal (Harmilah,
2020).
F. Pathway
Pathway
G. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien gagal ginjal kronis yang
ditimbulkan pada berbagai organ tubuh (Nuari, 2017), yaitu :
1. Kardiovaskuler : Terjadi hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
aktivitas renin-angiostensin serta aldosteron meningkat, hipervolemia,
takikardia, disritmia, gagal jantung kongestif akibat kelebihan cairan.
2. Gastrointestinal : Mengalami anoreksia, nafas berbau amonia, mual dan
muntah, perdarahan gastrointestinal, diare dan konstipasi.
3. Neurologi : Mudah lelah, konsentrasi buruk, kekacauan mental, kejang.
4. Pulmoner : Pernafasan kussmaul, takipnea, sputum yang kental dan lengket.
5. Integumen : Tampak pucat akibat anemia, berwarna kekuningan akibat
penimbunan urokrom, pruritus akibat toksin dan endapan kalsium di pori-
pori, rasa gatal, mengalami edema periorbotal dan pitting edema (kaki,
tangan, sacrum), kulit kering bersisik, kuku tipis dan rapuh, ekimosis, dan
rambut tipis serta kasar.
6. Muskuloskeletal : Kram pada otot serta kekuatan otot yang menurun, edema
pada ekstremitas, osteoditrofi, dan nyeri sendi.
7. Reproduksi : Libido menurun, pubertas lambat, infertilitas.
8. Perkemihan : Oliguria, anuria, proteinuria, natrium dalam urin berkurang.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penderita gagal ginjal kronik (Prabowo,
2014), sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah
Dalam pemeriksaan darah diperoleh hasil BUN atau kreatinin meningkat
(bila sampai 10 mg/dl diduga tahap akhir), hematokrit menurun sehingga
terjadi anemia biasanya ≤ 7-8 gr/dl, sel darah merah menurun dan defisiensi
eritopoeitin, natrium serum menurun, kalium meningkat, magnesium
meningkat, dan kalsium menurun. Hasil pemeriksaan GDA pH kurang dari 7,2
atau basanya asidosis metabolik.
2) Urine
Pada hasil pemeriksaan urine didapatkan volume urine umunya
berkurang dari 400 ml/24 jam atau anuria, apabila berat jenis ≤ 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat, klirens kreatinin mengalami penurunan,
osmoalitas ≤ 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan rasio
urin atau serum sering 1:1, dan warna dari urine secara abnormal berwarna
keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, dan fosfat
sedangkan dengan warna kecokelatan menunjukkan adanya darah, miglobin,
dan porfirin.
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipetropi ventrikel kiri, tanda terjadinya perikarditis,
aritmia, dan ganguan elektrolit.
3. Ultrasonografi Ginjal
Pada penderita gagal ginjal kronik menunjukkan adanya obstruksi atau
jaringan parut pada ginjal dan bagaimana ukuran dari ginjalnya.

I. Penatalaksanaan
Terdapat dua penatalaksaan yang diberikan yaitu penanganan konservatif
dan terapi penggantian organ ginjal. Untuk terapi konservatif bertujuan
mencegah fungsi ginjal semakin memburuk secara perlahan, mengawasi cairan
elektrolit agar tetap seimbang dan membantu mengurangi keluhan-keluhan yang
muncul akibat akumulasi racun azotemia (Haryanti & Nisa, 2015).
1. Terapi konservatif
Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan :
1) Diet protein
Dalam pembatasan asupan protein dapat menormalkan dan
memperlambat terjadinya gagal ginjal, karena dapat membuat beban ekskresi
semakin berkurang sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus dan tekanan
intraglomerulus. Asupan protein yang berlebihan akan meningkatkan aliran
darah dan tekanan intraglomerulus yang akan meningkatkan progresifitas
ginjal semakin memburuk (Suwitra, 2014).
2) Diet kalium
Pembatasan kalium juga dilakukan karena dengan kalium yang
berlebihan akan menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya bagi tubuh
penderita gagal ginjal kronik. Jumlah kalium yang diperbolehkan adalah 40
sampai 80 mEq/hari. Hal-hal yang yang di perhatikan dalam diet kalium
seperti mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung kalium yang tinggi,
makanan yang mengandung kalium seperti sup, pisang dan jus buah murni.
3) Diet kalori
Kebutuhan kalori pada penderita gagal ginjal kronik harus adekuat atau
memadai, agar dapat mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi (Sukandar, 2016).
4) Kebutuhan cairan
Pada penderita gagal ginjal kronik asupan cairan harus diperhatikan
dengan regulasi cairan. Karena asupan cairan yang berlebihan menyebabkan
kelebihan beban sirkulasi, odem, dan intoksikasi cairan. Sedangkan apabila
asupan cairan kurang dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan
pemburukan fungsi ginjal.
2. Terapi pengganti ginjal
Pengobatan pada gagal ginjal kronik bertujuan untuk memperlambat
progresif penyakit menjadi End-Stage Renal Disease (ESRD). Dengan dilakukan
pengontrolan tekanan darah menggunakan Angiotension Converting Enzyme
(ACE) inhibitors atau Angiotensin II Receptor Blockers (ARurnerBs), kontrol
glikemik pada pasien dengan DM (Turner et al., 2012).
Pada gagal ginjal kronik dengan End-Stage Renal Disease (ESRD), dapat
dilakukan terapi pengganti ginjal dengan hemodialisis (HD), peritoneal dialisis,
dan transplantasi ginjal (Wein AJ, 2012).

