Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HIPERTENSI

DI RUANG HEMODIALISA RSUD dr. H. ANDI ABDURRAHMAN NOOR

Disusun Oleh:

NUR SYARIFAH
NIM 1114190641

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES DARUL AZHAR BATULICIN
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi
ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
yang menyebabkan uremia atau dikenal dengan retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah (Rutas, 2019).
Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas yaitu kronik dan
akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi
dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal
kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan
tubuh dalam keadaan asupan makanan normal (Isroin, 2016).
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi ialah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Hipertensi sering
kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang
mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan
bagi korbannya (Norhidayah, 2016).
B. Etiologi Gagal Ginjal Kronik
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju
filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).
Penyebab gagal ginjal kronik
1. Gangguan pembuluh darah: berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal.
2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis
3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasal
dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri.
4. Gangguan metabolik: seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati
amyloidosisyang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal
pada dinding pembuluh darah secara serius merusak membran glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer: terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logamberat.
6. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi
uretra.
7. Kelainan kongenital dan herediter: penyakit polikistik sama dengan kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan
didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat
konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis (Isroin, 2016).
Gagal ginjal kronik banyak disebabkan oleh nefropati DM, penyakit ginjal
herediter, nefritis interstital, uropati obstruksi, glomerulus nefritis, dan hipertensi.
Sedangkan kejadian gagal ginjal kronik di Indonesia banyak disebabkan karena
infeksi yang terdapat pada saluran kemih, batu pada saluran kencing, nefropati
diabetic, nefroskelosis hipertensi, dan lain sebagainya. Penyakit gagal ginjal kronik
terbesar disebabkan oleh faktor penyakit ginjal hipertensi dengan jumlah presentase
37%. Gagal ginjal kronik dengan etiologi hipertensi disebabkan karena kerusakan
pada pembuluh darah yang terdapat pada ginjal sehingga menghambat ginjal dalam
memfiltrasi darah dengan baik. Kejadian peningkatan jumlah pasien yang sedang
menjalani terapi hemodialisis, dengan jumlah pasien hemodialisis per minggu
sebanyak 3.666 (Hidayah, 2018).
C. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik
Patofisiologi awal dari penyakit gagal ginjal kronik sesuai dengan penyakit
yang mendasarinya namun proses selanjutnya mayoritas sama. Dari berbagai macam
penyebabnya seperti nefropati DM, penyakit ginjal turunan, darah tinggi maupun
infeksi yang terjadi pada saluran kemih yang kemudian menimbulkan rusaknya
glomerulus diteruskan dengan terjadinya kerusakan pada nefron yang terdapat pada
glomerulus sehingga nilai Glomerulus Filtration Rate mengalami penurunan, hal ini
akan memicu terjadinya penyakit gagal ginjal kronik dimana fungsi ginjal akan terjadi
ketidakstabilan pada proses ekskresi maupun sekresi. Hilangnya kadar protein yang
mengandung albumin serta antibodi yang disebabkan karena kerusakan pada
glomerulus akan menyebabkan tubuh mudah terinfeksi dan aliran darah akan
mengalami penurunan (Rutas, 2019).
(Rahayu, 2018) mengemukakan perubahan pada fungsi ginjal semakin lama
jangka waktu yang dibutuhkan memungkinkan terjadinya kerusakan yang jauh lebih
parah pada suatu nefron. Luka scerotik akan menyebabkan glomelurus mengurangi
fungsi ginjal yang kemudian tindak lanjut pada pasien dengan darah tinggi pada gagal
ginjal dapat dikondisikan. Jika penyakit ini tidak segera ditangan kemungkinan
terjadinya gagal ginjal akan meningkat. Kelainan pada fungsi ginjal biasanya sering
dialami oleh orang yang sudah dewasa. Kelainan ginjal berdasarkan waktunya dibagi
menjadi dua yaitu gagal ginjal kronik serta gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut
merupakan penurunan fungsi pada ginjal yang terjadi secara mendadak.
D. Pathway Gagal Ginjal Kronik

