Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan

manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan

psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya

masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir

pada usia 18-22 tahun (Amita, 2018). Tidak sedikit remaja yang mengalami

ketidakmampuan dalam menguasai perubahan baik secara fisik dan

psikologis yang akhirnya berdampak pada gejolak emosi dan tekanan jiwa

sehingga remaja akan mudah menyimpang dari aturan-aturan dan norma-

norma sosial yang berlaku. Ketegangan-ketegangan yang dialami kadang-

kadang tidak dapat terselesaikan dengan baik, yang kemudian menjadi

sebuah konflik yang berkepanjangan. Ketidakmampuan remaja didalam

mengatasi konflik-konflik akan menyebabkan perasaan gagal yang

mengarah kepada bentuk frustrasi. Bentuk reaksi yang terjadi akibat

frustrasi yang dialami dapat menjadi bentuk kekerasan untuk menyakiti diri

dan orang lain, yang sering disebut dengan tindakan kekerasan (Yuliana dan

Hikmah, 2018).

Bullying adalah salah satu tindakan perilaku agresif yang disengaja

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara berulang-ulang dan


dari waktu ke waktu terhadap seorang korban yang tidak dapat

mempertahankan dirinya dengan mudah (Aini, 2018). Bullying termasuk

tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau

sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga

korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya (Zakiyah et al., 2017).

Pembully selalu ingin mengontrol, mendominasi, dan tidak menghargai

orang lain sebagai pengaruh dari tontonan kasus kekerasan secara langsung,

memiliki orang tua yang bersifat permisif, tidak harmonis dalam keluarga,

tidak percaya diri maupun ingin terlihat popular di lingkungannya.

Fenomena bullying menjadi suatu persoalan serius bagi anak-anak di dunia.

Laporan UNESCO tahun 2018 berdasarkan Global school-based Student

Health Survey (GSHS) dengan melibatkan 144 negara di dunia

menunjukkan bahwa 16.1% anak-anak pernah menjadi korban bullying

secara fisik (Kesuma et al., 2022).

Bullying termasuk fenomena yang tersebar di seluruh dunia.

Prevalensi bullying diperkirakan 8 hingga 50% di beberapa negara Asia,

Amerika, dan Eropa (Soedjatmiko et al., 2016). Menurut Baumeister &

Kessler dalam Nurhanaysa et al (2022), tindakan bullying menempati

peringkat pertama dalam daftar hal-hal yang menimbulkan ketakutan di

sekolah. Hasil riset yang dilakukan oleh National Association of School

Psychologist menunjukkan bahwa lebih dari 160.000 remaja di Amerika

Serikat bolos sekolah setiap hari karena takut di bullying (Syukri, 2020).

Sebuah riset yang dilakukan oleh LSM Plan International dan International
Center for Research on Women (ICRW) juga menunjukkan fakta bahwa

kejadian bullying pada siswa sekolah di Asia mencapai angka 70%

(Pragholapati et al., 2020). Selain itu, penelitian ini juga menyebutkan

bahwa 84% siswa di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah, dimana

angka tersebut lebih tinggi sebanyak 14% dari tren kawasan Asia (Gusti,

2020).

Data hasil riset Programme for International Students Assessment

(PISA) 2018 menunjukkan murid yang mengaku pernah mengalami

perundungan (bullying) di Indonesia sebanyak 41,1% (Ramadhanti dan

Hidayat, 2022). Angka murid korban bully ini jauh di atas rata-rata negara

anggota Organization of Economic Co-operation and Development (OECD)

yang hanya sebesar 22,7%. Selain itu, Indonesia berada di posisi kelima

tertinggi dari 78 negara sebagai negara yang paling banyak murid

mengalami kasus bullying. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak

Indonesia (KPAI) juga menunjukkan bahwa selama periode 2016-2020,

terdapat 480 aduan dari korban bullying di lingkungan sekolah dan pada

tahun 2021 terdapat 17 kasus yang melibatkan peserta didik dan pendidik

(Friastuti dan Ahmad, 2021).