J. Komplikasi
Menurut Hutagaol (2017) komplikasi yang timbul pada penderita gagal
ginjal kronik yaitu :
1. Anemia yang disebabkan penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah
merah, dan perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.
2. Penyakit tulang yang disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D, dan peningkatan kadar aluminium.
3. Hiperkalemia yang diakibatkan oleh penurunan eksresi asidosis metabolik.
4. Gagal jantung, yang berawal dari penderita gagal ginjal kronik yang
mengalami anemia sehingga jantung harus bekerja lebih keras dan terjadi
pelebaran bilik jantung kiri. Kemudian otot jantung akan melemah dan tidak
mampu memompa darah lagi secara normal atau Syndrome cardiorenal
(Veronika Hutagaol, 2017).
5. Psikologis pada penderita gagal ginjal kronik akan terpengaruh akibat
kondisi medis maupun lamanya penyakit yang diderita. Penderita umunya
mengalami kecemasan dan depresi (Rosmalia, Lia & Kusumadewi, 2018).
 KONSEP HEMODIALISIS
A. Pengertian
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialis nadalah
memisah dari yang lain, maka hemodialisa adalah pemisahan komponen darah
dari zat metabolisme dan zat yang dibutuhkan oleh tubuh dengan menggunakan
ginjal pengganti (dialyzer) dan dialisat melalui membran semi permeabel.
Hemodialisa-dialisis merupakan suatu proses dimana solute dan air mengadakan
difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dan kompartemen cair menuju
kompartemen lain (Prince & Wilson, 2005). Proses ini digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan elektrolit limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak
mampu melaksanakan proses tersebut.

B. Tujuan Hemodialisa
a. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein (toksin uremia)
b. Memperbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
c. Menjaga fungsi ginjal bila terjadi obstruksi.

C. Indikasi Hemodialisa
a. Gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik yang tidak berhasil dengan terapi
konservatif.
b. Gagal ginjal kronik yang dipersiapkan untuk transpantasi ginjal.
c. Dialisis pre operatif.

D. Indikasi Absolute Hemodialisa


a. Ureum lebih dari 200 mg%
b. Kreatinin lebih dari 8 mg%
c. Kelebihan voleme cairan coverload.
d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit/hiperkalemia
e. Gangguan asam basa (asidosis) pH < 7,2
f. Klinis uremia dengan kesadaran menurun meskipun ureum darah < 200 mg
%
g. Keracunan obat dan kesalahan transfuse
h. Tes Clearen Creatinin (CCT) < 10 ml/menit
i. Perikarditis
j. Uremic lung
k. Enselopati
l. Hipertensi Berat
E. Prinsip Hemodialisa
Menempatkan darah disampingan dengan cairan dialisat, dipisahkan
oleh suatu membran (selaput tipis) yang disebut membrane semi permeabel.
Membrane dapat dilalui oleh air dan zat tertentu (zat sampah) sesuai dengan
besar molekulnya. Proses ini disebut dialisis yaitu pemisahan air dan zat
tertentu dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat atau sebaliknya
dari kompartemen dialisat ke kompartemen darah, melalui membrane semi
permeabel.

F. Mekanisme Perpindahan Hemodialisa


Mekanisme perpindahan ditentukan oleh 3 proses, yaitu:
a. Difusi
Berpindahnya suatu zat (solute) karena tenaga yang ditimbulkan oleh
keadaan kadar zat (konsentrasi) di dalam darah dan dializat yaitu makin tinggi
kadar zat dalam darah makin banyak yang dipindahkan ke dializat. Kecepatan
perpindahan darah dipengaruhi oleh :
1) Konsentrasi
2) Berat molekul
3) QB dan QD
4) Luas permukaan membran
5) Permeabilitas membrane
b. Osmosis
Perpindahan air oleh karena kimiawi, yaitu karena perbedaan osmolalitas
darah dan dialisat.
c. Ultrafiltrasi
Berpindahnya air dan zat melalui membran semi permeabel akibat tekanan
hidrostatik yang bekerja pada membrane atau perbedaan tekanan hidrostatik di
dalam kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Perpindahan dan
kecepatan ini dipengaruhi oleh :
1) TMP (trans membrane pressure)
2) Luas permukaan membran
3) KUF (koefisien Ultra Filtrasi
4) QB dab QD
G. Komponen Utama Hemodialisa
Komponen utama hemodialisa terdiri dari 3 komponen, yaitu:

a. Sirkulasi darah
Adalah sirkulasi yang memberikan darah dari tubuh melalui jarum atau
kanula arteri dengan bantuan pompa darah (blood pump) ke kompartemen
darah dengan kecepatan aliran darah QB kemudian darah dikembalikan ke
dalam tubuh melalui jarum/kanula vena. Sirkulasi darah ada 2 bagian besar,
yaitu:
1) Saluran arteri (arteri line) atau in let set yaitu: saluran sirkulasi darah
sebelum dializer yang berwarna merah (ABL)
2) Saluran vena ( vena line) atauout let set yaitu: saluran sirkulasi darah
sesudah dialyzer yang berwarna biru (AVL)
b. Sirkulasi cairan dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk proses hemodialisa, berada
dalam kompartemen dialisat, bersebrangan dengan kompartemen darah
dengan bantuan pompa dialisat, ada 2 jenis dialisat yaitu:
a. Asetat (acetat)
b. Bikarbonat (bicarbonate)
c. Dializer (Gb)
Dializer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sampah
hasil metabolism tubuh atau zat toksik lainnya dari dalam tubuh. Dializer
merupakan suatu kotak atau tabung tertutup yang dibagi atas 2 ruangan atau
kompartemen oleh suatu membran (selaput tipis) semi permeabel yaitu
kompartemen dialisat dan kompartemen darah dan mempunyai 4 jalan
masuk/keluar, 2 buah berhubungan dengan kompartemen darah dan 2 buah
lagi berhubungan dengan kompartemen dialisat.

H. Heparinisasi
Pemberian antikoagulan pada sirkulasi HD, merupakan pemberian/
mengedarkan suatu antikoagulan, dimana hal ini heparin di injeksi ke dalam
sirkulasi dalam tubuh maupun sirkulasi luar tubuh (sistemik atau ekstrakorporeal)
pada waktu proses hemodialisa. Tujuan heparisasi adalah mencegah
pembekuan darah di dalam kedua sirkulasi terutama pada dialyzer AVBL, jarum
punksi (avfistula/kanula).
Dosis heparin:
a. Dosis awal/dosis pemula
Dosis yang diberikan 25 unit-100 unit/kg (2500 unit) dimasukkan pada
awal hemodialisa.
b. Dosis lanjutan
Dosis yang diberikan 500-2000 unit/jam (1250 unit/jam diberikan sebelum
hemodialisa berakhir, heparin sudah harus di stop.
I. Akses Vaskuler
a. Permanen : AV fistula
b. Sementara : femoral
c. Long HD
1) HD pertama kali : 2 jam
2) HD kedua : 4 jam
3) HD rutin : 4-5 jam

J. Perawatan Pada Pasien Hemodialisa


a. Pre hemodialisa
1) Persiapan alat
a) Mesin HD
b) Listrik
c) Air ( reserve asmosis)
d) Cairan dializat
2) Dialisa set
a) Hallow fiker (GB)
b) Blood line ABL, VBL
c) Fistula sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan
d) Infus set/blood set
3) Persiapan alat
a) NaCl 0,9% 2 flash (2000cc)
b) Kupet steril : 1 spuit 20cc, 5cc, 1cc, duk, gaas steril 3 buah,
handscoon steril
c) Alat-alat lain :
- Gunting
- Plaster
- Klem
- Timbangan
- Desinfektan, alcohol dan betadin
- Antikoagulasi + heparin
- Tempat sampah medis dan non medis
4) Persiapan pasien
1) Perjanjian HD
- Persiapan mental
- Anamnesa kesehatan umum pasien
- Pemeriksaan fisik : timbang BB, posisi pasien, observasi vital
sign
b. Intra Hemodialisa
1) Monitor penderita : KU pasien, Observasi TTV
2) Monitor mesin HD: QB ( kecepatan aliran HD), conductivity, TMP,
Venoeus pressure, UFG, UFR, ultrafiltrasi, heforinisasi, kecepatan
aliran dializat, kecepatan aliran darah, temperature.
3) Sirkulasi darah : Sambungan sirkulasi darah, gelombang darah,
kecepatan aliran darah, bekuan darah, kebocoran darah.
c. Post Hemodialisa
1) Darah dimasukkan di dorong dengan NaCl 0,9%
2) Tekan luka bekas tusukan dengan gaas betadine
3) Perhatikan KU pasien
4) Mengukur TTV
5) Menimbang BB