Gambar 1.1 Pathway Gagal Ginjal Kronik dengan Hipertensi (Rutas, 2019)
E. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik menurut (Isroin, 2016) adalah sebagai
berikut:
a. Sistem kardiovaskuler: Manifestasi klinis pada sistem kardiovaskuler antara lain
hipertensi, gagal jantung kongestif, dan pembesaran pada vena jugularis akibat dari
cairan yang berlebihan.
b. Pulmoner ditandai dengan adanya krekels, sputum kental, serta napas dangkal.
c. Gejala dermatologi seperti gatal-gatal pada kulit yang disebabkan adanya
penyumbatan kristal ureum di area kulit bagian bawah, kulit kering dan bersisik,
kulit bewarna abu-abu mengkilat, rambut tipis dan mudah rapuh.
d. Gejala gastrointensial seperti anoreksia, mual, muntah, cegukan, indra penciuman
menurun, konstipasi serta diare.
e. Gejala neurologi seperti kelemahan, tingkat kesadaran menurun, kejang, susah
untuk berkonsentrasi.
f. Salah satu gejala dari musculoskeletal seperti kram pada otot, otot mengalami
penurunan kekuatan, patah tulang serta tekanan pada kaki.
g. Gejala reproduksi seperti amenor serta atrofi testikuler. Sedangkan faktor utama
penyebab anemia terhadap pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisis yaitu
defisiensi dari eritropoetin. Kehilangan darah yang cukup banyak yang digunakan
untuk pemeriksaan laboratorium beserta retensi darah merupakan bagian dari
penyebab dari terjadinya anemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik.
F. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Menurut (Rutas, 2019) perjalanan umum gagal ginjal progesif dapat dibagi
menjadi tiga stadium.
a. Stadium pertama Stadium ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita asimtomatik.
Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban
kerja yang berat pada ginjal tersebut. Seperti tes pemekatan kemih yang lama atau
dengan mengadakan tes GFR yang diteliti.
b. Stadium kedua Stadium kedua perkembangan tersebut disebut insufiesiensi ginjal,
dimana lebih dari 75% jaringan berfungsi rusak (GFR besarnya 25% dari normal).
Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat di atas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dan
diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar
normal. Azotemia stress akibat infeksi, gagal jantung akibat dehidrasi. Pada
stadium ini juga muncul gejala nokturia dan poliuria.
c. Stadium ketiga Disebut stadium gagal ginjal akhir atau uremia. Gagal ginjal
stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau
hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari
normal. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN aakan meningkat
dengan sangat menyolok sebagai respon terhadap GFR yang sedikit megalami
penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala-
gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostatis cairan dan elektrolit tubuh.

Tabel 1.1 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik (Isroin, 2016):


Derajat Penjelasan LFG (ml/min/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG ≥ 90
normal atau meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan LFG 60-89
menurun atau ringan
3 Kerusakan ginjal dengan LFG 30-59
menurun atau sedang15-29
4 Kerusakan ginjal dengan LFG 15-29
menurun atau berat
5 Gagal ginjal <15

G. Komplikasi Gagal Ginjal Kronik


Menurut (Isroin, 2016), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup:
a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan
masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produksi
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dalam natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin, aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fofat kadar kalium serum
yang rendah.
H. Pemeriksaan Penunjang Gagal Ginjal Kronik
Beberapa pemeriksaan diagnostik terhadap pasien dengan gagal ginjal kronik
menurut (Isroin, 2016) antara lain:
a. Pemeriksaan laboratorium
Analisa pada urine dapat digunakan untuk menunjang dan melihat terjadinya
kelainan pada fungsi ginjal. Analisa urine juga dapat digunakan untuk mengetahui
ketidaknormalan terhadap produksi urine. Pada pasien dengan penyakit gagal
ginjal kronik akan mengalami kekurangan output urin dan kekurangan jumlah
frekuensi urin.
b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi untuk mengetahui kelainan fungsi ginjal yaitu:
1) Flat flat radiografi untuk mengetahui klasifikasi dari ginjal.
2) Computer Tomography Scan untuk mengetahui dengan jelas bagian anatomi
ginjal.
3) Intervenous Pyelography digunakan sebagai evaluasi dari kerja ginjal dengan
menggunakan kontras.
4) Arterional Angiography untuk mengetahui kapiler ginjal, vena serta sistem
arteri menggunakan kontras.
5) Magnetic Rosonance Imaging untuk mengevaluasi suatu persoalan yang
diakibatkan oleh infeksi pada ginjal.
6) Biopsi Ginjal digunakan untuk diagnosa kelainan pada ginjal dengan cara
mengambil jaringan pada ginjal kemudian dianalisa.
I. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Menurut (Rutas, 2019), penatalaksanaan gagal ginjal kronik meliputi:
a. Penatalaksanaan konservatif gagal ginjal kronik lebih bermanfaat bila penurunan
faal ginjal masih ringan, yaitu dengan memperlambat progesif gagal ginjal,
mencegah kerusakan lebih lanjut, pengelolaan uremia dan komplikasinya, kalsium
dan fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor dan hiperurisemia.
b. Dialisis Dialisis Peritonial (DP) meliputi:
1) DP intermiten (DPI)
2) DP Mandiri Berkesinambungan (DPMB)
3) DP Dialirkan Berkesinambungan (DPDB)
4) DP Nokturnal (DPN) .
c. Hemodialisa Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah
memerlukan dialisis tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya LFG sekitar
5- 10 mL/menit. Dialisis diperlukan bila ditemukan keadaan seperti keadaan
umum buruk dan gejala klinis nyata, K serum >200mg/dL, pH darah 5 hari,
sindrom uremia; mual, muntah, anoreksia, neuropati memburuk.
d. Tranplantasi ginjal (TG)
1) Transplantasi Ginjal Donor Hidup (TGHD)
2) Transplantasi Ginjal Donor Jenazah (TGDJ)
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan (SDKI) menurut (Tim Pokja SDKI, DPP,2018)
1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan pembedahan
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan terjadinya kelemahan anemia
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan pada lingkungan
Intervensi keperawatan (SIKI) menurut (Tim Pokja SDKI, DPP,2018)
1. Nyeri akut berhubungan dengan pembedahan
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan.... membaik.
Dengan kriteria hasil :
a. Keluhan nyeri klien dapat menurun
b. Meringis dapat menurun
c. Sikap protektif menurun
d. Gelisah menurun
e. Penurunan terhadap keluhan tidur yang dirasakan
Intervensi keperawatan:
Observasi
a. Identifikasi area, karakteristik, berapa lama durasinya, frekuensi, tingkat nyeri
yang dirasakan, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri yang dirasakan
c. Identifikasi respons nyeri berdasarkan hasil pengamatan dari perawat
d. Identifikasi faktor yang menyebabkan penambahan berat dan pengurangan nyeri
e. Identifikasi pasien meliputi pengetahuan dan keyakinan pasien tentang nyeri yang
ia rasakan
f. Identifikasi apakah ada pengaruh budaya terhadap tingkat nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri yang dirasakan klien terhadap kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan dari terapi komplementer yang telah diberikan
i. Monitor efek dari penggunaan analgetik
Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis seperti tarik napas dalam yang berkaitan dengan
pengurangan nyeri
b. Kontrol lingkungan yang menyebabkan peningkatan rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan penyebab nyeri dalam pemilihan teknik untuk
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab dan faktor pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi yang dapat digunakan untuk meredakan nyeri
c. Anjurkan klien untuk dapat memonitor nyeri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan terapi analgetik yang sesuai dengan penyebab nyeri
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan anemia


Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ....
membaik, dengan kriteria hasil:
a. Frekuensi nadi mengalami peningkatan
b. Keluhan lelah yang dirasakan klien dapat mengalami penurunan
c. Dispnea saat beraktivitas dapat menurun
d. Dispnea sesudah beraktivitas dapat menurun
Intervensi keperawatan:
Observasi
a. Identifikasi gangguan pada tubuh yang menyebabkan terjadinya kelelahan
b. Monitor penyebab kelelahan fisik dan emosional yang dirasakan klien
c. Monitor pola dan waktu tidur yang dilakukan klien
d. Monitor area dan penyebab ketidaknyamanan saat melakukan aktivitas
Terapeutik
a. Sediakan lingkungan disekitar klien yang nyaman dan rendah stimulus
b. Lakukan pelatihan rentang gerak pasif maupun aktif
c. Berikan aktivitas teknik distraksi yang dapat menenangkan klien
d. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, ketika klien tidak mampu berjalan dan
berpindah tempat
Edukasi
a. Anjurkan klien melaksanakan terapi tirah baring
b. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sedikit demi sedikit
c. Anjurkan klien untuk selalu menghubungi perawat jika ditemukan tanda dan
gejala yang menyebabkan kelelahan tidak berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi terjadinya kelelahan
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi berkaitan denga cara untuk peningkatan asupan
makanan.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ....
membaik, dengan kriteria hasil:
a. Keluhan sulit memulai tidur dapat menurun
b. Keluhan sering terjaga dapat mengalami penurunan
c. Keluhan klien tidak puas saat tidur dapat menurun
d. Keluhan pola tidur berubah-ubah dapat menurun
e. Keluhan merasa istirahat tidak cukup dapat menurun
Intervensi keperawatan:
Observasi
a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
b. Identifikasi faktor pengganggu tidur
c. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
d. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
Terapeutik
a. Modifikasi lingkungan
b. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
c. Tetapkan jadwal tidur rutin
d. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
e. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau tindakan untuk menunjang siklus
tidur-terjaga.
Edukasi
a. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
b. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
c. Anjurkan menghindari makanan atau minuman yang menggangu tidur
d. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap
tidur REM
e. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur
f. Ajarkan relaksasi otor autogenik atau cara nonfarmakologis lainnya

K. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian terakhir didasarkan pada tujuan keperawatan yang
ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada
kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu (Nursalam,
2014).
L. Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialiser.
Frekuensi tindakan hemodialisa bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang
tersisa, rata - rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu, sedangkan lama
pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali tindakan
terapi. Terapi hemodialisa juga akan mempengaruhi keadaan psikologis pasien.
Pasien akan mengalami gangguan proses berpikir dan konsentrasi serta gangguan
dalam berhubungan sosial. Semua kondisi tersebut akan menyebabkan menurunnya
kualitas hidup pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa. Kualitas hidup pasien
GGK yang menjalani terapi hemodialisa sangat dipengaruhi oleh beberapa masalah
yang terjadi sebagai dampak dari terapi hemodialisa dan juga dipengaruhi oleh gaya
hidup pasien (Rutas, 2019).
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialysis yaitu
Hemodialisa dan Peritoneal Dialysis selain itu juga ada transplantasi ginjal. Dialisis
dapat digunakan untuk 52 mempertahankan penderita dalam keadaan klinis yang
optimal sampai tersedia donor ginjal. Dialisis dapat dilakukan apabila kadar kreatinin
serum biasanya di atas 6 mg/100 ml pada laki – laki atau 4 ml/100 ml pada wanita,
dan GFR kurang dari 4 ml/menit (Isroin, 2016).
Terapi pengganti ginjal berikutnya adalah Continous Ambulatory Peritoneal
Dialysis atau disingkat CAPD yang merupakan salah satu bentuk dialysis peritoneal
kronis untuk pasien dengan gagal ginjal terminal, bentuk dialisisnya dengan
menggunakan membran peritoneum yang bersifat semipermiabel sebagai membran
dialisis dan prinsip dasarnya adalah proses ultrafiltrasi antara cairan dialisis yang
masuk kedalam rongga peritoneum dengan plasma dalam darah. Continous
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dilakukan 3- 5 kali per hari, 7 hari
perminggu dengan setiap kali cairan dialisis dalam kavum peritoneum lebih dari 4 jam
(Putri, 2014).
Pada umumnya pada waktu siang 4-6 jam, sedangkan waktu malam 8 jam.Saat
ini CAPD merupakan salah satu bentuk dialisis pilihan bagi pasien yang usia muda,
usia lanjut dan penderita diabetes mellitus. Sisanya pemilihan antara CAPD dan
hemodialisa tergantung dari fasilitas dialisis, kecocokan serta pilihan pasien.
Kesederhanaan, tidak membutuhkan mesin, perasaan nyaman, keadaan klinis yang
baik, kebebasan pasien merupakan daya tarik penggunaan CAPD bagi dokter maupun
pasien. Problem utama sampai saat ini yang memerlukan perhatian adalah komplikasi
peritonitis, meskipun saat ini dengan kemajuan teknologi akan angka kejadian
peritonitis sudah dapat ditekan sekecil mungkin (Rutas, 2019).
CAPD merupakan salah satu bentuk dialisis pilihan bagi pasien yang usia
muda, usia lanjut dan penderita diabetes mellitus. Sisanya pemilihan antara CAPD
dan hemodialisa tergantung dari fasilitas dialisis, kecocokan serta pilihan pasien.
Kesederhanaan, tidak membutuhkan mesin, perasaan nyaman, keadaan klinis yang
baik, kebebasan pasien merupakan daya tarik penggunaan CAPD bagi dokter maupun
pasien. Problem utama sampai saat ini yang memerlukan perhatian adalah komplikasi
peritonitis, meskipun saat ini dengan kemajuan teknologi akan angka kejadian
peritonitis sudah dapat ditekan sekecil mungkin. Transplantasi atau cangkok ginjal
merupakan prosedur operasi dengan dilakukan pemindahan ginjal yang sehat dan
berfungsi baik dari donor hidup atau yang mati batang otak dan dicangkokkan pada
pasien yang ginjalnya tidak berfungsi (Putri, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Isroin. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GAGAL GINJAL


KRONIK RSUD KOTA BEKASI. 41-61. Retrieved from https://akper-pasarrebo.e-
journal.id/nurs/article/download/60/35/

Norhidayah. (2016). LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL


BEDAHGAGAL GINJAL KRONIS (CKD). 1-89. Retrieved from
https://www.studocu.com/id/document/universitas-jambi/keperawatan-medikal-
bedah-i/lp-gagal-ginjal-kronik-ckd-rs-mataher/13471513

Rahayu. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN CHRONIC


KIDNEYDISEASE (CKD) DENGAN PEMBERIAN INOVASI INTERVENSI
TERAPI MUSIK DI AMBUN SURI LANTAI IV. 1-125. Retrieved from
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2381/3/bab%202.pdf.

Rutas. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL GINJAL


KRONIKDENGAN HEMODIALISA DI RUANG FLAMBOYANRSUD ABDUL
WAHAB SJAHRANIESAMARINDA. 1-124. Retrieved from
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/395/1/selesai.pdf.

Anda mungkin juga menyukai