Menurut UNICEF (2020) kasus bullying di Indonesia 2 dari 3 anak

perempuan atau laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami setidaknya

satu jenis kekerasan dalam hidupnya, kemudian 3 dari 4 remaja yang

mengalami salah satu jenis kekerasan atau lebih melaporkan bahwa pelaku
kekerasan adalah teman atau sebayanya. Menurut PISA (2018) prevelensi

bullying di Indonesia 41% dari mereka adalah pelajar berusia 15 tahun.

Beberapa bentuk bullying yang sering terjadi yaitu: bullying fisik

berupa kontak fisik antara pelaku dan penyintas bullying, bullying verbal

berupa ucapan atau kata-kata yang ditujukan kepada penyintas bullying, dan

bullying psikologis berupa tindakan tersirat yang menyerang psikologis

penyintas bullying (Dewi dan Valentina, 2020). Berdasarkan dari pendapat

tersebut, bentuk bullying yang sering terjadi di kalangan remaja meliputi:

bullying verbal seperti ucapan yang tidak pantas, pemberian julukan, jelek,

celaan, dan ancaman secara verbal; bullying fisik seperti memukul,

mencekik, menendang, meludahi, merusak dan menghancurkan barang;

serta bullying psikologis seperti pengucilan secara relasional, lirikan mata,

helaan nafas, tawa mengejek serta bahasa tubuh yang kasar (Dewi dan

Valentina, 2020).

Fenomena bullying ini dapat memberikan efek traumatis jangka

panjang pada korban, seperti psikosis, harga diri yang buruk, dan hubungan

yang kasar di lingkungan keluarga maupun lingkungan luar (Vanderbilt dan

Augustyn, 2010). Dampak negatif secara emosional juga dialami oleh

remaja penyintas bullying. Penelitian oleh Slonje et al (2016) menunjukkan

bahwa remaja penyintas bullying akan mengalami pengalaman emosi

negatif dalam kehidupannya seperti selalu merasa ketakutan atau terancam

untuk berada di lingkungannya. Selain itu, bullying juga dapat menyebabkan

remaja mengalami depresi berat. Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian


Ramadhani dan Retnowati (2013) yang menunjukkan bahwa terdapat

hubungan positif antara bullying dengan depresi. Hal serupa juga ditemukan

oleh penelitian Mishra et al (2018) bahwa remaja yang mengalami bullying

cenderung mengalami tingkat depresi yang tinggi. Tingginya tingkat depresi

yang dialami penyintas bullying dapat mengarah pada pikiran dan tendensi

untuk melakukan bunuh diri di kemudian hari (Takizawa et al, 2014).

Penelitian lain menemukan pada remaja yang mengalami bullying, akan

menarik diri dari lingkungannya dan cenderung mengurung diri di dalam

kamarnya (Ardiavianti et al, 2018).

Sebagian besar korban bullying akan mengalami dampak negatif

berupa hambatan dalam mengaktualisasikan diri, gangguan mental dan

psikososial. Hal ini dikarenakan siswa merasa berada pada keadaan tertekan,

terancam atau rasa tidak aman dan nyaman, rasa tidak berharga, sulit

berkonsentrasi, sulit untuk bersosialisasi dengan lingkungannya, tidak

percaya diri, depresi yang berdampak pada akademiknya dan bahkan

menyebabkan bunuh diri (Soedjatmoki., 2017).

Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perempuan dan

Anak (UPTD PPA Tanah Bumbu, 2022) menunjukkan bahwa terdapat satu

kasus bullying yang mengakibatkan kematian seorang anak yang masih

duduk dibangku SD, jenis bullying yang dilakukan adalah bullying fisik, hal

tersebut diketahui dari ibu korban bahwa sebelum meninggal korban

bercerita jika kepalanya dibenturkan oleh salah satu temannya pada saat

sekolah.
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada hari

Selasa tanggal 29 November 2022 di SMPN 1 Karang Bintang, dengan

metode wawancara dan observasi didapatkan informasi dari Guru

menyebutkan bahwa di SMP tersebut masih sering terjadi bullying antar

siswa dan antar kelas. Sedangkan hasil wawancara dari 11 siswa kelas VII

dan VIII semua mengatakan pernah dibully oleh teman sekelas. Bentuk

bullying yang sering terjadi adalah bullying verbal seperti mengejek,

menghina, mengolok-mengolok, salah satu siswa juga mengatakan bahwa

pernah ditendang oleh teman sekelasnya. Dampak dari perilaku bullying

disekolah dapat mengakibatkan siswa merasa tertekan, tidak ingin

berinteraksi dengan teman-temannya dan ingin pindah sekolah, bahkan bisa

mengakibatkan depresi. Salah satu guru juga mengatakan bahwa ada siswa

yang sudah pindah sekolah dikarenakan sering dibully oleh teman

sekelasnya.

Terapi dzikir digunakan untuk memberikan ketenangan dalam diri

korban bullying setelah mengalami perasaan-perasaan yang bertentangan

dengan dirinya untuk lebih menerima kenyataan dan menghadapi

permasalahan yang dihadapi, karena dzikir merupakan proses penyadaran

diri sebagai hamba Allah SWT, pemulihan terhadap penyakit kerohanian

maupun social (Yuliana dan Hikmah, 2018). Dzikir juga mengandung pesan

bimbingan keagamaan sebagai salah satu metode terapi penyakit mental

karena menimbulkan ketenteraman dan ketenangan (Riyadi, 2015). Dzikir

merupakan bagian dari asma-asma Al-Quran dan Al-Quran sendiri


berfungsi sebagai pengobatan (syifa) bagi penyakit jasmaniyah dan

rohaniyah sehingga dzikir dengan kalimat tauhid mengandung fungsi yang

sama dengan Al-Quran sebagai Adz-Dzikru yaitu pengobatan (syifa)

(Rohma, 2019). Selain itu, dzikir juga dapat meningkatkan kecerdasan

emosional sehingga penyintas bullying dapat mengontrol dirinya dan tetap

sabar dalam menjalani kehidupannya tanpa terpengaruh emosi negatif

(Yuliana dan Hikmah, 2018). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Rahayu dan Kusdiyati (2012) menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara

intensitas dzikir yang dilakukan setelah shalat dengan kecerdasan

emosional, dimana semakin kurang intens dzikir yang dilakukan setelah

shalat maka semakin rendah tingkat kecerdasan emosionalnya. Penelitian

oleh Zubaidilah (2020) juga menunjukkan bahwa terapi dzikir maupun

terapi Al-Qur’an dapat memberikan efek penyembuhan terhadap penderita

kekerasan.

Mulyanti dan Massuhartono (2018) menganjurkan beberapa bacaan

zikir yang dapat digunakan dalam proses terapi, yaitu tasbih, tahmid, tauhid,

takbir, tahlil, hauqalah, tarji’, sholawat dan istighfar.

Berdasarkan masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Efektivitas Terapi dzikir terhadap tingkat stress korban

bullying verbal pada remaja usia 13-15 tahun di SMPN 1 Karang Bintang

Kabupaten Tanah Bumbu 2023”.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah : “Efektivitas Terapi dzikir terhadap tingkat stress korban bullying

verbal pada remaja usia 13-15 tahun di SMPN 1 Karang Bintang Kabupaten

Tanah Bumbu 2023”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah umtuk mengetahui

Efektivitas Terapi dzikir terhadap tingkat stress korban bullying verbal pada

remaja usia 13-15 tahun di SMPN 1 Karang Bintang Kabupaten Tanah

Bumbu 2023.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain :

1. Mengidentifikasi tingkat stress remaja usia 13-15 tahun sebelum

diberikan Terapi dzikir di SMPN 1 Karang Bintang Kabupaten Tanah

Bumbu 2023.