K. Komplikasi
a. Hipotensi
Angka terjadinya komplikasi ini sekitar 15–30% dari pasien yang
menjalankan hemodialisa. Keadaan yang biasa menyebabkan hipotensi
menurut Clarkson et al (2010) antara lain kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi,
diabetes mellitus, amyloidosis, medikasi (beta bloker, alpha bloker, nitrat,
calcium channel blocker), proses pencernaan makanan selama dialisis.
b. Emboli udara
Dapat terjadi bila udara memasuki sitem vaskuler pasien
c. Nyeri dada
Dapat terjadi bila tekanan CO2 menurun bersama dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh
d. Kram otot
Kram otot terjadi sekitar 20% dalam terapi dialisis. Keram otot ini
berhubungan dengan kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi dan rendahnya
konsentrasi sodium diasilat yang dapat mengindikasi terkadinya keram yang
menjadikan penyebab terjadinya kontraksi akut volume ekstraseluler
(Clarkson et al., 2010). Selain itu kram mungkin adalah reflek dari perubahan
elektrolit yang berpindah ke otot membran (O’Callaghan, 2006)
e. Dialysis Disequilibrium Syndrome
Terjadi pada saat hemodialisis pertama kali atau pada awal dimulainya
terapi hemodialisis. Sindrom ini merupakan akibat dari perubahan osmotik
pada otak, khususnya pada dinding urea plasma. (O’Callaghan, 2006).
Sindrom ini berhubungan dengan sekumpulan gejala yang mencakup mual
dan muntah, kegelisahan, sakit kepala, dan kelelahan selama dilakukannya
hemodialisa atau setelah dilakukannya hemodialisa. Dialysis Disequilibrium
biasanya dilihat pada situasi dimana pada awal konsentrasi larutan sangat
tinggi dan alirannya menalami kemunduran kecepatan (Clarkson et al.,
2010).
f. Hipoglikemia
Disebabkan oleh pengurangan level potassium yang terlalu sering.
g. Perdarahan
Terjadi karena kerusakan fungsi platelet di daerah uremik dan adanya
perubahan permeabilitas kapiler serta anemia. Dari beberapa hal tersebut
dapat meningkatkan hilangnya di saluran pencernaan karena gastritis atau
angiodysplasia, lesi yang berhubungan dengan gagal ginjal. Pada awal
dilakukannya hemodialis, dilaporkan bahwa adanya sebagian kerusakan
yang disebabkan disfungsi platelet dan permeabilitas kapiler. Pasien yang
menjalani hemodialisis mempunyai resiko tinggi untuk terkena perdarahan
karena terpapar heparin secara berulang ulang (Clarkson et al., 2010).
h. Hipoksemia
Merupakan reflek dari hipoventilasi yang menyebabkan perpindahan
dari bikarbonat atau penutupan pulmo sehingga mengakibatkan perubahan
vasomotor dan terjadi aktifasi subtansi pada membran dialisis (O’Callaghan,
2006).
i. Gatal gatal
Terjadi setelah proses hemodialisis dilakukan mungkin terjadi karena
adanya reflek gatal pada gagal ginjal kronik, eksaserbasi dari pelepasan
histamin menyebabkan adanya reaksi alergi ringan pada membran dialisis.
Jarang terjadi dengan terpaparnya darah pada membran dialisis dapat
meyebabkakan respon alergi yang general (O’Callaghan, 2006).

L. Penanganan komplikasi HD
1. Hipotensi : meningkatkan BB pasien sebelum HD kemudian
membandingkan antara BB pre HD dengan post HD terakhir untuk
menentukan jumlah cairan yang akan dikeluarkan .
2. Emboli udara : penanganan dengan mengeluarkan udara dari dalam otot
– otot HD tidak boleh ada udara yang masuk dalam alat HD dan sebelum
alat dipasang pada pasien maka alat dibilas dulu dengan NaCl 0,9%
sekaligus untuk mendorong udara keluar, udara harus dikeluarkan dari
alat dan tidak boleh masuk ke dalam vaskuler pasien karena dapat
menimbulkan emboli.
3. Kram otot : bagian tubuh yang mengalami kram dipijat agar menjadi
lemas, pasien dianjurkan untuk relaks agar otot-otot yang kram bisa
lemas dengan cepat setelah dipijat.
4. Nyeri dada : nyeri disebabkan QB, tapi darah yang masuk dalam tubuh
lambat penanganannya dengan menurunkan QB.
5. Mual muntah : pasien diajarkan teknik relaksasi nafas dalam yang dapat
membantu merilekskan diri dan mengurangi rasa mual pasien.
 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Terdiri dari nama, nomor rekam medis, umur (lebiha banyak terjadi pada
usia 30-60 tahun), agama, jenis kelamin (pria lebih beresiko daripada
wanita), pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal masuk, pihak yang
mengirim, cara masuk RS, diagnosa medis, dan identitas penanggung
jawab meliputi : Nama, umur, hubungan dengan pasien, pekerjaan dan
alamat.

2) Riwayat Kesehatan Pasien


a) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien
sebelum masuk ke Rumah sakit. Pada pasien gagal ginjal kronik
biasanya didapatkan keluhan utama bervariasi, mulai dari urin keluar
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan
kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut
terasa kering, rasa lelah, nafas bau (ureum) dan gatal pada kulit
(Muttaqin, 2011).
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urin, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa sakit kepala,
nyeri panggul, penglihatan kabur, perasaan tidak berdaya dan
perubahan pemenuhan nutrisi (Muttaqin, 2011).
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal
ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-
obat nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan berulang, penyakit diabetes melitus, hipertensi pada
masa sebelumnya yang menjadi prdisposisi penyebab. Penting untuk
dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan
(Muttaqin, 2011).
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dengan pasien yaitu gagal ginjal
kronik, maupun penyakit diabetes melitus dan hipertensi yang bisa
menjadi faktor pencetus terjadinya penyakit gagal ginjal kronik.

3) Pola Aktivitas Sehari-hari


a) Pola Persepsi kesehatan
Biasanya persepsi pasien dengan penyakit ginjal kronik mengalami
kecemasan yang tinggi. Biasanya pasien mempunyai kebiasaan
merokok, alkohol, dan obat-obatan dalam kesehari-hariannya.
b) Pola Nutrisi/Metabolisme
a. Pola Makan
Biasanya terjadi peningkatan berat badan cepat (edema),
penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual
dan muntah.
b. Pola Minum
Biasnya pasien minum kurang dari kebutuhan tubuh akibat rasa
metalik tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia)
c) Pola Eliminasi
a. BAB
Biasanya abdomen kembung, diare atau konstipasi
b. BAK
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin < 400 ml/hari sampai
anuria, warna urin keruh atau berwarna coklat, merah dan kuning
pekat.
d) Pola Aktivitas/Latihan
Biasanya kemampuan perawatan diri dan kebersihan diri terganggu
dan biasanya membutuhkan pertolongan atau bantuan orang lain.
Biasnya pasien kesulitan menentukan kondisi, contohnya tidak
mampu bekerja dan mempertahankan fungsi, peran dalam keluarga.
e) Pola Istirahat Tidur
Biasanya pasien mengalami gangguan tidur, gelisah adanya nyeri
panggul, sakit kepala, dan kram otot/kaki (memburuk pada malam
hari).

f) Pola Kognitif-Persepsi
Biasanya tingkat ansietas pasien mengalami penyakit ginjal kronik ini
pada tingkat ansietas sedang sampai berat.
g) Pola Peran Hubungan
Biasanya pasien tidak bisa menjalankan peran atau tugasnya
seharihari karena perawatan yang lama
h) Pola Seksualitas/reproduksi
Biasanya terdapat masalah seksual berhubugan dengan penyakit
yang diderita pasien.
i) Pola Persepsi Diri/Konsep Diri
a. Body Image/Gambaran Diri
Biasanya mengalami perubahan ukuruan fisik, fungsi
alatterganggu, keluhan karena kondisi tubuh, pernah operasi,
kegagalan fungsi tubuh, prosedur pengobatan yang
mengubahfungsi alat tubuh.
b. Role/peran
Biasanya mengalami perubahan peran karena penyakit yang
diderita
c. Identity/identitas diri
Biasanya mengalami kurang percaya diri, merasa terkekang,tidak
mampu menerima perubahan, merasa kurang mampu memiliki
potensi.
d. Self Esteem/Harga Diri
Biasanya mengalami rasa bersalah, menyangkal kepuasan diri,
mengecilkan diri, keluhan fisik.
e. Self Ideal/Ideal
Biasanya mengalami masa depan suram, terserah pada nasib,
merasa tidak memiliki kemampuan, tidak memiliki harapan,
merasa tidak berdaya.
j) Pola Koping-Toleransi Stres
Biasanya pasien mengalami faktor stres, contoh finansial, perasaan
tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan kepribadian
dan perilaku serta perubahan proses kognitif.

k) Pola Keyakinan Nilai


Biasanya tidak terjadi gangguan pola tata nilai dan kepercayaan.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
a. Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat sakit berat
b. Tingkat kesadaran pasien menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat.
c. TTV : RR meningkat, TD meningkat
b) Kepala
a. Rambut : biasanya pasien bermbut tipis dan kasar, pasien sering
sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
b. Wajah : biasanya pasien berwajah pucat
c. Mata : biasanya mata pasien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis dan sklera ikterik.
d. Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan polip dan pasien
bernafas pendek.
e. Bibir : biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi gusi,
perdarahan gusi dan nafas berbau.
f. Gigi : biasanya tidak terdapat karies pada gigi
g. Lidah : biasanya tidak terjadi perdarahan
c) Leher : biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar
getah bening.
d) Dada/Thorak
a. Inspeksi : biasanya pasien dengan nafas pendek, kusmaul
(cepat/dalam)
b. Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan
c. Perkusi : biasanya sonor
d. Auskultasi : biasanya vesikuler
e) Jantung
a. Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
b. Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang intercostal 2 linea
dekstra sinistra
c. Perkusi : biasanya ada nyeri
d. Auskultasi : biasanya terdapat irama jantung yang cepat
f) Perut/Abdomen
a. Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau
penumpukan cairan, pasien tampak mual dan muntah
b. Palpasi : biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan
adanya pembesaran hepar pada stadium akhir.
c. Perkusi : biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites
d. Auskultasi : biasanya bising usus normal, antara 5-35 kali/menit
g) Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, distensi
abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna urin menjadi
kuning pekat.
h) Ekstremitas
Biasanya didapatkan nyeri panggul, edema pada ekstremitas, kram
otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki dan
keterbatasan gerak sendi.
i) Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik, adanya
area ekimosis pada kulit.
j) Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori,
penurunan tingkat kesadaran,disfungsi serebral, seperti perubahan
proses fikir dan disorientasi. Pasien sering didapati kejang, dan
adanya neuropati perifer.

5) Analisa Data
Data Pasien Etiologi Masalah
PRE HEMODIALISA
DS : - Depresi pusat pernapasan Pola Nafas Tidak
Dispnea, Ortopnea - Hambatan upaya napas Efektif
- Sindrome hipoventilasi
DO: - Kecemasan.
- Penggunaan
otot bantu
pernapasan
- Fase ekspirasi
memanjang
- Pola napas
abnormal
- Pernapasan
cuping hidung
- Diameter
thoraks
anterior-
posterior
meningkat