2. Mengidentifikasi tingkat stress remaja usia 13-15 tahun sesudah

diberikan Terapi dzikir di SMPN 1 Karang Bintang Kabupaten Tanah

Bumbu 2023.

3. Menganalisis ada tidaknya Efektivitas terapi dzikir terhadap tingkat

stress korban bullying verbal pada remaja usia 13-15 tahun di SMPN 1

Karang Bintang Kabupaten Tanah Bumbu 2023.


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan kedepannya dapat menambah

wawasan mengenai pengaruh terapi zikir terhadap tingkat stress pada

korban bullying verbal.

1.4.2 Bagi Ilmu Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam ilmu

keperawatan khususnya mengenai terapi zikir terhadap tingkat stress korban

bullying verbal.

1.4.3 Bagi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pada pelayanan

kesehatan dalam menurunkan tingkat stress korban bullying verbal melalui

pendekatan islami.

1.4.4 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan kedepannya dapat dijadikan sumber

informasi yang dapat bermanfaat dalam pengembangan materi pembelajaran

serta sebagai sumber pustaka yang berhubungan dengan terapi zikir untuk

korban bullying verbal.

1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam penyusunan

karya tulis serta dapat menjadi Pustaka untuk mengembangkan penelitian

yang lebih mendalam.


1.2 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Efektivitas Terapi dzikir terhadap tingkat stress

pada korban bullying pada remaja, penelitian yang berhubungan dengan

penelitian ini antara lain :

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No Judul Penelitian Persamaan Perbedaan
dan Tahun (Metode: Desain, Sampel, (Metode: Desain, Sampel,
Penelitian Variable, Instrumen, Variable, Instrumen,
Analisis) Analisis)
1 Terapi Dzikir Design: pre eksperimental Sampel: 59 responden (simple
terhadap (One group pretest and random sampling)
Perubahan posttest)
Tingkat Stres Instrument: Kuesioner PAID
pasien Diabetes Variable independent:
Melitus (Atik Terapi Dzikir
Setiawan
Wahyuningsih, Variable dependent: Tingkat
Toriq Tamimi, Stres
2021).
Analisis: uji Wilcoxon
2 Pengaruh Terapi Design: pre eksperimental Variable dependent: Tingkat
Relaksai Dzikir (One group pretest and Kecemasan
terhadap tingkat posttest)
Sampel: 35 responden (simple
Kecemasan pada
Variable independent: random sampling)
Lansia Hipertensi Terapi Relaksasi Dzikir
(Novita Febri Instrument: Kuesioner DAAS
Setiyani, 2018). Analisis: uji Wilcoxon
3 Pelatihan Variable independent: Design: quasi eksperimental
Relaksasi Dzikir Relaksasi (pre post control with design)
untuk Dzikir
Instrument: Skala stress milik
Menurunkan Stres
Variable dependent: Tingkat Putri (2011).
Santri Rumah Stres
Tahfidz “Z”
Analisis: uji Anova Repeated
(Yoga Achmad Sampel: 23 responden
(purposive sampling) Measures
Ramadhan, Ayu
Kusumadewi
Hudi Saputri,
2019)
4 Dhikr as Nursing Variable independent: Design: quasi eksperimental
Intervention to Dzikir (pre and post nonequivalent
Reduce Stress In control group design)
Variable dependent: Tingkat
Health Science
Stres Instrument: Kuesioner DAAS-
Students (Wahyu
42.
Rochdiat M,
Erika Hestu,
Endang Analisis: uji Paired t-test dan
Lestiawati, 2019) Mann Whitney

Sampel: 20 responden (Quota


sampling)

5 The Effectiveness Variable independent: Variable dependent: Resiliensi


of Istighfar Dzikr Terapi Dzikir Korban KDRT
Therapy in
Sampel: 12 responden Design: non randomized
Increasing
(purposive sampling) control group (pre and post
Domestic test)
Violence Victims’
Resilience (Tyra Instrument: CD-RISC
Dara Ruidahasi,
Fuad Nashori, Analisis: Anova mixed design
2021)

Anda mungkin juga menyukai