DS: - Gangguan mekanisme Hipervolemia


Ortopnea, Dispnea, regulasi
Paroxy noctural - Kelebihan asupan cairan
dyspnea (PND) - Kelebihan asupan natrium
- Gangguan aliran balik vena
DO: - Efek agen farmakologis
- Edema
anasarka atau
edema perifer
- Berat badan
meningkat
dalam waktu
singkat
- Jugular
Venous
Presure (JVP)
atau Central
Venous
Pressure
(CVP)
meningkat
- Refleks
hepatojugular
positif
DS: - Hiperglikemi Perfusi Perifer
- Parastesia - Penurunan konsentrasi Tidak Efektif
- Nyeri hemoglobin
Ekstremitas - Peningkatan tekanan darah
- Kekurangan volume cairan
DO: - Kurangterpapar informasi
- Pengisian tentang proses penyakit
kapiler >3 - Kurang aktivitas fisik
detik
- Nadi perifer
menurun atau
tidak teraba
- Akral teraba
dingin
- Warna kulit
pucat
- Turgor kulit
menurun
DS : - Ketidakmampuan menelan Defisit nutrisi
- Cepat kenyang makanan
setelah makan - Ketidakmampuan mencerna
- Kram nyeri makanan
abdomen - Ketidakmampuan
- Nafsu makan mengabsorsi nutrien
menurun - Peningkatan kebutuhan
metabolisme
DO:
- Berat badan
menurun
minimal 10%
di bawah
rentang ideal.
INTRA HEMODIALISA
DS : - Agen pencedera fisiologis Nyeri Akut
Mengeluh nyeri - Agen pencedera kimiawi
DO: - Agen pencedera fisik
- Tampak
meringis
- Bersikap
protektif
- Gelisah
- Frekuensi nadi
meningkat
- Sulit tidur
DS: - - Prosedur pembedahan Resiko
DO: - mayor ketidakseimbangan
- Trauma/ pendarahan cairan
- Luka bakar
- Aferesis
- Asites
- Penyakit ginjal dan kelenjar
POST HEMODIALISA
DS : - - Perubahan sirkulasi Gangguan Integritas
DO : -Perubahan status nutrisi Kulit
- Kerusakan (kelebihan atau kekurangan)
jaringan dan -kekurangan/kelebihan
lapisan kulit volume cairan
- Nyeri - penurunan mobilitas
- Perdatrahan -suhu lingkungan yang
- Kemerahan ekstrim
- Hematoma - efek samping terapi radiasi
- kelembapan
- proses penuaan
- perubahan pigmentasi
- perubahan hormonal
- kurang terpapar informasi
tentang upaya
mempertahankan/melindungi
integritas jaringan
DS : - - Efek prosedur invasif Resiko Infeksi
DO : - -peningkatan paparan
organisme patogen
lingkungan
-ketidakadekuatan pertahanan
tubuh primer :
1. Gangguan peristaltik
2.Kerusakan integritas kulit
3. Perubahan sekresi ph
4. Penurunan kerja siliaris
5. Status cairan tubuh
-ketidakadekuatan pertahanan
tubuh sekunder:
1. Penurunan hemoglobin
2. Leukopenia
3. Supresi respon inflamasi

B. Diagnosa Keperawatan
Pre Hemodialisa
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d depresi pusat pernafasan, hambatan upaya
napas, sindrome hipoventilasi, kecemasan. (D.0005)
2. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan,
kelebihan asupan natrium, gangguan aliran balik vena (D.0023)
3. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Hiperglikemia, penurunan konsentrasi
hemoglobin, peningkatan tekanan darah, penurunan aliran arteri atau vena.
(D.0009)
4. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan,ketidakmampuan
mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien, faktor
psikologis, peningkatan kebutuhan metabolisme (D.0019)
Intra Hemodialisa
1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik pepasangan akses vaskuler (D.0077)
2. Resiko ketidakseimbangan cairan d.d penyakit ginjaldan kelenjar (D.0036)
Post Hemosialisa
1. Gangguan Integritas Kulit b.d perubahan sirkulasi,perubahan status
nutrisi, kekurangan/ kelebihan volume cairan (D.0129)
2. Resiko Infeksi d.d efek prosedur invasif (D.0142)
C. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA KEP TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

PRA HEMODIALISA

1 Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam inspirasi Manajemen jalan napas ( I.01011)
Efektif b.d depresi dan ekspirasi memberikan ventilasi adekuat membaik,
pusat pernafasan, dengan kriteria hasil : Observasi
hambatan upaya 1. Monitor polanapas (frekuensi,kedalaman
napas, obesitas, 1 2 3 4 5
Dispnea napas,usaha napas)
sindrome hipoventilasi,
Penggunaan otot bantu napas 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
kecemasan.
Pemanjangan fase ekspirasi Gurgling, menngi,wheezing,ronkhi kering)
(D.0005) 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
1 2 3 4 5 Terapeutik
Frekuensi napas
Kedalaman napas 1. Pertahankan jalan napas dengan head-tilt
Pemanjangan fase ekspirasi dan chin lift
(L.01004) 2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan enditrakeal
7. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidakada kontraindikasi
2. Anjurkan batuk efektif

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemebrian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,jika perlu

2 Hipervolemia b.d Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam Manajemen Hipervolemia(1.03114)
gangguan mekanisme ekuilibrium antara volume cairan di ruang intraseluler
regulasi, kelebihan dan ektraselular tubuh meningkat. Dengan kriteria Observasi
asupan cairan, hasil : 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis.
kelebihan asupan Ortopnea, edema, JVP/CVP meningkat,
natrium, gangguan 1 2 3 4 5 suara napas tambahan)
aliran balik vena Membran mukosa lembab
2. Identifikasi penyebab hipervolemia
(D.0022) 3. Monitor status hemodinamik (mis,
1 2 3 4 5 frekuensijantung, TD, MAP, CVP, PAP,
Edema PCWP, CO, CI) jika tersedia.
Dehidrasi 4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis, kadar
natrium, BUN, hemtokrit, berat jenis urine)
1 2 3 4 5
6. Monitortanda peningkatan tekanan onkotik
Intake cairan
plasma (mis, kadar protein dan albumin
Output urine
meningkat)
Tekanan darah
Frekuensi nadi 7. Monitor kecepatan infus secara ketat
Kekuatan nadi 8. Monitor efek samping diuretik
Tekanan arteri rata-rata Terapeutik
(L.03020) 1. Timbang berat badan setiap hari
padawaktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika haluran urine <0,5
mL/kg/jam dalam6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB brtambah> 1 kg
dalam sehari
3. Anjurkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan haluran cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik
2. Kaloborasi penggantian kehilangan kalium
akibat diuretik
3 Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam Manajemen Hipovolemia (I.03116)
Efektif b.d keadekuatan aliran darah pembuluh darah distal untuk
Hiperglikemia, menunjang fungsi jaringan meningkat. Dengan kriteria Observasi
penurunan konsentrasi hasil : 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
hemoglobin, 2. Monitor intake dan output
peningkatan tekanan 1 2 3 4 5 Terapeutik
darah, penurunan Kekuatan nadi perifer
1. Hitung kebutuhan cairan
aliran arteri atau vena. 2. Posisikan trendelenburg
(D.0009) Warna kulit pucat 3. Berikan asupan cairan oral
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairanIV isotonis (mis,
1 2 3 4 5
Pengisian kapiler NaCL, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan hipotonis (mis,
Akral
glukosa 2,5%, NaCL 0,4%)
Turgor kulit
3. Kolaborasi pemeberian cairan loloid (mis,
(L.02011)
albumin dan plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produksi darah
4 Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam Manajemen Nutrisi (1.03119)
ketidakmampuan keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi
menelan kebutuhan metabolisme membaik. Dengan kriteria hasil Observasi
makanan,ketidakmamp : 1. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
uan mencerna 2. Identifikasi makanan yang disukai
makanan, 1 2 3 4 5 3. Monitor asupan makanan
ketidakmampuan Porsi makanan yang dihabiskan
Teraupetik
mengabsorbsi nutrien, 1. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
faktor psikologis,
1 2 3 4 5 yang sesuai
peningkatan kebutuhan
metabolisme Berat badan 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet
Indeks Massa Tubuh (IMT) 5. Edukasi
(D.0019) (L.03030) 1. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
INTRA HEMODIALISA
1 Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam tingkat Manajemen Nyeri (I.08238)
pencedera fisik nyeri menurun. Dengan kriteria hasil :
pepasangan akses Observasi:
vaskuler (D.0077) 1 2 3 4 5
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Keluhan nyeri
kualitas, intensitas nyeri
Meringis
2. Identifikasi skala nyeri
Sikap proktektif
3. Identifikasi skala nyeri verbal
Gelisah
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
Kesulitan tidur
memperingan nyeri
5. Monitor keberhasilan terapi komplementer
1 2 3 4 5
yang sudah diberikan
Frekuensi nadi
6. Monitor efek samping penggunaan analgetik
(L.08066)
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memberberat nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kaloborasi pemberian analgetik
2 Resiko Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam Manajemen cairan(1.03098)
ketidakseimbangan ekuilibrium antara volume cairan di ruang intraseluler
cairan d.d penyakit dan ekstraseluler dalam tubuh meningkat. Dengan Observasi
ginjaldan kelenjar kriteria hasil : 1. Monitor status hidrasi
(D.0036) 2. Monitor berat badan
1 2 3 4 5 3. Monitor berat badan sesydah dan sebelum
Membran mukosa lembab
dialisis
4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
1 2 3 4 5 5. Monitor status hemodinamik (mis.
Edema MAP,CVP,PAP)
Dehidrasi Terapeutik
1. Catat intake output dan hitung balans
cairan 24 jam
1 2 3 4 5
2. Berikan asupan sesuai kebutuhan
Intake cairan
3. Berikan cairan IV jika perlu
Output urine
Kolaborasi
Tekanan darah
1. Kolaborasi pemberian diuretik jika perlu
Frekuensi nadi
Kekuatan nadi
Tekanan arteri rata-rata
(L.03020)
POST HEMODIALISA
1 Gangguan Integritas Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam Perawatan Intergritas Kulit (I.11353)
Kulit b.d perubahan keutuhan kulit meningkat. Dengan kriteria hasil:
sirkulasi,perubahan Observasi
status nutrisi, 1 2 3 4 5
1. Identifikasi penyebab gangguan intergritas
kekurangan/ kelebihan Elastisitas meningkat
kulit
volume cairan (D.0129) Hidrasi meningkat
Terapeutik
1. Ubah posisi setiap 2 jam sekali
1 2 3 4 5
Kerusakan jaringan menurun 2. Gunakan produk berbahan petrolium atau
Kerusakan lapisan kulit menurun minyak pada kulit kering
3. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitif
1 2 3 4 5 4. Hindari produk berbhan dasar alkohol pada
Sensasi membaik kulit kering
Teksture membaik Edukasi
(L.14125)
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum airyang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
sayur
5. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya.
2 Resiko Infeksi d.d efek Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam derajat Pencegahan Infeksi (I.14539)
prosedur invasif infeksi menurun. Dengan kriteria hasil :
(D.0142) 1 2 3 4 5 Observasi
Demam
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
Kemerahan 1 2 3 4 5
lokal
Nyeri
Terapeutik
Bengkak
1. Batasi jumlah pengunjung
2. Berikan perawatan kulit pada area edema
1 2 3 4 5
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
Kadar sel darah putih
dengan pasien dan lingkungan pasien
(L.14137)
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
4. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
D. Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
No
PRE HEMODIALISA
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d depresi S:
pusat pernafasan, hambatan upaya - Dispnea menurun
napas, sindrome hipoventilasi, - Penggunaan otot bantu napas
kecemasan. (D.0005) menurun
- Pemanjangan fase ekspirasi menurun
- Frekuensi napas membaik
- Kedalaman napas membaik

O:
- Penggunaan otot bantu
pernapasan menurun
- Fase ekspirasi membaik
- Pola napas normal
- Tidak ada pernapasan cuping
hidung
- Diameter thoraks anterior-posterior
membaik
A: Masalah Teratasi
P: Intervensi Dihentikan
2. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme S:
regulasi, kelebihan asupan cairan, - Asupan cairan meningkat
kelebihan asupan natrium, gangguan - Haluran urine meningkat
aliran balik vena (D.0023) - Kelembaban membran mukosa
meningkat
- Edema menurun
- Dehidrasi menurun
- Tekanan darah membaik
- Tekanan arteri rata- rata membaik
- Mata cekung membaik
- Turgor kulit membaik

O:
- Tidak ada edema anasarka atau
edema perifer
- Berat badan menurun
- Jugular Venous Presure (JVP) atau
Central Venous Pressure (CVP)
menurun
- Refleks hepatojugular membaik
A: Masalah Teratasi
P: Intervensi Dihentikan
3. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d S:
Hiperglikemia, penurunan konsentrasi - Denyut nadi meningkat
hemoglobin, peningkatan tekanan - Warna kulit pucat menurun
darah, penurunan aliran arteri atau - Pengisian kapiler membaik
vena. (D.0009) - Akral membaik
- Turgor kulit membaik
O:
- Pengisian kapiler <3 detik
- Nadi perifer membaik
- Akral teraba hangat
- Turgor kulit membaik
A: Masalah Teratasi
P: Intervensi Dihentikan
4. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan S:
menelan makanan,ketidakmampuan - Porsi makan yang dihabiskan
mencerna makanan, ketidakmampuan meningkat
mengabsorbsi nutrien, faktor psikologis, - Berat badan membaik
peningkatan kebutuhan metabolisme - IMT membaik
(D.0019)
O: Berat badan sesuai dengan rentang
ideal IMT
A: Masalah Teratasi
P: Intervensi Dihentikan
INTRA HEMODIALISA
1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik S:
pepasangan akses vaskuler (D.0077) - Keluhan nyeri menurun
- Meringis menurun
- Sikap proktektif menurun
- Gelisah menurun
- Kesulitan tidur menurun
- Frekuensi nadi membaik
O:
- Tampak rileks
- Bersikap tenang
- Frekuensi nadi membaik
A: Masalah Teratasi
P: Intervensi Dihentikan
2. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d S:
penyakit ginjaldan kelenjar (D.0036) - Asupan cairan
- Haluran urin meningkat
- Kelembapan mukosa bibir
meningkat
- Edema menurun
- TD membaik
- Denyut nadi membaik
- Membran mukosa membaik
- Mata cekung membaik
- Turgor kulit membaik
O: -
A: Masalah Teratasi
P: Intervensi Dihentikan
POST HEMODIALISA
1. Gangguan Integritas Kulit b.d S:
perubahan sirkulasi,perubahan status - Elastisitas meningkat
nutrisi, kekurangan/ kelebihan volume - Hidrasi meningkat
cairan (D.0129) - Kerusakan jaringan menurun
- Kerusakan lapisan kulit menurun
- Sensasi membaik
- Teksture membaik
O:
- jaringan dan lapisan kulit membaik
- Nyeri menurun
- Perdarahan menurun
- Kemerahan menurun
- Hematoma menurun
A: Masalah Teratasi
P: Intervensi Dihentikan
2. Resiko Infeksi d.d efek prosedur invasif S:
(D.0142) - Demam menurun
- Kemerahan menurun
Nyeri menurun
- Bengkak menurun
- Kadar sel darah putih membaik
O: -
A: Masalah Teratasi
P: Intervensi Dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, 2018, “Asuhan Keperawatan Pada Ny. A Dengan Chronic


KidneyDisease (Ckd) Dengan Pemberian Inovasi Intervensi Terapi Musik
Di Ambun Suri Lantai Iv Achmad Mochtarbukittinggi 2019”. [online] jurnal.
Dari jurnal http:// repo.stikesperintis.ac.id was first indexed. Diakses pada
tanggal 17 September 2022.
Intan Sayu,2019, “Laporan Pengertian Gagal Ginjal Kronik + Hemodialisa.
https://www.academia.edu/40427859/LAPORAN_PENDAHULUAN_GAG
AL_GINJAL_KRONIK_HEMODIALISA di akses pada tanggal 17
September 2022.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Indicator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st
ed). Jakarta. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed). Jakarta. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai